Apa yang dimaksud dengan Malnutrisi Energi Protein (MEP)?

Malnutrisi Energi Protein (MEP) adalah gangguan gizi yang disebabkan oleh kekurangan protein dan atau kalori, serta sering disertai dengan kekurangan zat gizi lain.

Apa yang dimaksud dengan Malnutrisi Energi Protein (MEP) ?

2 Likes

Malnutrisi Energi Protein (MEP) adalah penyakit akibat kekurangan energi dan protein umumnya disertai defisiensi nutrisi lain.

Klasifikasi dari MEP adalah :

  1. Kwashiorkor
  2. Marasmus
  3. Marasmus Kwashiorkor

Hasil Anamnesis (Subjective)

Keluhan

  1. Kwashiorkor, dengan keluhan:

    • Edema
    • Wajah sembab
    • Pandangan sayu
    • Rambut tipis, kemerahan seperti warna rambut jagung, mudah dicabut tanpa sakit, rontok
    • Anak rewel, apatis
  2. Marasmus, dengan keluhan:

    • Sangat kurus
    • Cengeng
    • Rewel
    • Kulit keriput
  3. Marasmus Kwashiorkor, dengan keluhan kombinasi dari ke-2 penyakit tersebut diatas.

Faktor Risiko

Berat badan lahir rendah, HIV, Infeksi TB, pola asuh yang salah

Hasil Pemeriksaan Fisik dan penunjang sederhana (Objective)

Pemeriksaan Fisik

Patognomonis

  1. BB/TB < 70% atau < -3SD
  2. Marasmus: tampak sangat kurus, tidak ada jaringan lemak bawah kulit, anak tampak tua, baggy pants appearance.
  3. Kwashiorkor: edema, rambut kuning mudah rontok, crazy pavement dermatosa
  4. Tanda dehidrasi
  5. Demam
  6. Frekuensi dan tipe pernapasan: pneumonia atau gagal jantung
  7. Sangat pucat
  8. Pembesaran hati, ikterus
  9. Tanda defisiensi vitamin A pada mata: konjungtiva kering, ulkus kornea, keratomalasia
  10. Ulkus pada mulut
  11. LILA < 11,5 cm untuk anak 6-59 bulan

Pemeriksaan Penunjang

  1. Laboratorium: gula darah, Hb, Ht, preparat apusan darah, urin rutin, feses
  2. Antropometri
  3. Foto toraks
  4. Uji tuberkulin

Penegakan Diagnosis (Assessment)

Diagnosis Klinis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan tanda dan gejala klinis serta pengukuran antropometri. Anak didiagnosis dengan gizi buruk, apabila:

  1. BB/TB < -3SD atau 70% dari median (marasmus).
  2. Edema pada kedua punggung kaki sampai seluruh tubuh (kwashiorkor: BB/TB >- 3SD atau marasmik-kwashiorkor BB/TB <-3SD).

Tabel Klasifikasi Malnutrisi Energi Protein (MEP)
image

Diagnosis Banding: -

Komplikasi
Anoreksia, Pneumonia berat, Anemia berat, Infeksi, Dehidrasi berat, Gangguan elektrolit, Hipoglikemi, Hipotermi, Hiperpireksia, Penurunan kesadaran

Penatalaksanaan komprehensif (Plan)

Penatalaksanaan dan Target Terapi

image
Gambar Langkah penanganan gizi buruk terbagi dalam fase stabilisasi dan rehabilitasi

Penanganan pasien dengan MEP, yaitu:

  • Vitamin A dosis tinggi diberikan pada anak gizi buruk dengan dosis sesuai umur pada saat pertama kali ditemukan

  • Makanan untuk pemulihan gizi dapat berupa makanan lokal atau pabrikan.

    • Jenis pemberian ada 3 pilihan: makanan therapeuticatau gizi siap saji, F100 atau makanan lokal dengan densitas energi yg sama terutama dari lemak (minyak/santan/margarin).

    • Pemberian jenis makanan untuk pemulihan gizi disesuaikan masa pemulihan (rehabilitasi):

      • 1 minggu pertama pemberian F100.
      • Minggu berikutnya jumlah dan frekuensi F100 dikurangi seiring dengan penambahan makanan keluarga.

Kunjungan Rumah

  • Tenaga kesehatan atau kader melakukan kunjungan rumah pada anak gizi buruk rawat jalan, bila:

    • Berat badan anak sampai pada minggu ketiga tidaknaik atau turun dibandingkan dengan berat badanpada saat masuk (kecuali anak dengan edema).
    • Anak yang 2 kali berturut-turut tidak datang tanpa pemberitahuan
  • Kunjungan rumah bertujuan untuk menggali permasalahan yang dihadapi keluarga termasuk kepatuhan mengonsumsi makanan untuk pemulihan gizi dan memberikan nasihat sesuai dengan masalah yang dihadapi.

  • Dalam melakukan kunjungan, tenaga kesehatan membawa kartu status, cheklist kunjungan rumah, formulir rujukan, makanan untuk pemulihan gizi dan bahan penyuluhan.

  • Hasil kunjungan dicatat pada checklist kunjungan dan kartu status. Bagi anak yang harus dirujuk, tenaga kesehatan mengisi formulir rujukan.

Konseling dan Edukasi

  • Menyampaikan informasi kepada ibu/pengasuh tentang hasil penilaian pertumbuhan anak.
  • Mewawancarai ibu untuk mencari penyebab kurang gizi.
  • Memberi nasihat sesuai penyebab kurang gizi.
  • Memberikan anjuran pemberian makan sesuai umur dan kondisi anak dan cara menyiapkan makan formula, melaksanakan anjuran makan dan memilih atau mengganti makanan.

Kriteria Rujukan

  1. Bila terjadi komplikasi, seperti: sepsis, dehidrasi berat, anemia berat, penurunan kesadaran
  2. Bila terdapat penyakit komorbid, seperti: pneumonia berat

Peralatan

  1. Alat pemeriksaan gula darah sederhana
  2. Alat pengukur berat dan tinggi badan anak serta dewasa
  3. Skala antropometri

Prognosis
Prognosis umumnya dubia ad bonam untuk ad vitam, sedangkan untuk quo ad fungsionam dan sanationam umumnya dubia ad malam.

Sumber :
Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan primer

Referensi

  1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, eds. Buku ajar ilmu penyakit dalam. 4 ed. Vol. III. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2006.
  2. Dirjen Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak. Pedoman Pelayanan Anak Gizi Buruk. Kemkes RI. Jakarta. 2011.

Malnutrisi Energi Protein (MEP) adalah gangguan nutrisi yang disebabkan oleh karena kekurangan protein dan/atau energi. Berdasarkan derajatnya MEP dibagi menjadi MEP derajat ringan (gizi kurang) dan MEP derajat berat (gizi buruk). Gizi kurang belum menunjukkan gejala yang khas, sedangkan gizi buruk memiliki 3 bentuk klinis yaitu kwashiorkor, marasmus dan marasmik ā€“ kwashiorkor.

Etiologi


Penyebab MEP berdasarkan bagan sederhana yang disebut sebagai ā€œmodel hirarkiā€ yang akan terjadi setelah melalui 5 level seperti yang tertera pada bagan berikut ini.

Angka Kejadian

Angka kejadian MEP (gizi kurang dan gizi buruk) pada anak Balita berdasarkan kriteria Z-score < -2SD menurut SUSENAS tahun 2005 sebesar 19,2%. Untuk daerah Bali sebesar 15,4%. Hasil penelitian di RSUP Sanglah Denpasar tahun 2006 didapatkan sebesar 17,5%.

Patofisiologi


Protein merupakan zat pembangun. Kekurangan protein dapat mengganggu metabolisme tubuh dengan akibat:

  1. Gangguan pertumbuhan
  2. Atrofi otot
  3. Penurunan kadar albumin serum --> sembab
  4. Hb turun --> anemia gizi
  5. Jumlah/aktivitas fagosit turun --> daya tahan terhadap infeksi turun
  6. Sintesis enzim turun --> gangguan pencernaan makanan

Pembagian Menurut Antropometri

  1. MEP Ringan : BB/TB 80-90% baku median WHO-2005.
  2. MEP Sedang : BB/TB 70-80% baku median WHO-2005.
  3. MEP Berat : BB/TB < 70% baku median WHO-2005.

Gejala Klinis


1. Kwashiorkor:

Terutama gejala kekurangan protein: wajah bulat dan sembab (moon face), sembab seluruh tubuh terutama di dorsum pedis, asites, rambut kusam dan mudah dicabut, pembesaran hati, otot atrofi, perubahan status mental (cengeng, rewel, kadang apatis), anoreksia, sering disertai penyakit (infeksi, anemia dan diare), gangguan kulit berupa bercak kemerahan- meluas-berubah menjadi hitam dan mengelupas (crazy pavement dermatosis), pandangan mata anak sayu.

2. Marasmus:

Gejala kekurangan energi berat; anak tampak sangat kurus, tinggi, tulang belulang dibungkus kulit, wajah seperti orang tua (old man face), atrofi otot, perubahan mental (cengeng & rewel), perut cekung, kulit keriput/berlipatlipat dan kering, jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada, disertai penyakit (penyakit kronik, diare kronik dan konstipasi), tekanan darah, detak jantung dan pernapasan berkurang.

3. Marasmik-kwashiorkor:

Gejala campuran

Diagnosis


Anamnesis

  • Susunan diet sejak lahir
  • Faktor-faktor penunjang/penyebab medis dan non medis

Pemeriksaan fisik:

  • Gejala klinis MEP dan defisiensi vitamin A.
  • Penyakit penyebab/penyerta.

Pemeriksaan laboratorium

  • Darah, air kemih, tinja, kadar protein serum total, rasio albumin-globulin.
  • Kadang-kadang diperlukan pemeriksaan : tes faal hati, kadar glukosa darah, biakan darah/air kemih, EKG, X- foto paru dan uji tuberculin.

Diagnosis Banding

  1. Sindroma nefrotik
  2. Sirosis hepatis

Komplikasi


  1. Dehidrasi sedang-berat
  2. Defisiensi vit.A
  3. Anemia berat
  4. Hipogikemia
  5. Diare kronik/berulang
  6. Luka/lesi kulit dan mukosa
  7. Anoreksia
  8. Hipotermia

Tata Laksana


Petunjuk dari WHO tentang pengelolaan MEP berat di rumah sakit dengan menetapkan 10 langkah tindakan pelayanan melalui 3 fase (stabilisasi, transisi dan rehabilitasi) dan dilanjutkan dengan fase follow up sbb :

1. Fase Stabilisasi:

  • Porsi kecil, sering, rendah serat dan rendah laktosa.
  • Energi : 100 kkal/kgBB/hari.
  • Protein : 1 -1,5 g/kgBB/hari.
  • Cairan : 130 ml/kgBB/hari (bila sembab berat: 100 ml/ kgBB/hari).
  • Teruskan ASI pada anak menetek.
  • Bila selera makan baik dan tidak sembab pemberian makan bisa dipercepat dalam waktu 2-3 hari.
  • Makanan yang tidak habis, sisanya diberikan per sonde.
  • Jenis makanan Formula WHO (awal fase stabilisasi dengan F75 - fase transisi dengan F100) atau modifikasinya.
  • Pantau dan catat: Jumlah cairan yang diberikan, yang tersisa; jumlah cairan yang keluar seperti muntah, frekuensi buang air; timbang BB (harian).

2. Fase Transisi.

Pemberian energi masih sekitar 100 kkal/kgBB/hari.
Pantau frekuensi napas dan denyut nadi.
Bila napas meningkat >5 kali/menit dan nadi >25 kali/ menit dalam pemantauan tiap 4 jam berturutan, kurangi volume pemberian formula.
Setelah normal bisa naik kembali.

3. Fase Rehabilitasi

  • Beri makanan/formula WHO (F135), jumlah tidak terbatas dan sering.
  • Energi : 150-220 kkal/kgBB/hari.
  • Protein : 4-6 g/kgBB/hari.
  • ASI diteruskan, tambahkan makanan formula; secara perlahan diperkenalkan makanan keluarga.
  • Pemantauan: kecepatan pertambahan BB setiap minggu (timbang BB setiap hari sebelum makan). Kenaikan BB Kurang (<5 g/kgBB/hari) --> evaluasi ulang secara menyeluruh; bila kenaikan BB Sedang (5-10 g/kgBB/ hari) --> cek asupan makanan / infeksi sudah teratasi.

4. Tindakan khusus:

  • Hipoglikemia: berikan bolus 50 ml glukosa 10% atau sukrosa secara oral/sonde nasogastrik.
  • Hipotermia: pakaikan anak selimut/letakkan anak dekat lampu.
  • Dehidrasi: cairan resomal/pengganti 5 ml/kgBB setiap 30 menit selama 2 jam oral/ sonde, lanjutkan 5-10 ml/ kgBB/jam selama 4-6 jam berikutnya. Lanjutkan dengan formula WHO. Transfusi darah PRC atau plasma dapat dilakukan bila dibutuhkan.

Sumber : Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Ilmu kesehatan anak : Buku panduan belajar koas, Udayana University Press

Referensi

  1. Waterlow JC. Protein energy malnutrition. London: Edward
    Arnold, 1993.
  2. Depkes RI, Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat, Direktorat Bina Gizi Masyarakat. Petunjuk teknis tata laksana anak gizi buruk Buku I. Jakarta, 2006.
  3. Depkes RI, Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat, Direktorat Bina Gizi Masyarakat. Petunjuk teknis tata laksana anak gizi buruk Buku II. Jakarta, 2006.
  4. Hardiono DP, Sri Rezeki SH, Firmanda D, Tridjaja BAAP, Pudjiadi AH, Kosim MS, dkk., penyunting. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Edisi I. Jakarta: IDAI, 2004.
  5. WHO. Management of severe malnutrition: a manual for physicians and senior health workers. Geneva: WHO, 1999.
  6. Sidiartha IGL. Insidens malnutrisi rawat inap pada anak Balita di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar. Sari Pediatri, 2008;9(6):381-385.

Malnutrisi Energi Protein atau secara internasional disebut Protein Energy Malnutrition (PEM) merupakan salah satu penyakit gangguan gizi yang penting di Indonesia maupun di negara yang sedang berkembang lainnya. Penyakit ini mulai banyak diselidiki di Afrika, dan di benua tersebut MEP dikenal dengan nama lokal kwashiorkhor yang berarti penyakit rambut merah. Masyarakat di tempat tersebut menganggap kwashiorkhor sebagai kondisi yang biasa terdapat pada anak kecil yang sudah mendapat adik.

Pendapat tersebut di kalangan Indonesia pun terdapat di kalangan masyarakat yang ekonominya menengah ke bawah. Kondisi anak dengan gejala MEP ini dianggap ā€˜biasaā€™ yang terjadi pada anak kecil dan sudah punya adik. Terminologi yang digunakan oleh masyarkat kita ialah kondisi ā€œkesundulanā€, artinya terdorong lagi oleh kepala adiknya yang telah muncul dilahirkan.

Marasmus sebagai salah satu bentuk MEP diakibatkan karena defisiensi energi dan zat gizi, sedangkan kwashiorkhor lebih disebabkan karena defisiensi protein. Hepatomegali (pembesaran hepar) yang terjadi pada penderita MEP terlihat oleh para ibu di Indonesia sebagai pembuncitan perut. Setelah itu, pengertian MEP baru dikenal dan diterima bahwa anak yang perutnya buncit itu kemungkinan besar disebabkan oleh karena menderita MEP. Meskipun demikian, pengertian bisa diberikan untuk keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari sehingga tidak memenuhi kecukupan yang dianjurkan.

Nomenklatur (Istilah)

Marasmus berasal dari bahasa Yunani yang artinya membuang. Istilah marasmus sudah digunakan dalam literatur kedokteran sejak kedokteran ada. Marasmus yang terjadi pada balita ekuivalen dengan busung lapar pada orang dewasa, artinya pada balita marasmus ditandai dengan gejala klinis tertentu, sedangkan pada orang dewasa marasmus ditandai dengan busung lapar.

Kwashiorkhor dikenalkan dalam dunia medis oleh Cicely Williams pada tahun 1933. Kwashiorkhor adalah nama penyakit yang diberikan terhadap suku Ga dan terhadap penduduk Kota Akra Ibu Kota Ghana. Kwashiorkhor merupakan penyakit yang diderita bayi yang berhenti menyusu karena ibunya melahirkan lagi. Hal ini mengindikasikan bahwa kwashiorkhor merupakan keadaan yang terjadi akibat pengabaian seorang ibu dalam kewajibannya menyusui.

Etiologi MEP

Penyebab langsung dari MEP adalah defisiensi kalori maupun protein, yang berarti kurangnya konsumsi makanan yang mengandung kalori maupun protein, hambatan utilisasi zat gizi.adanya penyakit infeksi dan investasi cacing dapat memberikan hambatan abrorpsi dan hambatan utilisasi zat-zat yang menjadi dasar timbulnya MEP.

Penyebab tidak langsung dari MEP ada beberapa hal yang dominan, antara lain pendapatan yang rendah sehingga daya beli terhadap makanan terutama makanan berprotein rendah. Penyebab tak langsung lainnya adalah ekonomi negara, jika ekonomi negara mengalami krisis moneter akan menyebabkan kenaikan harga barang, termasuk bahan makanan sumber energi dan sumber protein. Penyebab lainnya adalah rendahnya penddikan umum dan pendidikan gizi sehingga kurang adanya pemahaman peranan zat gizi bagi manusia. Atau mungkin dengan adanya produksi pangan yang tidak mencukupi kebutuhan, jumlah anak yang terlalu banyak, kondisi higiene yang kurang baik, sistem perdagangan dan distribusi yang tidak lancar.

Referensi

Adriani , Merryana. 2016. Pengantar Gizi Masyarakat. Jakarta :Perenada Media.

KEP (Kurang Energi Protein) merupakan salah satu penyakit gangguan gizi yang penting di Indonesia maupun di negara yang sedang berkembang lainnya. Prevalensi tertinggi terdapat pada anak-anak balita, ibu yang sedang mengandung dan menyusui. Penderita KEP memiliki berbagai macam keadaan patologis yang disebabkan oleh kekurangan energi maupun protein dalam proporsi yang bermacam-macam. Akibat kekurangan tersebut timbul keadaan KEP pada derajat yang ringan sampai yang berat (Adriani dan Wijatmadi, 2012).

Penyakit KEP diberi nama seara internasional yaitu Calory Protein Malnutrition (CPM), kemudian diubah menjadi Protein Energy Malnutrition (PEM). Penyakit ini mulai banyak diselidiki di Afrika, dan di benua tersebut KEP dikenal dengan nama lokal kwashiorkhor yang berarti penyakit rambut merah. Masyarakat di tempat tersebut menganggap kwashiorkhor sebagai kondisi yang biasa terdapat pada anak kecil yang sudah mendapat adik (Adriani dan Wijatmadi, 2012).

Menurut Arisman (2004) Kurang Energi Protein (KEP) akan terjadi disaat kebutuhan tubuh akan kalori, protein, atau keduanya tidak tercukupi oleh diet. Kedua bentuk defisiensi ini tidak jarang berjalan bersisian, meskipun salah satu lebih dominan daripada yang lain. Sedangkan menurut Merryana Adriani dan Bambang Wijatmadi (2012) KEP merupakan keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari sehingga tidak memenuhi kecukupan yang dianjurkan.

Menurut Kemenkes RI, klasifikasi KEP didasarkan pada indeks berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U), berat badan menurut tinggi badan (BB/TB), dan indeks masa tubuh berdasarkan umur (IMT/U). Kategori dan ambang batas status gizi anak adalah sebagaimana yang terdapat pada tabel di bawah ini:

Berdasarkan gejalanya, KEP dibagi menjadi dua jenis, yaitu KEP ringan dan KEP berat. Kejadian KEP ringan lebih banyak terjadi di masyarakat, KEP ringan sering terjadi pada anak-anak pada masa pertumbuhan. Gejala klinis yang muncul diantaranya adalah pertumbuhan linier terganggu atau terhenti, kenaikan berat badan berkurang atau terhenti, ukuran lingkar lengan atas (LILA) menurun, dan maturasi tulang terhambat. Nilai z-skor indeks berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) juga menunjukkan nilai yang normal atau menurun, tebal lipatan kulit normal atau berkurang, dan biasanya disertai anemia ringan. Selain itu, aktivitas dan konsentrasi berkurang serta kadang disertai dengan kelainan kulit dan rambut (Parā€™i, 2016).

Keadaan patologi dapat menujukkan perubahan nyata pada komposisi tubuh seperti akan muncul edema karena penderita memiliki lebih banyak cairan ekstraselular. Konsentrasi kalium tubuh menurun sehingga menimbulkan gangguan metabolik tubuh. Kelainan yang ditunjukkan pada organ tubuh penderita KEP diantaranya permukaan organ pencernaan menjadi atrofis sehingga pencernaan makanan menjadi terganggu dan dapat timbul gangguan absorbsi makanan dan sering mengalami diare. Pada jaringan hati terdapat timbunan lemak sehingga hati terlihat membesar. Pankreas tampak mengecil, akibatnya produksi enzim pankreas mengalami gangguan. Pada ginjal terjadi atrofis sehingga terjadi perubahan fungsi ginjal seperti berkurangnya filtrasi. Pada sistem endokrin, biasanya sekresi insulin rendah, hormon pertumbuhan meningkat, TSH meningkat, tetapi fungsi tiroid menurun (Parā€™i, 2016).

KEP berat terdiri dari tiga tipe, yaitu kwashiorkor , marasmus , dan marasmik-kwashiorkor . Faktor-faktor penyebab Kurang Energi Protein (KEP)

Penyebab langsung dari KEP adalah defisiensi kalori maupun protein, yang berarti kurangnya konsumsi makanan yang mengandung kalori maupun protein, hambatan utilisasi zat gizi. Adanya penyakit infeksi dan investasi cacing dapat memberikan hambatan absorpsi dan hambatan utilisasi zat-zat gizi yang menjadi dasar timbulnya KEP.