Apa yang dimaksud dengan Maloklusi ?

Maloklusi adalah bentuk hubungan rahang atas dan bawah yang menyimpang dari bentuk standar yang diterima sebagai bentuk yang normal, maloklusi dapat disebabkan karena tidak ada keseimbangan dentofasial. Maloklusi adalah setiap keadan yang menyimpang dari oklusi normal.

Apa yang dimaksud dengan Maloklusi ?

Maloklusi adalah suatu penyimpangan gigi-gigi dari oklusi normal (Strang) atau penyimpangan dari oklusi normal yang mengganggu fungsi yang sempurna dari gigi-gigi (Dewey).

Klasifikasi Maloklusi


Dr. EH Angle membagi hubungan antara gigi-gigi rahang atas dan rahang bawah menjadi 3 kelompok, yaitu : Klas I ,Klas II, dan Klas III. Lisher juga membagi menjadi 3 kelompok, yaitu : Netroklusi (= klas I Angle), Distoklusi (= klas II Angle), dan Mesioklusi (= klas III Angle).

  • Netroklusi (Klas I Angle)

    Netroklusi (Klas I Angle) adalah hubungan antara gigi-gigi rahang bawah terhadap gigi-gigi rahang atas di mana tonjol mesiobukal (mesiobuccal cusp) molar satu permanen atas berkontak dengan lekuk mesiobukal (mesiobuccal groove) molar satu permanen bawah.

    Terjadi jika mandibula dengan lengkung giginya dalam hubungan mesiodistal yang normal terhadap maksila.

    Tanda-tanda :

    • Tonjol mesiobukal gigi M1 atas terletak pada celah bagian bukal (buccal groove) gigi M1 bawah.

    • Gigi C atas terletak pada ruang antara tepi distal gigi C bawah dan tepi mesial P1 bawah.

    • Tonjol mesiolingual M1 atas beroklusi pada Fossa central M1 bawah.

    Netroklusi
    Gambar Netroklusi

  • Distoklusi (Klas II Angle)

    Distoklusi (Klas II Angle) = post normal adalah hubungan antara gigi-gigi rahang bawah terhadap gigi-gigi rahang atas di mana lekuk mesiobukal molar satu permanen bawah berada lebih ke distal dari tonjol mesiobuka l molar satu permanen atas.

    Terjadi jika lengkung gigi di mandibula dan mandibulanya sendiri dalam hubungan mesiodistal yang lebih ke distal terhadap maksila.

    Tanda-tanda :

    • Tonjol mesiobukal M1 atas terletak pada ruangan diantara tonjol mesiobukal M1 bawah dan tepi distal tonjol buka l gigi P2 bawah.

    • Tonjol mesiolingual gigi M1 atas beroklusi pada embrasur dari tonjol mesiobukal gigi M1 bawah dan tepi distal tonjol bukal P2 bawah.

    • Lengkung gigi di mandibula dan mandibulanya sendiri terletak dalam hubungan yang lebih ke distal terhadap lengkung gigi di maksila sebanyak 1’2 lebar mesiodistal M1 atau selebar mesiodistal gigi P.

    Kelas II Angle dibagi menjadi 2 yaitu Divisi 1 dan divisi 2 :

    • Kelas II Angle Divisi 1 :
      Jika gigi-gigi anterior di rahang atas inklinasinya ke labial atau protrusi

    Distoklusi
    Gambar Distoklusi (Angle Klas 2 Div 1)

    • Kelas II Angle Divisi 2 :
      Jika gigi-gigi anterior di rahang atas inklinasinya tidak ke labial atau retrusi. Disebut sub divisi bila kelas II hanya dijumpai satu sisi atau unilateral.

    image
    Gambar Distoklusi (Angle Klas 2 Div 2)

  • Mesioklusi (Klas III Angle)

    Mesioklusi Klas III Angle) = pre normal adalah hubungan antara gigi- gigi rahang bawah terhadap gigi-gigi rahang atas di mana lekuk mesiobukal molar satu permanen bawah berada lebih ke mesial dari tonjol mesiobuka l molar satu permanen atas.

    Terjadi jika lengkung gigi di mandibula dan mandibulanya sendiri terletak dalam hubungan yang lebih ke mesial terhadap lengkung gigi di maksila.

    Tanda-tanda :

    • Tonjol mesiobukal gigi M1 atas beroklusi dengan bagian distal tonjol distal gigi M1 bawah dan tepi mesial tonjol mesial tonjol mesial gigi M2 bawah.

    • Terdapat gigitan silang atau gigitan terbalik atau cross bite anterior pada relasi gigi anterior.

    • Lengkung gigi mandibula dan mandibulanya sendiri terletak dalam hubungan yang lebih mesial terhadap lengkung gigi maksila.

    • Tonjol mesiobukal gigi M1 atas beroklusi pada ruangan interdental antara bagian distal gigi M1 bawah dengan tepi mesial tonjol mesial gigi M2 bawah.

    image
    Gambar Mesioklusi

Golongan Maloklusi

Terdapat 3 golongan maloklusi, yaitu :

  1. Dental displasia

    Maloklusi bersifat dental, satu gigi atau lebih dalam satu atau dua rahang dalam hubungan abnormal satu dengan lain. Ciri-ciri dental displasia lainnya antara lain :

    • Hubungan rahang atas dan rahang bawah normal
    • Keseimbangan muka dan fungsi normal
    • Perkembangan muka dan pola skeletal baik

    Macam-macam kelainan, misalnya : kurang tempatnya gigi dalam lengkung, oleh karena prematur loss, tambalan kurang baik, ukuran gigi lebih besr, sehingga dapat terjadi keadaan linguiversi, labioversi dan sebagainya.

  2. Skeleto Dental displasia

    Tidak hanya giginya yang abnormal, tetapi dapat terjadi keadaan yang tidak normal pada hubungan rahang atas terhadap rahang bawah, hubungan rahang terhadap kranium, fungsi otot dapat normal atau tidak tergantung macam kelainan dan derajat keparahan kelainan tersebut.

  3. Skeletal Displasia

    Dalam kelainan skeletal displasia terdapat hubungan yang tidak normal pada :

    • Hubungan anteroposterior rahang atas dan rahang bawah terhadap basis kranium.
    • Hubungan rahang atas dan rahang bawah
    • Posisi gigi dalam lengkung gigi normal

Sumber :
drg. JCP. Heryumani Sulandjari, MS., Sp.Ort, Buku ajar Ortodonsia I KGO I, Universitas Gadjah Mada

Menurut Angle, istilah maloklusi atau “penyimpangan gigi” ditujukan pada gigi yang susunannya tidak teratur. Menurut WHO, maloklusi adalah suatu anomali yang menyebabkan cacat atau mengganggu fungsi, dan memerlukan perawatan jika cacat atau gangguan fungsi menyebabkan atau kemungkinan akan menyebabkan rintangan bagi kesehatan fisik maupun emosional dari pasien. Salzmann mendefinisikan maloklusi sebagai suatu keadaan yang memberikan pengaruh merugikan terhadap estetik, fungsi, maupun bicara.

Menurut beberapa studi epidemiologi yang dilakukan pada remaja Amerika Serikat dilaporkan 11% remaja umur 12-17 tahun mempunyai oklusi normal, 34,8% mempunyai maloklusi ringan dan 25,2% mempunyai maloklusi yang berat sehingga beberapa kasus memerlukan perawatan.

Etiologi Maloklusi


Menurut Robert E. Moyers, maloklusi disebabkan oleh:

  1. Herediter

  2. Gangguan tumbuh kembang. Dapat terjadi karena faktor idiopatik, seperti mikrognatia, facial cleft, oligodontia, dan anodontia.

  3. Trauma

    • Trauma prenatal dan cedera pada masa kelahiran

      • Tekanan intrauterine pada masa kehamilan dapat menyebabkan hipoplasia mandibula.

      • “Vogelgesicht”, yaitu terhambatnya pertumbuhan mandibula karena ankilosis pada TMJ.

      • Lutut atau kaki yang tidak simetris dapat menekan wajah sehingga menyebabkan pertumbuhan wajah yang asimetris atau retardasi perkembangan mandibula.

    • Trauma postnatal

      • Fraktur rahang dan gigi
      • Trauma pada TMJ
  4. Agen fisik

    • Pencabutan prematur gigi desidui
    • Makanan
  5. Kebiasaan buruk

    • Mengisap ibu jari
    • Menjulur-julurkan lidah
    • Mengisap dan menggigit bibir
    • Menggigit kuku
  6. Penyakit

    • Penyakit sistemik
      Penyakit demam dapat mengganggu perkembangan gigi pada masa balita dan kanak-kanak.

    • Gangguan pada kelenjar endokrin

      • Disfungsi endokrin pada masa prenatal dapat menyebabkan hipoplasia gigi.

      • Disfungsi endokrin pada masa postnatal dapat menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan menjadi lebih lambat atau lebih cepat, seperti proses osifikasi pada tulang, waktu erupsi gigi, dan kecepatan resorpsi gigi desidui.

    • Penyakit lokal

      • Penyakit nasofaringeal dan gangguan fungsi pernafasan
      • Penyakit gingiva dan periodontal
      • Tumor
      • Karies. Dapat menyebabkan kehilangan dini gigi desidui, terganggunya urutan erupsi gigi permanen, dan kehilangan gigi permanen.
  7. Malnutrisi

Klasifikasi Maloklusi


Menurut Edward Angle, pengklasifikasian oklusi gigi berdasarkan hubungan anteroposterior lengkung gigi-gigi atas dan bawah, dan tidak melibatkan hubungan lateral serta vertikal, gigi berjejal, malposisi lokal dari gigi. Pengklasifikasian ini digunakan secara luas dan berfungsi sebagai sarana yang sangat baik dalam mendeskripsikan gambaran umum tentang maloklusi sehingga dapat memfasilitasi perbedaan persepsi maloklusi dalam profesi.

  1. Klas I Angle
    Klas I merupakan hubungan anteroposterior yang sedemikian rupa dengan gigi-gigi berada pada posisi yang tepat di lengkung rahang, ujung gigi kaninus atas berada pada bidang vertikal yang sama seperti ujung distal gigi kaninus bawah. Gigi- gigi premolar atas berinterdigitasi dengan cara yang sama dengan gigi-gigi premolar bawah, dan tonjol anterobukal dari molar pertama atas tetap beroklusi dengan groove bukal dari molar pertama bawah tetap. Jika gigi insisivus berada pada inklinasi yang tepat, overjet insisal adalah sebesar 3 mm.

  2. Klas II Angle
    Pada hubungan Klas II, lengkung gigi bawah terletak lebih posterior daripada lengkung gigi atas dibandingkan dengan hubungan Klas I. Karena itulah, keadaan ini kadang disebut sebagai “hubungan postnormal”. Pada kasus Klas II 1P, tonjol distobukal molar pertama tetap rahang atas berada dalam sulkus antara bagian mesial dan tengah dari tonjol bukal molar pertama tetap rahang bawah.

    Ada dua tipe hubungan Klas II yang umum dijumpai, dan karena itu, Klas II umumnya dikelompokkan menjadi dua divisi, yaitu:

    • Klas II divisi 1
      Lengkung gigi mempunyai hubungan Klas II dengan karakteristik gigi-gigi insisivus sentralis dan lateralis atas proklinasi, dan overjet insisal yang besar, juga disertai fungsi bibir yang abnormal, obstruksi nasal dan pernafasan melalui mulut.

    • Klas II divisi 2
      Lengkung gigi mempunyai hubungan Klas II dengan gigi insisivus sentralis atas berinklinasi ke lingual dan memiliki overbite insisal yang besar. Gigi insisivus lateralis atas bisa proklinasi atau retroklinasi dengan fungsi bibir yang normal.

  3. Klas III Angle
    Pada hubungan Klas III, lengkung gigi bawah terletak lebih anterior terhadap lengkung gigi atas dibandingkan pada hubungan Klas I. Oleh karena itu, hubungan ini kadang-kadang disebut juga sebagai “hubungan prenormal”. Umumnya ditemukan susunan gigi yang berjejal pada rahang atas. Gigi insisivus dan kaninus bawah berinklinasi ke lingual karena adanya tekanan dari bibir bawah ketika bibir berusaha untuk menutup. Pada beberapa kasus bisa menyebabkan terjadinya deformitas pengucapan.

Derajat Maloklusi


Klasifikasi Angle tidak membedakan maloklusi yang memiliki diskrepansi lengkung gigi anteroposterior yang berhubungan dengan ketidakseimbangan struktur wajah. Selain itu, klasifikasi Angle juga tidak dapat menilai hubungan vertikal dan transversal, rotasi gigi, crowding, diastema dan impaksi dari gigi yang memerlukan perawatan ortodonti. Oleh sebab itu, dalam survei epidemiologi tidak bisa hanya mengandalkan sistem klasifikasi Angle karena faktor-faktor penting seperti kesejajaran gigi, overbite, overjet dan crossbite tidak dinilai dalam klasifikasi Angle. Jelas terlihat bahwa dalam klasifikasi Angle tidak mengandung informasi mengenai derajat penyimpangan.

Pada diagnosis klinis dan rencana perawatan, seperti juga pada penelitian epidemiologi, derajat variasi oklusal perlu diukur dan ditentukan. Overjet dan overbite insisal bisa diukur secara langsung dengan menambahkan deskripsi “menyeluruh” atau “sebagian” untuk overbite. Meskipun demikian, karena gigi-gigi insisivus berbeda panjangnya di antara berbagai individu, derajat overbite seringkali ditentukan dalam satuan derajat penutupan insisivus bawah oleh insisivus atas pada bidang oklusi vertikal. Overjet tergantung pada inklinasi dari gigi-gigi insisivus dan hubungan anteroposterior dari lengkung gigi.

Gigitan terbalik bukal dan lingual juga bisa diukur, tetapi biasanya dinyatakan dengan kata-kata. Derajat gigi berjejal atau celah (spacing) dari lengkung gigi juga diukur dengan cara mengukur perbedaan antara jumlah total dari lebar gigi-gigi individual dan ukuran lengkung yang merupakan tempat gigi-gigi tersebut. Meskipun demikian, untuk tujuan perawatan klinis adalah lebih umum untuk membagi lengkung menjadi empat kuadran dan menjumlahkan crowding dari lengkung dalam satuan unit dari satu lebar premolar pertama, untuk masing-masing kuadran. Kelainan oklusal yang lain, seperti rotasi dan malposisi gigi, biasanya dinyatakan dalam kata- kata dan ditentukan besarnya jika memungkinkan.

Oklusal Indeks


Perawatan ortodonti merupakan perawatan yang dilakukan di bidang kedokteran gigi yang bertujuan untuk mendapatkan penampilan dentofasial yang menyenangkan secara estetika yaitu dengan menghilangkan susunan gigi yang berdesakan, mengoreksi penyimpangan rotasional dan apikal dari gigi-geligi, mengoreksi hubungan antar insisal serta menciptakan hubungan oklusi yang baik.

Sejak dimulainya sejarah ilmu ortodonti, banyak peneliti telah membuat tata cara penilaian yang dapat menjadi acuan untuk dilakukan perawatan ortodonti. Oklusal indeks awalnya digunakan sebagai alat epidemiologi untuk mengklasifikasikan oklusi. Sejumlah besar indeks oklusal mulai bermunculan pada 1950-an dan 1960-an untuk membantu studi epidemiologi. Sebagian besar diantaranya merupakan alat penilaian yang objektif. Indeks-indeks ini dibuat dengan membagi oklusi menjadi komponen-komponen yang lebih penting, seperti susunan berjejal, celah, hubungan anteroposterior, overjet dan overbite insisal, malposisi gigi tunggal, dan lainnya. Setiap komponen dianalisis terpisah, menggunakan kriteria yang didefinisikan dengan cermat, atau bila mungkin menggunakan ukuran yang sesungguhnya. Indeks kebutuhan perawatan ortodonti adalah bentuk oklusal indeks yang digunakan untuk memprioritaskan kebutuhan akan perawatan ortodonti. Oklusal indeks ini juga bisa digunakan untuk penilaian diagnosis, hasil dan kompleksitas suatu perawatan ortodonti.

Indeks oklusal yang ideal harus memiliki sifat-sifat sebagai berikut:

  1. Reliabilitas. Oklusal indeks harus mampu memberikan pengukuran yang konsisten pada waktu yang berbeda dan ketika digunakan oleh pemeriksa yang berbeda.

  2. Validitas. Oklusal indeks harus mampu mengukur apa yang seharusnya
    diukur.

  3. Oklusal indeks harus menghasilkan data kuantitatif.

  4. Oklusal indeks harus mampu mengidentifikasi pasien yang tidak
    memerlukan perawatan (spesifisitas) dan yang memerlukan perawatan (sensitivitas).

  5. Dapat digunakan secara cepat dan mudah oleh pemeriksa.

  6. Dapat diterima oleh norma-norma budaya.

Oklusal indeks seperti Index of Orthodontic Treatment Need (IOTN), Peer Assessment Rating (PAR), Dental Aesthetic Index (DAI), dan Index of Complexity, Outcome and Need (ICON) telah berhasil digunakan oleh banyak negara di dunia dan telah memberikan informasi yang bermanfaat mengenai kebutuhan perawatan dan penyediaan pelayanan ortodonti.

IOTN (AC, DHC), DAI digunakan untuk menilai kebutuhan perawatan ortodonti, sedangkan ICON dan PAR lebih sering digunakan untuk menilai keberhasilan perawatan, walaupun ICON dapat juga menilai kebutuhan perawatan ortodonti.

Ada kesamaan dalam beberapa hal antara indeks IOTN, DAI, dan ICON. Ketiga indeks ini memiliki dua komponen, yaitu morfologi dan estetik, sedangkan IOTN memiliki sedikit perbedaan, yaitu komponen estetiknya dipisahkan dari komponen kesehatan gigi. Ketiga indeks ini mengukur komponen yang sama seperti overjet, crossbite, openbite, overbite, hubungan molar anteroposterior, dan pergeseran. Namun, bobot untuk komponen ini berbeda pada masing-masing indeks.

1. Index of Orthodontic Treatment Need (IOTN)

Index of Orthodontic Treatment Need (IOTN) yang dikemukakan oleh Brook dan Shaw pada tahun 1989 merupakan kombinasi dari The Standardized Continuum of Aesthetic Need (SCAN) dan The Swedish System. IOTN mengkategorikan maloklusi dalam berbagai ciri-ciri oklusal yang berkaitan dengan kesehatan gigi individu dan sifat oklusal yang dapat menurunkan nilai-nilai estetik, dengan tujuan untuk mengidentifikasi pasien-pasien yang akan sangat mungkin memperoleh manfaat dari perawatan ortodonti.

IOTN menggabungkan komponen kesehatan gigi (DHC) dan komponen estetik (AC). Komponen kesehatan gigi dikembangkan oleh Brook dan Shaw dan komponen indeks estetik dikembangkan oleh Evans dan Shaw. Kedua komponen tidak dapat digabungkan dan keduanya dicatat secara terpisah. Dalam penggunaannya, komponen kesehatan gigi (DHC) dipergunakan terlebih dahulu baru kemudian komponen estetik (AC). Komponen AC menunjukkan kebutuhan subjektif pasien dan komponen DHC mengungkapkan kebutuhan objektif perawatan ortodonti.

2. Dental Health Component (DHC)

Dental Health Component (DHC) sebenarnya didasarkan pada Index of the Swedish Dental Board. The Swedish Index dimaksudkan sebagai pedoman dasar dan dalam penerapan praktisnya mampu mencatat berbagai variasi keadaan oklusal dari maloklusi yang akan meningkatkan morbiditas gigi dan struktur sekitarnya. Setiap sifat oklusal memberikan suatu kontribusi untuk mempertahankan dan mengembalikan fungsi gigi menjadi lebih memuaskan. Dengan menggunakan suatu penggaris yang didesain khusus, berbagai variasi maloklusi dapat dicatat dan diukur.

Dental Health Component diajukan untuk mengatasi subjektifitas pengukuran dengan batas ambang yang jelas. DHC mengukur sifat-sifat maloklusi seperti overjet, reverse overjet, overbite, openbite, crossbite, pergeseran gigi-gigi (displacement of teeth), erupsi gigi yang terhambat, buccal occlusion, hipodontia, cacat akibat celah bibir dan palatum. Gangguan fungsional juga tercatat dalam DHC seperti inkompetensi bibir, mandibular displacement, traumatik oklusi, serta kesulitan penguyahan dan bicara.

Tingkatan derajat DHC menunjukkan berapa besar prioritas untuk perawatan, dengan perincian sebagai berikut:

  • Skor 1-2: tidak perlu perawatan/perawatan ringan
  • Skor 3: perawatan borderline/sedang
  • Skor 4-5: memerlukan perawatan/sangat memerlukan perawatan

Tabel Skor Dental Health Component (DHC) dari IOTN

Skor 1 (tidak perlu perawatan)
1 Maloklusi yang sangat ringan, termasuk pergeseran kontak poin < 1mm
Skor 2 (perawatan ringan)
2.a. Overjet > 3,5 mm tetapi ≤ 6 mm disertai bibir yang kompeten
2.b. Reverse overjet > 0 mm tetapi ≤ 1 mm
2.c. Crossbite anterior atau posterior≤ 1 mm diskrepansi antara posisi kontak retrusi dan posisi interkuspal
2.d. Pergeseran titik kontak gigi > 1 mm, tetapi ≤ 2 mm
2.e. Openbite anterior atau posterior > 1 mm, tetapi ≤ 2 mm
2.f. Overbite ≥ 3,5 mm tanpa kontak gingiva
2.g. Pre-normal atau post-normal oklusi dengan atau tanpa anomali
Skor 3 (perawatan borderline/sedang)
3.a. Overjet > 3,5 mm tetapi ≤ 6 mm disertai bibir yang tidak kompeten
3.b. Reverse overjet > 1 mm tetapi ≤ 3,5 mm
3.c. Crossbite anterior atau posterior > 1 mm tetapi ≤ 2 mm diskrepansi antara posisi kontak retrusi dan posisi interkuspal
3.d. Pergeseran titik kontak gigi > 2 mm tetapi ≤ 4 mm
3.e. Openbite anterior atau lateral > 2 mm tetapi ≤ 4 mm
3.f. Komplit overbite tanpa trauma gingiva atau palatal
Skor 4 (memerlukan perawatan)
4.a. Overjet > 6 mm tetapi ≤ 9 mm
4.b. Reverse overjet > 3,5 mm tanpa kesulitan pengunyahan atau bicara
4.c. Crossbite anterior atau posterior > 2 mm diskrepansi antara posisi kontak retrusi dan posisi interkuspal
4.d. Pergeseran titik kontak gigi yang parah > 4 mm
4.e. Openbite anterior atau lateral yang ekstrim > 4 mm
4.f. Komplit overbite dengan trauma gingiva atau palatal
4.h. Daerah hipodontia yang tidak begitu luas yang membutuhkan perawatan pre-restorasi ortodonti atau penutupan ruang untuk meniadakan kebutuhan perawatan prostetik
4.i. Crossbite lingual posterior tanpa kontak fungsional oklusal pada salah satu atau kedua segmen bukal
4.m. Reverse overjet > 1 mm tetapi ≤ 3,5 mm dengan kesulitan pengunyahan atau bicara
4.t. Gigi erupsi sebagian, miring atau terpendam terhadap gigi yang berdekatan
4.x. Gigi supernumerary
Skor 5 (sangat memerlukan perawatan)
5.a. Overjet > 9 mm
5.h. Daerah hipodontia yang luas dengan implikasi restorasi (lebih dari 1 gigi pada setiap kuadran) yang membutuhkan perawatan ortodonti pre-restorasi
5.i. Gigi terpendam (kecuali molar tiga) yang disebabkan karena gigi berjejal, pergeseran titik kontak gigi, gigi supernumerary, gigi desidui yang persisten dan penyebab patologi lainnya
5.m. Reverse overjet > 3,5 mm dengan kesulitan pengunyahan dan bicara
5.p. Cacat akibat celah bibir dan palatum
5.s. Gigi desidui yang terpendam

3. Aesthetic Component (AC)

Komponen estetik (AC) berasal dari indeks SCAN yang dikemukan oleh Evans dan Shaw pada tahun 1987 yang terdiri dari 10 foto berwarna yang menunjukkan tingkatan derajat yang berbeda dari penampilan estetik susunan gigi geligi (Gambar 1). Dengan mengacu pada gambar ini, derajat penampilan estetik gigi geligi dari pasien dapat dinilai dalam salah satu tingkatan derajat tertentu. Skor 1 menunjukkan sususan gigi yang paling menarik dari sudut estetik geligi, sedangkan skor 10 menunjukkan susunan gigi geligi yang paling tidak menarik. Skor ini merefleksikan kelainan estetik susunan gigi geligi. Skor yang dihasilkan dapat memberikan sebuah indikasi perlunya perawatan bagi pasien yang didasarkan pada penurunan nilai estetik gigi serta kebutuhan psikologis dan sosial untuk perawatan ortodonti.

Foto hitam putih dapat digunakan untuk menilai estetik susunan gigi geligi dari model. Foto hitam putih dan model gigi memberikan keuntungan dalam menilai estetik susunan gigi geligi karena tidak dipengaruhi oleh kebersihan mulut, kondisi gingiva dan warna restorasi dari gigi anterior. Tingkat derajat keparahan dari Aesthetic Component (AC) adalah sebagai berikut:

  • Skor 1-4 : tidak perlu perawatan/perawatan ringan
  • Skor 5-7 : perawatan borderline/sedang
  • Skor 8-10 : sangat memerlukan perawatan

image
Gambar Skala Aesthetic Component (AC) dari IOTN

4. Dental Aesthetic Index (DAI)

Dental Aesthetic Index (DAI) berkembang di Amerika Serikat dan terintegrasi ke dalam The International Collaboration Study of Oral Health Outcomes oleh WHO pada tahun 1989 sebagai indeks internasional, yang mengidentifikasi ciri-ciri oklusal dan menghasilkan skor tunggal secara matematis. DAI dapat digunakan untuk menentukan pasien yang harus dirujuk ke dokter gigi spesialis sehingga dapat meminimalisasi jumlah konsultasi awal dengan dokter gigi umum atau ortodontis, hal ini dapat memberikan keuntungan dalam program kesehatan masyarakat.

DAI menggabungkan komponen klinis dan estetik untuk menghasilkan skor tunggal yang menggabungkan aspek fisik dan estetik oklusi, termasuk persepsi pasien. DAI mengevaluasi 10 karakteristik oklusal seperti overjet, negative overjet, kehilangan gigi, celah (diastema), openbite anterior, berjejal anterior, celah (diastema) anterior, penyimpangan yang parah pada anterior (maksila dan mandibula), hubungan anteroposterior molar.

DAI menilai kebutuhan perawatan ortodonti dan keparahan maloklusi dalam empat Grade, yaitu :

  • Grade ≤ 25 mengindikasikan normal atau maloklusi ringan dan tidak atau sedikit memerlukan perawatan;
  • Grade 26-30 mengindikasikan maloklusi nyata dan memerlukan perawatan pilihan;
  • Grade 31-35 mengindikasikan maloklusi parah dan sangat memerlukan perawatan;
  • Grade ≥ 36 mengindikasikan maloklusi sangat parah dan wajib dilakukan perawatan.

Rumus persamaan untuk menilai Grade DAI adalah:

(gigi yang hilang x 6) + (crowding x 1) + (spacing x 1) + (diastema midline x 3) + (penyimpangan yang parah pada anterior maksila x 1) + (penyimpangan yang parah pada anterior mandibula x 1) + (overjet anterior maksila x 2) + (overjet anterior mandibula x 4) + (openbite anterior x 4) + (hubungan anteroposterior molar x 3) + 13.

Tabel Standar penilaian DAI (Cons et al. 1986)

Komponen DAI Bobot
Jumlah gigi yang hilang (insisivus, caninus, dan premolar pada maksila dan mandibula) 6
Crowding pada segmen insisivus (0 = tidak ada crowding, 1 = crowding pada satu segmen, 2 = crowding pada kedua segmen) 1
Spacing pada segmen insisivus (0 = tidak ada spacing, 1 = spacing pada satu segmen, 2 = spacing pada kedua segmen) 1
Diastema midline, dalam milimeter 3
Penyimpangan yang parah pada anterior maksila, dalam milimeter 1
Penyimpangan yang parah pada anterior mandibula, dalam milimeter 1
Overjet anterior maksila, dalam milimeter 2
Overjet anterior mandibula, dalam milimeter 4
Openbite anterior, dalam milimeter 4
Hubungan anteroposterior molar, kedua sisi kiri dan kanan dinilai. (0 3
= normal, 1 = setengah cusp mesial atau distal, 2 = satu cusp penuh atau lebih dari mesial dan distal)
Konstanta 13
Total Skor DAI

4. Peer Assessment Rating (PAR)

Peer Assessment Rating Index (Indeks PAR) diperkenalkan oleh Richmond dkk., terutama untuk mencatat maloklusi pada masa gigi bercampur dan permanen, serta untuk memberikan penilaian yang lebih objektif terhadap keberhasilan perawatan ortodonti. Indeks PAR dapat digunakan secara luas, mengukur maloklusi secara menyeluruh, membandingkan maloklusi sebelum, sesudah perawatan dan setelah retensi, menentukan evaluasi standar kualitas hasil perawatan dan menyimpulkan nilai dari kelainan semua tipe maloklusi serta kebutuhan perawatan. Pengukurannya dapat dilakukan dengan cepat, akurat dan penggunaannya pun mudah dan sederhana.

Indeks PAR menilai lima komponen oklusal gigi, yaitu segmen anterior rahang atas dan bawah, segmen bukal kiri dan kanan, garis median, overbite, dan overjet yang kemudian dikalikan dengan bobot masing-masing komponen untuk mendapatkan skor total.

Tabel Penilaian skor penyimpangan titik kontak pada segmen anterior rahang atas dan bawah

Skor Kelainan Bobot
0 0 – 1 mm 1
1 1,1 – 2 mm 1
2 2,1 – 4 mm 1
3 4,1 – 8 mm 1
4 > 8 mm 1
5 Gigi impaksi 1

Tabel Penilaian skor segmen bukal kiri dan kanan

Skor Kelainan Bobot
A. Anteroposterior
0 Interdigitasi baik kelas I,II,III 1
1 Kurang dari ½ unit 1
2 ½ unit (cusp to cusp) 1
B. Vertikal
0 Tidak ada kelainan 1
1 Openbite lateral sedikitnya 2 gigi, jarak > 2 mm 1
C. Transversal
0 Tidak ada crossbite 1
1 Kecenderungan crossbite 1
2 Crossbite 1 gigi 1
3 Crossbite > 1 gigi 1
4 Lebih dari 1 gigi “scissor bite” 1

Tabel Penilaian skor garis median

Skor Penilaian Bobot
0 Tempat bertemu – ¼ lebar gigi insisivus bawah 4
1 ¼ - ½ lebar gigi insisivus bawah 4
2 > ½ lebar gigi insisivus bawah 4

Tabel Penilaian skor overbite dan overjet

Skor Kelainan Bobot
A. Openbite
0 Tidak ada openbite 2
1 Openbite ≤ 1 mm 2
2 Openbite 1,1 – 2 mm 2
3 Openbite 2,1 – 3 mm 2
4 Openbite ≥ 4 mm 2
B. Overbite
0 Penutupan ≤ 1/3 tinggi insisivus bawah 2
1 Penutupan > 1/3, tetapi < 2/3 insisivus bawah 2
2 Penutupan > 2/3 insisivus bawah 2
3 Penutupan sama dengan atau lebih besar dari tinggi insisivus bawah 2
C. Overjet
0 0 – 3 mm 6
1 3,1 – 5 mm 6
2 5,1 – 7 mm 6
3 7,1 – 9 mm 6
4 > 9 mm 6
D. Crossbite anterior
0 Tidak ada crossbite 6
1 Satu atau lebih gigi “edge to edge” 6
2 Crossbite 1 gigi 6
3 Crossbite 2 gigi 6
4 Crossbite > 2 gigi 6

Maloklusi adalah penyimpangan letak gigi dari lengkung gigi di luar rentang kewajaran yang dapat diterima. Maloklusi juga bisa merupakan variasi biologi. Terdapat bukti bahwa prevalensi maloklusi meningkat, peningkatan maloklusi tersebut dapat dipengaruhi oleh proses evolusi yang diduga akibat meningkatnya variabilitas gen dalam populasi yang bercampur dalam kelompok ras (Rahardjo, 2009) .

Faktor-faktor yang mempengaruhi antara lain adalah keturunan, lingkungan, pertumbuhan dan perkembangan, etnik, fungsional, dan patologi. Faktor lingkungan yang berperan dalam menimbulkan maloklusi diantaranya kebiasaan buruk, penyakit obstruksi hidung kronik, makanan, fungsi yang terganggu, postur jaringan lunak, karies, penyakit periodontal, gangguan perkembangan dan trauma (Bishara, 2001).

Penyebab maloklusi yang spesifik sulit dipastikan, karena sebagian besar merupakan interaksi faktor genetik dan lingkungan. Terdapat dua kemungkinan bagaimana peran faktor genetik dalam menyebabkan maloklusi, yaitu trauma, selain itu maloklusi dapat disebabkan oleh faktor-faktor selain faktor genetik dan lingkungan, seperti gangguan saat perkembangan embrio, pertumbuhan skeletal, perkembangan gigi, disfungsi otot, dan hipertrofi hemimandibula (Profit, 2007).

Etiologi Maloklusi

Maloklusi merupakan penyimpangan dari pertumbuhkembangan disebabkan faktor-faktor tertentu. Secara garis besar etiologi suatu maloklusi dapat digolongkan dalam beberapa faktor herediter dan faktor lokal (Profit, 2007).

  • Faktor Herediter
    Pada populasi primitif yang terisolir jarang dijumpai maloklusi yang berupa disproporsi ukuran rahang dan gigi. Pada populasi modern lebih sering ditemukan maloklusi disbanding populasi primitif diduga karena adanya kawin campur yang menyebabkan peningkatan prevalensi maloklusi (Profit,2013). Pengaruh herediter dapat bermanifestasi dalam dua hal, yaitu :

    1. Disproporsi ukuran gigi dan ukuran rahang yang menghasilkan maloklusi berupa gigi berdesakan atau maloklusi berupa diastema multipel.
    2. Disproporsi ukuran, posisi dan bentuk rahang atas dan rahang bawah yang menghasilkan relasi rahang yang tidak harmonis. Dimensi kraniofasial, ukuran dan jumlah gigi sangat mempengaruhi faktor genetic atau herediter sedangkan dimensi lengkung geligi dipengaruhi oleh faktor lokal.
  • Faktor Lokal

    1. Gigi sulung tanggal dini dapat berdampak pada susunan gigi permanen. Semakin muda umur pasien pada saat terjadi tanggal maka gigi sulung semakin besar akibatnya pada gigi permanen. Insisivus yang tanggal dini tidak begitu berdampak tetapi kaninus sulung akan menyebabkan pergeseran garis median.

    2. Persistensi gigi sulung Oover retained deciduous teeth berarti gigi sulung yang sudah melewati waktu tanggal tetapi tidak tanggal.

    3. Trauma yang mengenai gigi sulung dapat menggeser benih gigi permanen. Bila terjadi trauma pada saat mahkota gigi permanen sedang terbentuk dapat terjadi dilaserasi, yaitu akar gigi yang mengalami distorsi bentuk.

    4. Jaringan lunak, tekanan dari otot bibir, pipi dan lidah memberi pengaruh yang besar terhadap letak gigi. Meskipun tekanan otot-otot ini jauh lebih kecil dibanding tekanan otot pengunyahan tetapi berlangsung lebih lama.

    5. Kebiasaan buruk, suatu kebiasaan yang berdurasi sedikitnya 6 jam sehari, berfrekuensi cukup tinggi dengan intensitas yang cukup dapat menyebabkan maloklusi. Kebiasaan mengisap jari atau benda-benda lain dalam waktu yang berkepanjangan dapat menyebabkan maloklusi.

Pengukuran Maloklusi

Maloklusi dapat di lihat dari beberapa indek maloklusi . Suatu indek dapat menilai beberapa hal menyangkut maloklusi misalnya, prevalensi maloklusi, keparahan maloklusi, dan kebutuhan serta hasil perwatan maloklusi. Index maloklusi mencatat keadaan maloklusi dalam suatu format kategori atau numeric sehingga penilaian maloklusi lebih objektif ( Dewanto,1980).

Occlusion Feature Index (OFI)

Ciri maloklusi yang dapat dinilai adalah letak gigi berjejal, kelainan integritas tonjol gigi posterior, tumpang gigit, jarak gigit. Kriteria penilaian OFI dengan skor sebagai berikut :

OFI (1) Gigi berjejal depan bawah 0 = susunan letak gigi rapi :
image

1 = letak gigi berjejal sama dengan ½ lebar gigi insisivus atau kanan bawah
2 = letak gigi berjejal sama dengan lebar gigi insisivus satu kanan bawah
3 = letak gigi berjejal lebih besar dari lebar gigi insisivus atau kanan bawah

OFI (2) Interdigitasi tonjol gigi dilihat pada region gigi premolar dan molar sebelah kanan dari arah bukal, dalam keadaan oklusi.
image

0 = hubungan tonjol lawan lekuk
1 = hubungan antara tonjol dan lekuk
2 = hubungan antara tonjol lawan lekuk

OFI (3) Tumpang gigit, ukuran panjang bagian insisal gigi insisivus bawah yang tertutup gigi insissivus atas pada keadaan oklusi.
image

0 = 1/3 bagian insisal gigi insisivus bawah
1 = 2/3 bagian insisal gigi insisivus bawah
2 = 1/3 bagian gingival gigi insisivus bawah

OFI (4) ) Jarak gigit, jarak dari tepi labio-insisal gigi insisivus atas ke permukaan labial gigi insisivus bawah pada keadaa oklusi.
image

0 = 0 - 1,5 mm
1 = 1,5 - 3 mm
2 = 3 mm atau lebih

Skor total didapat dengan menjumlahkan skor keempat macam ciri utama maloklusi tersebut diatas. Skor OFI setiap individu berkisar antara 0-9. (OFI (1) = 3, OFI (2,3 dan 4) masing-masing =2). Penilaian dapat dilakukan pada model gigi atau langsung dalam mulut. Waktu yang diperlukan untuk menilai hanya kurang lebih 1-1 ½ menit bagi setiap individu. Keuntungan metode ini ialah sederhana dan objektif serta tidak memerlukan peralatan diagnostik yang rumit seperti model gnathostatik dan sefalometri. Apabila peneliti telah terlatih hanya memerlukan waktu penilaian yang singkat.

Kriteria penilaian maloklusi oleh ahli orthodonti sebagai berikut:

0 – 1 = maloklusi ringan sekali ( slight) = tidak memerlukan perawatan Orthodonti

1 – 3 = maloklusi ringan (mild) = ada sedikit variasi dari oklusi ideal yang tidak perlu dirawat

4 – 5 = malkolusi sedang ( moderate) = indikasi perawatan Orthodonti

6 – 9 = maloklusi berat/parah ( severe ) = sangat memerlukan perawatan Orthodonti

Maloklusi adalah bentuk hubungan rahang atas dan bawah yang menyimpang dari bentuk standar yang diterima sebagai bentuk yang normal, maloklusi dapat disebabkan karena tidak ada keseimbangan dentofasial. Keseimbangan dentofasial ini tidak disebabkan oleh satu faktor saja, tetapi beberapa faktor saling mempengaruhi. Faktor-faktor yang mempengaruhi adalah keturunan, lingkungan, pertumbuhan dan perkembangan, etnik, fungsional, patologi.

Jenis Maloklusi

  1. Protrusi
    Protrusi adalah gigi yang posisinya maju ke depan. Protrusi dapat disebabkan oleh faktor keturunan, kebiasaan jelek seperti menghisap jari dan menghisap bibir bawah, mendorong lidah ke depan, kebiasaan menelan yang salah serta bernafas melalui mulut.

  2. Intrusi dan Ekstrusi
    Intrusi adalah pergerakan gigi menjauhi bidang oklusal. Pergerakan intrusi membutuhkan kontrol kekuatan yang baik. Ekstrusi adalah pergerakan gigi mendekati bidang oklusal.

  3. Crossbite
    Crossbite adalah suatu keadaan jika rahang dalam keadaan relasi sentrik terdapat kelainan-kelainan dalam arah transversal dari gigi geligi maksila terhadap gigi geligi mandibula yang dapat mengenai seluruh atau setengah rahang, sekelompok gigi, atau satu gigi saja. Berdasarkan lokasinya crossbite dibagi dua yaitu:

  • Crossbite anterior. Suatu keadaan rahang dalam relasi sentrik, namun terdapat satu atau beberapa gigi anterior maksila yang posisinya terletak di sebelah lingual dari gigi anterior mandibula.
  • Crossbite posterior. Hubungan bukolingual yang abnormal dari satu atau beberapa gigi posterior mandibula.
  1. Deep bite
    Deep bite adalah suatu keadaan dimana jarak menutupnya bagian insisal insisivus maksila terhadap insisal insisivus mandibula dalam arah vertikal melebihi 2- 3 mm. Pada kasus deep bite, gigi posterior sering linguoversi atau miring ke mesial dan insisivus madibula sering berjejal, linguo versi, dan supra oklusi.

  2. Open bite
    Open bite adalah keadaan adanya ruangan oklusal atau insisal dari gigi saat rahang atas dan rahang bawah dalam keadaan oklusi sentrik. Macam-macam open bite menurut lokasinya adalah :

  • Anterior open bite. Klas I Angle anterior open bite terjadi karena rahang atas yang sempit, gigi depan inklinasi ke depan, dan gigi posterior supra oklusi, sedangkan klas II Angle divisi I disebabkan karena kebiasaan buruk atau keturunan.
  • Posterior open bite pada regio premolar dan molar
  • Kombinasi anterior dan posterior (total open bite) terdapat baik di anterior, posterior, dapat unilateral atau bilateral.
  1. Crowded
    Crowded adalah keadaan berjejalnya gigi di luar susunan yang normal. Penyebab crowded adalah lengkung basal yang terlalu kecil daripada lengkung koronal. Lengkung basal adalah lengkung pada prossesus alveolaris tempat dari apeks gigi itu tertanam, lengkung koronal adalah lengkungan yang paling lebar dari mahkota gigi atau jumlah mesiodistal yang paling besar dari mahkota gigi geligi.

Derajat keparahan gigi crowded:

  1. Crowded ringan. Terdapat gigi-gigi yang sedikit berjejal, sering pada gigi depan mandibula,dianggap suatu variasi yang normal, dan dianggap tidak memerlukan perawatan.

  2. Crowded berat. Terdapat gigi-gigi yang sangat berjejal sehingga dapat menimbulkan hygiene oral yang jelek

  3. Diastema
    Diastema adalah suatu keadaan adanya ruang di antara gigi geligi yang seharusnya berkontak. Diastema ada 2 macam, yaitu :

  • Lokal, jika terdapat diantara 2 atau 3 gigi, dapat disebabkan karena dens supernumerary, frenulum labii yang abnormal, gigi yang tidak ada, kebiasaan jelek, dan persistensi.
  • Umum, jika terdapat pada sebagian besar gigi, dapat disebabkan oleh faktor keturunan, lidah yang besar dan oklusi gigi yang traumatis.

Etiologi Maloklusi

Etiologi maloklusi dibagi atas dua golongan yaitu faktor luar atau faktor umum dan faktor dalam atau faktor lokal. Hal yang termasuk faktor luar yaitu herediter, kelainan kongenital, perkembangan atau pertumbuhan yang salah pada masa prenatal dan posnatal, malnutrisi, kebiasaan jelek, sikap tubuh, trauma, dan penyakit-penyakit dan keadaan metabolik yang menyebabkan adanya predisposisi ke arah maloklusi seperti ketidakseimbangan kelenjar endokrin, gangguan metabolis, penyakit-penyakit infeksi.

Hal yang termasuk faktor dalam adalah anomali jumlah gigi seperti adanya gigi berlebihan (dens supernumeralis) atau tidak adanya gigi (anodontis), anomali ukuran gigi, anomali bentuk gigi, frenulum labii yang abnormal, kehilangan dini gigi desidui, persistensi gigi desidui, jalan erupsi abnormal, ankylosis dan karies gigi.

Akibat dari Maloklusi

Maloklusi dapat mengakibatkan terjadinya gangguan pada pengunyahan, bicara serta estetik. Gangguan pengunyahan yang terjadi yaitu dapat berupa rasa tidak nyaman saat mengunyah,8 terjadinya rasa nyeri pada TMJ dan juga mengakibatkan nyeri kepala dan leher. Pada gigi yang berjejal dapat mengakibatkan kesulitan dalam pembersihan. Tanggalnya gigi-gigi akan mempengaruhi pola pengunyahan misalnya pengunyahan pada satu sisi, dan pengunyahan pada satu sisi ini juga dapat mengakibatkan rasa sakit pada TMJ.

Maloklusi dapat mempengaruhi kejelasan bicara seseorang. Apabila ciri maloklusinya berupa disto oklusi akan terjadi hambatan mengucapkan huruf p dan b. Apabila ciri maloklusinya berupa mesio oklusi akan terjadi hambatan mengucapkan huruf s, z, t, dan n. Menurut Bruggeman anomali dental yang mengakibatkan gangguan bicara adalah

  1. Ruang antar gigi (spaces) yaitu terjadi kelainan bunyi saat mengucapkan semua huruf terutama s, sh, z, zh kecuali huruf n dan y.
  2. Lebar lengkung yaitu terjadi kelainan saat mengucapkan huruf s, z, th.
  3. Open bite yaitu terjadi kelainan bunyi saat mengucapkan huruf s, sh, z, zh, th, dan kadang-kadang pada huruf t dan d.
  4. Derajat protrusi yaitu terjadi kelainan bunyi saat mengucapkan huruf s, sh,z, zh.
  5. Pada gigi yang rotasi kelainan bunyi yang terjadi sama dengan kelainan pada ruang antar gigi.

Maloklusi bisa diartikan sebagai “gigitan yang tidak normal”. Dalam ilmu pengetahuan Orthotropics, penyebab terjadinya maloklusi adalah didominasi oleh faktor lingkungan yang mempengaruhi posisi peletakan lidah.


Maloklusi dapat dicegah dengan melakukan dan membiasakan Mewing sejak usia dini. Dengan kata lain, orang tua maupun pendidik yang memiliki pemahaman mendalam mengenai Orthotropics sangatlah dibutuhkan dengan harapan agar Orthotropics dapat disampaikan kepada anak dengan baik, sehingga mewing dapat dilakukan dan dibiasakan oleh anak dengan baik pula.

Lidah menempel pada langit-langit mulut, gigi atas dan gigi bawah yang saling bersentuhan (tanpa tekanan), kebiasaan mulut tertutup, bernafas melalui hidung, makan makanan yang keras, dan postur badan tegak adalah beberapa hal dasar dari Orthotropics yang juga memiliki nama lain “mewing”.

Sudahkah kita mendapatkan edukasi maupun pelatihan mengenai Orthotropics sebagai upaya pencegahan maloklusi?

Salam Mewing