Apa yang dimaksud dengan Manajemen Berbasis Aktivitas atau Activity Based Management (ABM)?

Manajemen berdasarkan aktivitas

Manajemen berdasarkan aktivitas (activity-based management – ABM ) adalah pendekatan untuk keseluruhansistem yang terintegrasi dan berfokus pada perhatian manajemen atas berbagai aktivitas dengan tujuan meningkatkan nilai bagi pelanggan dan laba yang dipakai dengan mewujudkan nilai ini.

Apa yang dimaksud dengan Manajemen Berbasis Aktivitas atau Activity Based Management (ABM) ?

Manajemen  Berbasis Aktivitas

Manajemen Berbasis Aktivitas atau Activity Based Management (ABM) adalah pendekatan yang luas dan terpadu yang memfokuskan perhatian manajemen pada aktivitas dengan tujuan perbaikan nilai pelanggan dan laba yang dicapai dengan menyediakan nilai ini (Hansen dan Mowen, 2004).

Menurut Mulyadi (2001), manajemen berbasis aktivitas adalah pendekatan pengelolaan terpadu dan bersistem terhadap aktivitas dengan tujuan untuk meningkatkan customer value dan laba yang dicapai dari penyediaan value tersebut.

Sedangkan menurut Supriyono (1999), manajemen berbasis aktivitas (MBA) adalah suatu disiplin (sistem yang luas dan pendekatan yang terintegrasi) yang memusatkan perhatian manajemen pada aktivitas – aktivitas dengan tujuan untuk meningkatkan nilai yang diterima oleh konsumen dan laba yang diperoleh dari penyediaan nilai tersebut.

Dari definisi – definisi di atas, dapat diketahui bahwa ABM memiliki dua frasa penting yaitu : Manajemen berbasis aktivitas berfokus kepengelolaan secara terpadu dan bersistem pada aktivitas yang bertujuan meningkatkan customer value dan laba. Manajemen berbasis aktivitas berfokus ke aktivitas yaitu serangkaian kegiatan yang membentuk suatu proses untuk pembuatan produk dan penyerahan jasa.

Di dalam manajemen tradisional, proses produksi dan penyerahan jasa dipecah ke dalam bagian – bagian yang lebih kecil karena diyakini jika pengerjaan bagian – bagian yang lebih kecil dilaksanakan secara berkualitas dan efisien, maka proses produksi dan penyerahan jasa secara keseluruhan akan berkualitas dan efisien. Di dalam era yang di dalamnya konsumen memegang kendali, pembagian proses produksi dan penyerahan jasa ke bagian – bagian kecil menyebabkan rendahnya perhatian manajemen pada proses produksi secara keseluruhan, yang bertujuan untuk mendapatkan kepuasan konsumen. Oleh karena itu, ABM berusaha memadukan kembali proses produksi dan penyerahan jasa dengan fokus pengelolaan secara terpadu dan berbasis sistem.

ABM bertujuan untuk meningkatkan customer value secara berkelanjutan dan penghilangan pemborosan. Dengan hilangnya pemborosan, biaya dapat berkurang, sehingga laba akan meningkat. Pemborosan diakibatkan oleh adanya aktivitas bukan penambah nilai dan aktivitas penambah nilai yang tidak dilaksanakan secara efisien. Dengan demikian, fokus ABM adalah penyebab terjadinya biaya itu sendiri, yaitu dengan menghilangkan aktivitas bukan penambah nilai dan memperbaiki aktivitas penambah nilai yang akibatnya adalah menurunkan biaya dan meningkatkan laba.

Manajemen Berbasis Aktivitas

Dimensi Manajemen Berbasis Aktivitas


Manajemen berdasarkan aktivitas meliputi penghitungan biaya produk atau Activity Based Costing (ABC) dan analisis nilai proses atau Process Value Analysis (PVA). Jadi, model manajemen berdasarkan aktivitas memiliki dua dimensi: dimensi biaya dan dimensi proses.

  • Dimensi biaya memberikan informasi biaya mengenai sumber daya, aktivitas, produk dan pelanggan (dan objek biaya lainnya yang diperlukan). Tujuan dimensi biaya adalah memperbaiki keakuratan pembebanan biaya. Sebagaimana disebutkan pada model terserbut, sumber biaya ditelusuri pada aktivitas, dan kemudian biaya aktivitas dibebankan pada produk dan pelanggan.

  • Dimensi penghitungan biaya berdasarkan aktivitas berguna untuk penghitungan biaya produk, manajemen biaya strategis, dan analisis taktis. Dimensi kedua, dimensi proses, memberikan informasi tentang aktivitas apa yang dikerjakan, mengapa dikerjakan, dan seberapa baik dikerjakannya. Dimensi inilah yang memberikan kemampuan untuk berhubungan dan mengukur perbaikan berkelanjutan (Hansen dan Moven, 2004).

Dimensi Biaya

Dimensi biaya atau dimensi Activity Based Costing atau dimensi vertikal atau dimensi pembebanan biaya adalah dimensi Manajemen Berbasis Aktivitas. Yang bertujuan menyempurnakan keakuratan biaya pada objek – objek biaya dengan cara:

  1. Sumber – sumber.
    Tahap pertama Activity Based Costing adalah mengidentifikasi biaya sumber – sumber.

  2. Aktivitas – aktivitas.
    Tahap kedua Activity Based Costing adalah menelusuri biaya – biaya sumber – sumber pada aktivitas – aktivitas.

  3. Objek biaya.
    Tahap ketiga Activity Based Costing adalah membebankan biaya pada objek – objek biaya misalnya berbagai produk atau konsumen yang mengkonsumsi
    aktivitas – aktivitas.

Dimensi Proses

Dimensi proses atau dimensi mendatar atau analisis nilai proses adalah dimensi Manajemen Berbasis Aktivitas yang mengendalikan aktivitas – aktivitas dengan cara :

  1. Menganalisis driver – driver biaya.
    Analisis driver biaya adalah mengidentifikasi faktor – faktor yang menyebabkan biaya atau menjelaskan mengapa biaya aktivitas terjadi (analisis driver aktivitas).

  2. Mengidentifikasikan aktivitas.
    Mengidentifikasikan aktivitas adalah menilai aktivitas – aktivitas apa yang dilaksanakan.

  3. Menganalisis kinerja.
    Menganalisis kinerja adalah mengevaluasi aktivitas – aktivitas yang dilaksanakan untuk menilai seberapa baik kinerja.

Tujuan dan Manfaat Manajemen Berbasis Aktivitas


Tujuan Manajemen Berbasis Aktivitas adalah untuk meningkatkan nilai produk atau jasa yang diserahkan ke konsumen. Oleh karena itu, dapat digunakan untuk mencapai laba ekstra dengan menyediakan nilai tambah bagi konsumennya.

Manajemen Berbasis Aktivitas memusatkan pada akuntabilitas aktivitas – aktivitas dan bukan pada biaya, Manajemen Berbasis Aktivitas menekankan pada maksimalisasi kinerja secara luas daripada kinerja individual.

Manfaat Manajemen Berbasis Aktivitas menurut Supriyono (Supriyono, 1999) adalah :

  • Mengukur kinerja keuangan dan pengoperasian (non keuangan) organisasi dan aktivitas – aktivitasnya.

  • Menentukan biaya – biaya dan profitabilitas yang benar untuk setiap tipe produk dan jasa.

  • Mengidentifikasikan aktivitas – aktivitas bernilai tambah dan tidak bernilai tambah.

  • Mengelompokkan aktivitas – aktivitas (faktor – faktor yang men-driver biaya – biaya) dan mengendalikannya.

  • Mengefisiensikan aktivitas bernilai tambah dan mengeliminasi aktivitas – aktivitas tak bernilai tambah.

  • Menjamin bahwa pembuatan keputusan, perencanaan, dan pengendalian didasarkan pada isu – isu bisnis yang luar dan tidak semata berdasarkan pada informasi keuangan.

  • Menilai penciptaan rangkaian nilai tambah untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasaan konsumen.

Continuous Improvement (perbaikan secara terus - menerus)


Continuous improvement berarti pencarian cara – cara untuk meningkatkan keseluruhan efisiensi dan produktivitas aktivitas – aktivitas dengan cara mengurangi pemborosan, meningkatkan mutu, dan memangkas biaya – biaya (Henry Simamora, 1999).

Perbaikan secara terus – menerus dan berkesinambungan melibatkan semua kegiatan kerja dan semua orang dalam perusahaan, dimulai dengan pengembangan tim dan harus didukung oleh tim kerja.

Menurut Gozpers (1994), pandangan yang komprehensif dalam continuous improvement meliputi:

  • Berorientasi pada pelanggan
  • Pengendalian mutu secara menyeluruh (Total Quality Manajement)
  • Gugus kendali mutu
  • Sistem saran
  • Otomatisasi
  • Disiplin di tempat kerja
  • Pemeliharaan produktivitas secara menyeluruh dan terpadu
  • Tepat waktu
  • Tanpa cacat
  • Kegiatan – kegiatan kelompok kecil
  • Hubungan kerjasama antar manajer dan karyawan
  • Pengembangan produk baru

Untuk memahami bagaimana pandangan proses berhubungan dengan perbaikan secara terus – menerus (Continous Improvement) atau perbaikan berkelanjutan, diperlukan pemahaman yang lebih jelas mengenai analisis nilai proses (Process Value Analysis).

Manajemen  Berbasis Aktivitas

Process Value Analysis (PVA)

Process Value Analysis (PVA) atau analisis nilai proses merupakan landasan akuntansi pertanggungjawaban berdasarkan aktivitas, hal ini lebih memfokuskan pada akuntabilitas aktivitas, bukan pada biaya, dan hal ini menekankan maksimalisasi kinerja sistem yang luas, bukan pada kinerja individual.

Akuntansi pertanggungjwaban berdasarkan aktivitas menurut Hansen dan Mowen (2004) adalah sistem akuntansi pertanggujawaban yang dikembangkan bagi perusahaan yang beroperasi dalam lingkungan yang terus – menerus menuntut perbaikan. Analisis nilai proses membantu mengubah konsep akuntansi pertanggungjawaban berdasarkan aktivitas dari dasar konseptual ke dasar operasional.

Munculnya akuntansi aktivitas adalah faktor utama yang dibutuhkan untuk pengoperasionalan sistem akuntansi pertanggungjawaban perbaikan berkelanjutan. Proses adalah sumber dari banyak kesempatan perbaikan yang muncul dalam suatu organisasi. Proses terjadi dari aktivitas yang berhubungan untuk menampilkan suatu tujuan spesifik. Perbaikan proses berarti perbaikan cara aktivitas yang dilakukan. Jadi, manajemen aktivitas, bukan biaya, adalah kunci keberhasilan pengendalian bagi perusahaan yang beroperasi dalam lingkungan perbaikan berkelanjutan.

Realisasi bahwa aktivitas berperan penting untuk penghitungan biaya produk dan untuk pengendalian yang efektif telah mengarah pada suatu pandangan baru terhadap proses bisni yang disebut manajemen berdasarkan aktivitas (Hansen dan Mowen, 2004).

Process Value Analysis (PVA) berkaitan dengan (Mulyadi dan Johny S; 2001):

  1. Analisis Pemacu (Driver Analysis)
    Pemacu adalah penyebab timbulnya konsumsi sesuatu. Ada dua macam pemacu biaya (cost driver) yaitu resource driver dan activity driver.

    • Resource driver adalah faktor yang menjadi penyebab konsumsi sumber daya oleh aktivitas.

    • Activity driver adalah faktor yang menjadi penyebab timbulnya konsumsi aktivitas oleh cost object.

    Sebagai contoh, kuantitas produk yang dipesan oleh customer merupakan pemacu aktivitas proses pengelolaan produk, sehingga kuantitas produk merupakan activity driver. Aktivitas proses pengelolaan produk menjadi penyebab konsumsi bahan baku, karena besarnya bahan baku ditentukan oleh kuantitas produk yang dipesan oleh customer.

    Analisis pemacu adalah usaha untuk mencari faktor penyebab timbulnya biaya suatu aktivitas. Jika penyebab timbulnya biaya diketahui, dapat dicari tindakan untuk melakukan improvement terhadap aktivitas. Sebagai contoh, dari analisis pemacu, diketahui bahwa pemindahan bahan baku disebabkan oleh tata letak pabrik. Oleh karena itu, biaya pemindahan bahan baku dapat dikurangi dengan melakukan penyusunan kembali tata letak pabrik.

  2. Analisis Aktivitas
    Analisis aktivitas merupakan inti dari PVA. Analisi aktivitas adalah prose pengidentifikasian, penggambaran dan evaluasi aktivitas yang dilaksanakan oleh organisasi. Analisis aktivitas dilaksanakan dalam empat langkah:

  3. Aktivitas apa yang dikerjakan

  4. Berapa orang yang terlibat dalam aktivitas

  5. Waktu dan sumber daya yang diperlukan untuk melaksanakan aktivitas

  6. Penaksiran value aktivitas bagi organisasi, termasuk rekomendasi untuk memilih dan mempertahankan hanya aktivitas yang menambah nilai.

Analisis aktivitas mencoba mengidentifikasi dan akhirnya menghilangkan aktivitas bukan penambah nilai, dan sekaligus meningkatkan efisiensi aktivitas penambah nilai.

  1. Pengelolaan aktivitas
    Dalam tujuan pelaksanaan pengelolaan aktivitas, perlu diketahui aktivitas bukan penambah nilai yang perlu dikurangi dan dihilangkan serta aktivitas penambah yang perlu dijadikan efisien dalam pelaksaannya, serta bagaimana pengelolaannya.

  2. Pengelolaan Kinerja
    Penilaian terhadap bagaimana aktivitas (dan proses) diselenggarakan merupakan dasar yang melandasi usaha untuk meningkatkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba. Pengukuran kinerja aktivitas dilaksanakan baik dalam bentuk keuangan dan non keuangan. Pengukuran ini didesain untuk menilai bagaimana aktivitas dilaksanakan dan hasil yang diperolehnya. Pengukuran kinerja aktivitas juga didesain untuk mengungkapkan apakah perlu dilaksanakan improvement berkelanjutan terhadap aktivitas untuk menghasilkan value untuk customer.

Terdapat dua langkah penting dalam PVA (Mulyadi, 2003), yaitu:

  1. Penggolongan aktivitas ke dalam aktivitas bernilai tambah dan aktivitas tidak bernilai tambah.
  2. Penghitungan cycle effectiveness setiap aktivitas.

Aktivitas


Aktivitas secara umum dapat diartikan sebagai kegiatan yang dilakukan. Dalam lingkup pembahasan tentang akuntansi, khususnya akuntansi biaya, aktivitas yang dimaksud meliputi aktivitas dalam rangka memproduksi atau menghasilkan output barang dan jasa. Aktivitas tersebut menggambarkan cara yang digunakan perusahaan termasuk waktu dan sumber daya untuk mencapai tujuan organisasi.

Menurut Supriyono (1999), aktivitas merupakan suatu kombinasi dari organisasi, teknologi, bahan baku, metode dan lingkungan untuk menghasilkan produk dan jasa. Aktivitas itu menggambarkan apa yang dilakukan oleh suatu perusahaan, yaitu cara waktu digunakan dan prosedur untuk menghasilkan keluaran (output) dari proses.

Berkaitan dengan hal ini dapat dikatakan pula bahwa aktivitas merupakan suaru proses yang mengkonsumsi sumber daya untuk menghasilkan output. Pada intinya fungsi dari aktivitas adalah untuk mengubah sumber daya (material, tenaga kerja, teknologi) menjadi output atau produk. Sekumpulan aktivitas yang dihubungkan oleh tujuan bersama disebut dengan fungsi.

Terdapat beberapa teknik yang dapat digunakan untuk pengidentifikasian aktivitas, yaitu (Brimson, 1991):

  1. Analisis catatan – catatan historis
    Pendekatan ini menentukan aktivitas dengan jalan memahami aktivitas yang dijalankan perusahaan di masa lalu. Caranya dengan mempelajari statistik produksi dan statistik pemrosesan data.

  2. Analisis unit – unit organisasi
    Aktivitas dapat diidentifikasi dengan mempelajari unit organisasi yang menangani fungsi khusus dalam mencapai tujuan tertentu. Pendekatan ini menganalisis unit organisasi dengan menggunakan metode Delphi, yaitu menggunakan teknik interview, kuisioner, diskusi dengan para ahli dan observasi.

  3. Analisis proses bisnis
    Analisis ini menelusuri input suatu aktivitas ke output dari aktivitas yang membentuk proses bisnis. Analisis proses bisnis menentukan urutan aktivitas dengan mengikuti arus informasi atau transaksi atau produk fisik dari aktivitas yang satu ke aktivitas yang lain.

  4. Analisis fungsi bisnis
    Pendekatan fungsional mengidentifikasi aktivitas dengan memecah fungsi-fungsi yang ada dalam perusahaan ke dalam unit – unit aktivitas.

  5. Melakukan studi langsung pada teknik industri
    Studi teknik industri menggunakan teknik analisa standar kerja untuk menentukan aktivitas dalam perusahaan. Salah satu metode yang digunakan adalah observasi waktu, mengamati aktivitas material, dan administrative. Kelemahan dari pendekatan ini adalah membutuhkan biaya yang besar, sedangkan keunggulannya yaitu informasi yang dikumpulkan teliti dan memiliki ketepatan yang tinggi.

  6. Rekonsiliasi definisi aktivitas
    Seluruh indentikasi aktivitas yang sama dapat berawal dari titik tolak yang berbeda, ini disebabkan karena metode yang digunakan untuk mengidentifikasi aktivitas tersebut berbeda – beda. Oleh sebab itu, diperlukan rekonsiliasi untuk menghindari pemberian definisi yang berbeda untuk aktivitas yang sama.

Hasil indentifikasi aktivitas dapat dituangkan dalam bentuk kertas kerja atau diagram distribusi pekerjaan. Pendekatan ini mempermudah dalam analisis waktu dan aktivitas, selain itu akan mempetahankan konsistensinya. Setelah disusun kertas kerja aktivitas, tahap berikutnya yaitu menentukan atribut – atribut aktivitas yang digunakan untuk mendeskripsikan dan menggolongkan aktivitas. Menurut pembagian secara kontemporer aktivitas dapat dibagai menjadi dua yaitu aktivitas bernilai tambah dan aktivitas tidak bernilai tambah.

Dalam rangka suksesnya pengelolaan aktivitas, manajemen harus dapat menjawab pertanyaan – pertanyaan berikut (Supriyono, 1999):

  1. Aktivitas – aktivitas apa yang harus dilaksanakan dan berapa sumber – sumber yang dikonsumsinya?
  2. Apa keluaran aktivitas?
  3. Seberapa baik aktivitas dilaksanakan

Tahap awal sebelum diadakan pengelolaan aktivitas, perlu diadakan penilaian aktivitas. Apabila penilaian aktivitas telah dilaksanakan, tentunya dapat menjawab beberapa pertanyaan berkaitan dengan pengelolaan aktivitas di atas.

Langkah – langkah yang perlu ditempuh untuk penilaian aktivitas adalah sebagai berikut:

  1. Mengetahui informasi tentang aktivitas yang digunakan oleh perusahaan untuk menghasilkan produk dan jasa bagai konsumen. Daftar aktivitas dan hubungan berbagai aktivitas yang membentuk proses merupakan basis yang kuat untuk melakukan pengelolaan terhadap aktivitas.

  2. Mengidentifikasi value dan non value added activities yang terdapat dalam aktivitas yang digunakan oleh perusahaan untuk menghasilkan produk dan jasa bagi konsumen tersebut. Setelah daftar aktivitas dan hubungan antara aktivitas diperoleh, informasi berikutnya yang diperlukan untuk pengurangan biaya adalah indentifikasi value dan non value added activities.

    Hasil indentifikasi kategori aktivitas tersebut dapat digunakan untuk memilih cara pengelolaan yang cocok dengan kategori setiap aktivitas. Pemilihan aktivitas (activity selection) dan pembagian aktivitas (activity sharing) diterapkan pada pengelolaan terhadap value added activities. Pengurangan aktivitas (activity reduction) dan penghilangan aktivitas (activity elimination) diterapkan dalam pengelolaan terhadap non value added activities.

  3. Mengidentifikasi apakah aktivitas yang dilaksanakan oleh perusahaan memiliki customer. Setiap aktivitas layak untuk tetap dijalankan jika cost object yang dihasilkan mempunyai customer yang memanfaatkan cost object tersebut. Aktivitas yang tidak memiliki customer atau customernya tidak memperoleh manfaat dari adanya cost object yang dihasilkan oleh aktivitas yang menajdi target untuk dieliminasi.

  4. Mengidentifikasi aktivitas yang memiliki cycle effectiveness (CE) rendah.
    CE adalah ukuran seberapa besar non value added activities terdapat dalam aktivitas yang digunakan untuk melayani customer. Suatu aktivitas yang memiliki CE rendah (misal di bawah 30%) merupakan aktivitas yang menjadi target untuk dikurangi (activity reduction) dalam jangka pendek atau dieliminasi (activity elimination) dalam jangka panjang, karena 70% dari aktivitas tersebut terdiri dari non value added activities.

Hirarki Aktivitas


Aktivitas yang dilaksanakan oleh perusahaan mempunyai hirarki aktivits. Hirarki ini menunjukkan bahwa suatu aktivitas dapat dipecahkan menjadi aktivitas yang lebih spesifik maupun digabung menjadi satu aktivitas yang bersifat umum. Hirarki aktivitas adalah sebagai berikut:

  1. Fungsi
    Fungsi adalah sekelompok aktivitas yang mempunyai tujuan tertentu dalam bisnis. Aktivitas – aktivitas yang membentuk suatu fungsi, tidak berkaitan satu dengan yang lainnya. Satu – satunya hal yang menghubungkan aktivitas – aktivitas tersebut adalah kesamaan tujuan secara umum. Contoh aktivitas pada tingkat fungsi adalah tanggung jawab atas nama mutu. Dalam hal ini terdapat beberapa aktivitas, antara lain: aktivitas perencanaan mutu, desain produk, inspeksi mutu proses pengolahan, aktivitas pengerjaan kembali.

    Aktivitas – aktivitas ini memiliki kesamaan tujuan yaitu menghasilkan produk bermutu bagi konsumennya.

  2. Proses Bisnis
    Proses bisnis terdiri dari aktivitas – aktivitas yang saling berhubungan dalam satu jaringan kerja yang dilaksanakan untuk mencapai tujuan tertentu. Hubungan ini ditujukan dengan timbulnya aktivitas yang lain karena adanya aktivitas yang terjadi sebelumnya. Aktivitas – aktivitas tersebut memiliki hubungan sebab akibat yang kuat. Keluaran yang satu akan menjadi masukan bagi aktivitas yang lain.

  3. Aktivitas
    Aktivitas adalah tindakan – tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan – tujuan dan sasaran – sasaran fungsi dengan mengkombinasikan manusia, tekonologi, bahan mentah, metode dan lingkjungan secara bersama – sama untuk menghasilkan produk atau jasa.

  4. Tugas
    Tugas merupakan kombinasi elemen – elemen kerja atau operasi suatu aktivitas. Tugas menunjukkan bagaimana aktivitas dilaksanakan. Tugas dapat dipecah menjadi beberapa operasi.

  5. Operasi
    Operasi adalah suatu unit kerja terkecil yang digunakan untuk tujuan perencanaan dan pengendalian. Operasi terdiri dari bagian – bagian yang nyata, yang disebut elemen.

Aktivitas Bernilai Tambah (Value Added Activity)

Aktivitas bernilai tambah adalah aktivitas yang harus dilaksanakan dalam proses bisnis atau menciptakan nilai yang dapat memuaskan para konsumennya (Supriyono, 1999).

Aktivitas ini jika dieliminasi akan mengurangi pelayanan produk kepada konsumen dalam jangka panjang. Atinya, apabila perusahaan mengeliminasi aktivitas ini maka kecil kemungkinan perusahaan dapat bertahan karena produk yang dihasilkan tidak dapat memuaskan pelanggan lagi, sehingga banyak pelanggan tidak akan membeli atau mengkonsumsi produk perusahaan tersebut dan akan menyebabkan kekalahan dalam persaingan di dalam pasar.

Aktivitas dapat disebut aktivits bernilai tambah apabila secara bersamaan memenuhi ketiga kondisi berikut ini (Hansen dan Mowen, 2004):

  1. Aktivitas yang menghasilkan perubahan
  2. Perubahan tersebut tidak dapat dicapai oleh aktivitas sebelumnya, dan
  3. Aktivitas tersebut memungkinkan aktivitas lain untuk dilakukan

Aktivitas bernilai tambah adalah suatu aktivitas yang berkontribusi terhadap pelanggan (customer value) dan kepuasan pelanggan (customer satisfaction) atau memuaskan kebutuhan organisasi.

Nilai pelanggan adalah selisih antara pengorbanan yang dilakukan oleh pemakai dan manfaat yang diterima bagi perusahaan. Jadi ini memberikan pengertian bahwa perusahaan ingin memberikan timbal balik kepada pelanggan dengan memberikan kepuasan kepada pelanggan karena mau mengorbankan sesuatu untuk mengkonsumsikan hasil produksi dari perusahaan sehingga perusahaan mendapatkan manfaatnya.

Aktivitas Tidak Bernilai Tambah (Non Value Added Activities)

Menurut Hansen dan Mowen (2004) :

Aktivitas tidak bernilai tambah adalah aktivitas yang dapat dikurangi biayanya tanpa mengurangi pelayanan produsen kepada konsumen, sehingga perusahaan tetap dapat memuaskan pelayanan walaupun menghilangkan aktivitas ini karena tidak akan berpengaruh terhadap produk yang dihasilkan. Selain itu, aktivitas tidak bernilai tambah juga mempunyai arti.”

Menurut Supriyono (2004):

Aktivitas tidak bernilai tambah adalah aktivitas – aktivitas yang tidak perlu atau aktivitas – aktivitas yang perlu namun tidak dilaksanakan secara efisien dan dapat disempurnakan.”

Berdasarkan beberapa definisi aktivitas tidak bernilai tambah tersebut, tentunya perusahaan berusaha untuk mengeleminasi aktivitas tidak bernilai tambah karena hanya menambah biaya yang tidak berguna dan menghalangi kinerja penuh. Perusahaan juga bekerja keras untuk mengoptimalkan aktivitas yang bernilai tambah.

Suatu aktivitas dapat dikategorikan sebagai aktivitas tidak bernilai tambah apabila aktivitas tersebut tidak memenuhi satu dari ketiga kondisi kriteria aktivitas bernilai tambah yang telah disebutkan sebelumnya.

Perusahaan mengklasifikasikan aktivitas bernilai tambah dan aktivitas tidak bernilai tambah dengan tujuan supaya biaya perusahaan dapat diminimumkan dengan mengeleminasi biaya yang telah terjadi karena aktivitas tidak bernilai tambah yang tidak dieliminasi secara otomatis akan menyebabkan meningkatnya biaya produksi pada perusahaan.

Suatu aktivitas tidak bernilai tambah tidak mempunyai kontribusi pada customer value atau terhadap kebutuhan – kebutuhan organisasi. Dalam operasional manufaktur, ada lima aktivitas utama yang sering disebut sebagai suatu yang sia – sia dan tidak perlu (Hansen dan Mowen, 2004):

  1. Penjadwalan
    Penjadwalan adalah suatu aktivitas yang menggunakan waktu dan sumber daya untuk menentukan kapan produk yang berbeda memiliki akses untuk pemrosesan (atau kapan dan berapa banyak persiapan harus dilakukan) dan berapa banyak akan diproduksi.

  2. Pemindahan
    Pemindahan adalah suatu aktivitas yang mengunakan waktu dan sumber daya untuk memindahkan bahan, barang dalam proses dan barang jadi dari satu departemen ke departemen lainnya.

  3. Penantian
    Penantian adalah suatu aktivitas di mana suatu bahan atau barang dalam proses menggunakan waktu dan sumber daya dengan menunggu proses selanjutnya.

  4. Pengawasan
    Pengawasan adalah suatu aktivitas di mana waktu dan sumber daya dikeluarkan untuk memastikan bahwa produk memunuhi spesifikasi.

  5. Penyimpanan
    Penyimpanan adalah suatu aktivitas yang menggunakan waktu dan sumber daya ketika suatu barang atau bahan disimpan dalam persediaan.

Cost Effectiveness


Kegiatan bisnis dalam manajemen tradisional secara sederhana hanya ditujukan untuk menghasilkan keluaran (beberapa produk dan jasa) dengan menggunakan masukan secara minimum. Oleh karena itu, dalam manajemen tradisional ukuran yang digunakan untuk menilai kinerja adalah cost efficiency yaitu seberapa efisien suatu aktivitas yang mengkonsumsi sumber daya dalam menghasilkan keluaran.

Efisiensi merupakan rasio antara keluaran dan masukan.

Dalam manajemen tradisional, aspek customer belum dipertimbangkan dalam kegiatan bisnis, sehingga keluran yang dihasilan dari aktivitas bisnis tidak dihubungkan dengan pemuasan kebutuhan customer.

Fokus manajemen ditujukan untuk membuat minimum rasio hubungan antara keluaran dan masukan. Semakin sedikit masukan yang dikonsumsi untuk menghasilkan keluaran maka semakin efisien aktivitas dalam mengkonsumsi masukan. Atau semakin banyak keluaran yang dapat dihasilkan dari konsumsi masukan tersebut, semakin produktif aktivitas yang dilakukan manajemen di dalam menghasilkan keluaran.

Paradigma customer value memfokuskan usahan manajemen untuk menghsilkan keluaran yang mampu untuk memuaskan keinginan customer. Kebutuhan customerlah yang memicu berbagai aktivitas yang digunakan oleh perusahaan untuk menghasilkan keluaran. Dengan demikian komponen kegiatan bisnis perusahaan terdiri dari empat unsur yaitu masukan, keluaran, aktivitas dan customer.

Tanggung jawab manajemen kontemporer adalah menghasilkan keluaran secara cost effective, yaitu keluaran yang mampu memenuhi kebutuhan customer, dengan menggunakan hanya aktivitas penambah nilai dengan konsumsi masukan yang minimum.

Cost effectiveness manggeser cost efficiency sebagai ukuran kinerja.

Cost effectiveness menunjukkan tingkat efektivitas sumber daya organisasi yang dimanfaatkan unutk melaksanakan value added activities dalam menghasilkan keluaran bagi pemenuhan kebutuhan customer.

Untuk menjadikan kegiatan bisnisnya cost effective, manajemen berusaha keras untuk melakukan pengelolaan aktivitas (activity management) yang digunakan untuk menghasilkna keluaran dengan cara (Mulyadi dan JohnyS., 2001):

  1. Pemilihan aktivitas (activity selection)
    Pengurangan biaya dapat dicapai dengan melakukan pemilihan aktivitas dari serangkaian aktivitas yang diperlukan untuk melaksanakan berbagai strategi yang kompetitif. Strategi yang berbeda menyebabkan aktivitas yang berbeda. Pemilihan aktivitas terutama ditujukan untuk mengelola aktivitas penambah nilai.

    Dalam perencanaan jangka panjang, personel perusahaan mempunyai kesempatan untuk mempertimbangkan berbagai aktivitas penambah nilai, dan melakukan pemilihan aktivitas penambah nilai yang paling efisien di antara berbagai aktivitas penambah nilai yang tersedia.

  2. Pembagian aktivitas (activity sharing)
    Pembagian aktivitas terutama ditujukan untuk mengelola aktivitas penambah nilai. Dengan mengidentifikasi aktivitas penambah nilai yang masih belum dimanfaatkan secara penuh dan kemudian memanfaatkan aktivitas tersebut untuk menghasilkan cost object yang lain, perusahaan akan meningkatkan produktivitas pemanfaatan aktivitas tersebut dalam menghasilkan cost driver.

  3. Pengurangan aktivitas (activity reduction)
    Pengurangan biaya dapat dicapai dengan mengurangi aktivitas bukan penambah nilai. Pengurangan aktivitas merupakan strategi jangka pendek yang ditempuh dalam melakukan improvement terhadap aktivitas.

  4. Penghilangan aktivitas (activity elimination)
    Pengurangan biaya dapat dicapai dengan melakukan penghilangan aktivitas bukan penambah nilai. Penghilangan aktivitas merupakan strategi jangka panjang yang ditempuh dalam melakukan improvement terhadap aktivitas.

perbaikan manajemen

Penghitungan Cycle Effectiveness


Cycle effectiveness adalah ukuran yang menunjukkan seberapa besar nilai suatu aktivitas bagi pemenuhan kebutuhan customer. Cycle effectiveness dihitung dengan memanfaatkan data throughput time.

Menurut Fandy dan Anastasia (1995) dalam bukunya, Throughput time adalah keseluruhan waktu yang diperlukan untuk mengelolah bahan baku menjadi produk jadi atau proses penyerahan jasa. Throughput time dibagi menjadi empat komponen, yaitu:

  • processing time (waktu pemrosesan) adalah waktu sesungguhnya yang diperlukan untuk mengerjakan suatu produk

  • inspection time (waktu inpeksi) adalah waktu yang digunakan untuk menginspeksi produk untuk menjamin bahwa produk telah sesuai dengan standar produksi dan juga meliputi waktu yang diperlukan untuk mengerjakan kembali produk yang kurang memenuhi spesifikasi.

  • moving time (waktu perpindahan) adalah waktu yang diperlukan untuk memindahkan produk dari satu departemen ke departemen berikutnya serta waktu yang diperlukan untuk memindahkan produk dari dan ke gudang.

  • waiting time (waktu tunggu) adalah waktu dimana produk berada dalam suatu departemen sebelum diproses.

Processing time termasuk dalam value added activities, sedangkan inspection time, moving time, dan waiting time, ketiganya termasuk dalam non value added activities.

Proses produksi yang ideal akan menghasilkan throughput time yang sama dengan processing time. Ukuran cost effectiveness proses dihitung dengan membandingkan processing time dan throughput time yang dikenal dengan istilah cycle effectiveness (CE).

CE dirumuskan sebagai berikut:

Cycle Effectiveness = Processing Time / Throughput Time

Jika proses pembuatan produk menghasilkan CE sebesar 100% atau 1, maka non value added activity telah dapat dihilangkan dalam proses pengelolahan produk, sehingga customer produk tersebut tidak terbebani biaya – biaya untuk value added activity bagi mereka.

Sebaliknya, jika proses pembuatan produk menghasilkan CE kurang dari 100%, berarti pengolahan produk masih mengandung non value added activity bagi customer. Sebagai contoh, suatu aktivitas dengan CE 80% atau 0,8 berarti aktivitas tersebut menyerap 80% aktivitas bernilai tambah, namun masih menyerap 20% aktivitas dengan CE semakin kecil dari 100% atau 1 berarti semakin besar aktivitas tidak bernilai tambah yang terkandung dalam aktivitas tersebut.

Oleh karena itu, CE dapat digunakan sebagai informasi dalam memilih aktivitas yang menjadi target untuk dikurangi atau dieliminasi dalam pengelolaan terhadap aktivitas.

Pengukuran Kinerja Aktivitas


Pengukuran kinerja aktivitas didesain untuk melihat bagaimana suatu aktivitas dan proses dilaksanakan, dan hasil yang diperolehnya. Pengukuran kinerja aktivitas juga didesain untuk mengungkapkan apakah perlu dilaksanakan improvement berkelanjutan terhadap aktivitas sehingga mampu menghasilkan value bagi customer.

Pengukuran kinerja aktivitas dilaksanakan baik dalam bentuk keuangan maupun non keuangan. Pengukuran kinerja aktivitas berpusat pada tiga dimensi, yaitu: efisiensi, kualitas dan waktu (Mulyadi dan Johny Setyawan, 2001).

Efisiensi memfokuskan hubungan antara masukan dan keluaran aktivitas. Kualitas berkaitan dengan apakah aktivitas sudah dilakukan dengan benar sejak pertama kali aktivitas tersebut dilaksanakan. Waktu yang digunakan dalam menjalankan suatu aktivitas juga merupakan faktor penting. Karena semakin lama waktu untuk menjalankan suatu aktivitas maka semakin banyak pula sumber daya yang dikonsumsi untuk menjalankan aktivitas tersebut.

Dalam hal ini, ukuran kinerja keuangan harus dapat memberikan informasi mengenai dampak perubahan kinerja aktivitas yang dinyatakan dalam satuan uang (Supriyono, 1999). Oleh karena itu, ukuran keuangan harus mampu menunjukkan pengurangan biaya yang sesungguhnya dicapai maupun yang secara potensial dapat dicapai. Ukurang kinerja keuangan terhadap efisiensi aktivitas mencakup (Mulyadi dan Johny S., 2001):

  1. Laporan Biaya Aktivitas Bernilai Tambah dan Tidak Bernilai Tambah
    Untuk memungkinkan manajemen dalam mengelola aktivitas, maka sistem informasi biaya yang ada harus memisahkan biaya bernilai tambah dan biaya yang tidak bernilai tambah. Pemisahan biaya-biaya tersebut diperlukan agar manajemen:

    • Dapat lebih memusatkan perhatian terhadap biaya yang tidak bernilai tambah
    • Menyadari besarnya pemborosan yang sedang terjadi
    • Memantau efektivitas program pengelolaan aktivitas dengan menyajikan biaya yang tidak bernilai tambah kepada manajemen dalam bentuk perbandingan antar periode.
  2. Laporan trend Biaya Aktivitas
    Manajemen memerlukan perbandingan biaya setiap aktivitas antar periode akuntansi. Maka apabila pengelolaan aktivitas yang dilakukan oleh manajemen sudah efektif, sebagai hasilnya adalah menurunnya biaya yang tidak bernilai tambah dari periode sebelumnya ke periode sesudahnya.

  3. Benchmarking
    Benchmarking merupakan penggunaan praktik terbaik sebagai standar untuk mengukur kinerja aktivitas. Praktik terbaik dapat berasal dari dalam perusahaan maupun dari perusahaan lain dalam industri. Apabila praktik terbaik berasal dari dalam perusahaan, aktivitas unit tertentu yang dipandang terbaik ditetapkan sebagai standar, dan aktivitas yang sama di dalam unit organisasi lain menjadikan standar tersebut sebagai acuan kinerja aktivitas.

    Sebagai contoh, misalnya dalam aktivitas pembelian akan diukur kinerjanya berdasarkan benchmark yang diterapkan berdasar kos persatuaan transaksi pembelian yang dilaksanakan oleh fungsi pembelian. Jumlah transaksi pembelian (yang terdapat dalam dokumen surat order pembeliaan) merupakan ukuran kinerja aktivitas pembelian.

    Misalnya biaya fungsi pembelian unit organisasi tertentu (yang dipandang terbaik aktivitas pembeliannya) dianggarkan untuk tahun anggaran tertentu sebesar Rp 250.000 dan transaksi pembeliaan diperkirakan sebanyak 50 kali. Dengan demikian, setiap surat order pembeliaan yang dibuat oleh fungsi pembelian tersebut memerlukan biaya Rp 5.000 per surat order pembelian sebagai benchmark. Apabila terdapat organisasi yang masih mengkonsumsi biaya per satuan surat order pembelian sebesar Rp 6.000, pihak manajemen organisasi tersebut perlu merancang untuk melakukan improvement terhadap aktivitas pembelian di organisasinya.

    Dengan melakukan benchmarking, unit organisasi dapat memperoleh praktik terbaik dan standar ini dapat digunakan untuk memotivasi improvement terhadap aktivitas yang digunakan untuk menghasilkan nilai bagi customer.

  4. Activity Based Budgeting
    Activity based budgeting adalah penyusunan anggaran biaya per aktivitas untuk memungkinkan manajer memprediksi biaya aktivitas yang akan terjadi dalam periode anggaran. Di lain pihak, activity based budgeting merupakan anggaran yang disusun untuk berbagai tingkat aktivitas dan menggunakan berbagai jenis pemacu biaya yang memungkinkan manajer merencanakan dan memantau improvement terhadap aktivitas secara lebih seksama.

  5. Life Cycle Cost Budgeting
    Daur hidup produk merupakan jangka waktu hidup produk, mulai dari tahap mengenalkan produk sampai tahap meninggalkan produk. Selama daur hidup produk, timbul biaya yang disebut biaya daur hidup produk. Baiya daur hidup produk adalah semua biaya yang berhubungan dengan seluruh daur hidup produk. Biaya daur hidup produk terdiri dari biaya pengembangan, biaya produksi dan biaya pendukung logistik. Life cycle cost budgeting adalah penentuan di muka biaya daur hidup produk sebelum produk dikembangkan.

    Perencanaan dan pengendalian biaya daur hidup produk dapat membantu manajemen dalam merencanakan produk baru di masa depan, menilai pengaruh keputusan pengembangan produk terhadap biaya operasional dan biaya pendukungnya, mengendalikan dan menilai kinerja.