Likuidasi merupakan proses dimana sebuah perusahaan diakhiri, dan aset-aset perusahaan tersebut dibagikan.
Apa yang dimaksud dengan Likuidasi ?
Likuidasi merupakan proses dimana sebuah perusahaan diakhiri, dan aset-aset perusahaan tersebut dibagikan.
Apa yang dimaksud dengan Likuidasi ?
Secara harafiah, likuidasi berarti pembubaran, penghapusan, penghentian, dan atau pemberesan. Likuidasi dapat juga diartikan pembubaran perusahaan sebagai badan hukum yang meliputi pembayaran kewajiban kepada para kreditor dan pembagian harta yang tersisa kepada para pemegang saham.
Blackās Law Dictionary mengartikan likuidasi sebagai berikut :
Pasal 1 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1999 tentang Pencabutan Izin Usaha, Pembubaran dan Likuidasi Bank (selanjutnya disebut dengan āPeraturan Pemerintah Likuidasiā) mendefinisikan likuidasi bank sebagai tindakan penyelesaian seluruh hak dan kewajiban bank sebagai akibat pencabutan izin usaha dan pembubaran badan hukum bank.
Likuidasi suatu bank dapat mengguncangkan kepercayaan masyarakat terhadap sistem perbankan dan menimbulkan keresahan sosial. Hal tersebut disebabkan karena kemauan masyarakat untuk menyimpan dananya pada bank dilandasi kepercayaan bahwa uangnya akan dapat diperoleh kembali pada waktunya dan disertai imbalan berupa bunga.
Likuidasi dipilih oleh pembentuk Undang-Undang Perbankan sebagai proses keperdataan untuk mengakhiri badan hukum bank dan menyelesaikan hak dan kewajiban bank dengan tujuan agar nasabah penyimpan dana terlindungi haknya. Likuidasi bank diawali dengan pencabutan izin usaha oleh Pimpinan Bank Indonesia, kemudian dilanjutkan dengan pembubaran badan hukum dari bank yang dilikuidasi tersebut, dan diakhiri dengan penyelesaian terhadap seluruh hak dan kewajiban yang ditimbulkan oleh bank yang dilikuidasi tersebut. Pelaksanaan likuidasi bank dilakukan oleh tim likuidasi. Sebelum dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan dan telah ditetapkan dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan Menjadi Undang-Undang (selanjutnya disebut āUndang-Undang Lembaga Penjamin Simpanan), pengawasan atas pelaksanaan likuidasi dilakukan oleh Bank Indonesia, sedangkan setelah Undang-Undang Lembaga Penjamin Simpanan diundangkan, pengawasan atas pelaksanaan likuidasi bank dilakukan oleh Lembaga Penjamin Simpanan.
Sebelum dikeluarkannya Undang-Undang Lembaga Penjamin Simpanan, tim likuidasi bertanggung jawab kepada Bank Indonesia, sedangkan setelah dikeluarkannya Undang-Undang Lembaga Penjamin Simpanan, tim likuidasi bertanggung jawab kepada Lembaga Penjamin Simpanan. Sejak tanggal pencabutan izin usaha, direksi dan dewan komisaris dilarang melakukan perbuatan hukum berkaitan dengan aset dan kewajiban bank. Pengecualian atas larangan tersebut adalah jika perbutan hukum tersebut telah mendapat persetujuan dan atau penugasan Bank Indonesia, dan untuk membayar gaji pegawai yang terutang, membayar biaya kantor, serta membayar kewajiban bank kepada nasabah penyimpan dana dengan menggunakan dana Lembaga Penjamin Simpanan.
Secara yuridis, bank yang sudah dicabut izin usahanya tidak dimungkinkan untuk hidup kembali. Akibat dari likuidasi adalah:
Setelah tim likuidasi terbentuk, tanggung jawab dan kepengurusan bank dalam likuidasi dilakukan oleh tim likuidasi;
Tim likuidasi berwenang mewakili bank dalam segala hal yang berkaitan dengan penyelesaian hak dan kewajiban bank tersebut;
Setelah tim likuidasi terbentuk, direksi dan komisaris bank menjadi non aktif dan berkewajiban untuk setiap saat membantu memberikan informasi dan data yang diperlukan oleh tim likuidasi;
Jika anggota direksi, anggota dewan komisaris, dan pemegang saham turut serta menyebabkan kesulitan keuangan yang dihadapi bank atau menyebabkan kegagalan bank, maka mereka bertanggung jawab sampai dengan harta pribadi;
Berlaku Actio Pauliana yang dapat membatalkan segala perbuatan hukum yang mengakibatkan kerugian pada harta bank yang dilakukan dalam waktu 1 (satu) tahun sebelum pencabutan izin usaha. Maksud dari penuntutan pembatalan adalah supaya harta bank yang dialihkan kepada pihak lain dapat kembali ke dalam kekayaan bank.
Pembatalan ini dapat dilakukan bila pada saat transaksi dilakukan, bank dan pihak yang melakukan perbuatan hukum dengan bank mengetahui atau sepatutnya mengetahui bahwa perbuatan tersebut mengakibatkan kerugian bagi harta bank tersebut. Syarat untuk mengajukan pembatalan adalah:
Untuk membatalkan perjanjian atau perbuatan hukum yang bersifat cuma- cuma (tanpa adanya kontra prestasi pada pihak lain), kreditor cukup membuktikan bahwa pada waktu perjanjian tersebut dibuat atau perbuatan hukum tersebut dilakukan, debitor mengetahui bahwa perjanjian atau perbuatan hukum tersebut merugikan para kreditor, tanpa melihat apakah pihak yang mendapat keuntungan dari perbuatan hukum debitor tersebut mengetahui bahwa perbuatan tersebut merugikan kreditor.
Menurut Pasal 16 Peraturan Pemerintah Likuidasi, likuidasi bank dilakukan dengan cara:
Pencairan harta dan/atau penagihan piutang kepada para debitor, kemudian dari hasil pencairan harta dan/atau penagihan tersebut melakukan pembayaran kewajiban bank kepada para kreditornya, atau
Pengalihan seluruh harta dan kewajiban bank kepada pihak lain yang disetujui Bank Indonesia.
Dengan dikeluarkannya Undang-Undang Lembaga Penjamin Simpanan, cara ini sedikit diubah, yaitu pada pengalihan seluruh harta dan kewajiban bank kepada pihak lain, persetujuan ada pada Lembaga Penjamin Simpanan, bukan Bank Indonesia.
Tugas-tugas dari tim likuidasi adalah:
Menurut ketentuan Pasal 12 ayat (1) Peraturan Pemerintah Likuidasi, tim likuidasi hanya mempunyai waktu lima tahun untuk melaksanakan likuidasi bank. Jangka waktu tersebut diubah dengan Pasal 48 Undang-Undang Lembaga Penjamin Simpanan, yaitu dua tahun dan dapat diperpanjang maksimal dua kali dengan lama perpanjangan masing-masing satu tahun. Jika dalam waktu yang telah ditentukan proses likuidasi belum selesai, maka menurut Pasal 12 ayat (2) Peraturan Pemerintah Likuidasi, penjualan harta bank dilakukan secara lelang.
Salah satu kelemahan likuidasi adalah bahwa tidak ada kejelasan mengenai pihak yang akan mengelola aktiva dan pasiva bank yang belum diselesaikan setelah tim likuidasi dibubarkan.
Selain dengan likuidasi, Bank Indonesia juga dapat melakukan pemberesan terhadap harta bank bermasalah dengan kepailitan. Akan tetapi, Bank Indonesia, dengan mempertimbangkan ketentuan Undang-Undang Perbankan, berpendapat bahwa perbankan tidak mengenal mekanisme kepailitan dalam rangka penyelesaian hak dan kewajiban atas suatu bank. Selain itu, ada persepsi bahwa ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang Kepailitan dan PKPU menghambat Bank Indonesia untuk membereskan harta bank bermasalah tersebut. Salah satunya adalah Undang-Undang Kepailitan dan PKPU tidak tegas mengatur mengenai hak Bank Indonesia mengusulkan kurator yang akan menangani harta pailit.
Selain hal tersebut di atas, nasabah juga lebih diuntungkan dengan likuidasi karena penyelesaian harta bank bermasalah melalui likuidasi memberikan nasabah urutan yang lebih tinggi sebagai kreditor daripada urutan kreditor dalam penyelesaian melalui kepailitan. Menurut ketentuan Pasal 54 ayat (1) Undang-Undang Lembaga Penjamin Simpanan, urutan pembayaran kewajiban bank kepada kreditornya dalam likuidasi adalah:
Likuidasi bank merupakan tindakan penyelesaian seluruh hak dan kewajiban bank sebagai akibat pencabutan izin usaha dan pembubaran badan hukum bank. Jadi likuidasi bank bukanlah sekedar pencabutan izin usaha dan pembubaran badan hukum bank, tetapi berkaitan dengan proses penyelesaian segala hak dan kewajiban dari suatu bank yang dicabut izin usahanya. Setelah suatu bank dicabut izin usahanya, dilanjutkan lagi dengan proses pembubaran badan hukum bank yang bersangkutan, dan seterusnya dilakukan proses pemberesan berupa penyelesaian seluruh hak dan kewajiban (piutang dan utang) bank sebagai akibat dari pencabutan izin usaha dan pembubaran badan hukum bank.
Kemudian dalam perkembangannya, terdapat beberapa istilah yang ada
kaitannya dengan likuidasi, yaitu :
Dissolution, yaitu rangkaian proses yang terdiri dari proses pemberhentian
badan hukum dan bisnis perusahaan, penjualan aset, pembagian hasil penjualan
aset kepada para pihak yang berhak dan dalam proses ini dilakukan juga proses
pembubaran. Terdapat 3 (tiga) macam dissolusi, yaitu :
Dissolusi Sukarela (voluntary dissolution), yaitu disolusi yang dilakukan
atas rekomendasi dari salah satu atau lebih organ perseroan dan diputus
oleh RUPS.
Dissolusi Administrasi (administrative dissolution), yaitu dissolusi yang
dilakukan atas perintah pemerintah karena perusahaan tidak memenuhi
prosedur hukum tertentu atau karena alasan demi kepentingan umum.
Dissolusi ini dilakukan tidak secara sukarela sehingga disebut juga
involuntary dissolution.
Dissolusi judisial (judicial dissolution), merupakan salah satu involuntary
dissolution yang diperintahkan oleh Pengadilan karena permohonan dari
pemegang saham, kreditor atau negara karena alasan-alasan khusus.
Winding up, yaitu suatu proses dimana perusahaan yang sudah diputuskan untuk
dilikuidasi diangkat likuidatornya, asetnya dikumpulkan dan dibagikan kepada
para kreditor, pemegang saham atau kepada pihak lainnya yang berhak. Istilah
ini di beberapa negara disamakan dengan likuidasi, seperti halnya likuidasi
disamakan dengan dissolusi.
Termination, merupakan pengakhiran suatu perusahaan setelah proses likuidasi
selesai. Pengertian ini dapat disamakan dengan pembubaran menurut hukum
Indonesia.
Keberadaan bank yang berbentuk hukum sebagai perseroan terbatas dapat dihentikan dengan melakukan pembubaran, dimana pembubaran tersebut dapat dilakukan dengan berbagai alasan. Walaupun pembubaran telah dilakukan, biasanya bank tersebut masih memiliki aset, hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi. Oleh karena itu, pembubaran biasanya diikuti dengan pemberesan atau lebih dikenal dengan istilah ālikuidasiā.
Likuidasi bank adalah merupakan tindakan penyelesaian seluruh hak dan kewajiban bank sebagai akibat pencabutan izin usaha dan pembubaran badan hukum bank. Jadi likuidasi bank bukanlah sekedar pencabutan izin usaha dan pembubaran badan hukum bank, tetapi berkaitan dengan proses penyelesaian segala hak dan kewajiban dari suatu bank yang dicabut izin usahanya. Setelah suatu bank dicabut izin usahanya, dilanjutkan lagi dengan proses pembubaran badan hukum bank yang bersangkutan, dan seterusnya dilakukan proses pemberesan berupa penyelesaian seluruh hak dan kewajiban (piutang dan utang) bank sebagai akibat dari pencabutan izin usaha dan pembubaran badan hukum bank.
Kemudian dalam perkembangannya, terdapat beberapa istilah yang ada kaitannya dengan likuidasi, yaitu :
Winding up , yaitu suatu proses dimana perusahaan yang sudah diputuskan untuk dilikuidasi diangkat likuidatornya, asetnya dikumpulkan dan dibagikan kepada para kreditor, pemegang saham atau kepada pihak lainnya yang berhak. Istilah ini di beberapa negara disamakan dengan likuidasi, seperti halnya likuidasi disamakan dengan dissolusi.
Termination , merupakan pengakhiran suatu perusahaan setelah proses likuidasi selesai. Pengertian ini dapat disamakan dengan pembubaran menurut hukum Indonesia.