Loyalitas merek adalah keinginan melakukan dan perilaku pembelian ulang (Peter dan Olson, 2000). Sedangkan Griffin (2005) mendefinisikan loyalitas merek berdasarkan perilaku membeli, yaitu pelanggan melakukan pembelian berulang secara teratur dan membeli antar lini produk dan jasa, mereferensikan kepada orang lain dan menunjukkan kekebalan terhadap tarikan-tarikan dari pesaing.
Shets (1968) dalam Tjiptono (2006) menekankan loyalitas merek dari sudut pandang behavioral, yaitu fungsi dari frekuensi pembelian relatif suatu merek dalam situasi yang tergantung kepada waktu dan independen terhadap waktu.
Pembentukan loyalitas merek
Mowen dan Minor (2002) menyatakan bahwa loyalitas merek dipengaruhi secara langsung oleh kepuasan atau ketidakpuasan dengan merek yang telah diakumulasi dalam jangka waktu tertentu sebagaimana persepsi kualitas produk. Jadi, konsumen yang mengalami kepuasan pada masa pasca konsumsi memiliki kecenderungan loyal terhadap merek lebih tinggi dibandingkan oleh konsumen yang mengalami ketidakpuasan pada masa pasca konsumsi.
Menurut Sheth (1999) dalam Tjiptono (2006), loyalitas merek terbentuk atas adanya persepsi terhadap kesesuaian kinerja merek ( perceived brand-performance fit ), identifikasi sosial dan emosional dengan merek, serta kebiasaan dan sejarah pemakaian merek. Persepsi terhadap kesesuaian kinerja merek ditentukan oleh kualitas kinerja, baik kinerja keseluruhan maupun kinerja pada dimensi spesifik. Identifikasi sosial bisa terbentuk melalui komunikasi pemasaran dan/atau observasi nyata terhadap siapa yang membeli dan menggunakan merek-merek tertentu.
Tahap-tahap Loyalitas Merek
Dharmmesta (1999) mengemukakan empat tahap loyalitas, sebagai berikut :
Tahap pertama: Loyalitas Kognitif
Konsumen menggunakan basis informasi yang secara memaksa menunjuk pada satu merek atas merek lainnya. Jadi, loyalitasnya hanya didasarkan pada kognisi saja. Tahap kognitif ini akan berkaitan dengan kualitas atau superioritas merek. Kualitas merek didefinisikan sebagai evaluasi menyeluruh pelanggan atas kebaikan suatu merek (Mowen dan Minor, 2002). Kualitas terdiri dari tujuh dimensi dasar, yaitu:
- Kinerja
Kinerja meliputi tingkat absolut produk pada atribusi kunci yang diidentifikasikan pelanggan, sejauh mana merek digunakan dengan benar, jumlah atribut yang ditawarkan, dan kualitas informasi yang diberikan kepada pelanggan.
- Interaksi pegawai
Interaksi pegawai meliputi keramahan, sikap hormat, dan empati yang ditunjukkan oleh masyarakat yang membeli suatu merek.
- Reliabilitas
Reliabilitas berarti konsistensi kinerja suatu merek.
- Daya tahan
Daya tahan adalah rentang kehidupan suatu merek dalam kekuatan umum.
- Ketepatan waktu dan kenyamanan
Ketepatan waktu dan kenyamanan meliputi seberapa cepaat suatu barang diserahkan atau diperbaiki, seberapa cepat informasi dan jasa diberikan, kenyamanan pembelian dan proses jasa.
- Estetika
Estetika meliputi penampilan fisik barang, daya tarik penyajian, kesenangan atmosfir dimana suatu merek diterima, bagaimana desain yang akan diperlihatkan pada masyarakat.
- Kesadaran akan merek
Kesadaran akan merek adalah dampak positif atau negatif tambahan atas kualitas yang tampak, yang mengenal merek atas evaluasi konsumen.
Tahap kedua : Loyalitas Afektif
Loyalitas tahap kedua didasarkan pada aspek afektif konsumen. Tahap afektif ini akan berkaitan dengan tingkat kesukaan, kepuasan sebelumnya, dan tingkat keterlibatan.
- Tingkat kesukaan
Kesukaan terhadap merek berkaitan dengan apakah merek tertentu disukai atau tidak oleh konsumen. Merek yang disukai merupakan konsep yang relatif, artinya individu mengetahui bahwa mereka menyukai suatu merek sehingga mereka memilih merek itu daripada merek yang lain karena kelebihan yang dimiliki merek tersebut.
-
Kepuasan sebelumnya Kepuasan konsumen (consumer satisfaction) didefinisikan sebagai kseluruhan sikap yang ditunukkan konsumen atas barang atau jasa setelah mereka memperoleh atau menggunakannya (Mowen dan Minor, 2002: 100). Faktr-faktor yang mempengaruhi kepuasan konsumen, antara lain:
-
Tingkat keterlibatan Keterlibatan mengacu pada persepsi konsumen tentang pentingnya atau relevansi personal suatu objek, kejadian, atau aktivitas (Setiadi, 2003). Konsumen yang melihat bahwa produk yang memiliki konsekuensi relevan secara pribadi dikatakan terlibat dengan produk yang memiliki hubungan dengan produk tersebut.
Tahap ketiga: Loyalitas Konatif
Konasi menunjukkan suatu niat atau komitmen untuk melakukan sesuatu ke arah suatu tujuan tertentu. Loyalitas konatif merupakan suatu kondisi loyal yang mencakup komitmen mendalam untuk melakukan pembelian.
Tahap keempat: Loyalitas Tindakan
Aspek konatif atau niat melakukan telah mengalami perkembangan, yaitu dikonversi menjadi perilaku atau tindakan, atau kontrol tindakan (Pratkanis, Breckler, dan Greenwald, 1989; Foxall dan Goldsmith, 1994; Foxall, 1997; Dharmmesta, 1992, 1997, 1998 dalam Dharmmesta, 1999).
Jenis-jenis Loyalitas
Peter dan Olson (2000) memandang loyalitas merek sebagai suatu garis kontinum dari loyalitas merek yang tak terbagi hingga ke pengabaian merek. Hal itu dapat dijelaskan dalam lima kategori loyalitas merek sebagai berikut:
1. Loyalitas merek tak terbagi ( undivided brand loyalty )
Loyalitas merek tak terbagi ( undivided brand loyalty ) adalah suatu kondisi loyalitas yang ideal. Dalam beberapa kasus, karena alasan-alasan tertentu, konsumen benar-benar hanya mau membeli satu macam merek saja dan membatalkan pembelian jika merek tersebut ternyata tidak tersedia.
2. Loyalitas merek berpindah sesekali ( brand loyalty with an occasional switch )
Loyalitas merek berpindah sesekali ( brand loyalty with an occasional switch ) cenderung lebih sering terjadi. Konsumen terkadang berpindah merek untuk berbagai macam alasan tertentu.
3. Loyalitas merek berpindah ( brand loyalty switch )
Loyalitas merek berpindah ( brand loyalty switch ) adalah sasaran bersaing dalam pasar yang pertumbuhannya lambat atau sedang menurun.
4. Loyalitas merek terbagi ( divided brand loyalty )
Loyalitas merek terbagi ( divided brand loyalty ) adalah pembelian dua atau lebih merek secara konsisten.
5. Pengabaian merek ( brand indifference )
Pengabaian merek ( brand indifference ) adalah pembelian yang tidak memiliki pola pembelian ulang yang jelas. Ini adalah posisi lawan dari loyalitas merek tak terbagi.
Ringkasan
Vidyawati, Pradana. 2019. Pengaruh Kepercayaan Merek terhadap Loyalitas Merek. Universitas Negeri Semarang.