Apa yang dimaksud dengan Makna?

Makna

Makna merupakan bentuk responsi dari stimulus yang diperoleh pemeran dalam komunikasi sesuai dengan asosiasi maupun hasil belajar yang dimiliki.

Apa yang dimaksud dengan Makna ?

Pengertian "makna" sangatlah taksa. Biasanya, istilah makna digunakan untuk menunjukkan padanan dalam suatu bahasa, seperti mother ‘orang tua perempuan’ atau antar bahasa seperti mere dalam bahasa Prancis yang berarti ’ mother '.

Taksa adalah mempunyai makna lebih dari satu; kabur atau meragukan (tentang makna); ambigu;

Makna emotif, konotasi, dan tingkat keformalan adalah beberapa hal yang terkait erat dengan makna. Kata-kata slim dan skinny ‘ramping’ atau ‘kurus’ adalah contoh yang memiliki makna yang secara kognitif sama namun secara emotif berbeda. Skinny mengandung pengertian yang kurang disukai, sementara slim secara emotif lebih dapat diterima, faktor emotif semacam ini harus menjadi pertimbangan dalam analisi semantis terhadap suatu istilah.

Bagi sebagian orang, mother bisa bermakna seorang perempuan yang menarik yang memiliki kebiasaan membuat kue, namun sebagian penutur lainnya menggunakan kata itu untuk menunjuk seorang penyihir tua yang gemar mencampuri urusan orang lain.

Perbedaan-perbedaan yang terjadi di kalangan penutur tersebut memberikan simpulan kepada para ahli bahasa bahwa

  1. tidak ada kata-kata yang bisa memiliki makna yang sama atau;

  2. tidak ada suatu kata yang bisa memiliki makna yang tunggal.

Menurut Lehrer, pengertian makna bisa bermacam-macam, dan makna suatu istilah bisa berbeda sama sekali dari "makna statis" suatu istilah yang diperkenalkannya, bergantung sepenuhnya pada sikap penutur terhadap suatu istilah.

Komponen Makna

Komponen makna, menurut Nida (1975) dalam bukunya Componential Analysisis of Meaning an introduction to semantic structures, adalah sebagai berikut

Semantic component is a structure part of the referential meaning of a word, disco ered by componential analysis Semantic component may be common components, diagnostic components, or supplementary components

Komponen makna adalah sebuah bagian susunan makna referensial sebuah kata, yang ditemukan melalui analisis komponen. Komponen makna dapat berbentuk komponen umum, komponen pembeda, dan komponen tambahan.

Tiga bentuk komponen makna menurut Nida (1975), yaitu;

  • Komponen makna umum ( common components ), merupakan satuan makna terkecil, yang sama-sama dimiliki oleh sejumlah kata, yang biasanya belum dapat digunakan untuk membedakan makna.

  • Komponen makna pembeda ( diagnostic components ), merupakan satuan makna terkecil yang dapat digunakan untuk membedakan makna.

  • Komponen makna pelengkap ( supplementary components ), merupakan satuan makna terkecil yang tidak selalu dimiliki oleh sebuah kata. Sifatnya sebagai keterangan tambahan atau pelengkap.

Ketiga bentuk komponen makna, baik komponen makna umum, pembeda, maupun pelengkap, dihasilkan dengan menggunakan langkah kerja teori analisis komponen.

Analisis Komponen Makna


Analisis komponen makna sangat perlu dilakukan untuk menghasilkan komponen makna dari tiap kata. Langkah kerja tersebut terdiri dari empat cara, yaitu (a) penamaan, (b) parafrasa, (c) pendefinisian, dan (d) pengklasifikasian.

Berikut ini adalah penjelasan langkah kerja analisis komponen, seperti yang disebutkan di atas.

Penamaan (Naming)

Menurut Nida (1975),

"The Process of naming is the specifict act of designating such a referent." ‘Proses penamaan adalah tindakan spesifik yang menunjukkan kepada sebuah referen.’

Uraian Nida diatas, ditambahkan oleh Pateda sebagai berikut

" Proses penamaan sebenarnya merupakan budi daya manusia untuk mrmudahkan mereka berkomunikasi leh sebab itu penamaan bersifat kon ensional Sebagai contoh, jika seseorang menyebut kuda, maka orang lain mengerti apa yang disebutkan itu, dan orang tersebut juga menyetujui bahwa nama binatang tersebut adalah kuda ." (2001: 277).

Parafrasa (Paraphrasing)

Menurut Nida (1975),

" araphrase is the capacity of the system to specify any part of the system in a more analytical fashion, this means that one can spell out the distincti e features of any semantic unit by employing certain types of paraphrases In e ample, uncle may employ such a paraphrase as my father’s brother or my mother’s brother ."

Parafrasa adalah kemampuan system untuk menentukan tiap bagian system tersebut dalam bentuk analitis yang lebih lanjut. Ini berarti bahwa seseorang dapat mengatakan bentuk-bentuk yang berbeda dari tiap unit semantis dengan menggunakan berbagai jenis parafrasa. Sebagai contoh, paman dapat diparafrasakan menjadi /+ seudara laki-laki ayah/, atau/+ seudara laki-laki Ibu/.’

Langkah kerja di atas, diperjelas oleh Pateda sebagai berikut:

" untuk menganalisis komponen makna sehingga menjadi lebih rinci, digunakan parafrasa arafrasa bertitik tolak dari deskripsi secara pendek tentang sesuatu ada waktu memparafrasa, orang tidak boleh mentimpang dari makna inti (leksikal), dan medan makna katanya, sebagai contoh paman, diparafrasakan menjadi saudara laki-laki ayah, atau saudara laki-laki ibu ." (2001).

Pada saat analisis, langkah kerja ini adalah membuat komponen makna melalui deskripsi makna inti (leksikal).

Pendefinisian (Defining)

Menurut Nida (1975),

" The process of defining would seem to be simply another form of paraphrase It is true, but defining is a higly specialized form of paraphrased and is rarely used in actual language situation It consists essentially in combining all the arious specific paraphrases into a single statement based on the diagnostic components of particular meaning ."

‘Peoses pendefinisian merupakan bentuk lain dari parafrasa. Itu benar, tapi pendefinisian adalah bentuk parafrasa tingkat tinggi dan jarang digunakan dalam situasi bahasa yang sebenarnya. Pada dasarnya terdiri atas penggabungan semua bentuk parafrasa spesifik, yang ditempatkan kedalam sebuah pernyataan singkat berdasarkan atas komponen pembeda dari makna satu dengan yang lain,’

Pada langkah kerja ini, Pateda menambahkan bahwa:

" Agar persoalan mendefinisi lebih jelas, ada baiknya diuraikan lebih rinci hal yang berhubungan dengan definisi Menurut Wunderlich untuk mendefinisi sesuatu dapat digunakan definisi genus pro imum (mengcu pada rincian umum), dan differentia specifica (mengacu pada spesifikasi sesuatu yang didefinisikan) Sebagai contoh ikan, berdasarkan genus pro imum merupakan binatang yang hidup dalam air erdasarkan differentia specifica merupakan binatang yang bernapas dengan insang ." (2001).

Pada langkah ini, hampir sama dengan memparafrasa. Hanya saja, pendefinisian bertujuan untuk menemukan komponen makna yang lebih spesifik. Dalam langkah kerja ini, komponen makna spesifik dapat dikatakan sebagai komponen makna pembeda (diagnostik), Karena komponen makna diagnostik terbentuk dari komponen-komponen makna yang bersifat spesifik. Komponen makna pembeda tersebut dapat dilihat melalui bentuk pernyataan singkat (dalam hal ini melalui contoh kalimat).

Pengklasifikasian (Classifying)

Menurut Nida (1975),

The fourth process employed in determining the semantic componenets of any linguistic unit is classification It includes a triple procedures (1) lumping together those units which have certain features in common , (2) separating out those units which are distinct from one another, and (3) determining the basis such groupings

‘proses ke empat yang digunakan dalam menetukan komponen-komponen makna dari tiap unit linguistis adalah klasifikasi. Ini berhubungan dengan tiga langkah kerja: (1) mengumpulkan unit-unit (kata-kata) yang mempunyai cirri- ciri tertentu yang umum, (2) Memisahkan kata-kata yang mempunyai makna yang berbeda dari yang lain, (3) Menentukan dasar-dasar untuk kelompok-kelompok seperti itu.’

Uraian Nida di atas, diperjelas oleh Pateda sebagai berikut:

"Mengklasifikasi adalah menghubungkan sebuah kata dengan kelasnya. Semakin sempit klasifikasi, akan semakin jelas definisinya." (2001)

Pada saat analisis, langkah kerja ini terbagi atas 3 bagian, yaitu:

  • Mengumpulkan kata-kata yang mempunyai komponen makna umum. Pada bagian ini, ditentukan dahulu bentuk komponen makna umumnya. Kata yang mempunyai komponen makna umum tersebut dikumpulkan menjadi satu.

    Contoh: apabila komponen makna berkata ditentukan sebagai komponen makna umum, maka kata-kata dengan komponen makna yang menjadi sama dengan kata berkata akan dikumpulkan menjadi satu.

  • Memisahkan kata yang mempunyai komponen makna yang berbeda dari yang lain. Contoh: kata-kata yang tidak mempunyai komponen makna umum, akan dikumpulkan pada bagian ini.

  • Menentukan dasar-dasar untuk kelompok komponen makna yang spesifik. Contoh: kata-kata pada bagian (B) akan dikelompokkan menjadi sasuatu yang lebih spesifik.

Makna (pikiran atau referensi) adalah hubungan antara lambang (simbol) dan acuan atau referen. Hubungan antara lambang dan acuan bersifat tidak langsung sedangkan hubungan antara lambang dengan referensi dan referensi dengan acuan bersifat langsung (Ogden dan Richards).

Batasan makna ini sama dengan istilah pikiran, referensi yaitu hubungan antara lambang dengan acuan atau referen atau konsep.

Secara linguistik makna dipahami sebagai apa-apa yang diartikan atau dimaksudkan oleh kita (Hornby).

Jika seseorang menafsirkan makna sebuah lambang, berarti orang tersebut memikirkan sebagaimana mestinya tentang lambang tersebut; yakni sesuatu keinginan untuk menghasilkan jawaban tertentu dengan kondisi-kondisi tertentu (Stevenson).

Makna menurut Palmer (1978) hanya menyangkut intrabahasa. Ada garis hubung antara makna-ungkapan-makna. Berpikir tentang bahasa bahwa sekaligus melibatkan makna. Makna adalah pertautan yang ada diantara unsur-unsur bahasa itu sendiri (Dajasudarma, 1999).

Dalam KBBI makna mengandung tiga hal yaitu, (1) arti, (2) maksud pembicara atau penulis, dan (3) pengertian yang diberikan kepada suatu bentuk kebahasaan.

Ogden dan Richard mendefinisikan tentang makna menjadi 14 rincian sebagai berikut :

  1. Suatu sifat yang intrinsik;

  2. Hubungan dengan benda-benda lain yang unik dan sukar dianalisis;

  3. Kata lain tentang suatu kata yang terdapat di dalam kamus;

  4. Konotasi kata;

  5. Suatu esensi, suatu aktivitas yang diproyeksikan ke dalam suatu objek;

  6. Tempat sesuatu di dalam suatu sistem;

  7. Konsekuensi praktis dari suatu benda dalam pengalaman kita mendatang;

  8. Konsekuensi teoretis yang terkandung dalam sebuah pernyataan;

  9. Emosi yang ditimbulkan oleh sesuatu;

  10. Sesuatu yang secara aktual dihubungkan dengan suatu lambang oleh hubungan yang telah dipilih;

  11. Efek-efek yang membantu ingatan jika mendapat stimulus asosiasi-asosiasi yang diperoleh; Beberapa kejadian lain yang membantu ingatan terhadap kejadian yang pantas; Suatu lambang seperti yang kita tafsirkan; Sesuatu yang kita sarankan; Dalam hubungannya dengan lambang penggunaan lambang yang secara aktual dirujuk;

  12. Penggunaan lambang yang dapat merujuk terhadap apa yang dimaksud;

  13. Kepercayaan menggunakan lambang sesuai dengan yang kita maksudkan;

  14. Tafsiran lambang;

    • hubungan-hubungan;
    • percaya tentang apa yang diacu; dan
    • percaya kepada pembicara tentang apa yang dimaksudkannya.

Inti dari apa yang diungkapkan atau diuraiakan oleh Oden dan Richard, makna adalah hubungan antara kata dan benda yang bersifat instrinsik yang berada dalam suatu sistem dan diproyeksikan dalam bentuk lambang.

Dari pengertian-pengertian makna yang disampaikan oleh para pakar di atas dapat disimpulkan bahwa makna adalah hubungan antara kata (leksem) dengan konsep (referens), serta benda atau hal yang dirujuk (referen).

Kalau kita ditanya mengenai makna sebuah kata biasanya kita jawab dengan kata pula. Misalnya, kalau ditanya apa makna kata tirta maka akan dijawab makna kata tirta adalah air. Kalau kebetulan kita sudah mengerti kata air maka persoalan sudah selesai, dan kita sudah mengerti apa makna kata tirta. Sering juga kalau makna kata yang ditanyakan tidak bisa dijelaskan dengan sebuah kata, akan dijelaskan dengan sebuah definisi yang sederhana. Misalnya, pertanyaan, apa makna kata ekonom akan dijawab dengan definisi ekonom adalah ahli ekonomi. Di sini kalau kita sudah mengerti makna kata ahli dan makna kata ekonomi maka persoalannya juga sudah selesai. Namun, apabila belum tahu makna kata ahli dan makna kata ekonomi, persoalan menjadi belum selesai, sebab kita terlebih dahulu harus memahami dulu makna kata ahli dan makna kata ekonomi. Kalau tidak, makna kata ekonom di atas tetap tidak bisa dipahami.

Contoh lain, dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia susunan Poerwadarminta, kata kucing diberi makna binatang, sebangsa harimau kecil. Kata harimau diberi makna binatang buas, sebangsa kucing besar. Dari kedua makna yang diberikan terhadap kata kucing dan kata harimau maka bagi orang yang belum mengenal makna kata harimau dan kucing, kedua definisi itu tetap tidak bisa membantu menjelaskan. Kiranya, Anda sendiri tentu telah tahu makna kata kucing dan harimau karena masih merupakan kata umum. Coba Anda simak kasus berikut. Dari sebuah naskah kamus istilah ada kata antara yang diberi makna bagian dari stamen yang mengandung pollen. Kiranya definisi yang diberikan itu belum bisa menjelaskan makna kata antera bagi kita, sebab ada dua kata lain, yaitu stamen dan pollen yang maknanya juga belum kita ketahui.

Dari uraian di atas tampak jelas kalau kita menerangkan makna kata dengan menggunakan kata lain belum tentu makna kata yang ditanyakan menjadi jelas. Begitu pula apabila dijelaskan dengan memberikan definisinya, sebab tidak mustahil kata-kata yang digunakan dalam definisi itu juga belum dipahami. Selain itu, ada masalah lain bahwa sebuah kata yang digunakan dalam konteks kalimat yang berbeda mempunyai makna yang tidak sama. Perhatikan makna kata mengambil pada kalimat-kalimat berikut.

  1. Semester ini saya belum mengambil mata kuliah Sintaksis.
  2. Tahun ini kami akan mengambil sepuluh orang pegawai baru.
  3. Dia bermaksud mengambil gadis itu menjadi istrinya.
  4. Sedikit pun saya tidak mengambil untung.
  5. Kita bisa mengambil hikmah dari kejadian itu.
  6. Saya akan mengambil gambar peristiwa bersejarah itu.
  7. Diam-diam dia mengambil buku itu dari tasmu.

Anda tentu memahami bahwa kata mengambil pada ketujuh kalimat itu memiliki makna yang tidak sama. Pada kalimat (l) kata mengambil bermakna “mengikuti", pada kalimat (2) bermakna “menerima”, pada kalimat (3) bermakna menjadikan", pada kalimat (4) bermakna “memperoleh”, pada kalimat (5) bermakna “memanfaatkan”, pada kalimat (6) bermakna “membuat/memotret”, dan pada kalimat (7) bermakna “mencuri”.

Perhatikan penggunaan kalimat “sudah hampir pukul dua belas” yang diucapkan oleh orang yang berbeda pada situasi (tempat dan waktu) yang berbeda. Misalnya, pertama diucapkan oleh seorang ibu asrama putri kepada seorang pemuda yang sedang bertamu waktunya malam hari, kedua, diucapkan oleh seorang ustadz kepada para santri waktunya siang hari dan ketiga diucapkan oleh seorang pegawai kepada teman sekerja waktunya siang hari. Kasus kedua tentu bermakna bahwa sebentar lagi waktu salat duhur akan tiba. Oleh karena itu, para santri harus bersiap untuk melaksanakan salat duhur itu, sedangkan kasus ketiga bermakna bahwa waktu istirahat siang sudah hampir tiba.

Begitulah bahwa kata yang sama atau kalimat yang sama bila digunakan pada situasi atau konteks yang berbeda akan memiliki makna yang berbeda. Oleh karena itu, yang menjadi pertanyaan kini apa sebenarnya makna dalam bahasa itu. Masalah ini sebenarnya telah lama menjadi pemikiran pakar-pakar sehingga muncullah berbagai macam teori dari berbagai pakar yang disusun menurut pendekatan yang berbeda.

PENDEKATAN KONSEPTUAL

Pendekatan konseptual ini pada dasarnya berpaham bahwa setiap satuan ujaran (leksem atau kata) pada dirinya secara inheren telah terkandung suatu konsep, gagasan, ide atau pemikiran mengenai sesuatu yang ada, terjadi, berlangsung atau yang dilakukan dalam dunia nyata. Pendekatan ini berawal dari teori yang dilontarkan Bapak Linguistik Modern, yaitu Ferdinand de Saussure (1857-1913) bahwa setiap tanda linguistik (Prancis: Signe Linguistique) terdiri dari dua komponen, yaitu penanda (Prancis : signifian) dan petanda (Prancis : signifie)

Yang dimaksud dengan penanda adalah wujud bunyi bahasa dalam bentuk urutan fonem tertentu, sedangkan yang dimaksud dengan petanda adalah konsep gagasan, ide atau pengertian yang dimiliki oleh penanda itu. Umpamanya tanda linguistik yang di sini ditampilkan dalam wujud ortografis (kuda) terdiri dari komponen penanda dalam wujud deretan fonem /k/, /u/, /d/, dan /a/; dan komponen petanda, yaitu berupa konsep atau makna sejenis binatang berkaki empat yang biasa dikendarai.

Tanda linguistik ini, yang terdiri dari penanda dalam wujud deretan fonem /k/, /u/, /d/, dan /a/, serta petanda yang berupa konsep sejenis binatang berkaki empat yang biasa dikendarai, mengacu pada sebuah referen, yakni seekor kuda. Hanya perlu disadari kalau penanda dan petanda itu adalah fenomena bahasa atau gejala yang ada dalam bahasa maka referen itu merupakan fenomena luar biasa, ada dalam dunia nyata.

Simbol atau lambang adalah elemen bahasa berupa kata, frase atau kalimat, konsep adalah apa yang ada di dalam pikiran kita tentang objek yang ditunjukkan oleh Simbol, sedangkan referen adalah objek, peristiwa, fakta atau proses yang ada di dalam dunia pengalaman manusia.

Konsep tentang Makna
Gambar Konsep tentang Makna

Jadi, kalau kita menyebut [Orange] sebagai simbol pada sudut (a) maka terbayang di benak kita adalah buah jeruk atau warna orange pada sudut (b); dan yang merujuk pada sebuah referensi pada sudut (c) Anda mungkin bertanya, mengapa titik (a) dan titik (c) dihubungkan dengan garis tipis (beberapa gambar menggunakan garis putus-putus) ? Sebab antara Simbol yang mungkin berupa sebuah kata dengan acuannya yang berupa hal, kejadian, fakta atau proses di dunia nyata hubungannya bersifat tidak langsung. Hubungan itu harus melalui titik (b), yaitu konsep atau makna yang menghubungkan keduanya. Dalam perkembangan studi linguistik selanjutnya memang ada kritik dan sejumlah modifikasi dibuat orang terhadap segitiga Richard dan Ogden tersebut; tetapi dalam kesempatan ini kiranya tidak perlu atau belum perlu kita bicarakan.

Dari uraian di atas menjadi jelas bahwa makna, menurut pendekatan konseptual adalah gagasan, ide, konsep atau pengertian yang ada atau melekat secara inheren pada sebuah satuan bahasa atau satuan ujaran yang dalam hal ini bisa diwakili oleh sebuah kata atau leksem karena makna itu merupakan komponen yang ada pada kata leksem itu.

Dari uraian di atas dapat juga dilihat bahwa pendekatan konseptual ini hanya melihat makna sebagai sesuatu yang ada di dalam sebuah satuan bahasa, tetapi tidak melihat makna itu ada juga di dalam penggunaan kata atau leksem itu di dalam suatu tindak komunikasi atau suatu tindak ujaran. Kata mengambil yang dikemukakan pada kalimat-kalimat contoh di atas, jelas memperlihatkan bahwa makna kata mengambil itu sudah terlepas dari makna konsepnya sebagai sebuah tanda linguistik. Jadi, makna sebuah kata sebenarnya sangat ditentukan oleh konteksnya ketika kata tersebut digunakan.

PENDEKATAN KOMPONENSIAL

Kalau pendekatan konseptual berteori bahwa setiap kata atau saatuan bahasa lainnya pada dirinya secara inheren telah memiliki makna yang bisa berupa konsep, ide, gagasan atau hal maka pendekatan komponensial ini berteori bahwa makna yang dikandung setiap kata itu dapat dianalisis atau diuraikan atas sejumlah ciri atau komponen yang membentuk makna kata itu secara keseluruhan.

Umpamanya kata bapak memiliki komponen atau ciri makna sebagai berikut.

image

Catatan: tanda + berarti memiliki ciri atau komponen makna itu; tanda - berarti tidak memiliki ciri makna itu dan tanda “plus-minus” bisa memiliki bisa tidak).

Kalau dibandingkan dengan kata ayah maka kita lihat ayah + manusia

image

Dari ciri atau komponen makna bisa kita lihat bahwa kata bapak bisa digunakan untuk menyapa siapa saja yang pantas disebut bapak atau pantas dihormati, sedangkan kata ayah tidak seperti itu. Contohnya :

  • Kami mohon kesediaan Bapak lurah untuk membuka pertemuan ini.
  • Kami mohon kesediaan ayah lurah untuk membuka pertemuan ini.

Analisis komponen makna ini dapat digunakan untuk membedakan makna kata-kata yang disebut bersinonim. Misalnya, kata kandang, rumah, hotel, wisma, dan istana, semuanya disebut bersinonim karena semuanya menyatakan ciri makna [+ bangunan tempat tinggal]. Namun kalau rumah, hotel, wisma, dan istana memiliki komponen makna [+ manusia], sedangkan kandang berciri makna [- manusia].

Kata rumah bisa dibedakan dari kata hotel dari komponen makna [+ tempat tinggal tetap] untuk kata rumah, dan [- tempat tinggal tetap] untuk kata hotel. Kata istana dapat dibedakan dari kata lainnya dari ciri jabatan penghuninya. Kata hotel bisa dibedakan dari kata lainnya dari ciri jabatan penghuninya. Kata hotel berkomponen makna [+ tamu]. Kata istana dapat dibedakan dari kata rumah adalah dari komponen penghuninya. Kata istana memiliki ciri makna [+ kepala negara], sedangkan kata yang lainnya berciri makna [- kepala negara].

Dalam sejarah studi linguistik, analisis komponen makna ini digunakan untuk menguji keberterimaan sebuah kalimat dilihat dari segi semantik. Umpamanya kalimat (11) dan kalimat (12) yang predikatnya sama yaitu verba makan sama-sama diterima, tetapi kalimat (14), yang predikatnya sama dengan kalimat (13), yaitu verba membaca, tidak diterima.

Perhatikan:
(11) Nenek makan dendeng
(12) Kucing makan dendeng
(13) Nenek membaca koran
(14) Kucing membaca koran

Kalimat (14) tidak diterima secara semantik karena kata kerja membaca memiliki komponen makna [+ manusia], sedangkan kata kucing berciri makna [- manusia]. Jadi, tidak ada kesamaan ciri semantik antara subjek kucing dengan predikat membaca, sedangkan subjek nenek pada kalimat (13) juga memiliki kesamaan komponen makna dengan predikat membaca. Dalam hal ini perlu juga dijelaskan kalau verba membaca berkomponen makna [+ manusia], tetapi verba makan memiliki komponen makna [+ makhluk hidup]. Oleh karena itu, kalimat (11) dan kalimat (12) bisa diterima keduanya, sebab baik nenek maupun kucing sama-sama memiliki komponen makna [+ makhluk]

Dewasa ini pendekatan komponensial ini banyak digunakan dalam pekerjaan penerjemahan.

PENDEKATAN OPERASIONAL

Dalam pendekatan konseptual diberi teori bahwa setiap kata atau leksem tentu secara inheren memiliki makna. Lalu, dalam pendekatan komponensial diberi teori bahwa makna setiap leksem dapat dianalisis menjadi sejumlah komponen makna.
Dalam pendekatan operasional diajukan teori bahwa makna setiap leksem/kata sangat tergantung pada konteks (kalimat) di mana kata itu digunakan.

Perhatikan, apa makna kata jatuh yang terdapat pada kalimat-kalimat berikut.

  1. Adik jatuh dari pohon nangka
  2. Diam-diam dia jatuh cinta pada adikku
  3. Kalau harganya jatuh lagi kita akan bangkrut
  4. Dia jatuh lagi dalam ujian bulan lalu
  5. Akhirnya, kota itu jatuh ke tangan Israel

Kata jatuh pada kalimat (15) bermakna "terjadinya gerakan dari atas ke bawah”. Pada kalimat (16) kata jatuh bermakna menjadi; pada kalimat (17) bermakna turun atau merosot; pada kalimat (18) bermakna gagal; dan pada kalimat (19) bermakna dikuasai.

Sebenarnya makna-makna kata dalam pendekatan operasional ini masih dapat dikatakan saling berkaitan, sebab makna-makna diturunkan dari komponen makna yang dimiliki oleh sebuah kata atau leksem sebagaimana yang dianalisis dalam pendekatan komponensial. Kita ambil contoh kata kepala. Secara konsepsional kata kepala bermakna “bagian tubuh manusia dari leher ke atas”. Kalau dianalisis kata kepala itu memiliki ciri makna.

image

Komponen makna [+ binatang] menyebabkan adanya makna bagian tubuh binatang", seperti dalam kalimat (20).

(20) Dia suka makan kepala ikan

Komponen makna [+ terletak di sebelah atas] menyebabkan adanya makna “bagian sebelah atas”, seperti pada kalimat (21).

(21) Nomor telepon dan alamatnya ada di kepala surat itu.

Komponen makna [+ sangat penting] menyebabkan adanya makna pemimpin, seperti pada kalimat [22], “bagian yang utama”, seperti pada kalimat [23], orang, seperti pada-kalimat [24], pikiran, kepandaian, seperti kalimat [25].

Perhatikan!
[22] Kepala Desa itu bukan paman saya.
[23] Presiden dan tamunya dari Malaysia duduk di kepala meja.
[24] Setiap kepala mendapat bantuan Rp5.000,00
[25] Badannya memang besar tetapi kepalanya kosong.

Komponen makna [+ berbentuk bulat] menyebabkan adanya makna sesuatu yang menyerupai kepala, seperti tampak pada kalimat [26] berikut.

[26] Kepala jarum itu terbuat dari bahan plastik.

Ada kemungkinan makna operasional dari kata kepala di atas masih bertambah, sebab penggunaan kata sangat tergantung pada kebutuhan sesuai dengan perkembangan kemasyarakatan, budaya, dan keilmuan.

Referensi

Abdul Chaer, Liliana Muliastuti, Makna dan Semantik, Universitas Terbuka

Makna adalah bagian yang tidak terpisahkan dari semantik dan selalu melekat dari apa saja yang kita tuturkan. Pengertian dari makna sangatlah beragam. Ferdinand de Saussure mengungkapkan, sebagaimana yang dikutip oleh Abdul Chaer, makna sebagai pengertian atau konsep yang dimiliki atau terdapat pada suatu tanda linguistik. Terkait dengan hal tersebut, Aminuddin mengemukakan bahwa makna merupakan hubungan antara bahasa dengan dunia luar yang disepakati bersama oleh pemakai bahasa sehingga dapat saling dimengerti.

Makna sebagai penghubung bahasa dengan dunia luar sesuai dengan kesepakatan para pemakainya sehingga dapat saling dimengerti. Makna mempunyai tiga tingkat keberadaan, yaitu:

  1. Pada tingkat pertama, makna menjadi isi dari suatu bentuk kebahasaan.

  2. Pada tingkat kedua, makna menjadi isi dari suatu kebahasaan.

  3. Pada tingkat ketiga, makna menjadi isi komunikasi yang mampu membuahkan informasi tertentu.

Macam-Macam Makna

1. Makna Emotif

Makna emotif adalah makna yang timbul akibat adanya reaksi pembicara atau sikap pembicara mengenai sesuatu yang dipikirkan atau dirasakan.

2. Makna Denotatif

Makna denotatif suatu kata adalah makna yang biasa kita temukan dalam kamus. Makna denotasi bersifat langsung, yaitu makna khusus yang terdapat dalam sebuah tanda, dan pada intinya dapat disebut sebagai gambaran suatu petanda.

3. Makna Konotatif

Makna konotatif adalah makna deenotatif ditambah dengan segala gambaran, ingatan, dan perasaan yang ditimbulkan oleh suatu kata. Kata konotasi sendiri berasal dari bahasa Latin connotare, “menjadi tanda” dan mengarah kepada makna-makna cultural yang terpisah/berbeda dengan kata (dan bentuk-bentuk lain dari komunikasi).

4. Makna Kognitif

Makna kognitif adalah makna yang ditunjukkan oleh acuannya, makna unsur bahasa yang sangat dekat hubungannya dengan dunia luar bahasa, objek atau gagasan, dan dapat dijelaskan berdasarkan analisis komponennya.

5. Makna Referensial

Referen merupakan hubungan antara unsur-unsur linguistik berupa kata-kata, kalimat dan dunia pengalaman nonlinguistik. Referen atau acuan dapat diartikan berupa benda, peristiwa, proses atau kenyataan. Referen adalah sesuatu yang ditunjuk oleh suatu lambang.

Perubahan Makna

Pembahasan mengenai perubahan makna yang dimaksud disini meliputi: pelemahan, pembatasan, penggantian, penggeseran, perluasan, dan juga kekaburan makna. Perubahan makna tersebut bisa terjadi karena adanya perubahan kata dari bahasa lain, termasuk disini dari bahasa daerah ke bahasa Indonesia. Perubahan makna dapat terjadi pula akibat perubahan lingkungan, akibat pertukaran tanggapan indra, karena gabungan leksem, atau boleh juga terjadi karena akibat tanggapan pemakai bahasa, serta akibat asosiasi pemakai bahasa terhadap sesuatu.

Perubahan makna tersebut terbagi menjadi 5 macam dengan penjelasannya sebagai berikut.

1. Meluas

Dimaksud perubahan makna meluas jika gejala yang terjadi pada sebuah kata atau leksem yang pada mulanya hanya memiliki sebuah makna, tetapi kemudian karena berbagai faktor menjadi memiliki maknamakna yang lain.

2. Menyempit

Dimaksud menyempit jika gejala yang terjadi pada sebuah kata yang pada mulanya mempunyai makna yang cukup luas, kemudian berubah menjadi terbatas hanya pada suatu makna saja.

3. Perubahan Total

Adalah berubahnya sama sekali makna sebuah kata dari makna asalnya. Ada kemungkinan makna yang dimiliki sekarang masih ada sangkut pautnya dengan makna asal atau terdahulu tetapi tampaknya sangat jauh.

4. Penghalusan

Dalam pembicaraan penghalusan ini akan berhadapan dengan gejala yang ditampilkannya kata-kata atau bentuk-bentuk yang dianggap memiliki makna yang lebih halus, atau lebih sopan daripada yang digantikan.

5. Pengasaran (Disfemia)

Yaitu usaha untuk mengganti kata yang maknanya halus atau bermakna biasa dengan kata yang maknanya kasar. Usaha atau gejala pengasaran ini biasanya dilakukan orang dalam situasi yang tidak ramah atau menunjukkan kejengkelan

Makna adalah arti atau maksud yang tersimpul dari suatu kata, jadi makna dengan bendanya sangat bertautan dan saling menyatu. Jika suatu kata tidak bisa dihubungkan dengan bendanya, peristiwa atau keadaan tertentu maka kita tidak bisa memperoleh makna dari kata itu.