Apa yang dimaksud dengan maksiat atau dosa jariyah?

Maksiat merupakan tindakan manusia yang melanggar hukum moral yang bertentangan dengan perintah Allah. Maksiat dapat melemahkan dan memutuskan jalan menuju tuhan.

apa yang dimaksud dengan maksiat jariyah?

Kita sering mendengar istilah sedekah jariyah. Itulah sedekah yang pahalanya akan terus mengalir, meskipun kita telah meninggal dunia. Kita akan tetap terus mendapatkan kucuran pahala, selama harta yang kita sedekahkan masih dimanfaatkan oleh kaum muslimin untuk melakukan ketaatan. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

Apabila manusia meninggal, amalnya akan terputus, kecuali 3 hal: ‘Sedekah Jariyah, Ilmu yang bermanfaat, dan anak soleh yang mendoakannya.’ (HR. Nasa’i 3651, Turmudzi 1376).

Sebagai orang beriman, yang sadar akan pentingnya bekal amal di hari kiamat, tentu kita sangat berharap bisa mendapatkan amal semacam ini. Di saat kita sudah pensiun beramal, namun Allah tetap memberikan kucuran pahala karena amal kita di masa silam.

Disamping ada pahala jariyah, dalam islam juga ada dosa yang sifatnya sama, Dosa Jariyah. Dosa yang tetap terus mengalir, sekalipun orangnya telah meninggal. Dosa yang akan tetap ditimpakan kepada pelakunya, sekalipun dia tidak lagi mengerjakan perbuatan maksiat itu.

Betapa menyedihkannya nasib orang ini, di saat semua orang membutuhkan pahala di alam barzakh, dia justru mendapat kucuran dosa dan dosa. Anda bisa bayangkan, penyesalan yang akan dialami manusia yang memiliki dosa jariyah ini.

Satu prinsip yang selayaknya kita pahami, bahwa yang Allah catat dari kehidupan kita, tidak hanya aktivitas dan amalan yang kita lakukan, namun juga dampak dan pengaruh dari aktivitas dan amalan itu. Allah berfirman di surat Yasin,

“Sesungguhnya Kami menghidupkan orang-orang mati dan Kami menuliskan apa yang telah mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan. dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam kitab Induk yang nyata (Lauh Mahfuzh).” (QS. Yasin: 12)

Orang yang melakukan amal dan aktivitas yang baik, akan Allah catat amal baik itu dan dampak baik dari amalan itu. Karena itulah, islam memotivasi umatnya untuk melakukan amal yang memberikan pengaruh baik yang luas bagi masyarakat. Karena dengan itu dia bisa mendapatkan pahala dari amal yang dia kerjakan, plus dampak baik dari amalnya.

Sebaliknya, orang yang melakukan amal buruk, atau perbuatan maksiat, dia akan mendapatkan dosa dari perbuatan yang dia lakukan, ditambah dampak buruk yang ditimbulkan dari kejahatan yang dia kerjakan. Selama dampak buruk ini masih ada, dia akan terus mendapatkan kucuran dosa itu. – wal’iyadzu billah… –, itulah dosa jariyah, yang selalu mengalir. Sungguh betapa mengerikannya dosa ini.

Mengingat betapa bahayanya dosa jariyah ini, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengingatkan umatnya agar berhati-hati, jangan sampai dia terjebak melakukan dosa ini.

Diantara sumber dosa jariyah yang telah diperingatkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam,

  • Pertama, mempelopori perbuatan maksiat.

    Mempelopori dalam arti dia melakukan perbuatan maksiat itu di hadapan orang lain, sehingga banyak orang yang mengikutinya. Meskipun dia sendiri tidak mengajak orang lain untuk mengikutinya. Dalam hadis dari Jarir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabdaء

    “Siapa yang mempelopori satu kebiasaan yang buruk dalam islam, maka dia mendapatkan dosa keburukan itu, dan dosa setiap orang yang melakukan keburukan itu karena ulahnya, tanpa dikurangi sedikitpun dosa mereka.” (HR. Muslim).

    Orang ini tidak mengajak lingkungan sekitarnya untuk melakukan maksiat yang sama. Orang ini juga tidak memotivasi orang lain untuk melakukan perbuatan dosa seperti yang dia lakukan. Namun orang ini melakukan maksiat itu di hadapan banyak orang, sehingga ada yang menirunya atau menyebarkannya.

    Karena itulah, anak adam yang pertama kali membunuh, dia dilimpahi tanggung jawab atas semua kasus pembunuhan karena kedzaliman di alam ini. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

    “Tidak ada satu jiwa yang terbunuh secara dzalim, melainkan anak adam yang pertama kali membunuh akan mendapatkan dosa karena pertumpahan darah itu.” (HR. Bukhari 3157, Muslim 4473 dan yang lainnya).

    Anda bisa bayangkan, orang yang pertama kali mendesain rok mini, pakaian you can see, kemudian dia sebarkan melalui internet, lalu ditiru banyak orang. Sekalipun dia tidak ngajak khalayak untuk memakai rok mini, namun mengingat dia yang mempeloporinya, kemudian banyak orang yang meniru, dia mendapatkan kucuran dosa semua orang yang menirunya, tanpa dikurangi sedikitpun.

    Tak jauh beda dengan mereka yang memasang video parno atau cerita seronok di internet, tak terkecuali media massa, kemudian ada orang yang nonton atau membacanya, dan dengan membaca itu dia melakukan onani atau zina atau bahkan memperkosa, maka yang memasang di internet akan mendapat aliran dosa dari semua maksiat yang ditimbulkan karenanya.

    Termasuk juga para wanita yang membuka aurat di tempat umum, sehingga memancing lawan jenis untuk menikmatinya, maka dia mendapatkan dosa membuka aurat, plus dosa setiap pandangan mata lelaki yang menikmatinya. Meskipun dia tidak mengajak para lelaki untuk memandanginya.

  • Kedua, mengajak melakukan kesesatan dan maksiat

    Dia mengajak masyarakat untuk berbuat maksiat, meskipun bisa jadi dia sendiri tidak melakukan maksiat itu. Merekalah para juru dakwah kesesatan, atau mereka yang mempropagandakan kemaksiatan.

    Allah berfirman, menceritakan keadaan orang kafir kelak di akhirat, bahwa mereka akan menanggung dosa kekufurannya, ditambah dosa setiap orang yang mereka sesatkan,

    Mereka akan memikul dosa-dosanya dengan penuh pada hari kiamat, dan berikut dosa-dosa orang yang mereka sesatkan yang tidak mengetahui sedikitpun (bahwa mereka disesatkan). (QS. an-Nahl: 25)

    Imam Mujahid mengatakan,

    Mereka menanggung dosa mereka sendiri dan dosa orang lain yang mengikutinya. Dan mereka sama sekali tidak diberi keringanan adzab karena dosa orang yang mengikutinya. (Tafsir Ibn Katsir, 4/566).

    Ayat ini, semakna dengan hadis dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

    “Siapa yang mengajak kepada kesesatan, dia mendapatkan dosa, seperti dosa orang yang mengikutinya, tidak dikurangi sedikitpun.” (HR. Ahmad 9398, Muslim 6980, dan yang lainnya).

    Anda bisa perhatikan para propagandis yang menyebarkan aliran sesat, menyebarkan pemikiran menyimpang, menyerukan masyarakat untuk menyemarakkan kesyirikan dan bid’ah, menyerukan masyarakat untuk memusuhi dakwah tauhid dan sunah, merekalah contoh yang paling mudah terkait hadis di atas.

    Sepanjang masih ada manusia yang mengikuti mereka, pelopor kemaksiatan dan penghasung pemikiran menyimpang, selama itu pula orang ini turut mendapatkan limpahan dosa, sekalipun dia sudah dikubur tanah. Merekalah para pemilik dosa jariyah.

    Termasuk juga mereka yang mengiklankan maksiat, memotivasi orang lain untuk berbuat dosa, sekalipun dia sendiri tidak melakukannya, namun dia tetap mendapatkan dosa dari setiap orang yang mengikutinya.

Imam al-Ghazali, dalam kitabnya Ihya’ Ulumuddin, 2/74 menyatakan,
َ
"Sungguh beruntung orang yang jika mati maka mati juga dosa-dosanya. Dan celaka seseorang yang mati dan dosa dosanya tetap (mengalir) seratus tahun, dua ratus tahun atau lebih, dia disiksa dikuburnya karenanya (dosa yang masih mengalir) dan dimintai pertanggungjawaban tentangnya hingga berakhirnya dosa tersebut”

Pernyataan Imam Al Ghazali ini sesuai dengan firman Allah swt:

“Sesungguhnya Kami menghidupkan orang-orang mati dan Kami menuliskan apa yang telah mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan. Dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam Kitab Induk yang nyata (Lawh Mahfudz).” (QS Yaasin [36]: 12).

Ketika membahas ayat ini, Imam Al Baydlowi (w. 685H), dalam tafsirnya, Anwârut Tanzîl wa Asrârut Ta’wîl, juz 4, hal. 264, menyatakan:

Dan kami menuliskan apa-apa yang telah mereka lakukan dari amal-amal shalih dan keji. Dan (menulis) bekas mereka yang baik seperti ilmu yang mereka ajarkan dan rumah yang mereka waqafkan, dan (menulis) bekas mereka yang buruk seperti menyiarkan kebathilan dan peletakan dasar kedzaliman.

Rasulullah saw juga menegaskan

… Dan barang siapa memberikan suri tauladan yang buruk dalam Islam, lalu suri tauladan tersebut diikuti oleh orang-orang sesudahnya, maka akan dicatat baginya dosa sebanyak yang diperoleh orang-orang yang mengikutinya tanpa mengurangi dosa yang mereka peroleh sedikitpun.’ (HR. Muslim).

Diantara maksiyat termudah, tanpa mengeluarkan banyak biaya dan tenaga, yang dosanya terus mengalir setelah meninggal, adalah maksiyat yang dilakukan oleh lidah manusia. Hanya bermodal ucapan yang berisi propaganda buruk terhadap Islam, propaganda buruk terhadap ajaran Islam, isu miring terhadap syari’ah Islam, atau ucapan yang membuat orang lain ragu-ragu terhadap ajaran Islam, membuat orang ragu-ragu untuk menyokong dan memperjuangkan Islam, atau bahkan menghalangi perjuangan penegakan ajaran Islam, atau terbengkalainya penerapan syari’ah Islam, sudah cukup efektif untu mengalirkan dosa kepada orang yang mengucapkannya,walaupun orang tersebut sudah meninggal dunia, selama masih ada orang yang terpengaruh dengan ucapannya.

Allah menyatakan dalam surah An-Nahl ayat 24:

Dan apabila dikatakan kepada mereka: “Apakah yang telah diturunkan Tuhanmu?” Mereka menjawab: “Dongeng-dongengan orang-orang dahulu”.

Mungkin lidah dengan mudah mengucapkan sesuatu yang melecehkan Islam tanpa diperhitungkan bahwa hal itu berat disisi Allah, mudah mengatakan bahwa hukum syari’ah itu sudah kuno, mudah mengatakan bahwa kegemilangan umat ketika mereka hidup diatur dengan Islam itu hanya dongengan belaka. Sungguh ucapan ini mirip dengan apa yang diceritakan Allah dalam surat An Nahl ini, menganggap Al Qur’an hanya dongengan orang-orang dahulu. Kepada mereka Allah swt berfirman:

"(Ucapan mereka) menyebabkan mereka memikul dosa-dosanya dengan sepenuh-penuhnya pada hari kiamat, dan sebagian dosa-dosa orang yang mereka sesatkan yang tidak mengetahui sedikit pun (bahwa mereka disesatkan). Ingatlah, amat buruklah dosa yang mereka pikul itu." (QS. An-Nahl:25)

Rasulullah saw, juga mengabarkan:

‘Adakalanya seorang hamba mengucapkan satu kata yang menyebabkan dia tergelincir ke dalam Neraka yang jaraknya antara timur dan barat’." (Hadits riwayat Al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah r.a)

Aliran dosa ini akan lebih awet lagi bila tidak sekedar diucapkan, namun ditulis, disebar dan dipropagandakan, baik lewat buku, koran, majalah maupun lewat facebook, blog, twitter, maupun membuat film dan meng-upload-nya ke youtube. Berkata Al Hâfidz al Mundziry (wafat 656 H) dalam kitabnya At Targhîb wat Tarhîb (1/62) ketika menjelaskan hal ini:

orang yang menulis hal yang tidak bermanfaat yang berkonsekuensi dosa, baginya dosanya dan dosa orang yang membacanya atau menyalinnya atau beramal dengannya sesudahnya selama tulisan tersebut dan orang yang beramal dengannya masih tetap ada.

Aliran dosa ini juga akan semakin deras dan dahsyat, jika bukan hanya diucapkan dan ditulis, namun juga dibuatkan aturan perundang-undangannya, sehingga hal buruk yang bertentangan dengan syari’at Islam tersebut dilakukan masyarakat secara massif, baik dengan sukarela maupun terpaksa.

Lalu kalau sudah terlanjur bagaimana?

Tidak ada cara lain kecuali segera bertaubat, berusaha menghapus jejak dosa tersebut semaksimal mungkin dan berlepas diri darinya, serta berusaha membuat jejak-jejak kebaikan yang diharapkan tetap akan ada walaupun kematian sudah menjemput, sehingga pahalanya tetap mengalir pasca kematian.

Diantara ‘amal yang tetap akan meninggalkan jejak yang baik, adalah ‘amal menyeru kepada Islam, menyebarkan hidayah, mempengaruhi masyarakat agar berbuat sesuai tuntunan syari’ah.

Sekiranya Allah memberi petunjuk kepada seseorang dengan perantaraan engkau, itu lebih baik bagi engkau daripada engkau memiliki dunia dan isinya. (Az Zuhdu li Ibnil Mubârak, 1/484)