Apa yang dimaksud dengan Lisensi di dalam Hak Cipta?

Lisensi di dalam Hak Cipta

Dalam Black’s Law Dictionary lisensi ini diartikan sebagai:

A personal privilege to do some particular act or series of acts… atau The permission by competent authority to do an act which, without such permission would be illegal, a trespass, a tort, or otherwise would not allowable .

Apa yang dimaksud dengan Lisensi di dalam Hak Cipta?

Di dalam Hak Cipta terdapat hak eksklusif dan hak ekonomi. Sejalan dengan pemikiran tersebut, pihak pencipta/ pemegang hak cipta mempunyai hak untuk memberi izin kepada pihak lain untuk mengumumkan atau menggandakan ciptaan dan pemberian izin tersebut tidak dapat dilepaskan dari masalah keuntungan dari penggunaan hak cipta. Pemberian izin dari pencipta/pemegang hak cipta kepada orang lain itulah yang disebut lisensi.

Secara umum lisensi dapat diartikan sebagai memberi kuasa untuk menggunakan karya cipta, memberi ijin untuk melakukan atau menggunakan sesuatu; sanksi resmi, memberi ijin, atau memberi kuasa untuk melakukan, menggunakan atau menjual sesuatu. Atau secara singkat lisensi dapat didefinisikan sebagai pemberian hak atas kepemilikan (property) tanpa mengalihkan kempemilikannya.

Dalam Black’s Law Dictionary lisensi ini diartikan sebagai:

A personal privilege to do some particular act or series of acts… atau The permission by competent authority to do an act which, without such permission would be illegal, a trespass, a tort, or otherwise would not allowable .

Ini berarti lisensi selalu dikaitkan dengan kewenangan dalam bentuk privilege untuk melakukan sesuatu oleh seseorang atau suatu pihak tertentu.

Black’s Law Dictionary, mengatakan bahwa pengertian Licensing adalah:

The sale of a license permitting the use of patents, trademarks, or the technology to another firm.

Dapat kita tarik suatu kesimpulan bahwa makna lisensi secara tidak langsung sudah bergeser ke arah “penjualan” izin ( privilege ) untuk mempergunakan paten, hak atas merek (khususnya merek dagang) atau teknologi (di luar perlindungan paten = rahasia dagang) kepada pihak lain. Sampai sejauh inipun sesungguhnya lisensi masih dikaitkan dengan kewenangan dalam bentuk privilege tersebut yang diberikan oleh negara untuk menggunakan dan memanfaatkan paten, rahasia dagang maupun teknologi tertentu. Dengan rumusan tersebutpun dapat kita tarik suatu kesimpulan bahwa lisensi merupakan hak privilege yang bersifat komersial, dalam arti kata memberikan hak dan kewenangan untuk memanfaatkan paten maupun merek dagang atau teknologi yang dilindungi secara ekonomis.

Pasal 1 angka 14 Undang-undang Hak Cipta menyebutkan bahwa Lisensi adalah izin yang diberikan oleh Pemegang Hak Cipta atau Pemegang Hak Terkait kepada pihak lain untuk mengumumkan dan/atau memperbanyak Ciptaannya atau produk Hak Terkaitnya dengan persyaratan tertentu.

Gunawan Widjaja mengatakan bahwa lisensi merupakan suatu bentuk pemberian izin untuk memanfaatkan suatu Hak atas Kekayaan Intelektual, yang dapat diberikan oleh pemberi lisensi kepada penerima lisensi agar penerima lisensi dapat melakukan suatu bentuk kegiatan usaha, baik dalam bentuk teknologi atau pengetahuan ( knowhow ) yang dapat dipergunakan untuk memproduksi menghasilkan, menjual, atau memasarkan barang (berwujud) tertentu, maupun yang akan dipergunakan untuk melaksanakan kegiatan jasa tertentu, dengan mempergunakan Hak atas Kekayaan Intelektual yang dilisensikan tersebut. Untuk keperluan tersebut penerima lisensi diwajibkan untuk memberikan kontra prestasi dalam bentuk pembayaran royalty yang dikenal juga dengan license fee .

Bagi pencipta yang mampu memproduksi hasil karya ciptanya dalam jumlah banyak, kemungkinan tidak akan memberikan lisensi kepada pihak lain. Sebaliknya, apabila kemampuan produksi atas hasil ciptaannya terbatas, namun, peminat akan hasil ciptaannya banyak serta ada pihak lain yang bersedia untuk memperbanyak ciptaannya tersebut, maka akan terbuka kemungkinan untuk memberikan lisensi kepada pihak yang bersedia memperbanyak ciptaannya tersebut. Karena pencipta tidak mungkin mampu dapat mengelola sendiri mulai dari mencari bahan baku, memproduksi, memasarkan, penagihan, sampai masalah administrasinya.

Menurut Nicolas S. Gikkas dalam International Licensing of Intelectual Property: The Promise and The Peril sebagaimana yang dikutip oleh Gunawan Widjaja, bahwa ada beberapa pertimbangan mengapa seorang pengusaha memilih pemberian lisensi dalam upaya pengembangan usahanya yaitu:

  1. Lisensi menambah sumber daya pengusaha pemberi lisensi secara tidak langsung.

  2. Lisensi memungkinkan perluasan wilayah usaha secara tidak terbatas;

  3. Lisensi memperluas pasar dari produk hingga dapat menjangkau pasar yang semula berada di luar pangsa pasar pemberi lisensi;

  4. Lisensi mempercepat proses pengembangan usaha bagi industri- industri padat modal dengan menyerahkan sebagian proses pro- duksi melalui teknologi yang dilisensikan;

  5. Melalui lisensi, penyebaran produk juga menjadi lebih mudah dan terfokus pada pasar.

  6. Melalui lisensi sesungguhnya pemberi lisensi dapat mengurangi tingkat kompetisi hingga pada suatu batas tertentu.

  7. Melalui lisensi, pihak pemberi lisensi maupun pihak penerima lisensi dapat melakukan trade off (atau barter) teknologi. Ini berarti para pihak mempunyai kesempatan untuk mengurangi biaya yang diperlukan untuk memperoleh suatu teknologi yang diperlukan.

  8. Lisensi memberikan keuntungan dalam bentuk nama besar dan goodwill dari pemberi lisensi.

  9. Pemberian lisensi memungkinkan pemberi lisensi untuk sampai pada batas tertentu melakukan kontrol atas pengelolaan jalannya kegiatan usaha yang dilisensikan tanpa harus mengeluarkan biaya yang besar.

Menurut UU No.28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dalam Pasal 1 ayat (20) Lisensi adalah izin tertulis yang diberikan oleh Pemegang Hak Cipta atau pemilik Hak Terkait kepada pihak lain untuk melaksanakan hak ekonomi atas Ciptaannya atau produk Hak Terkait dengan syarat tertentu.

Dari penjelasan Pasal tersebut pada dasarnya lisensi adalah bentuk pemberian izin oleh Pemilik Lisensi kepada Penerima Lisensi untuk memanfaatkan atau menggunakan Ciptaannya dengan syaratsyarat dan jangka waktu tertentu yang telah disepakati oleh kedua belah pihak baik Pemilik Lisensi maupun Penerima Lisensi.

Selanjutnya dalam Pasal 16 ayat (2) yang menjelaskan tentang Pengalihan Hak Ekonomi berbunyi: Hak Cipta beralih atau dialihkan, baik seluruh maupun sebagian karena: a. Pewarisan; b. Hibah; c. Wakaf; d. Wasiat; e. Perjanjian tertulis; atau f. Sebab lain yang dibenarkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Dalam pasal tersebut menyebutkan perjanjian tertulis sebelumnya peralihan atau dialihkannya hak cipta tidak dapat dilakukan hanya dengan lisan saja, tetapi harus dilakukan secara tertulis, baik dengan akta notaris maupun akta dibawah tangan.

Terkait kekuatan hukum atas akta dibawah tangan dalam Pasal 1875 KUH Perdata diatur bahwa, suatu tulisan dibawah tangan yang diakui oleh orang terhadap siapa tulisan itu hendak dipakai, atau yang dengan cara menurut undang undang dianggap sebagai diakui, memberikan terhadap orang yang menandatanganinya serta para ahli warisnya dan orang orang yang mendapat hak dari pada mereka, bukti yang sempurna seperti suatu akta otentik, dan demikian pula berlakulah ketentuan Pasal 1871 untuk perjanjian tersebut itu.

Lingkup perjanjian lisensi hak cipta meliputi semua perbuatan untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaan dan dengan kewajiban memberikan royalti kepada pencipta atau pemegang hak cipta oleh penerima lisensi berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak dan berlangsung selama jangka waktu lisensi diberikan dan berlaku untuk seluruh wilayah Republik Indonesia.

Pemegang hak cipta tetap boleh melaksanakan sendiri atau memberikan lisensi kepada pihak ketiga untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya, agar dapat mempunyai akibat hukum terhadap tuntutan pihak ketiga, perjanjian lisensi wajib dicatatkan sesuai dengan ketentuan Pasal 83 ayat (1) yang mengatur bahwa, Perjanjian Lisensi harus dicatatkan oleh Mentri dalam daftar umum perjanjian Lisensi Hak Cipta dengan dikenai biaya.

Selanjutnya diatur pula dalam Pasal 83 ayat (3) jika perjajian Lisensi tidak dicatat dalam daftar umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1), perjanjian Lisensi tersebut tidak mempunyai akibat hukum terhadap pihak ketiga.

Lisensi merupakan izin yang diberikan oleh pemilik kepada pihak lain melalui suatu perjanjian berdasarkan pemberian hak untuk menikmati manfaat ekonomi dari suatu obyek yang diberi perlindungan hukum dalam jangka waktu tertentu.

Lisensi adalah izin yang diberikan oleh pemegang hak cipta atau pemegang hak terkait kepada pihak lain, yang bertujuan mengumumkan dan/atau memperbanyak ciptaannya atau produk hak terkaitnya dengan persyaratan tertentu. Tujuan pengalihan hak atas hak cipta dilakukan, agar pencipta dapat menikmati manfaat dari suatu karya ciptaannya.

Perjanjian lisensi diwujudkan dalam sistem Hak Kekayaan Intelektual (HKI) dan keberadaan perangkat peraturan perundang-undangan di bidang HKI berikut efektifitas perdagangannya, menjadi tuntutan dalam perdagangan internasional. Perjuangan untuk mewujudkannya, bahkan menjadi agenda penting dalam perundingan Putaran Uruguay atau Uruguay Round yang berlangsung dari 1986 hingga 1994. Perundingan yang melahirkan World Trade Organization atau Organisasi Perdagangan Dunia, antara lain juga menghasilkan Persetujuan tentang Aspek-aspek HKI yang Terkait Dengan Kebijakan Perdagangan atau Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights, disingkat TRIPs.

Menurut August di atas, Lisensi dari hak kekayaan intelektual (termasuk di dalamnya paten, merek dan hak cipta, dan lainnya) adalah sebuah cara biasa guna menambah nilai tambah untuk menciptakan kesempatan bisnis dalam pasar luar negeri. Selanjutnya, sebuah lisensi adalah suatu kontrak, dan kontrak tersebut menjadi alat pemasaran internasional yang di dalamnya ada izin yang diberikan oleh suatu perusahaan dalam suatu negara kepada perusahaan lain di negara yang berbeda.

Lisensi, hak kekayaan intelektual (HKI) berhubungan dengan nilai ekonomi yang melekat pada karya intelektual dan melekat hak eksklusif bagi pemiliknya. Berdasar hak tersebut, pemilik HKI dapat melaksanakan sendiri atau melarang orang lain melakukan eksploitasi HKI (guna memperoleh nilai materiil) tanpa persetujuan pemiliknya. Komersialisasi HKI merupakan jalan untuk mendapatkan nilai materiil tersebut. Caranya, dapat dilakukan dengan berbagai upaya antara lain melalui penjualan aset (ingat bahwa HKI merupakan aset), lisensi, maupun waralaba. Bagi pemilik HKI, sebelum melakukan komersialisasi sebaiknya memahami hukum perjanjian.

Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) memberikan tuntunan untuk melakukan perjanjian. Menurut pasal tersebut, terdapat 2 (dua) syarat pokok dalam melakukan perjanjian yaitu :

  1. syarat subyektif
    Syarat subyektif menunjuk adanya kesepakatan bagi para pihak untuk mengikatkan diri, artinya dalam suatu perjanjian tidak diperkenankan adanya unsur paksaan, penipuan maupun kekhilafan. Persyaratan subyektif lainnya adalah adanya kecakapan para pihak untuk melakukan perjanjian. Artinya, para pihak telah dewasa serta tidak di bawah pengampuan atau perwalian.

  2. syarat obyektif
    mengenai obyek yang diperjanjikan sebagai syarat obyektif meliputi adanya suatu hal tertentu dan suatu sebab yang halal. Syarat adanya suatu hal tertentu adalah bahwa suatu perjanjian mempunyai obyek yang ditentukan berupa benda yang ada maupun yang akan ada (Pasal 1332-1335 KUHPerdata) sedangkan persyaratan adanya suatu sebab yang halal adalah berkaitan dengan kesusilaan, ketertiban umum dan tidak bertentangan dengan undangundang (Pasal 1337 KUHPerdata).

Persyaratan Perjanjian Lisensi

Dalam hukum asing dijumpai istilah overeenkomst (bahasa Belanda), contract atau agreement dan sebagainya yang merupakan istilah yang dalam hukum kita dikenal sebagai ”kontrak” atau ”perjanjian”. Umumnya dikatakan bahwa istilah-istilah tersebut memiliki pengertian yang sama, sehingga tidak mengherankan apabila istilah tersebut digunakan secara bergantian untuk menyebut sesuatu konstruksi hukum.

perjanjian lisensi adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, yang mana salah satu pihak yaitu pemegang hak bertindak sebagai pihak yang memberikan lisensi, sedangkan pihak yang lain bertindak sebagai pihak yang menerima lisensi. Pengertian lisensi itu sendiri adalah izin untuk menikmati manfaat ekonomi dari suatu objek yang dilindungi HKI untuk jangka waktu tertentu.

Perjanjian lisensi harus ditulis secara tertulis dan harus ditandatangani oleh kedua pihak. Perjanjian lisensi sekurang-kurangnya memuat informasi tentang :

  • Tanggal, bulan dan tahun tempat dibuatnya perjanjian lisensi

  • Nama dan alamat lengkap serta tandatangan para pihak yang mengadakan perjanjian lisensi

  • Objek perjanjian lisensi;

  • Jangka waktu perjanjian lisensi

  • Dapat atau tidaknya jangka waktu diperpanjang

  • Pelaksanaan lisensi untuk seluruh atau sebagian dari hak eksklusif

  • Jumlah royalti dan pembayarannya

  • Dapat atau tidaknya penerima lisensi memberikan lisensi lebih lanjut kepada pihak ketiga

  • Batas wilayah berlakunya perjanjian lisensi, apabila diperjanjikan

  • Dapat atau tidaknya pemberi lisensi melaksanakan sendiri karya yang telah dilisensikan.

Ringkasan

August, Ray, Don Mayer dan Michael Bixny, 2009, International Business Law: Text, Cases, and Practice, Fifth Edition, Pearson Education International, London