Apa yang dimaksud dengan manajemen laba (Earning management)?

manajemen laba

Apa yang dimaksud dengan manajemen laba ?

1 Like

berikut ini merupakan pengertian dari manajemen laba:

  • Menurut Nuryaman (2008) Manajemen laba merupakan suatu kondisi dimana manajeme melakukan intervensi proses penyusunan laporan keuangan bagi pihak eksternal sehingga dapat meratakan, menaikan dan menurunkan pelaporan laba.

  • Manajemen laba adalah tindakan-tindakan manajer untuk menaikan atau menurunkan laba periode berjalan dari sebuah perusahaan yang dikelolanya tanpa menyebabkan kenaikan atau penurunan keuntungan ekonomi perusahaan jangka panjang. Menurut Iqbal (2007) manajemen laba adalah tindakan manajemen dalam proses penyusunan laporan keuangan untuk mempengaruhi tingkat laba yang ditampilkan.

  • Sedangkan manajeman laba merupakan suatu intervensi dengan maksud tertentu terhadap proses pelaporan keuangan eksternal dengan sengaja untuk memperoleh beberapa keuntungan pribadi (Ujiyanto, 2007).

  • Dengan kata lain manajemen laba adalah aktivitas manajemen manajerial untuk mempengaruhi dan mengintervensi laporan keuangan (Sulistyanto, 2008).

  • Widyaningdyah (2001) mendefinisikan manajemen laba adalah tindakan manajer untuk meningkatkan atau mengurangi laba yang dilaporkan tanpa mengakibatkan peningkatan (penurunan) profitabilitas ekonomi jangka panjang unit tersebut.

Menurut Theresia (2005), manajemen laba merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja perusahaan. Manajemen akan memilih metode tertentu untuk mendapatkan laba yang sesuai dengan motivasinya. Hal ini akan mempengaruhi kualitas kinerja yang dilaporkan oleh manajemen (Gideon, 2005).

Manajemen laba (earnings management) merupakan fenomena yang sukar untuk dihindari, karena fenomena ini merupakan dampak dari penggunaan dasar akrual dalam penyusunan laporan keuangan. Praktek manajemen laba tidak hanya berkaitan dengan motivasi individu manajer, tetapi bisa juga untuk kepentingan perusahaan.

Menurut Schipper dalam Gumanti (2001), pengertian manajemen laba adalah sebagai berikut “Earnings Management is disclosure management in the sense of purposeful intervention in external reporting process, with intent of obtaining some private gain”.

Menurut Sulistyanto (2008), pengertian manajemen laba adalah “Upaya manajer perusahaan untuk mengintervensi atau mempengaruhi informasi-informasi dalam laporan keuangan dengan tujuan untuk mengelabuhi stakeholder yang ingin mengetahui kinerja dan kondisi perusahaan”.

Menurut Subramanyam dan Wild (2010) yaitu sebagai berikut “Manajemen kosmetik laba merupakan hasil dari kebebasan dalam aplikasi akuntansi akrual yang mungkin terjadi”.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa manajemen laba merupakan suatu tindakan yang dilakukan oleh manajer dengan cara memanipulasi data atau informasi akuntansi agar jumlah laba yang tercatat dalam laporan keuangan sesuai dengan keinginan manajer, baik untuk kepentingan pribadi maupun kepentingan perusahaan.

Klasifikasi Manajemen Laba

Klasifikasi manajemen laba menurut Sastradipraja (2010), adalah sebagai berikut:

  1. Cosmetic Earnings Management
    Cosmetic earnings management terjadi jika manajer memanipulasi akrual yang tidak memiliki konsekuensi cash flow. Teknik ini merupakan hasil dari kebebasan dalam akuntansi akrual. Akuntansi akrual membutuhkan estimasi dan pertimbangan (judgement) yang mengakibatkan manajer memiliki kebebasan dalam menetapkan kebijakan akuntansi. Meskipun kebebasan ini memberikan kesempatan bagi manajer untuk menyajikan gambaran aktivitas usaha perusahaan yang lebih informatif, namun kebebasan ini juga memungkinkan mereka mempercantik laporan keuangan (window-dress financial statement) dan mengelola earnings.
  2. Real Earnings Management
    Real earning management terjadi jika manajer melakukan aktivitas dengan konsekuensi cash flow. Real earnings management lebih bermasalah dibandingkan dengan cosmetic earnings management karena mencerminkan keputusan usaha yang sering kali mengurangi kekayaan pemegang saham.

Strategi Manajemen Laba

Menurut Subramanyam dan Wild (2010), terdapat tiga jenis strategi manajemen laba, yaitu sebagai berikut:

  1. Meningkatkan Laba

    Salah satu strategi manajemen laba adalah meningkatkan laba yang dilaporkan pada periode kini untuk membuat perusahaan dipandang lebih baik. Cara ini juga memungkinkan peningkatan laba selama beberapa periode. Pada skenario pertumbuhan, akrual pembalik lebih kecil dibandingkan akrual kini, sehingga dapat meningkatkan laba. Kasus yang terjadi adalah perusahaan melaporkan laba yang lebih tinggi berdasarkan manajemen laba yang agresif sepanjang periode waktu yang panjang. Selain itu, perusahaan dapat melakukan manajemen laba untuk meningkatkan laba selama beberapa tahun dan membalik akrual sekaligus pada satu saat pembebanan. Pembebanan satu saat ini sering kali dilaporkan “di bawah laba bersih” (below the line), sehingga dipandang tidak terlalu relevan.

  2. Big Bath

    Strategi big bath dilakukan melalui penghapusan (write-off) sebanyak mungkin pada satu periode. Periode yang dipilih biasanya periode dengan kinerja yang buruk (seringkali pada masa resesi dimana perusahaan lain juga melaporkan laba yang buruk) atau peristiwa saat terjadi satu kejadian yang tidak biasa seperti perubahan manajemen, merger, atau restrukturisasi. Strategi big bath juga sering kali dilakukan setelah strategi peningkatan laba pada periode sebelumnya. Oleh karena sifat big bath yang tidak biasa dan tidak berulang, pemakai cenderung tidak memperlihatkan dampak keuangannya. Hal ini memberikan kesempatan untuk menghapus semua dosa masa lalu dan memberikan kesempatan untuk meningkatkan laba di masa depan.

  3. Perataan Laba

    Perataan laba merupakan bentuk umum manajemen laba. Pada strategi ini, manajer meningkatkan atau menurunkan laba yang dilaporkan untuk mengurangi fluktuasinya. Perataan laba juga mencakup tidak melaporkan bagian laba pada periode baik dengan menciptakan cadangan atau “bank” laba dan kemudian melaporkan laba ini saat periode buruk.

Salah satu ukuran kinerja perusahaan yang sering digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan bisnis adalah laba yang dihasilkan perusahaan. Informasi laba sebagaimana dinyatakan dalam Statement of Financial Accounting Concept (SFAC) Nomor 2 merupakan unsur utama dalam laporan keuangan dan sangat penting bagi pihak-pihak yang menggunakannya karena memiliki nilai prediktif. Hal tersebut membuat pihak manajemen berusaha untuk melakukan manajemen laba agar kinerja perusahaan tampak baik oleh pihak eksternal.

Manajemen laba (earning management) didefinisikan oleh beberapa peneliti akuntansi secara berbeda-beda sbb :

Widyaningdyah (2001) membagi definisi manajemen laba menjadi dua yaitu:

  • Definisi sempit Earning management dalam hal ini hanya berkaitan dengan pemilihan metode akuntansi. Earning management dalam artian sempit ini didefinisikan sebagai perilaku manager untuk “bermain” dengan komponen discretionary accruals dalam penentuan besarnya laba.

  • Definisi luas Earning management merupakan tindakan manajer untuk meningkatkan (mengurangi) laba yang dilaporkan saat ini atas unit dimana manager bertanggung jawab, tanpa mengakibatkan peningkatan (penurunan) profitabilitas ekonomis jangka panjang unit tersebut.

Healy dan Wahlen (1999) memberikan definisi manajemen laba yang ditinjau dari sudut pandang penetap standar, yaitu manajemen laba terjadi ketika para manajer menggunakan keputusan tertentu dalam pelaporan keuangan dan mengubah transaksi untuk mengubah laporan keuangan sehingga menyesatkan stakeholder yang ingin mengetahui kinerja ekonomi yang diperoleh perusahaan atau untuk mempengaruhi hasil kontrak yang menggunakan angka-angka akuntansi yang dilaporkan itu.

Schipper (1989) mengartikan manajemen laba dari sudut pandang fungsi pelaporan pada pihak eksternal, sebagai disclosure management , dalam pengertian bahwa manajemen melakukan intervensi terhadap proses pelaporan keuangan kepada pihak eksternal dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan pribadi.

Menurut Assih dan Gundono (2000) mengartikan manajemen laba sebagai suatu proses yang dilakukan dengan sengaja dalam batasan General Accepted Accounting Pincipples (GAAP) untuk mengarah pada suatu tingkat yang diinginkan atas laba yang dilaporkan.

Meskipun sudut pandang definisi manajemen laba yang telah dikemukakan oleh beberapa peneliti akuntansi berbeda, namun pada dasarnya definisi manajemen laba yang dikemukakan mengarah pada perspektif opportunist .

Scott (2000) membagi cara pemahaman atas manajemen laba menjadi dua.

  • Pertama, melihatnya sebagai perilaku oportunistik manajer untuk memaksimumkan utilitasnya dalam menghadapi kontrak kompensasi, kontrak uang, dan political cost (opportunistic Earnings Management*).

  • Kedua, memandang manajemen laba dari perspektif efficient contracting (efficient Earning Management), dimana manajemen laba memberi manajer suatu fleksibilitas untuk melindungi diri mereka dan perusahaan dalam mengantisipasi kejadian-kejadian yang tak terduga untuk keuntungan pihak-pihak yang terlibat dalam kontrak.

Dengan demikian manajer dapat mempengaruhi nilai pasar saham perusahaannya melakukan manajemen laba, misalnya dengan membuat perataan laba dan pertumbuhan laba sepanjang waktu. Selain itu, dari beberapa definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa manajemen laba yang dilakukan oleh manajer tidak hanya dengan cara memaksimalkan laba tetapi juga dengan meminimalkan laba.

Pengertian Manajemen Laba


Manajemen laba merupakan campur tangan manajemen dalam penyusunan dan pelaporan laporan keuangan perusahaan untuk mencapai tingkat laba tertentu (Siallagan, 2009). Belkaoui (2006) mengungkapkan bahwa manajemen laba adalah suatu kemampuan untuk memanipulasi pilihan-pilihan yang tersedia dan mengambil pilihan yang tepat untuk dapat mencapai tingkat laba yang diharapkan. Belkaoui (2006) juga mengungkapkan bahwa para manajer memiliki fleksibilitas untuk memilih di antara beberapa alternatif dalam mencatat transaksi sekaligus memilih opsi yang ada dalam perlakuan akuntansi yang sama.

Schipper (1989) dalam Belkaoui (2006) melihat manajemen laba sebagai suatu intervensi yang sengaja diproses pada pelaporan eksternal dengan maksud untuk mendapatkan keuntungan pribadi. Schipper juga melihat manajemen laba baik dari sudut pandang laba ekonomi (nyata) ataupun dari sudut pandang informasional. Sudut pandang laba mengasumsikan adanya eksistensi dari suatu laba ekonomi yang nyata didistribusikan dengan menggunakan manajemen laba yang disengaja dan atau menggunakan kesalahan-kesalahan pengukuran yang terdapat dalam aturan-aturan akuntansi, dan sudut pandang laba yang kedua mengasumsikan adanya pendapatan yang kacau dan belum dikelola yang diperoleh dari properti-properti baru manajemen laba baik dilihat dari jumlah, bias atau variansnya. Sedangkan sudut pandang informasional mengasumsikan bahwa pendapatan adalah salah satu sinyal yang digunakan untuk pertimbangan dan pengambilan keputusan dan asumsi kedua menyatakan bahwa para manajer memiliki informasi pribadi yang dapat mereka gunakan ketika mereka memilih unsur-unsur dalam GAAP terhadap berbagai kumpulan kontrak yang akan menentukan pembicaraan dan perilaku mereka.

Schipper (1989) dalam Pramerina (2009) mengungkapkan juga bahwa manajemen laba sebagai manajemen pengungkapan dalam pengertian intervensi dengan maksud tertentu dalam proses pelaporan eksternal, untuk memperoleh keuntungan pribadi atau perusahaan. Dari pengertian tersebut dapat dikatakan bahwa earnings management senantiasa disangkut-pautkan dengan upaya manajemen untuk memodifikasi pendapatan atau laba dengan tujuan untuk kepentingan individual maupun untuk kepentingan perusahaan dimata para investor.

Manajemen laba dapat dikatakan sebagai perilaku manajer untuk bermain-main dengan komponen akrual yang discretionary untuk menentukan besar kecilnya laba, sebab standar akuntansi memang menyediakan berbagai alternatif metode dan prosedur yang bisa dimanfaatkan. Upaya ini diakui dan diperbolehkan dalam standar akuntansi selama apa yang dilakukan perusahaan diungkapkan secara jelas dalam laporan keuangan. Meskipun kewajiban untuk mengungkapkan semua metode dan prosedur akuntansi ini belum mampu untuk mengeliminasi upaya-upaya curang manajer untuk memaksimalkan keuntungan untuk pribadinya sendiri (Sulistyanto, 2008).

Fisher dan Rosenzweig (1995) dalam Sulistyanto (2008) mengatakan manajemen laba adalah tindakan-tindakan manajer untuk menaikkan atau menurunkan laba periode berjalan dari sebuah perusahaan yang dikelolanya tanpa menyebabkan kenaikan atau penurunan keuntungan ekonomi perusahaan jangka panjang.

Lewitt (1998) dalam Sulistyanto (2008) berpendapat bahwa manajemen laba adalah fleksibilitas akuntansi untuk menyetarafkan diri dengan inovasi bisnis. Penyalahgunaan laba ketika publik memanfaatkan hasilnya. Penipuan mengaburkan volatilitas keuangan sesungguhnya. Itu semua untuk menutupi konsekuensi dari keputusan-keputusan manajer.

Healy dan Wahlen (1999) dalam Belkaoui (2006) mengemukakan manajemen laba terjadi ketika para manajer menggunakan pertimbangan mereka dalam pelaporan keuangan dan sturktur transaksi dalam mengubah laporan keuangan dengan tujuan menyesatkan beberapa pemangku kepentingan mengenai kondisi kinerja ekonomi perusahaan atau untuk memengaruhi hasil- hasil kontraktual yang bergantung pada angka-angka akuntansi yang dilaporkan.

Manajemen laba adalah campur tangan dalam proses pelaporan keuangan eksternal dengan tujuan untuk menguntungkan diri sendiri. Manajemen laba merupakan salah satu faktor yang dapat mengurangi kredibilitas laporan keuangan, manajemen laba menambah bias dalam laporan keuangan dan dapat mengganggu pemakai laporan keuangan yang mempercayai angka laba hasil rekayasa tersebut sebagai angka laba tanpa rekayasa menurut Setiawati dan Na’im (2000) dalam Rahmawati (2006).

Sulistyanto (2008) mengungkapkan bahwa kebebasan manajer untuk memilih dan menggunakan standar akuntansi serta ketidaktahuan stakeholder terhadap informasi yang diungkapkan dalam catatan kaki itulah yang mendorong perilkau oportunitis seorang manajer. Kedua hal itu dimanfaatkan manajer untuk mengoptimalkan kepentingan dan kesejahteraannya. Semua keputusan manajerial yang seharusnya diambil untuk kepentingan dan kesejahteraan stakeholder diselewengkan untuk kepentingan pribadi. Hal ini disebabkan adanya kesenjangan informasi antara manajer dengan stakeholder. Manajer sebagai pengelola perusahaan cenderung lebih menguasai informasi mengenai perusahaan dibandingkan pihak lain.

Motivasi Manajemen Laba


Sulistyanto (2008) mengungkapkan ada tiga hipotesis dalam teori akuntansi positif yang dipergunakan untuk menguji perilkau etis seseorang dalam mencatat transaksi dan menyusun laporan keuangan, antara lain sebagai berikut:

  • Bonus plan hypothesis
    Menyatakan bahwa rencana bonus atau kompensasi manajerial akan cenderung memilih dan menggunakan metode-metode akuntansi yang akan membuat laba yang dilaporkannya menjadi lebih tinggi. Konsep ini membahas bahwa bonus yang dijanjikan pemilik perusahaan kepada manajer tidak hanya memotivasi manajer untuk bekerja dengan lebih baik, tetapi juga memotivasi manajer untuk melakukan kecurangan manajerial. Agar selalu bisa mencapai tingkat kinerja yang memberikan bonus, manajer mempermainkan besar kecilnya angka-angka akuntansi dalam laporan keuangan sehingga bonus selalu didapatkan manajer setiap tahunnya. Hal ini yang menyebabkan pemilik perusahaan mengalami kerugian ganda, yaitu pertama perusahaan memperoleh informasi palsu dan perusahaan pun harus mengeluarkan sejumlah bonus untuk sesuatu yang tidak semestinya.

  • Debt equity hypothesis
    Menyatakan bahwa perusahaan yang mempunyai rasio antara utang dan ekuitas lebih besar, cenderung memilih dan menggunakan metode-metode akuntansi dengan laporan laba yang lebih tinggi serta cenderung melanggar perjanjian utang apabila ada manfaat dan keuntungan tertentu yang dapat diperolehnya. Keuntungan tersebut berupa permainan laba agar kewajiban utang-piutang dapat ditunda untuk periode berikutnya sehingga semua pihak yang ingin mengetahui kondisi perusahaan yang sesungguhnya memperoleh informasi yang keliru dan membuat keputusan bisnis menjadi keliru pula. Akhirnya, terjadi kesalahan dalam mengalokasikan sumber daya.

  • Political cost hypothesis
    Menyatakan bahwa perusahaan cenderung memilih dan menggunakan metode-metode akuntansi yang dapat memperkecil atau memperbesar laba yang dilaporkannya. Konsep ini membahas bahwa manajer perusahaan cenderung melanggar regulasi pemerintah, seperti perundang- undangan perpajakan, apabila ada manfaat dan keuntungan tertentu yang dapat diperolehnya. Manajer akan mempermainkan laba agar kewajiban pembayaran tidak terlalu tinggi sehingga alokasi laba sesuai dengan kemauan perusahaan.

Selain tiga hipotesis diatas, Sulistyanto (2008) juga mengungkapkan ada motivasi lain yang mendasari perilaku manajemen laba, antara lain sebagai berikut:

  • Motivasi pasar modal
    Dalam teori manajemen modern dijelaskan pentingnya pemisahan dan kepemilikan perusahaan. Tujuannya, agar perusahaan dikelola secara profesional oleh orang yang memahami bagaimana menjalankan sebuah perusahaan dengan baik. Pemilik membutuhkan bantuan orang lain yang mempunyai kemampuan untuk menjalankan fungsi yang seharusnya dilakukannya. Tuntutan pemisahan kepemilikan dan kepengelolaan ini semakin kencang untuk perusahaan publik atau perusahaan yang telah melepaskan sebagian sahamnya ke publik, sebab dalan perusahaan publik tidak ada lagi pemilik tunggal. Sebagai perusahaan dengan kepemilikan terbuka maka kepemilikan dibagi-bagi untuk siapapun yang memegang saham perusahaan bersangkutan. Setiap pemegang saham menjadi mempunyai hak suara untuk menentukan siapa yang harus mengelola dan membuat kebijakan dasar perusahaan.

    Ada alasan penting mengapa pemegang saham mayoritas tidak menjalankan perusahaan secara langsung. Sebagai perusahaan dengan kepemilikan terbuka, maka integritas dan kredibilitas perusahaan merupakan kunci utama diterima tidaknya saham perusahaan itu oleh publik. Penilaian ini juga mencakup apakah perusahaan telah dikelola mengikuti kaidah-kaidah bisnis atau tidak, termasuk apakah perusahaan dikelola oleh orang-orang yang hanya mewakili kepentingan pemegang saham mayoritas atau tidak. Publik cenderung akan memilih perusahaan-perusahaan yang dikelola oleh para profesional yang integritas dan kredibiltas telah teruji.

    Inilah yang mengakibatkan pemegang saham mayoritas menyerahkan pengelolaan perusahaan ke pihak lain. Meski pemegang saham ini tetap bisa memengaruhi dan mengintervensi keputusan dan kebijakan manajerial perusahaan. Secara konseptual, pemisahan ini mendorong terjadinya asimetri informasi antara manajer perusahaan dengan pihak eksternal yang tidak mempunyai akses dan sumber informasi yang memadai. Sebagai pihak yang menguasai informasi lebih banyak dibandingkan dengan pihak lain, manajer akan berperilaku oportunitis, yaitu mendahulukan kepentingan pribadinya diatas kepentingan pihak lain. Kewajiban manajer sebagai pengelola perusahaan untuk mengungkapkan semua informasi mengenai apa yang dilakukan dan dialaminya kedalam laporan keuangan dimanfaatkan untuk keuntungan pribadi. Laporan keuangan yang seharusnya menginformasikan nilai dan kondisi fundamental perusahaan, malah digunakan untuk kepentingan pribadi. Hal ini dilakukan dengan menyembunyikan, menunda pengungkapan, atau mengubah informasi fundamental menjadi informasi palsu pada saat perusahaan akan melakukan suatu transaksi tertentu.

  • Penawaran saham perdana
    Penawaran saham perdana atau initial public offerings (IPO) merupakan penawaran saham suatu perusahaan private untuk pertama kalinya kepada publik. Sebagai perusahaan private maka seluruh kepemilikan perusahaan itu dimiliki dan dikuasai oleh orang, keluarga atau kelompok tertentu, sehingga perusahaan semacam ini seringkali disebut sebagai perusahaan keluarga atau perusahaan tertutup. Perusahaan cenderung menginformasikan hal-hal yang positif agar investor juga secara positif merespon saham yang ditawarkan. Manajer akan menyembunyikan, menunda atau mengubah informasi yang dapat membuat investor mempunyai persepsi negatif terhadap perusahaan sebab hal ini akan mengakibatkan harga saham perusahaan bersangkutan jatuh. Inilah sebabnya mengapa manajer melakukan manajemen laba pada saat penawaran saham pperdana. Perusahaan memiliki dorongan untuk melakukan manajemen laba yang dapat meningkatkan penerimaan melalui pengaturan tingkat laba yang dilaporkan dalam prospektus. Perusahaan melaporkan labanya lebih tinggi dibandingkan laba sesungguhnya ketika penawaran itu.

    Meski perusahaan mempunyai keleluasaan untuk merekayasa informasi-informasi yang disampaikannya kepada publik, upaya ini tidak mungkin dilakukan secara terus menerus. Sebagai sebuah informasi mengenai kinerja yang berisi angka- angka akuntansi maka upaya untuk menyembunyikan, menunda atau memalsukan informasi sebenarnya hanyalah merupakan upaya untuk mengundur pengakuan atau pencatatan suatu transaksi atau peristiwa. Atau dengan kata lain, upaya-upaya seperti ini hanyalah permainan diatas kertas belaka.

  • Motivasi kontraktual
    Profesionalisme pengelolaan perusahaan akan muncul seandainya setiap pihak menjalankan perannya masing-masing tanpa mengintervensi kepentingan pihak lain. Sebaliknya, permasalahan agensi akan muncul seandainya ada pihak yang mendahulukan kepentingan pribadi dengan mengintervensi pihak lain. Permasalahan inilah yang memicu konflik kepentingan antara manajer dan pemilik perusahaan. Manajer cenderung selalu berusaha memaksimalkan kepentingan pribadinya dari hubungan bisnis yang dijalin dengan pihak lain. Hubungan bisnis yang seharusnya dijalin dengan dasar saling menguntungkan semua pihak malah dimanfaatkan manajer untuk mencari kepentingan serta keuntungan pribadi. Upaya mencari keuntungan pribadi ini bisa dilakukan manajer sebab kesuperiorannya dalam menguasai informasi mengenai perusahaan dibandingkan dengan pihak lain. Sebagai pengelola perusahaan, manajer mangetahui dan menguasai seluruh informasi mengenai perusahaan, baik informasi bagus maupun buruk. Hal ini mendorong manajer bersikap oportunitis dengan hanya mempublikasikan informasi-informasi yang memberi manfaat bagi dirinya.

    Informasi yang kurang menguntungkan bagi dirinya jika diketahui orang lain tidak akan dipublikasikan kepada publik. Hingga manajer akan memilih mana informasi yang harus disembunyikan, ditunda publikasinya, maupun diubah sesuai dengan kepentingan yang ingin dicapainya. Akibatnya, informasi yang disampaikan kepada pihak lain menjadi tidak mencerminkan nilai perusahaan yang sesungguhnya.

Teknik Manajemen Laba


Tearney, dkk (2006) dalam Sulistiawan, dkk (2011) mengungkapkan bahwa teknik yang biasanya ditemukan dalam praktik manajemen laba dibagi kedalam lima teknik, antara lain sebagai berikut:

  • Mengubah metode akuntansi
    Metode akuntansi merupakan pilihan-pilihan yang disediakan oleh standar akuntansi dalam menilai aset perusahaan. Pemilihan atas metode akuntansi tertentu akan memberikan outcome yang berbeda, baik bagi manajemen, pemilik, maupun pemerintah yang berdampak menimbulkan konflik kepentingan diantara ketiganya. Namun, pemilihan metode akuntansi tertentu yang dilakukan oleh manajer atau pengelola perusahaan merupakan salah satu bentuk maksimalisasi nilai perusahaan menurut perspektifnya masing-masing, sepanjang pemilihan tersebut sejalan dengan rambu- rambu yang sudah diatur dalam SAK.

    Contoh dari teknik ini adalah pemilihan metode penyusutan aset tetap antara garis lurus (straight line method) dan saldo menurun (declining balance method). Dalam kasus ini, manajer cenderung memilih menggunakan metode garis lurus dibandingkan saldo menurun, karena metode garis lurus akan menghasilkan laba yang lebih besar dibandingkan laba dari metode saldo menurun pada awal periode penyusutan. Metode garis lurus akan mengalokasikan biaya depresiasi dengan jumlah yang sama sepanjang masa manfaat, sedangkan metode saldo menurun akan membebankan biaya depresiasi yang lebih besar pada awal periode pembebanan.

  • Membuat estimasi akuntansi
    Teknik ini dilakukan dengan tujuan memengaruhi laba akuntansi melalui kebijakan dalam membuat estimasi akuntansi. Beberapa bentuk estimasi akuntansi tersebut antara lain sebagai berikut:

    • Estimasi dalam menentukan besarnya jumlah piutang tidak tertagih, baik dengan persentase penjualan maupun persentase piutang.

    • Estimasi dalam menentukan umur ekonomis aset, baik aset tetap maupun aset tidak berwujud.

    • Estimasi tingkat bunga pasar yang digunakan untuk mendiskonto arus kas pada masa mendatang untuk penilaian kewajaran aset yang tidak memiliki pembanding atau kewajaran nilai obligasi. Cara untuk mendapatkan tambahan atau pengurangan laba adalah mengubah estimasi akuntansi. Perubahan estimasi akuntansi ini disesuaikan dengan kebutuhan penyajian laporan keuangan. Jika mengharapkan kenaikan laba, perusahaan dapat mengubah estimasi aset tetap atau aset tidak berwujudnya menjadi lebih panjang. Hasilnya, laba menjadi lebih tinggi karena biaya penyusutan menurun.

  • Mengubah periode pengakuan pendapatan dan biaya
    Teknik ini dilakukan untuk mempercepat atau menunda pengakuan pendapatan dan biaya dengan cara menggeser pendapatan dan biaya ke periode berikutnya agar memperoleh laba maksimum. Manajer akan mempercepat pengakuan pendapatan periode mendatang dengan melaporkannya ke periode tahun berjalan agar kinerja perusahaan pada tahun berjalan menjelang IPO terlihat baik atau menunjukan laba maksimal. Contoh lainnya adalah mempercepat atau menunda periode pengakuan biaya penelitian dan pengembangan (R&D) ke periode berikutnya, mempercepat atau menunda periode pengakuan iklan, mempercepat atau menunda periode pengakuan pengiriman tagihan dan pengiriman produk ke vendor.

  • Mereklasifikasi akun
    Permainan akuntansi dilakukan dengan memindahkan posisi akun dari satu tempat ke tempat lainnya. Jadi, sebenarnya laporan keuangan yang disajikan sudah sama, tetapi karena kelihaian penyajinya, laporan keuangan ini bisa memberikan dampak interpretasi yang berbeda bagi penggunanya. Dengan menggunakan strategi reklasifikasi, perusahaan itu mencatat diskon penjualan menjadi biaya pemasaran. Hasilnya memang tidak mengubah nilai akhir dalam laporan laba rugi. Namun jika diperhatikan, nilai labanya akan meningkat. Dan ini mengakibatkan memperbesar nilai penjualannya memberikan persepsi yang salah tentang kemampuan perusahaan dalam menjual barangnya. Implikasi dari rekayasa seperti ini berdampak pada terjadinya kesalahan interpretasi laporan keuangan oleh pengguna, terutama yang tidak memiliki pengetahuan akuntansi. Meskipun laba rugi memberikan informasi lengkap, sampai saat ini banyak pengguna laporan keuangan cenderung hanya membaca bagian laba bersihnya.

  • Mereklasifikasi akrual diskrioner dan akrual nondiskrioner
    Akrual diskrioner (discretionary accruals) adalah akrual yang dapat berubah sesuai dengan kebijakan manajemen, seperti pertimbangan tentang penentuan umur ekonomis aset tetap atau pertimbangan pemilihan metode depresiasi. Akrual nondiskrioner (nondiscretionary accruals) adalah akrual yang dapat berubah bukan karena kebijakan atau pertimbangan pihak manajemen, seperti perubahan piutang yang besar karena adanya tambahan penjualan yang signifikan. Sementara itu, akrual (accruals) adalah penjumlahan antara akrual diskrioner dan akrual nondiskrioner. Akrual merupakan perbedaan laba dengan arus kas operasi. Makin besar perbedaannya, maka perbedaan itu disebabkan karena aspek akrual atau kebijakan akuntansi. Laba dipengaruhi oleh kebijakan akuntansi, sedangkan arus kas operasional hanya berasal dari transaksi kas riil. Makin tinggi nilai akrual menunjukan adanya strategi menaikkan laba dan makin rendah nilai akrual menunjukan adanya strategi menurunkan laba.

Berikut ini terdapat beberapa pengertian manajemen laba menurut para ahli, terdiri atas:

  1. Menurut Schipper (1989) dalam Rahmawati dkk (2006)
    Manajemen laba merupakan suatu intervensi dengan tujuan tertentu dalam proses pelaporan keuangan eksternal untuk memperoleh beberapa keuntungan privat (sebagai lawan untuk memudahkan operasi yang netral dari proses tersebut).

  2. Menurut Assih Dan Gudono (2000)
    Menajemen laba ialah suatu proses yang dilakukan dengan sengaja dalam batasan General Addopted Accounting Principles (GAAP) untuk mengarah pada tingkatan laba yang dilaporkan.

  3. Menurut Fischer Dan Rozenzwig (1995)
    Manajemen laba ialah tindakan manajer yang menaikkan ( menurunkan ) laba yang dilaporkan dari unit yang menjadi tanggung jawabnya yang tidak mempunyai hubungan dengan kenaikan atau penurunan profitabilitas perusahaan dalam jangka panjang.

  4. Menurut Healy Dan Wallen (1999)
    Manajemen laba terjadi ketika manajer menggunakan judgement dalam laporan keuangan dan penyusunan transaksi untuk mengubah laporan keuangan, sehingga menyesatkan stakeholders tentang kinerja ekonomi perusahaan atau untuk mempengaruhi hasil yang berhubungan dengan kontrak yang tergantung pada angka akuntansi.

  5. Menurut Setiawati dan Na’im 2000 (dalam Rahmawati dkk, 2006)
    Manajemen laba ialah campur tangan dalam proses pelaporan keuangan eksternal dengan memiliki tujuan untuk menguntungkan diri sendiri. manajemen laba ialah salah satu faktor yang dapat mengurangi kredibilitas laporan keuangan, manajemen laba menambah bias dalam laporan keuangan dan dapat menggangu pemakai laporan keuangan yang mempercayai angka laba hasil rekayasa tersebut sebagai angka laba tanpa rekayasa.

  6. Menurut Ashari dkk, 1994 dalam Assih, 2004
    Manajemen laba merupakan area yang controversial dan penting dalam akuntansi keuangan. Manajemen laba tidak selalu diartikan sebagai suatu upaya negative yang merugikan karena tidak selamanya manajemen laba berorientasi pada manipulasi laba. Manajemen laba tidak selalu dikaitkan dengan upaya untuk memanipulasi data atau informasi akuntansi.

Dari definisi-definisi diatas dapat disimpulkan bahwa, manajemen laba didefinisikan sebagai upaya manajer perusahaan untuk mengintervensi atau memengaruhi informasi dalam laporan keuangan dengan tujuan untuk mengelabui stakeholder yang ingin mengetahui kinerja dan kondisi perusahaan.

Ada tiga faktor yang dapat mempengaruhi manajemen laba yaitu:

  1. Manajemen Akrual (Accruals Management)
    Faktor ini biasanya berkaitan dengan segala aktivitas yang dapat memengaruhi aliran kas dan juga keuntungan yang secara pribadi merupakan wewenang dari para manajer (managers discretion).

  2. Penerapan Suatu Kebijaksanaan Akuntansi yang Wajib
    Faktor ini berkaitan dengan keputusan manajer untuk menerapkan suatu kebijaksanaan akuntansi yang wajib diterapkan oleh perusahaan yaitu antara menerapkannya lebih awal dari waktu yang ditetapkan atau menundanya sampai saat berlakunya kebijaksanaan tersebut.

  3. Perubahan Aktiva Secara Sukarela
    Faktor ini biasanya berkaitan dengan upaya manajer untuk mengganti atau mengubah suatu metode akuntansi tertentu di antara sekian banyak metode yang dapat dipilih yang tersedia dan diakui oleh badan akuntansi yang ada (Generally Accepted Accounting Principles).

Pada dasarnya, terdapat empat pola dasar dalam manajemen laba, yaitu :

  1. Taking a Bath
    Pada pola ini, manajemen harus menghapus beberapa aktiva dan membebankan perkiraan biaya yang akan datang pada laporan saat ini. Selain itu ia juga harus melakukan clear the desk atau menyembunyikan bukti yang ada, sehingga laba yang dilaporkan di periode yang akan datang meningkat.

  2. Income Minimization
    Pola ini dilakukan pada saat profitabilitas perusahaan sangat tinggi. Gunanya agar tidak mendapat perhatian secara politis. Tindakan yang dilakukan berupa penghapusan pada barang modal dan aktiva tak berwujud, biaya iklan, serta pengeluaran untuk penelitian dan pengembangan.

  3. Income Maximization
    Tindakan ini dilakukan pada saat laba menurun. Selain untuk mendapatkan bonus yang lebih besar, cara ini juga bisa melindungi perusahaan saat melakukan pelanggaran perjanjian utang. Tindakan yang dilakukan manajemen adalah dengan memanipulasi data akuntansi dalam laporan.

  4. Income Smoothing
    Bentuk ini mungkin yang paling menarik. Hal ini dilakukan dengan meratakan laba yang dilaporkan untuk tujuan pelaporan eksternal, terutama bagi investor karena pada umumnya investor lebih menyukai laba yang relatif stabil.

Manajemen laba ( earning management ) didefinisikan oleh beberapa peneliti akuntansi secara berbeda-beda sebagai berikut :

  1. Widyaningdyah (2001) membagi definisi manajemen laba menjadi dua yaitu:
  • Definisi sempit
    Earning management dalam hal ini hanya berkaitan dengan pemilihan metode akuntansi. Earning management dalam artian sempit ini didefinisikan sebagai perilaku manager untuk “bermain” dengan komponen discretionary accruals dalam penentuan besarnya laba.
  • Definisi luas
    Earning management merupakan tindakan manajer untuk meningkatkan (mengurangi) laba yang dilaporkan saat ini atas unit dimana manager bertanggung jawab, tanpa mengakibatkan peningkatan (penurunan) profitabilitas ekonomis jangka panjang unit tersebut.
  1. Healy dan Wahlen (1999) memberikan definisi manajemen laba yang ditinjau dari sudut pandang penetap standar, yaitu manajemen laba terjadi ketika para manajer menggunakan keputusan tertentu dalam pelaporan keuangan dan mengubah transaksi untuk mengubah laporan keuangan sehingga menyesatkan stakeholder yang ingin mengetahui kinerja ekonomi yang diperoleh perusahaan atau untuk mempengaruhi hasil kontrak yang menggunakan angka-angka akuntansi yang dilaporkan itu.
  2. Schipper (1989) mengartikan manajemen laba dari sudut pandang fungsi pelaporan pada pihak eksternal, sebagai disclosure management, dalam pengertian bahwa manajemen melakukan intervensi terhadap proses pelaporan keuangan kepada pihak eksternal dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan pribadi.
  3. Menurut Assih dan Gundono (2000) mengartikan manajemen laba sebagai suatu proses yang dilakukan dengan sengaja dalam batasan General Accepted Accounting Pincipples (GAAP) untuk mengarah pada suatu tingkat yang diinginkan atas laba yang dilaporkan.

Bentuk-bentuk Manajemen Laba


Bentuk-bentuk pengaturan laba yang dikemukakan oleh Scott (2003:383) yaitu :

  1. Taking a bath
    Disebut juga big baths , bisa terjadi selama periode dimana terjadi tekanan dalam organisasi atau terjadi reorganisasi, misalnya penggantian direksi. Jika teknik ini digunakan maka biaya-biaya yang ada pada periode yang akan datang diakui pada periode berjalan. Ini dilakukan jika kondisi yang tidak menguntungkan tidak bisa dihindari. Akibatnya, laba pada periode yang akan datang menjadi tinggi meskipun kondisi tidak menguntungkan.

  2. Income minimization
    Pola meminimumkan laba mungkin dilakukan karena motif politik atau motif meminimunkan pajak. Cara ini dilakukan pada saat perusahaan memperoleh profitabilitas yang tinggi dengan tujuan agar tidak mendapat perhatian secara politis. Kebijakan yang diambil dapat berupa penghapusan (write off) atas barang-barang modal dan aktiva tak berwujud, pembebanan pengeluaran iklan, riset, dan pengembangan yang cepat.

  3. Income maximization
    Maksimalkan laba bertujuan untuk memperoleh bonus yang lebih besar, selain itu tindakan ini juga bisa dilakukan untuk menghindari pelanggaran atas kontrak hutang jangka panjang ( debt covenant ).

  4. Income smoothing
    Perusahaan umumnya lebih memilih untuk melaporkan trend pertumbuhan laba yang stabil daripada menunjukkan perubahan laba yang meningkat atau menurun secara drastis.

  5. Timing Revenue dan Expenses Recognation
    Teknik ini dilakukan dengan membuat kebijakan tertentu yang berkaitan dengan timing suatu transaksi, misalnya pengakuan premature atas pendapatan.

Motivasi Manajemen Laba


Menurut Scott (2003), motivasi manajemen melakukan tindakan pengaturan laba adalah sebagai berikut :

  1. Rencana Bonus (bonus scheme)
    Manajer perusahaan yang mendapatkan rencana bonus akan memilih kebijakan akuntansi yang sedikit konservatif dibandingkan dengan manajer perusahaan tanpa rencana bonus. Manajer dengan rencana bonus akan menghindari metode akuntansi yang mungkin melaporkan net income lebih rendah. Manajer menggunakan laba akuntansi untuk menentukan besarnya bonus, cenderung memilih kebijakan akuntansi yang dapat memaksimumkan laba.

    Dalam rencana bonus ada istilah bogey dan capbogey merupakan tingkat laba minimum untuk memperoleh bonus. Sedangkan cap adalah tingkat laba maksimum untuk memperoleh bonus. Jika laba ada di atas cap , ada tidaknya bonus tergantung pada kontrak yang dilakukan antara pemegang saham dan manajer. Manajemen laba dapat dilakukan dengan menggeser laba ke periode berikutnya. Jika laba berada dibawah bogey maka manajer akan semakin mengurangi laba bersih. Dengan demikian kemungkinan untuk mendapatkan bonus di periode berikutnya akan meningkat.

  2. Kontrak utang jangka panjang (Debt Covenant)
    Kontrak hutang jangka panjang ( debt covenant ) merupakan perjanjian untuk melindungi pemberi pinjaman ( lender atau kreditur) dari tindakan- tindakan manajer terhadap kepentingan kreditur, seperti deviden yang berlebihan, pinjaman tambahan, atau membiarkan modal kerja dan kekayaan pemilik berada dibawah tingkat yang telah ditentukan yang mana semuanya menurunkan keamanan atau menaikkan risiko bagi kreditur yang telah ada.

    Motivasi ini sejalan dengan hipotesis debt covenant dalam teori akuntansi positif yaitu semakin dekat suatu perusahaan dengan pelanggaran perjanjian hutang maka manajer akan cenderung memilih metode akuntansi yang dapat memindahkan laba periode mendatang ke periode berjalan sehingga dapat mengurangi kemungkinan perusahaan mengalami pelanggaran kontrak.

  3. Motivasi Politis (political motivation)
    Aspek politis tidak dapat dilepaskan dari perusahaan, khususnya perusahaan besar dan strategis, karena aktivitasnya melibatkan hajat hidup orang banyak. Perusahaan yang berkecimpung dibidang penyediaan fasilitas bagi kepentingan orang banyak seperti listrik, air, telekomunikasi, dan sarana infrastruktur, secara politis akan mendapat perhatian dari pemerintah dan masyarakat. Perusahaan seperti ini cenderung menurunkan laba untuk mengurangi visibilitasnya, khususnya selama periode kemakmuran tinggi. Tindakan ini dilakukan untuk memperoleh kemudahan dan fasilitas dari pemerintah misalnya subsidi.

  4. Motivasi Perpajakan (taxation motivation)
    Perpajakan merupakan salah satu alasan utama mengapa perusahaan mengurangi laba bersih yang dilaporkan. Dengan mengurangi laba yang dilaporkan maka perusahaan dapat meminimalkan besarnya pajak yang harus dibayarkan ke pemerintah. Sebagai contoh, cara yang dilakuan misalnya merubah metode pencatatan persediaan menjadi LIFO agar laba bersih yang dihasilkan rendah.

  5. Pergantian Direksi
    Beragam motivasi timbul disekitar waktu pergantian direksi sebagai contoh, direksi yang mendekati masa akhir penugasan atau pensiun akan melakukan strategi memaksimalkan laba untuk meningkatkan bonusnya. Demikian juga dengan direksi yang kurang berhasil memperbaiki kinerja perusahaan akan cenderung memaksimalkan laba untuk mencegah atau membatalkan pemecatannya.

  6. Penawaran Perdana ( initial public offering )
    Ketika perusahaan dinyatakan telah go public , informasi keuangan yang ada didalam prospektus merupakan sumber informasi penting. Informasi ini dapat digunakan sebagai sinyal kepada calon investor tentang nilai perusahaan. Untuk mempengaruhi keputusan calon investor, maka manajer berusaha menaikkan laba yang dilaporkan. Selain itu, motivasi pasar modal juga mempengaruhi dalam tindakan manajemen laba. Penggunaan informasi secara luas oleh investor dan analisi keuangan untuk melindungi nilai sekuritasnya, dapat menciptakan dorongan manajer untuk memanipulasi laba dalam usahanya untuk mempengaruhi kinerja sekuritas jangka pendek.

Teknik Manajemen Laba


Teknik dan pola manajemen laba menurut Asyik (2000) dapat dilakukan dengan tiga teknik yaitu :

  1. Perubahan metode akuntansi
    Manajemen mengubah metode akuntansi yang berbeda dengan metode sebelumnya sehingga dapat menaikkan atau menurunkan angka laba. Metode akuntansi memberikan peluang bagi manajemen untuk mencatat suatu fakta tertentu dengan cara yang berbeda, misalnya :
  • Mengubah metode depresiasi aktiva tetap dari metode jumlah angka tahun (sum of the year digit) ke metode depresiasi garis lurus (straight line).
  • Mengubah periode depresiasi.
  1. Memainkan kebijakan perkiraan akuntansi
    Manajemen mempengaruhi laporan keuangan dengan cara memainkan judgment (kebijakan) perkiraan akuntansi. Hal tersebut memberikan peluang bagi manajemen untuk melibatkan subyektivitas dalam menyusun estimasi, misalnya :
  • Kebijakan mengenai perkiraan jumlah piutang tidak tertagih
  • Kebijakan mengenai perkiraan biaya garansi
  • Kebijakan mengenai perkiraan terhadap proses pengadilan yang belum terputuskan.
  1. Menggeser periode biaya atau pendapatan
    Manejemen menggeser periode biaya atau pendapatan (sering disebut manipulasi keputusan operasional), misalnya :
  • Mempercepat/menunda pengeluaran untuk penelitian dan pengembangan sampai periode akuntansi berikutnya.
  • Mempercepat/menunda pengeluaran promosi sampai periode berikutnya.
  • Kerjasama dengan vendor untuk mempercepat/menunda pengiriman tagihan sampai periode akuntansi berikutnya.
  • Menjual investasi sekuritas untuk memanipulasi tingkat laba.
  • Mengatur saat penjualan aktiva tetap yang sudah tidak terpakai.
Referensi

https://library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/Bab%202__10-62.pdf

Menurut Scott (1997) manajemen laba didefinisikan sebagai berikut :

“Given that managers can choose accounting policies from a set (for example, GAAP), it is natural to expect that they will choose policies so as to maximize their own utility and/or the market value of the firmî”.

Dari definisi tersebut manajemen laba merupakan pemilihan kebijakan akuntansi oleh manajer dari standar akuntansi yang ada dan secara alamiah dapat memaksimumkan utilitas mereka dan atau nilai pasar perusahaan.

Scott (1997) membagi cara pemahaman atas manajemen laba menjadi dua.

  1. Pertama, melihatnya sebagai perilaku oportunistik manajer untuk memaksimumkan utilitasnya dalam menghadapi kontrak kompensasi, kontrak utang, dan political costs (Opportunistic Earnings Management).

  2. Kedua, dengan memandang manajemen laba dari perspektif efficient contracting (Efficient Earnings Management), di mana manajemen laba memberi manajer suatu fleksibilitas untuk melindungi diri mereka dan perusahaan dalam mengantisipasi kejadian-kejadian yang tak terduga untuk keuntungan pihak-pihak yang terlibat dalam kontrak.

Dengan demikian, manajer dapat mempengaruhi nilai pasar saham perusahaannya melalui manajemen laba, misalnya dengan membuat perataan laba (income smoothing) dan pertumbuhan laba sepanjang waktu.

Timbulnya manajemen laba dapat dijelaskan dengan agency theory. Agency theory berasumsi bahwa setiap individu semata-mata termotivasi oleh kepentingannya sendiri sehingga menimbulkan konflik kepentingan antara principal dan agent. Pemegang saham sebagai pihak principal mengadakan kontrak untuk memaksimumkan kesejahteraan dirinya dengan profitabilitas yang selalu meningkat. Manajer sebagai agent termotivasi untuk memaksimalkan pemenuhan kebutuhan ekonomi dan psikologisnya antara lain dalam hal memperoleh investasi, pinjaman, maupun kontrak kompensasi.

Masalah keagenan muncul karena adanya perikalu oportunistik dari agent, yaitu perilaku manajemen untuk memaksimumkan kesejahteraannya sendiri yang berlawanan dengan kepentingan principal. Untuk mendapatkan bonus dari principal, manajer termotivasi untuk memilih dan menerapkan metode akuntansi yang dapat memperlihatkan kinerjanya yang baik.

Faktor-faktor pendorong manajemen laba


Perilaku manajemen laba dapat dijelaskan melalui Positive Accounting Theory (PAT) dan Agency Theory. Tiga hipotesis PAT yang dapat dijadikan dasar pemahaman tindakan manajemen laba yang dirumuskan oleh Watts and Zimmerman (1986) dalam Halim (2005) adalah:

  1. The bonus plan hypothesis
    Pada perusahaan yang memiliki rencana pemberian bonus, manajer perusahaan akan lebih memilih metode akuntansi yang dapat menggeser laba dari masa depan ke masa kini sehingga dapat menaikkan laba saat ini. Hal ini dikarenakan manajer lebih menyukai pemberian upah yang lebih tinggi untuk masa kini. Dalam kontrak bonus dikenal dua istilah yaitu bogey (tingkat laba terendah untuk mendapatkan bonus) dan cap (tingkat laba tertinggi).

    Jika laba berada di bawah bogey, tidak ada bonus yang diperoleh manajer sedangkan jika laba berada di atas cap, manajer tidak akan mendapat bonus tambahan. Jika laba bersih berada di bawah bogey, manajer cenderung memperkecil laba dengan harapan memperoleh bonus lebih besar pada periode berikutnya, demikian pula jika laba berada di atas cap. Jadi hanya jika laba bersih berada di antara bogey dan cap, manajer akan berusaha menaikkan laba bersih perusahaan.

  2. The debt to equity hypothesis (debt covenant hypothesis)
    Pada perusahaan yang mempunyai rasio debt to equity tinggi, manajer perusahaan cenderung menggunakan metode akuntansi yang dapat meningkatkan pendapatan atau laba. Perusahaan dengan rasio debt to equity yang tinggi akan mengalami kesulitan dalam memperoleh dana tambahan dari pihak kreditor bahkan perusahaan terancam melanggar perjanjian utang.

  3. The political cost hypothesis (size hypothesis)
    Pada perusahaan besar yang memiliki biaya politik tinggi, manajer akan lebih memilih metode akuntansi yang menangguhkan laba yang dilaporkan dari periode sekarang ke periode masa mendatang sehingga dapat memperkecil laba yang dilaporkan. Biaya politik muncul dikarenakan profitabilitas perusahaan yang tinggi dapat menarik perhatian media dan konsumen.

Definisi Manajemen Laba


  1. Scott (2009) mandefinisikan manajemen laba sebagai berikut:
    “Earning management is the choice by manager of accounting policies so as to achieve some specific objective”
    Manajemen laba adalah suatu tindakan manajer yang dilakukan melalui pilihan kebijakan akuntansi untuk memeroleh tujuan tertentu.

  2. Sedangkan menurut Kieso (2011) manajemen laba adalah sebagai berikut:
    “Earning management is often defined as the planned timing of revenues, expense, gains and losses to smooth out bumps in earnings”.
    Manajemen laba sering didefinisikan sebagai perencanaan waktu dari pendapatan, beban, keuntungan dan kerugian untuk meratakan fluktuasi laba.

  3. Menurut Charless W.Mulford dan Eugene E.Comiskey (2010), manajemen laba adalah memanipulasi akuntansi dengan tujuan menciptakan kinerja perusahaan agar terkesan lebih baik dari yang sebenarnya.

  4. Sedangkan menurut Irham Fahmi (2012) manajemen laba adalahSuatu tindakan yang mengatur laba sesuai dengan yang dikehendaki oleh pihak tertentu atau terutama oleh manajemen perusahaan (company management).

Bentuk-Bentuk Manajemen Laba


Menurut Sri Sulistyanto (2008) ada beberapa bentuk rekayasa laba yang sering dilakukan pihak manajemen agar laba yang dilaporkan sesuai dengan yang dikehendaki yaitu:

  • Taking a Bath
    Disebut juga big baths , bisa terjadi selama periode dimana terjadi tekanan dalam organisasi atau terjadi reorganisasi, misalnya pergantian direksi. Bila teknik ini digunakan maka biaya-biaya yang ada pada periode yang akan datang diakui pada periode berjalan. Ini dilakukan bila kondisi tidak menguntungkan tidak bisa dihindari. Akibatnya laba pada periode yang akan datang menjadi tinggi meski kondisi sedang tidak menguntungkan.

  • Income Minimization
    Cara ini hamper sama dengan taking a bath namun tidak ekstrim. Cara ini dilakukan pada saat profitabilitas perusahaan sangat tinggi degan maksud mengurangi kemungkinan munculnya biaya politis.Kebijakan yang diambil dapat berupa penghapusan barang modal dan aktiva tidak berwujud, pembebanan pengeluaran iklan, serta pembebanan biaya riset.

  • Income Maximization
    Maksimalisasi laba bertujuan untuk memperoleh bonus yang lebih besar.Selain itu tindakan ini juga bisa dilakukan untuk menghindari pelanggaran terhadap kontrak hutang jangka panjang.

  • Income Smoothing
    Perusahaan cenderung lebih memilih untuk melaporkan trend pertumbuhan laba yang stabil dari pada perubahan laba yang meningkat atau menurun secara drastis.Perataan laba dapat dicapai dengan suatu ketentuan yang tinggi untuk hutang dan bertentangan dengan nilai asset pada tahun yang baik sehingga ketentuan itu dapat dikurangi.Hal ini dapat mempengaruhi laba yang dilaporkan pada masa yang buruk.

  • Timing Revenue and Expense Recognition
    Teknik ini dilakukan dengan membuat kebijakan tertentu yang berkaitan dengan timing suatu transaksi. Misalnya pengakuan premature atas pendapatan.

Motivasi Manajemen Laba


Sri Sulistyanto (2008) mengemukakan beberapa motivasi terjadinya manajemen laba:

  • Bonus Scheme Hypothesis
    Kompensasi (bonus) yang didasarkan pada besarnya laba yang dilaporkan akan memotivasi manajemen untuk memilih prosedur akuntansi yang meningkatkan keuntungan yang dilaporkan demi memaksimalkan bonus mereka. Bonus minimal hanya akan dibagikan jika laba mencapai nilai tertentu atau lebih besar.

  • Contracting Incentive
    Motivasi ini muncul ketika perusahaan melakukan pinjaman hutang yang berisikan perjanjian untuk melindungi kreditur, seperti dividen yang berlebihan, pinjaman tambahan, atau membiarkan modal kerja atau laporan ekuitas berada dibawah tingkat yang ditetapkan, yang semuanya dapat meningkatkan risiko bagi kreditur, karena pelanggaran perjanjian dapat mengakibatkan biaya yang tinggi sehingga manajer perusahaan berharap untuk menghindarinya. Jadi, manajemen laba dapat muncul sebagai alat untuk mengurangi kemungkinan pelanggaran perjanjian dalam kontrak hutang.

  • Political Motivation
    Manajemen laba digunakan untuk mengurangi laba yang dilaporkan pada perusahan publik.Perusahaan cenderung mengurangi laba yang dilaporkan karena adanya tekanan publik yang mengakibatkan pemerintah menetapkan peraturan yang lebih ketat.

  • Taxation Motivation
    Perpajakan merupakan motivasi yang paling jelas untuk melakukan manajemen laba.Manajemen berusaha untuk mengatur labanya agar pembayaran pajak lebih rendah dari yang seharusnya sehingga didapat penghematan pajak.

  • Incentive Chief Executive Officer (CEO)
    CEO yang mendekati masa pension akan cenderung menaikan pendapatan untuk meningkatkan bonus mereka. Dan jika kinerja perusahan buruk, mereka akan memaksimalkan pendapatan agar tidak diberhentikan.

  • Initial Public Offering (IPO)
    Perusahaan yang akan go public belum tentu memiliki nilai pasar, dan menyebabkan manajer perusahaan yang akan go public melakukan manajemen laba dalam prospectus mereka dengan harapan dapat menaikan harga saham perusahaan.

Pendekatan Manajemen Laba


Pada umunya pendeteksian manajemen laba dilakukan dengan menggunakan pendekatan accrual . Pendekatan ini akan menggunakan pengukuran berbasis akual (accrual based measures) dalam mendeteksi ada tidaknya manipulasi.

Ada tiga pendekatan untuk mendeteksi manajemen laba menurut Sri Sulistyanto (2008) yaitu:

  • Model Berbasis Aggregate Accrual
    Model pertama merupakan model yang berbasis Aggregate Accrual yaitu model yang digunakan untuk mendeteksi aktivitas rekayasa ini dengan menggunakan discretionary accrual sebagai proksi manajemen laba.

  • Model Berbasis Spesific Accruals
    Model kedua merupakan model yang berbasis akrual khusus (Specific Accruals), yaitu pendekatan yang menghitung akrual sebagai proksi manajemen laba dengan menggunakan item atau komponen laporan keuangan tertentu dari industry tertentu atau cadangan kerugian piutang dari industri asuransi.

  • Model Berbasis Distribution Of Earning After Management
    Pendekatan ini dikembangkan dengan melakukan pengujian secara statistik terhadap komponen-komponen laba untuk mendeteksi faktor-faktor yang mempengaruhi pergerakan laba.

Friedlan (1998) dalam Rahma (2012) mengasumsikan bahwa terdapat proporsi yang konstan antara total accruals dan penjualan pada periode yang bersangkutan. Oleh karena itu, jumlah total accruals yang melekat dalam diskresi manajemen merupakan perbedaan anatar total accruals pada periode yang diuji dan total accruals pada periode dasar yang distandardisasi dengan penjualan pada periode dasar

Indikator Manajemen Laba

Menurut Sri Sulistyanto (2008) Manajemen laba dapat diukur dengan discretionary accrual. Dalam penelitian ini discretionary accrual digunakan sebagai proksi karena merupakan komponen yang dapat dimanipulasi oleh manajer seperti penjual.

Menurut Chan, Jegadesh dan Lakonoshok (2001) dalam Dhiba Meutya Chancera (2011) discretionary accrual merupakan abnormal yang sebagian besar dikarenakan oleh item non-kas yang mewakili manipulasi laba. discretionary accrual digunakan sebagai indikator adanya praktik manajemen laba, karena manajeen laba lebih menekankan pada keleluasaan atau kebijakan (discretion) yang tersedia dalam memilih dan menetapkan prinsip-prinsip akuntansi untuk mencapai hasil akhir dan dijalankan dalam kerangka praktik yang berlaku secara umum yang masih diperdebatkan. discretionary accrual merupakan accrual dimana manajemen memiliki fleksibilitas dalam mengontrol jumlahnya karena discretionary accrual ada dibawah kebijaksanaan (discretion) manajemen.

Total accrual terdiri dari discretionary dan non-discretionary accruals. Total accruals digunakan sebagai indikator, sebab discretionary accruals (DAC) sulit untuk diamati, karena ditentukan oleh kebijakan masing-masing manajer. Menurut Sri Sulistyanto (2008) Manajemen laba dapat diukur dengan discretionary accrual. Dalam penelitian ini discretionary accrual digunakan sebagai proksi karena merupakan komponen yang dapat dimanipulasi oleh manajer seperti penjual.

Muid (2005) merumuskan dalam persamaan sebagai berikut:

image
dimana:
TAC : Total Akrual
Sales : Penjualan
PT : Periode Tes
PD : Periode Dasar

Adanya manajemen laba ditandai dengan DAC positif dan apabila DAC bernilai negatif berarti tidak terdapat manajemen laba.

Schipper (1989) dalam Sutrisno (2002) menyatakan definisi manajemen laba adalah suatu intervensi yang memiliki tujuan tertentu dalam proses pelaporan keuangan eksternal, demi mendapatkan keuntungan yang sifatnya pribadi seperti diungkapkan. Manajemen laba akan membuat laba tidak sesuai dengan realitas ekonomi yang ada, sehingga kualitas laba yang dilaporkan menjadi rendah. Laba yang disajikan mungkin tidak mencerminkan realitas ekonomi, tetapi lebih karena keinginan manajemen untuk memperlihatkan sedemikian rupa sehingga kinerjanya dapat terlihat baik.

Setiawati dan Na’im (2000) menyatakan bahwa manajemen laba merupakan campur tangan dalam proses pelaporan keuangan eksternal dengan tujuan untuk menguntungkan diri sendiri. Manajemen laba sendiri dapat mengakibatkan berkurangnya kredibilitas laporan keuangan, menambah bias dalam laporan keuangan dan dapat membuat pemakai laporan keuangan mempercayai angka laba hasil rekayasa tersebut sebagai angka laba tanpa rekayasa.

Sugiri (1998) dalam Widyaningdyah (2001) menyatakan bahwa membagi definisi Earnings management menjadi dua, yaitu:

  1. Definisi sempit Earnings management dalam hal ini hanya berkaitan dengan pemilihan metode akuntansi. Earnings management dalam artian sempit ini didefinisikan sebagai perilaku manajer untuk “bermain” dengan komponen discretionary accruals dalam menentukan besarnya earnings .

  2. Definisi luas Earnings management merupakan tindakan manajer untuk meningkatkan (mengurangi) laba yang dilaporkan saat ini atas suatu unit dimana manajer bertanggung jawab, tanpa mengakibatkan peningkatan (penurunan) profitabilitas ekonomis jangka panjang unit tersebut.

Surifah (1999) menyatakan bahwa manajemen laba akan membuat laba tidak sesuai dengan realitas ekonomi yang ada, ini berarti kualitas laba yang dilaporkan menjadi rendah. Laba yang disajikan mungkin tidak mencerminkan realitas ekonomi, tetapi lebih karena keinginan manajemen untuk memperlihatkan sedemikian rupa atau menutupi realitas yang ada. Hal ini tidaklah aneh karena tingkat keuntungan atau laba yang diperoleh sering dikaitkan dengan prestasi manajemen disamping memang adalah suatu hal yang lazim bahwa besar kecilnya bonus yang akan diterima oleh manajer tergantung dari besar kecilnya laba yang diperoleh perusahaan. Tidaklah mengherankan bila manajer sering berusaha menonjolkan prestasinya melalui tingkat keuntungan atau laba yang dicapai. Manajemen laba, terlepas dari positif atau negatif, jika dipandang dari sisi kualitas, akan mengindikasikan kualitas laba yang rendah, sebab laba tidak disajikan sebagaimana adanya. Manajemen laba dapat dilakukan oleh pihak manajemen dengan berbagai cara, seperti melakukan perbedaan pengakuan pendapatan dan biaya, mempercepat atau menunda pendapatan dan biaya, menghilangkan atau mengurangi discretionary cost dan lainnya.

Menurut Achmad, dkk (2007), terdapat pernyataan bahwa dalam penerapan akuntansi akrual, prinsip akuntansi berterima umum memberikan fleksibilitas dengan mengijinkan manajer untuk memilih kebijakan akuntansi dalam pelaporan laba. Fleksibilitas ini dimaksudkan agar manajer dapat menginformasikan kondisi ekonomi sesuai realitanya. Fleksibilitas prinsip akuntansi inilah yang dapat memberikan peluang bagi manajer untuk mengelola laba. Manajemen laba merupakan tindakan manajer untuk meningkatkan (menurunkan) laba yang dilaporkan saat kini dari suatu unit yang menjadi tanggung jawab manajer tanpa mengkaitkan dengan peningkatan (penurunan) profitabilitas ekonomi jangka panjang. Akuntansi akrual terdiri dari discretionary accruals (DA) dan non discretionary accruals (NDA). DA merupakan akrual yang ditentukan manajemen ( management determined ). Manajer dapat memilih kebijakan dalam hal metoda dan estimasi akuntansi. NDA sendiri merupakan akrual yang ditentukan atas kondisi ekonomi ( economically determined ).