Apa yang dimaksud dengan Loyalitas Merek atau Brand Loyalty?

Loyalitas merek atau brand loyalty adalah istilah dalam pemasaran terkait kecenderungan konsumen untuk lebih memilih nama yang sudah dikenal. Konsumen sering kali membeli merek yang pernah mereka gunakan sebelumnya, atau terlihat diiklankan secara luas, lebih memilih produk tidak bermerek atau nama yang tidak dikenal. Loyalitas merek adalah suatu bentuk perilaku yang memuaskan: tindakan yang telah menghasilkan hasil yang memuaskan di masa lalu diulangi kecuali terjadi kesalahan.

Referensi: Black, John. (1997). Dictionary of Economics-Oxford University Press. New York: Oxford University Press

Apa yang dimaksud dengan Loyalitas merek atau produk ?

Loyalitas merek dapat diartikan sebagai pembelian berulang yang terus menerus dari merek produk yang sama selama dalam kurun waktu tertentu. Pada pendekatan perilaku, loyalitas terhadap merek produk dapat diukur melalui:

  • Proporsi frekuensi pembelian suatu merek produk dibandingkan dengan jumlah pembelian selama periode waktu tertentu.
  • Tindakan yang dilakukan ketika mendapatkan merek produk yang dicari tidak tersedia di tempat pembelian.

Berdasarkan proporsi pembelian (proportion-of-purchase method), loyalitas merek diklasifikasi sebagai berikut:

Tabel Klasifikasi loyalitas merek berdasarkan metode proporsi pembelian
image
Sumber: Sumarwan (2004) dimodifikasi

Catatan : Bila proporsi pembelian terhadap suatu merek produk terhadap total pembelian dalam kurun waktu tertentu sebesar lebih dari 50% dikategorikan loyal

Sementara itu, loyalitas merek berdasarkan tindakan yang dilakukan apabila konsumen tidak menjumpai merek yang dicari tidak tersedia di tempat pembelian dapat diidentifikasi beberapa jenis tindakan sebagai berikut:

A. Konsumen loyal terhadap suatu merek, maka konsumen akan melakukan tindakan:

  1. menunda pembelian
  2. mencari di tempat lain

B. Konsumen tidak loyal terhadap suatu merek, maka konsumen akan melakukan tindakan:

  1. mencari merek lain
  2. membeli jenis lain
  3. membeli alternatifnya
  4. lainnya

Loyalitas konsumen dapat ke dalam dua kelompok, yaitu loyalitas pada merk (brand loyality) dan loyalitas pada toko (store loyality). Konsumen yng merasa puas dengan produk atau merk yang dikonsumsi akan membeli ulang produduk tersebut. Pembelian yang terus menerus dan berulang terhadap suatu produk dan merk yang sama akan menunjukkan loyalitas konsumen terhadap merek. Hal ini yang sebenarnya di harapkan oleh produsen. Salah satu tujuan komunikasi pemasaran yang dilakukan oleh produsen adalah menciptakan loyalitas merek.

  • Loyalitas merek diartikan sebagai sikap positif konsumen terhadap suatu merek, dan konsumen memiliki keinginan kuat untuk membeli ulang produk yang sama pada saat sekarang dan masa yang akan dating. Keinginan kuat ini dibiktikan dengan tetap membeli merek yang sama. Loyalitas merek sangat tergantung dengan kepuasan konsumen,semakin puas seorang konsumen terhadap suatu merek, semakin loyal konsumen tersebut terhadap suatu merek.

    Pendekatan perilaku tidak mengungkapkan alasan seseorang membeli suatu produk, apakah konsumen benar-benar loyal terhadap produk itu atau hanya pembalian yang berulang. Perasaan sesungguhnya yang dirasakan konsumen tidak dapat diketahui, maka dikembangkan pendekatan yang kedua yaitu pendekatan sikap. Konsumen yang loyal adalah konsumen yang menyatakan suka terhadap merk tersebut, kemudian menggunakannya. Loyalitas merek akan menyebabkan munculnya komitmen merek, yaitu kedekatan emosional dan psikologi dari konsumen terhadap suatu produk.

  • Loyalitas toko adalah perilaku konsisten konsumen dalam mengunjungi toko dimana disitu konsumen dapat membeli merk produk yang diinginkan. Konsep loyalitas toko hamper sama dengan konsep loyalitas merek, hanya saja loyalitas toko terjadi salah satunya karena kualitas pelayanan toko yang memuaskan.

Sumber :

Rini Dwiastuti, Agustina Shinta, Riyanti Isaskar, Ilmu Perilaku Konsumen, UB Press

Loyalitas merek adalah keinginan melakukan dan perilaku pembelian ulang (Peter dan Olson, 2000). Sedangkan Griffin (2005) mendefinisikan loyalitas merek berdasarkan perilaku membeli, yaitu pelanggan melakukan pembelian berulang secara teratur dan membeli antar lini produk dan jasa, mereferensikan kepada orang lain dan menunjukkan kekebalan terhadap tarikan-tarikan dari pesaing.

Shets (1968) dalam Tjiptono (2006) menekankan loyalitas merek dari sudut pandang behavioral, yaitu fungsi dari frekuensi pembelian relatif suatu merek dalam situasi yang tergantung kepada waktu dan independen terhadap waktu.

Pembentukan loyalitas merek

Mowen dan Minor (2002) menyatakan bahwa loyalitas merek dipengaruhi secara langsung oleh kepuasan atau ketidakpuasan dengan merek yang telah diakumulasi dalam jangka waktu tertentu sebagaimana persepsi kualitas produk. Jadi, konsumen yang mengalami kepuasan pada masa pasca konsumsi memiliki kecenderungan loyal terhadap merek lebih tinggi dibandingkan oleh konsumen yang mengalami ketidakpuasan pada masa pasca konsumsi.

Menurut Sheth (1999) dalam Tjiptono (2006), loyalitas merek terbentuk atas adanya persepsi terhadap kesesuaian kinerja merek ( perceived brand-performance fit ), identifikasi sosial dan emosional dengan merek, serta kebiasaan dan sejarah pemakaian merek. Persepsi terhadap kesesuaian kinerja merek ditentukan oleh kualitas kinerja, baik kinerja keseluruhan maupun kinerja pada dimensi spesifik. Identifikasi sosial bisa terbentuk melalui komunikasi pemasaran dan/atau observasi nyata terhadap siapa yang membeli dan menggunakan merek-merek tertentu.

Tahap-tahap Loyalitas Merek

Dharmmesta (1999) mengemukakan empat tahap loyalitas, sebagai berikut :

Tahap pertama: Loyalitas Kognitif

Konsumen menggunakan basis informasi yang secara memaksa menunjuk pada satu merek atas merek lainnya. Jadi, loyalitasnya hanya didasarkan pada kognisi saja. Tahap kognitif ini akan berkaitan dengan kualitas atau superioritas merek. Kualitas merek didefinisikan sebagai evaluasi menyeluruh pelanggan atas kebaikan suatu merek (Mowen dan Minor, 2002). Kualitas terdiri dari tujuh dimensi dasar, yaitu:

  1. Kinerja

Kinerja meliputi tingkat absolut produk pada atribusi kunci yang diidentifikasikan pelanggan, sejauh mana merek digunakan dengan benar, jumlah atribut yang ditawarkan, dan kualitas informasi yang diberikan kepada pelanggan.

  1. Interaksi pegawai

Interaksi pegawai meliputi keramahan, sikap hormat, dan empati yang ditunjukkan oleh masyarakat yang membeli suatu merek.

  1. Reliabilitas

Reliabilitas berarti konsistensi kinerja suatu merek.

  1. Daya tahan

Daya tahan adalah rentang kehidupan suatu merek dalam kekuatan umum.

  1. Ketepatan waktu dan kenyamanan

Ketepatan waktu dan kenyamanan meliputi seberapa cepaat suatu barang diserahkan atau diperbaiki, seberapa cepat informasi dan jasa diberikan, kenyamanan pembelian dan proses jasa.

  1. Estetika

Estetika meliputi penampilan fisik barang, daya tarik penyajian, kesenangan atmosfir dimana suatu merek diterima, bagaimana desain yang akan diperlihatkan pada masyarakat.

  1. Kesadaran akan merek

Kesadaran akan merek adalah dampak positif atau negatif tambahan atas kualitas yang tampak, yang mengenal merek atas evaluasi konsumen.

Tahap kedua : Loyalitas Afektif

Loyalitas tahap kedua didasarkan pada aspek afektif konsumen. Tahap afektif ini akan berkaitan dengan tingkat kesukaan, kepuasan sebelumnya, dan tingkat keterlibatan.

  1. Tingkat kesukaan

Kesukaan terhadap merek berkaitan dengan apakah merek tertentu disukai atau tidak oleh konsumen. Merek yang disukai merupakan konsep yang relatif, artinya individu mengetahui bahwa mereka menyukai suatu merek sehingga mereka memilih merek itu daripada merek yang lain karena kelebihan yang dimiliki merek tersebut.

  1. Kepuasan sebelumnya Kepuasan konsumen (consumer satisfaction) didefinisikan sebagai kseluruhan sikap yang ditunukkan konsumen atas barang atau jasa setelah mereka memperoleh atau menggunakannya (Mowen dan Minor, 2002: 100). Faktr-faktor yang mempengaruhi kepuasan konsumen, antara lain:

  2. Tingkat keterlibatan Keterlibatan mengacu pada persepsi konsumen tentang pentingnya atau relevansi personal suatu objek, kejadian, atau aktivitas (Setiadi, 2003). Konsumen yang melihat bahwa produk yang memiliki konsekuensi relevan secara pribadi dikatakan terlibat dengan produk yang memiliki hubungan dengan produk tersebut.

Tahap ketiga: Loyalitas Konatif

Konasi menunjukkan suatu niat atau komitmen untuk melakukan sesuatu ke arah suatu tujuan tertentu. Loyalitas konatif merupakan suatu kondisi loyal yang mencakup komitmen mendalam untuk melakukan pembelian.

Tahap keempat: Loyalitas Tindakan

Aspek konatif atau niat melakukan telah mengalami perkembangan, yaitu dikonversi menjadi perilaku atau tindakan, atau kontrol tindakan (Pratkanis, Breckler, dan Greenwald, 1989; Foxall dan Goldsmith, 1994; Foxall, 1997; Dharmmesta, 1992, 1997, 1998 dalam Dharmmesta, 1999).

Jenis-jenis Loyalitas

Peter dan Olson (2000) memandang loyalitas merek sebagai suatu garis kontinum dari loyalitas merek yang tak terbagi hingga ke pengabaian merek. Hal itu dapat dijelaskan dalam lima kategori loyalitas merek sebagai berikut:

1. Loyalitas merek tak terbagi ( undivided brand loyalty )

Loyalitas merek tak terbagi ( undivided brand loyalty ) adalah suatu kondisi loyalitas yang ideal. Dalam beberapa kasus, karena alasan-alasan tertentu, konsumen benar-benar hanya mau membeli satu macam merek saja dan membatalkan pembelian jika merek tersebut ternyata tidak tersedia.

2. Loyalitas merek berpindah sesekali ( brand loyalty with an occasional switch )

Loyalitas merek berpindah sesekali ( brand loyalty with an occasional switch ) cenderung lebih sering terjadi. Konsumen terkadang berpindah merek untuk berbagai macam alasan tertentu.

3. Loyalitas merek berpindah ( brand loyalty switch )

Loyalitas merek berpindah ( brand loyalty switch ) adalah sasaran bersaing dalam pasar yang pertumbuhannya lambat atau sedang menurun.

4. Loyalitas merek terbagi ( divided brand loyalty )

Loyalitas merek terbagi ( divided brand loyalty ) adalah pembelian dua atau lebih merek secara konsisten.

5. Pengabaian merek ( brand indifference )

Pengabaian merek ( brand indifference ) adalah pembelian yang tidak memiliki pola pembelian ulang yang jelas. Ini adalah posisi lawan dari loyalitas merek tak terbagi.

Ringkasan

Vidyawati, Pradana. 2019. Pengaruh Kepercayaan Merek terhadap Loyalitas Merek. Universitas Negeri Semarang.

Brand loyalty (loyalitas merek) merupakan suatu ukuran keterkaitan pelanggan kepada sebuah merek. Ukuran ini mampu memberikan gambaran tentang mungkin tidaknya seorang pelanggan beralih ke merek produk yang lain, terutama jika pada merek tersebut didapati adanya perubahan, baik menyangkut harga ataupun atribut lain (Durianto dalam Hasugian).

Loyalitas adalah pilihan yang dilakukan konsumen untuk membeli merek tertentu dibandingkan merek yang lain dalam kategori produk (Giddens dalam Nugroho). Menurut Schiffman dan Kanuk dalam Rizan dkk, loyalitas merek adalah preferensi konsumen secara konsisten untuk melakukan pembelian pada merek yang sama pada produk yang spesifik atau kategori pelayanan tertentu.

Loyalitas merek adalah sebuah komitmen yang kuat dalam berlangganan atau membeli suatu merek secara konsisten di masa yang akan datang. Aaker dalam Kurniawan mendefinisikan brand loyalty sebagai “A measure of the attachment that a costumer has a brand”. Loyalitas merek menunjukkan adanya suatu ikatan antara pelanggan dengan merek tertentu dan ini sering kali ditandai dengan adanya pembelian ulang dari pelanggan.

Menurut Lau dan Lee dalam Harjati, brand loyalty diartikan sebagai suatu ketertarikan untuk membeli sebuah merek atau produk dan mendorong orang lain untuk membeli merek itu juga. Sedangkan menurut Freddy Rangkuti dalam Harjati loyalitas merek adalah ukuran dari kesetiaan konsumen terhadap suatu merek. Loyalitas merek adalah salah satu dasar dari ekuitas merek.

Menurut Suwarman dalam Amelia, mengungkapkan loyalitas merek adalah sikap positif seorang pelanggan terhadap suatu merek, pelanggan memiliki keinginan kuat untuk membeli ulang merek yang sama pada saat sekarang maupun masa mendatang. Loyal dan tidak loyal konsumen terhadap suatu merek produk dan perusahaan sangat tergantung pada kemampuan manajemen perusahaan dalam mengeioia variabel-variabel yang mempengaruhi kesetiaan merek (brand loyalty).

Ada empat variabel yang mempengaruhi brand loyalty, yaitu satisfaction, habitual behaviour, commitment, dan liking of the brand. Semua perusahaan menginginkan konsumen mereka mempunyai loyalitas yang tinggi terhadap produk perusahaan ditandai dengan loyalitas merek yang tinggi pula. Hal ini merupakan suatu indikator dari brand equity yang berkaitan dengan perolehan laba di masa yang akan datang karena loyalitas merek secara langsung dapat diartikan sebagai penjualan di masa depan.

Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Brand Loyalty

Mengingat mahalnya biaya yang harus dikeluarkan perusahaan untuk menarik konsumen baru, maka perusahaan memprioritaskan untuk mempertahankan konsumen yang ada. Menurut Marconi dalam Prabowo menyebutkan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap loyalitas merek adalah sebagai berikut:

  1. Nilai (harga dan kualitas). Penggunaan suatu merek dalam waktu yang lama akan mengarahkan pada loyalitas, karena itu pihak perusahaan harus bertanggung jawab untuk menjaga merek tersebut. Perlu diperhatikan, pengurangan standar kualitas dari suatu merek akan mengecewakan konsumen bahkan konsumen yang paling loyal sekalipun begitu juga dengan perubahan harganya.

  2. Citra (baik dari kepribadian dan reputasi dari merek tersebut). citra dari perusahaan dan merek diawali dengan kesadaran. Produk yang memiliki citra yang baik akan dapat menimbulkan loyalitas konsumen pada merek.

  3. Kenyamanan dan kemudahan untuk mendapatkan merek. Dalam situasi yang penuh tekanan dan permintaan pasar yang menuntut akan adanya kemudahan, pihak perusahaan dituntut untuk menyediakan produk yang nyaman dan mudah didapatkan.

  4. Kepuasan yang dirasakan oleh konsumen.

  5. Pelayanan. Dengan kualitas pelayanan yang baik yang ditawarkan oleh suatu merek dapat mempengaruhi loyalitas merek.

  6. Garansi dan jaminan yang diberikan oleh merek.

Menurut Sunu dalam Anwar faktor-faktor yang mendorong/mempengaruhi loyalitas konsumen terhadap suatu produk atau jasa adalah sebagai berikut:

  1. Mutu Produk. Produk yang memenuhi spesifikasi/standar/persyaratan konsumen.

  2. Harga yang bersaing. Dengan efisiensi (baik di produksi maupun maupun di manajemen) dapat menetapkan harga yang wajar dan kompetitif.

  3. Pelayanan dan informasai yang maksimal. Memberikan pelayanan dan informasi yang di butuhkan konsumen secara penuh.

  4. Citra perusahaan. Gambaran informasi tentang citra perusahaan dijaga dengan baik.

  5. Produk baru dan semakin baru (research dan development). Penyajian produk yang mengikuti perkembangan dengan didukung oleh personal andal dan sarana research dan development yang memadai.

  6. Kebutuhan mendadak bisa dipenuhi konsumen Persiapan persediaan yang cukup dengan didukung oleh sarana dan personel yang selalu siap untuk mengantisipasi permintaan mendadak dari konsumen.

Pengukuran Brand Loyalty

Menurut Aaker dalam Hasugian terdapat lima pengukuran brand loyality terhadap suatu merek oleh konsumen, adapun pengukuran tersebut adalah sebagai berikut.

  1. Behaviour Measures (Pengukuran Perilaku)
    Suatu cara langsung untuk menetapkan loyalitas terutama untuk habitual behavior (perilaku kebiasaan) adalah dengan memperhitungkan pola pembelian yang aktual. Berikut beberapa ukuran yang dapat digunakan:
  • Repurchase rate (tingkat pembelian ulang), yaitu tingkat persentase pelanggan yang membeli merek yang sama pada kesempatan membeli jenis produk tersebut.
  • Percent of purchase (persentase pembelian), yaitu tingat persentase pelanggan untuk setiap merek yang dibeli dari beberapa pembelian terakhir.
  • Number of brands purchase (jumlah merek yang dibeli), yaitu tingkat persentase pelanggan dari suatu produk untuk hanya membeli satu merek, dua merek, tiga merek, dan seterusnya. Loyalitas pelanggan sangat bervariasi di antara beberapa kelas produk, tergantung pada jumlah merek yang bersaing dan karakteristik produk tersebut. Data mengenai prilaku walaupun obyektif tetap saja keterbatasan dalam kaitannya dengan kompleksitas ataupun biaya perolehannya.
  1. Measuring Switching Cost (Pengukuran Biaya Peralihan)
    Pengukuran terhadap variabel ini dapat mengidentifikasikan loyalitas pelanggan terhadap suatu merek. Pada umumnya jika biaya untuk berganti merek sangat mahal, pelanggan akan enggan untuk berganti merek sehingga laju penyusutan kelompok pelanggan dari waktu ke waktu akan rendah.

  2. Measuring Satisfaction (Pengukuran Kepuasan)
    Pengukuran terhadap kepuasan maupun ketidakpuasan pelanggan suatu merek merupakan indikator penting dari brand loyality. Bila ketidakpuasan pelanggan suatu merek rendah, maka pada umumnya tidak cukup alasan bagi pelanggan untuk beralih mengkonsumsi merek lain kecuali bila ada faktor-faktor penarik yang sangat kuat. Dengan demikian sangat perlu bagi perusahaan untuk mengeksplor informasi dari pelanggan yang memindahkan pembeliannya ke merek lain dalam kaitannya dengan permasalahan yang dihadapi pelanggan ataupun alasan yang terkait dengan ketergesaan mereka memindahkan pilihannya.

  3. Measuring Liking The Brand (Pengukuran Kesukaan Terhadap Merek)
    Kesukaan terhadap merek, kepercayaan, perasaan-perasaan hormat atau bersahabat dengan suatu merek membangkitkan kehangatan dalam perasaan pelanggan. Akan sangat sulit bagi merek lain untuk dapat menarik pelanggan yang sudah mencintai merek hingga pada tahapan ini. Pelanggan dapat saja sekedar suka pada suatu merek dengan alasan yang tidak dapat dijelaskan sepenuhnya melalui persepsi dan kepercayaan mereka yang terkait dengan atribut merek. Ukuran dari rasa suka tersebut dapat dicerminkan dengan kemauan membayar harga yang lebih mahal untuk memperoleh merek tersebut.

  4. Measuring Commitment (Pengukuran Komitmen)
    Salah satu indikator kunci adalah jumlah interaksi dan komitmen pelanggan yang berkaitan dengan produk tersebut. Kesukaan pelanggan terhadap suatu merek akan medorong mereka untuk membicarakan merek tersebut kepada pihak lain, baik dalam taraf sekedar menceritakan alasan pembelian mereka pada suatu merek atau bahka tiba pada taraf merekondasikannya kepada orang lain untuk mengkonsumsi merek tersebut. Indikator lain adalah sejauh mana tingkat kepentingan merek tersebut bagi seseorang berkenaan dengan aktivitas dan kepribadian mereka, misalnya manfaat atau kelebihan yang dimiliki dalam kaitannya dengan penggunaan.

Loyalitas merek merupakan suatu ukuran keterikatan pelanggan kepada sebuah merek (Sitinjak, 2001). Apabila para pelanggan tidak tertarik pada merek dan membeli karena karakteristik produknya, harga dan kenyamanan dengan sedikit memperdulikan merek, maka berarti kemungkinan ekuitasnya kecil. Sebaliknya, apabila para pelanggan melanjutkan untuk membeli merek tersebut kendati dihadapkan pada para kompetitor yang menawarkan karakteristik produk yang lebih unggul dari segi harga dan kepraktisannya, berarti ada nilai yang amat besar dalam merek tersebut (Aaker, 1997).

Menurut Aaker terdapat beberapa tingkat loyalitas. Setiap tingkat mewakili tantangan pemasaran yang berbeda dan mewakili juga tipe aset yang berbeda dalam mengelola dan mengeksploitasinya.

  1. Pengalih (Switcher).

    Tingkat loyalitas yang paling dasar adalah pembeli tidak loyal yang sama sekali tidak tertarik pada merek tersebut, merek apapun dianggap memadai. pembeli tipe ini mungkin bisa diistilahkan sebagai pembeli harga atau pengalih.

  2. Pembeli kebiasaan (Habitual Buyer).

    Tingkat kedua adalah para pembeli yang puas dengan produk, atau setidaknya tidak mengalami ketidakpuasan. pada dasarnya, tidak terdapat dimensi ketidakpuasan yang cukup untuk menstimulasi suatu peralihan merek terutama jika peralihan tersebut membutuhkan usaha. pembeli tipe ini mungkin bisa disebut sebagai para pembeli kebiasaan.

    Berikut ini merupakan Tingkatan Loyalitas Merek

Tingkatan Loyalitas Merek

  1. Pembeli yang puas (Sutisfted Buyer).

    Tingkat ketiga juga berisi orang-orang yang puas, namun memikul biaya peralihan (switching cost) – biaya dalam waktu, uang atau resiko kinerja berkenaan dengan tindakan beralih merek. untuk menarik minat para pembeli ini, para competitor perlu mengatasi biaya peralihan dengan menawarkan bujukan untuk beralih atau dengan tawaran suatu manfaat yang cukup besar sebagai kompensasi. kelompok ini disebut sebagai pelanggan yang loyal terhadap biaya peralihan.

  2. Suka merek (Likes the Brand).

    Pada tingkat keempat kita temukan mereka yang sungguh-sungguh menyukai merek tersebut. preferensi mereka mungkin di landaskan pada asosiasi, seperti suatu simbol, rangkaian pengalaman dalam menggunakan, atau kesan kualitas yang tinggi. berbagai segmen pada tingkat ini bisa si sebut sebagai teman dari merek, karena terdapat perasaan emosional yang terkait.

  3. Pelanggan setia (Committed Buyer).

    Tingkat pelanggan adalah para pelanggan yang setia. mereka mempunyai suatu kebanggaan dalam menemukan atau menjadi pengguna dari suatu merek. merka tersebut sangat penting bagi mereka baik dari segi fungsinya maupun sebagai suatu ekspresi mengenai siapa mereka sebenarnya. suatu merek yang mempunyai kelompok besar para pelanggan yang komit bisa disitilahkan sebagai sebuah merek yang karismatik.

Ada beberapa cara untuk mengukur loyalitas merek (Aaker, 1997), yaitu:

  1. Behavior measures (pengukuran perilaku).

    Suatu cara langsung untuk menetapkan loyalitas, terutama untuk perilaku kebiasaan adalah dengan memperitungkan pola pembelian yang aktual. berikut disajikan beberapa ukuran yang dapat digunakan:

    • Tingkat pembelian ulang

    • presentase pembelian

    • jumlah merek yang dibeli

  2. Switching cost (pengukuran biaya peralihan).

    Yaitu biaya yang ditanggung konsumen untuk berpindah ke merek lain yang lebih besar dari menfaat yang diterima, maka konsumen akan tetap memakai produk atau jasa sebelumnya.

  3. Measuring satisfaction (pengukuran kepuasan).

    Pengukuran terhadap kepuasan Maupun ketidak puasan pelanggan suatu merek merupakan indikator penting brand loyality. bila ketidak puasan pelanggan terhadap suatu merek rendah, maka pada umumnya tidak cukup lalasan bagi pelanggan untuk beralih mengonsumsi merek lain kecuali bila ada faktor- faktor penarikyang sangat kuat.

  4. Measuring linking the brand (pengukuran kesuakaan terhadap merek).

    Rasa suka yang umum bisa diskalakan dalam berbagai bentu seperti:

    • Rasa suka (liking).

    • Hormat (respect).

    • Persahabatan (friendship).

    • Kepercayaan (trust).

  5. Pengukuran komitmen.

    Merek dengan ekuitas merek yang tinggi akan memiliki sejumlah besar pelanggan setia dengan segala bentuk komitmennya. Salah satu indikator kunci adalah jumlah interaksi dan komunikasi yang berkaitan dengan produk tersebut .

Loyalitas merek dari para pelanggan yang ada memiliki suatu aset strategi yang jika dikelolah atau di eksploitasi dengan benar, mempunyai potensi untuk memberikan nilai dalam beberapa bentuk seperti yang diperlihatkan pada gambar berikut (Aaker, 1997).

Nilai Loyalitas Merek

Kategori kelima mewakili beberapa aset hak milik merek lain seperti paten, cap dagang ( trade mark ) dan saluran hubungan. Asset-aset merek lainnya tersebut berguna untuk mencegah dan menghambat pesaing dalam mengikis kepercayaan dan loyalitas pelanggan. Agar menjadi relevan asset-aset harus dikaitkan dengan merek.