Konsep financial dan operating leverage adalah bermanfaat untuk analisis, perencanaan dan pengendalian keuangan. Perlu ditegaskan kembali bahwa leverage dalam pengertian bisnis mengacu pada penggunaan aset dan sumber dana (source of funds) oleh perusahaan di mana dalam penggunaan aset atau dana tersebut perusahaan harus mengeluarkan biaya tetap atau beban tetap.
Perusahaan menggunakan financial dan operating leverage dengan tujuan agar keuntungan yang diperoleh lebih besar daripada biaya aset dan sumber dananya, dengan demikian akan meningkatkan keuntungan pemegang saham.
Sebaliknya leverage juga meningkatkan variabilitas (risiko) keuntungan, karena jika perusahaan ternyata mendapatkan keuntungan yang lebih rendah dari biaya tetapnya maka penggunaan leverage akan menurunkan keuntungan pemegang saham. Konsep leverage tersebut sangat penting terutama untuk menunjukkan kepada analis keuangan dalam melihat trade-off antara risiko dan tingkat keuntungan dari berbagai tipe keputusan finansial.
Definisi
Leverage operasi timbul pada saat perusahaan menggunakan aktiva yang memiliki biaya- biaya operasi tetap. Biaya tetap tersebut misalnya biaya penyusutan gedung dan peralatan kantor, biaya asuransi dan biaya lain yang muncul dari penggunaan fasilitas dan biaya manajemen. Dalam jangka panjang, semua biaya bersifat variabel, artinya dapat berubah sesuai dengan jumlah produk yang dihasilkan. Oleh karena itu, dalam analisis ini diasumsikan dalam jangka pendek. Biaya operasi tetap, dikeluarkan agar volume penjualan dapat menghasilkan penerimaan yang lebih besar daripada seluruh biaya operasi tetap dan variabel. Pengaruh yang timbul dengan adanya biaya operasi tetap yaitu adanya perubahan dalam volume penjualan yang menghasilkan perubahan keuntungan atau kerugian operasi yang lebih besar dari proporsi yang telah ditetapkan.
Leverage operasi juga memperlihatkan pengaruh penjualan terhadap laba operasi atau laba sebelum bunga dan pajak (earning before interest and tax atau EBIT) yang diperoleh. Pengaruh tersebut dapat dicari dengan menghitung besarnya tingkat leverage operasinya (degree of operating leverage).
Untuk lebih jelasnya berikut ini disajikan tabel yang menggambarkan pengaruh leverage pada 3 perusahaan yang berbeda dengan berbagai jumlah leverage operasi.
Tabel Laporan Laba-Rugi Perusahaan A, B, dan C
Misalnya perusahaan mengalami peningkatan penjualan sebesar 50%, maka tabel di atas menjadi:
Tabel Perubahan Laporan Laba-Rugi karena Perubahan Penjualan
Dari tabel “Laporan Laba-Rugi Perusahaan A, B, dan C” di atas dapat dikemukakan bahwa perusahaan A mempunyai biaya operasi tetap yang lebih besar dibanding biaya variabelnya. Perusahaan B mempunyai biaya variabel yang lebih besar daripada biaya tetapnya. Perusahaan C mempunyai biaya operasi tetap dua kali lipat perusahaan A. Dari ketiga perusahaan tersebut, dapat dilihat bahwa perusahaan C mempunyai:
- jumlah rupiah absolut biaya tetap terbesar dan
- jumlah relatif biaya tetap terbesar, yaitu diukur dengan menggunakan rasio antara biaya tetap dibagi biaya totalnya dan rasio antara biaya tetap dibagi dengan penjualannya.
Apabila setiap perusahaan mengalami peningkatan penjualan tahun depan sebesar 50%, maka laba perusahaan (EBIT) akan terpengaruh. Hasil pengaruh tersebut ditunjukkan pada tabel “Perubahan Laporan Laba-Rugi karena Perubahan Penjualan”, di mana biaya variabel dan penjualan tiap perusahaan meningkat sebesar 50%.
Tetapi biaya tetap ketiga perusahaan tersebut tidak berubah. Seluruh perusahaan menunjukkan pengaruh dari leverage operasi (yaitu perubahan penjualan yang menghasilkan perubahan laba operasi). Dari perubahan tersebut perusahaan A terbukti sebagai perusahaan yang paling sensitif dengan peningkatan penjualan 50% dan menyebabkan peningkatan laba operasi sebesar 400%. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan dengan jumlah biaya tetap absolut atau relatif terbesar belum tentu memiliki pengaruh leverage operasi terbesar. Selanjutnya, akan dibahas cara sederhana untuk menentukan leverage operasi perusahaan.
Leverage keuangan merupakan penggunaan dana dengan beban tetap dengan harapan atas penggunaan dana tersebut akan memperbesar pendapatan per lembar saham (earning per share, EPS). Masalah leverage keuangan baru timbul setelah perusahaan menggunakan dana dengan beban tetap. Perusahaan yang menggunakan dana dengan beban tetap dikatakan menghasilkan leverage yang menguntungkan (favourable financial leverage) atau efek yang positif apabila pendapatan yang diterima dari penggunaan dana tersebut lebih besar daripada beban tetap atas penggunaan dana yang bersangkutan. Beban tetap yang dikeluarkan dari penggunaan dana misalnya hutang obligasi harus mengeluarkan beban tetap berupa bunga, sedangkan penggunaan dana yang berasal dari saham preferen harus mengeluarkan beban tetap berupa dividen.
Efek yang menguntungkan dari leverage keuangan disebut “trading in equity”. Leverage keuangan itu merugikan (unfavorable leverage) apabila perusahaan tidak dapat memperoleh pendapatan dari penggunaan dana tersebut lebih besar daripada beban tetap yang harus dibayar. Nilai leverage keuangan positif atau negatif dinilai berdasarkan pengaruh leverage yang dimiliki terhadap pendapatan per lembar saham (EPS). Artinya bagaimana pengaruh alternatif pendanaan yang akan dipilih terhadap pendapatan per lembar saham. Alternatif kombinasi pendanaan tersebut misalnya alternatif pendanaan hutang obligasi dengan saham biasa, obligasi dengan saham preferen, obligasi dengan saham biasa atau saham preferen dengan saham biasa.
Dari alternatif-alternatif pendanaan tersebut perlu dicari berapa jumlah biaya pendanaan yang harus dikeluarkan agar dengan pendanaan tersebut menyebabkan nilai laba operasi (EBIT) yang dapat menghasilkan EPS yang sama atau tercapai titik indifferen (indifferent point). Dengan demikian indifferent point adalah suatu keadaan di mana pada keadaan tersebut tercapai tingkat EBIT yang dapat menghasilkan EPS yang sama pada berbagai alternatif pendanaan. Untuk itu perlu dibahas hubungan antara EBIT dan EPS dengan berbagai alternatif pendanaan dan titik indifferen di antara alternatif-alternatif tersebut.
A. Analisis titik indifferen atau analisis hubungan EBIT – EPS
Analisis titik indifferen (merupakan analisis break even dalam financial leverage) adalah analisis untuk menentukan titik yang menunjukkan tingkat laba operasi (EBIT) yang menghasilkan laba per lembar saham (EPS) yang sama untuk dua pilihan struktur modal. Untuk menentukan titik indifferen atau titik impas EBIT – EPS di antara alternatif pendanaan, dimulai dari menghitung laba per lembar saham (EPS) dengan rumus sebagai berikut:
dimana:
EPS = Earning per Share = Pendapatan per lembar saham
I = Bunga hutang obligasi
PD = Dividen tahunan saham preferen
t = Tarif pajak perusahaan
NS = Jumlah lembar saham biasa
B. Penentuan titik indifferen
Untuk menentukan titik indifferen antara dua pilihan (alternatif) pembelanjaan atau pendanaan dapat ditentukan secara matematis dengan menggunakan rumus umum untuk menyatakan EPS pada setiap alternatif sebagai berikut:
dimana:
EBIT1,2 = EBIT pada titik indifferen antara dua alternatif pembelanjaan yang ada, dalam hal ini adalah alternatif pendanaan 1 dan alternatif pendanaan 2
I1, I2 = Bunga tahunan yang dibayarkan untuk pendanaan alternatif 1 dan 2
PD1, PD2 = Dividen saham preferen tahunan yang dibayarkan pada pendanaan alternatif 1 dan 2
t = Tarif pajak perusahaan
NS1, NS2 = Jumlah lembar saham biasa yang beredar dalam alternatif pendanaan 1 dan 2
Contoh
Misalnya, perusahaan “TERNAMA” mempunyai modal sendiri Rp. 800.000.000,- dan akan menambah modal sebesar Rp. 400.000.000,- melalui satu dari tiga alternatif pendanaan, yaitu dari:
- Saham biasa semua
- Obligasi pada tingkat bunga 12%
- Saham preferen dengan dividen 11%
Saat ini EBIT perusahaan sebesar Rp. 120.000.000,-. Dengan adanya ekspansi maka laba diharapkan naik menjadi Rp. 216.000.000,-. Tingkat pajak 40%. Pada saat ini saham biasa yang beredar 200.000 lembar. Saham biasa dapat dijual Rp. 4.000,- per lembar, sehingga apabila perusahaan memilih pendanaan dengan modal sendiri, maka perusahaan harus mengeluarkan saham biasa baru sebanyak 100.000 lembar. Perhitungan pengaruh berbagai alternatif tambahan pendanaan terhadap laba dan EPS akan terlihat pada tabel berikut:
Tabel Perhitungan Laba dan EPS
Untuk menentukan besarnya nilai EBIT yang dapat diperlukan untuk menutup biaya pendanaan tetap (biaya tetap), maka EPS pada rumus di atas diasumsikan sama dengan 0 (nol), sehingga diperoleh persamaan:
a. Apabila tambahan pendanaan menggunakan alternatif saham biasa
0 = (EBIT – I) (1 – t) – PD
0 = (EBIT – 0) (1 – 0,40) – 0
0 = EBIT (0,60)
EBIT = 0/0,60 = 0
Perhitungan di atas menunjukkan bahwa apabila pendanaan menggunakan alternatif saham biasa, maka tidak ada biaya pendanaan tetap baik pada pendanaan lama maupun pendanaan baru (setelah tambahan modal). Hal ini terlihat bahwa besarnya earning per share atau EPS = 0. Artinya aabila dikehendaki EPS saham yang bersangkutan sama dengan nol, maka besarnya EBIT yang diperlukan adalah sebesar 0 (nol).
b. Apabila tambahan dana menggunakan alternatif hutang obligasi
0 = (EBIT – I) (1 – t) – PD
0 = (EBIT – 12% x 400.000.000) (1 – 0,40) – 0
0 = (EBIT – 48.000.000) (0,60)
0 = 0,60 EBIT – 28.800.000
EBIT = 28.800.000/0,60 = Rp. 48.000.000
Dengan alternatif pendanaan melalui hutang obligasi maka diperoleh EBIT sebesar Rp. 48.000.000. EBIT ini sama besarnya dengan bunga yang harus dibayar. Dengan demikian EBIT tersebut digunakan untuk menutup biaya bunga sebagai beban tetap dalam menggunakan dana dari hutang obligasi. Pada EBIT sebesar Rp. 48.000.000, besarnya EPS = 0.
c. Apabila tambahan dana dipenuhi dengan alternatif saham preferen
0 = (EBIT – I) (1 – t) – PD
0 = (EBIT – 0) (1 – 0,40) – 44.000.000
0 = EBIT (0,60) – 44.000.000
EBIT = Rp. 44.000.000/0,60 = Rp. 73.333.333,33
Dengan alternatif pendanaan melalui alternatif saham preferen maka diperoleh EBIT sebesar Rp. 73.333.333,33. EBIT ini sama besarnya dengan dividen yang harus dibayar karena menggunakan saham preferen. Dengan demikian EBIT tersebut digunakan untuk membayar dividen sebagai beban tetap dalam menggunakan dana dari saham preferen.
Penentuan titik indifferen
a. Indifferent point untuk pendanaan saham biasa dan hutang
Sebagai contoh dari perusahaan “TERNAMA” di atas, titik indifferen antara alternatif pendanaan saham biasa (alternatif 1) dan hutang (alternatif 2) dapat dicari EBIT1,2 dengan rumus di atas sebagai berikut:
Titik indifferen dari perusahaan “TERNAMA” di atas antara alternatif pendanaan saham biasa (alternatif 1) dan saham preferen (alternatif 2) dapat dicari EBIT1,2 dengan rumus di atas sebagai berikut:
Titik indifferen (titik impas) alternatif pembelanjaan (pendanaan) antara saham biasa dan hutang dan alternatif pembelanjaan antara saham biasa dan saham preferen dapat digambarkan dalam satu grafik hubungan EPS – EBIT sebagai berikut:
Grafik Titik Impas EPS – EBIT atau Titik Indifferen untuk 3 Alternatif Pendanaan
Berdasarkan gambar grafik di atas, terlihat bahwa titik indifferen antara saham biasa dan hutang sebagai alternatif tambahan pendanaan terletak pada EBIT sebesar adalah Rp. 144.000.000,-. Apabila besarnya EBIT di bawah titik tersebut, alternatif saham biasa akan mempunyai EPS yang lebih besar.
Sedangkan apabila EBIT di atas titik tersebut maka alternatif hutang akan menghasilkan EPS yang lebih besar. Adapun titik indifferen antara alternatif saham biasa dan saham preferen tercapai pada EBIT sebesar Rp. 220.000.000,-. Di atas titik tersebut, alternatif saham preferen akan menghasilkan EPS yang lebih besar. Di bawah titik tersebut, alternatif saham biasa akan menghasilkan EPS yang lebih besar. Perhatikan bahwa tidak terdapat titik indifferen antara alternatif hutang dan saham preferen.
Untuk membuktikan apakah besarnya EBIT pada titik indifferen tersebut di atas akan menghasilkan besarnya EPS yang sama, kita lihat tabel berikut ini:
Tabel Penentuan EPS pada Titik Indifferen antara Saham Biasa dan Hutang
Sedangkan untuk membuktikan apakah besarnya EBIT pada titik indifferen tersebut di atas antara pendanaan saham biasa dan saham preferen akan menghasilkan besarnya EPS yang sama, kita lihat tabel berikut ini:
Tabel Penentuan EPS pada Titik Indifferen antara Saham Biasa dan Saham Preferen
Dari tabel di atas ternyata benar bahwa pada titik indifferen pendanaan antara saham biasa dan hutang di mana EBIT sebesar Rp. 144.000.000 menghasilkan EPS yang sama besar yaitu Rp. 288 per lembar. Sedangkan titik indifferen pendanaan antara saham biasa dan saham preferen di mana EBIT sebesar Rp. 220.000.000 menghasilkan EPS yang sama besar yaitu Rp. 440 per lembar.
Degree of Operating Leverage
Tingkat leverage operasi atau degree of operating leverage (DOL) adalah persentase perubahan dalam laba operasi (EBIT) yang disebabkan perubahan satu persen dalam output (penjualan). Dengan demikian maka,
di mana:
𝐸𝐵𝐼𝑇 + 𝐹𝐶
𝐸𝐵𝐼𝑇
DOLQunit = DOL dari penjualan dalam unit DOLSrupiah = DOL dari penjualan dalam rupiah EBIT = Laba operasi sebelum bunga dan pajak P = Harga per unit
V = Biaya variabel per unit
(P – V) = Marjin kontribusi per unit
Q = Kuantitas (unit) barang yang diproduksi atau dijual FC = Biaya tetap
VC = Biaya variabel total
S = Penjualan
Laba operasi
(EBIT) = [P(Q) –V(Q)] – FC
EBIT = Q (P – V) – FC
Contoh
Misalkan kita akan menganalisis kondisi keuangan 3 perusahaan K, M, dan N dengan keadaan sebagai berikut:
Tabel Laporan Laba-Rugi Perusahaan K, M, dan N
Dari tabel laporan laba-rugi perusahaan K, M, dan N di atas, dapat dihitung besarnya degree of operating leverage (DOL)-nya sebagai berikut:
DOLK sebesar 2,4 artinya tingkat elastisitas operasi pada output penjualan terhadap EBIT sebesar 240%. Ini berarti bahwa apabila penjualan perusahaan K naik sebesar 10%, maka laba operasi akan naik sebesar 2,4 x 10% = 24%. Sebaliknya, apabila penjualan perusahaan K turun sebesar 10%, maka penurunan tersebut berakibat EBIT-nya juga turun sebesar 2,4 x 10% = 24%.
DOLM sebesar 2,0 artinya tingkat elastisitas operasi pada output penjualan terhadap EBIT sebesar 200%. Ini berarti bahwa apabila penjualan perusahaan M naik sebesar 10%, maka laba operasi akan naik sebesar 2,0 x 10% = 20%. Sebaliknya, apabila penjualan perusahaan M turun sebesar 10%, maka penurunan tersebut berakibat EBIT-nya juga turun sebesar 2,0 x 10% = 20%.
Seperti halnya DOLK dan DOLM, maka DOLN sebesar 2,5 artinya tingkat elastisitas operasi pada output penjualan terhadap EBIT sebesar 250%. Ini berarti bahwa apabila penjualan perusahaan N naik sebesar 10%, maka laba operasi atau EBIT akan naik sebesar 2,5 x 10% = 25%. Sebaliknya, apabila penjualan perusahaan N turun sebesar 10%, maka penurunan tersebut berakibat EBIT perusahaan N juga akan turun sebesar 2,5 x 10% = 25%.
Untuk membuktikan efek perubahan penjualan terhadap EBIT yang diperlihatkan oleh besarnya DOL masing-masing perusahaan, maka dapat dilihat pada tabel berikut apabila penjualan ketiga perusahaan naik 10% dan biaya variabel juga naik 10%.
Tabel Perubahan Laporan Laba-Rugi Perusahaan K, M, dan N
Persentase perubahan laba operasi akibat adanya perubahan penjualan masing-masing perusahaan adalah sebagai berikut:
Dilihat dari besarnya masing-masing tingkat operating leverage yaitu DOLK sebesar 2,4, DOLM sebesar 2,0 dan DOLN sebesar 2,5 dapat disimpulkan bahwa beban biaya tetap dibanding kontribusi marjin perusahaan N paling besar. Hal ini berarti risiko perusahaan N lebih besar dibanding perusahaan K dan M karena kontribusi laba yang diperoleh digunakan untuk menutup biaya tetap yang lebih besar.
Perlu diketahui bahwa DOL merupakan salah satu komponen yang dapat menunjukkan risiko bisnis perusahaan. DOL perusahaan memperbesar dampak dari faktor lain pada variabilitas laba operasi. Meskipun DOL itu sendiri bukan sumber variabilitas. DOL yang tinggi tidak akan berpengaruh, bila perusahaan dapat memelihara penjualan dan struktur biaya yang konstan. Jadi DOL dapat dipandang sebagai suatu ukuran dari risiko potensial yang menjadi aktif hanya jika penjualan dan biaya produksi berubah-ubah.
Besarnya tingkat perubahan laba operasi sebagai akibat perubahan penjualan (DOL) sangat erat hubungannya dengan titik impas atau titik pulang pokok. Titik impas menunjukkan besarnya pendapatan sama dengan jumlah biaya yang harus dikeluarkan perusahaan. Hubungan antara laba operasi dan DOL juga sangat erat. Semakin besar penjualan berarti semakin besar laba operasi secara absolut berarti semakin jauh dari titik impas, sebaliknya DOL-nya semakin kecil. Pada umumnya, perusahaan tidak senang beroperasi dengan DOL yang tinggi, karena penurunan sedikit dalam penjualan dapat mengakibatkan kerugian (penurunan laba yang besar sehingga menjadi rugi).
Degree of Financial Leverage
Tingkat leverage keuangan atau degree of financial leverage (DFL) merupakan persentase perubahan laba per lembar saham (EPS) yang diakibatkan adanya perubahan dalam laba operasi (EBIT). Dengan kata lain, DFL merupakan persentase perubahan EBIT yang menyebabkan perubahan pada EPS. Dengan demikian DFL merupakan ukuran kuantitatif dari sensitivitas EPS perusahaan akibat perusahaan dalam laba operasi perusahaan (EBIT).
dimana: |
|
|
DFLSrupiah |
= |
DFL dari penjualan dalam rupiah |
EBIT |
= |
Laba operasi sebelum bunga dan pajak |
P |
= |
Harga per unit |
V |
= |
Biaya variabel per unit |
(P – V) |
= |
Marjin kontribusi per unit |
Q |
= |
Kuantitas (unit) barang yang diproduksi atau dijual |
FC |
= |
Biaya tetap |
VC |
= |
Biaya variabel total |
S |
= |
Penjualan |
t |
= |
Pajak penghasilan |
PD |
= |
Dividen yang dibayar |
I |
= |
Bunga tahunan yang dibayarkan |
Contoh
Misalnya kita ulangi lagi contoh perusahaan “TERNAMA” di atas yang mempunyai modal sendiri Rp. 800.000.000,-. Dan akan menambah modal sebesar Rp. 400.000.000,- melalui satu dari tiga alternatif pendanaan, yaitu dari:
- Saham biasa semua
- Obligasi pada tingkat bunga 12%
- Saham preferen dengan dividen 11%
Saat ini EBIT perusahaan sebesar Rp. 120.000.000,-. Dengan adanya ekspansi maka laba diharapkan naik menjadi Rp. 216.000.000,-. Tingkat pajak 40%. Pada saat ini saham biasa yang beredar 200.000 lembar. Saham biasa dapat dijual Rp. 4.000,- per lembar, sehingga apabila perusahaan memilih pendanaan dengan modal sendiri, maka perusahaan harus mengeluarkan saham biasa baru sebanyak 100.000 lembar. Perhitungan pengaruh berbagai alternatif tambahan pendanaan terhadap laba dan EPS akan terlihat pada tabel berikut:
Tabel Perhitungan Laba dan EPS
Dari contoh di atas, maka DFL dengan menggunakan alternatif pendanaan hutang pada EBIT Rp. 216.000.000 adalah:
DFL sebesar 1,29 artinya apabila EBIT berubah 10% (baik naik atau turun), maka laba setelah pajak (EAT) atau EPS akan berubah 1,29 x 10% = 12,9%.
DFL untuk alternatif pendanaan saham preferen:
𝐷𝐹𝐿 = 216.000.000: 142.666.667 = 1,51
DFL sebesar 1,51 artinya apabila EBIT berubah 10% (baik naik atau turun), maka laba setelah pajak (EAT) atau EPS-nya akan berubah 1,51 x 10% = 15,1%.
DFL untuk alternatif pendanaan saham biasa:
𝐷𝐹𝐿 = 216.000.000: 216.000.000 = 1,00
DFL sebesar 1,00 artinya apabila EBIT berubah 1% (baik naik atau turun), maka laba setelah pajak (EAT) atau EPS-nya akan berubah 1,00 x 10% = 10%.
Untuk membuktikan efek perubahan EBIT terhadap laba setelah pajak (EAT) bagi pemegang saham yang diperlihatkan oleh besarnya DFL masing-masing alternatif pendanaan, maka dapat dilihat pada tabel berikut apabila EBIT ketiga alternatif pendanaan tersebut naik sebesar 10%.
Tabel Perhitungan Laba dan EPS jika EBIT naik 10%
Dari perhitungan pada tabel 10.7 di atas ternyata kenaikan EBIT sebesar 10% mengakibatkan kenaikan EPS sesuai dengan DFL masing-masing alternatif pendanaan, yaitu:
Hal yang menarik dari hasil analisis perhitungan DFL perusahaan “TERNAMA” adalah bahwa meskipun perhitungan beban tetap berupa dividen yang ada dengan alternatif pendanaan saham preferen lebih rendah dari beban bunga pada alternatif pendanaan dengan hutang (Rp. 44.000.000 lebih kecil dari Rp. 48.000.000), namun DFL-nya lebih besar (1,51 > 1,29). Hal ini disebabkan karena beban bunga dari hutang akan mengurangi beban pajak (ingat bahwa beban bunga dihitung sebelum pajak) sedangkan dividen saham preferen tidak mengurangi pajak (ingat bahwa dividen dibayarkan dari laba setelah pajak).
Sering diperdebatkan bahwa pendanaan saham preferen kurang berisiko dibanding pendanaan hutang bagi perusahaan. Karena pendanaan dengan hutang mengakibatkan perusahaan membayar bunga dan kreditur memiliki hak pertama apabila perusahaan terpaksa dilikuidasi. Di samping itu, bunga hutang harus dibayar meskipun perusahaan dalam keadaan rugi. Tetapi kenyataan tersebut tidak selalu benar dilihat dari hasil DFL sebagaimana perusahaan “TERNAMA” di atas yang menunjukkan perbedaan relatif EPS akan lebih besar jika menggunakan pendanaan saham preferen daripada dengan htang. Padahal di sisi lain risiko saham preferen lebih rendah daripada risiko hutang.
Risiko keuangan meliputi risiko ketidakmampuan kas perusahaan membayar kewajiban (cash insolvency) dan risiko perbedaan (variabilitas) EPS yang diperoleh akibat perbedaan penggunaan leverage keuangan. Sebagaimana perusahaan meningkatkan proporsi pendanaan dalam struktur modal, maka aliran kas yang keluar secara tetap juga meningkat karena tambahan dana memerlukan beban tetap. Untuk lebih jelasnya kita lihat contoh berikut:
Contoh
Dua buah perusahaan A dan B berbeda dalam leverage keuangan tetapi sama dalam faktor lainnya. Masing-masing perusahaan menghasilkan EBIT yang diharapkan sebesar Rp. 64.000.000,-. Perusahaan A tidak memiliki hutang, sedangkan perusahaan B memiliki hutang obligasi sebesar Rp. 160.000.000,- dengan bunga 15%, sehingga total beban tetap perusahaan B adalah = 15% x Rp. 160.000.000 = Rp. 24.000.000,-, sedangkan perusahaan A tidak mempunyai beban (biaya) tetap tersebut. Apabila EBIT kedua perusahaan tersebut ternyata lebih rendah 75% dari yang diharapkan yaitu sebesar = 25% x Rp. 64.000.000 = Rp. 16.000.000,- maka perusahaan B tidak akan mampu membayar bunga dengan penghasilannya tersebut.
Aspek kedua adalah risiko keuangan yang melibatkan penyebaran relatif dari EPS. Sebagai contoh, seandainya EBIT yang diharapkan perusahaan A dan B adalah sebesar Rp. 64.000.000,-. Perusahaan A tidak mempunyai hutang tetapi mempunyai 4.000 lembar saham biasa yang beredar. Perusahaan B mempunyai hutang obligasi Rp. 160.000.000,- dengan bunga 15% dan saham biasa beredar 2.000 lembar. Pajak 40%. Dari informasi tersebut kita dapat memperhitungkan pengaruh leverage keuangan terhadap pendapatan per lembar saham (EPS) yang tertera pada tabel berikut:
Tabel Pengaruh Leverage Keuangan terhadap EPS
Degree of Total Leverage
Leverage total atau sering disebut leverage kombinasi merupakan gabungan atau kombinasi antara leverage operasi dan leverage keuangan. Artinya kita melakukan dua langkah pengaruh perubahan penjualan terhadap perubahan EPS. Langkah pertama melihat pengaruh penjualan terhadap EBT yang dianalisis dengan DOL. Sedangkan langkah kedua adalah pengaruh EBIT terhadap EPS yang dianalisis dengan DFL. Dalam leverage total ini kita langsung melihat pengaruh perubahan penjualan terhadap EPS. Dengan demikian ukuran kuantitatif dari sensitivitas total perubahan EPS perusahaan sebagai akibat perubahan penjualan perusahaan disebut “tingkat leverage total” (degree of total leverage atau DTL).
Tingkat leverage total atau DTL perusahaan pada tingkat penjualan tertentu sama dengan persentase perubahan EPS yang diakibatkan persentase perubahan penjualan yang menyebabkan perubahan EPS tersebut, jadi:
atau dengan mengalikan DOL dan DFL, maka akan diperoleh:
Contoh
Apabila contoh perusahaan “TERNAMA” di atas kita ulangi lagi dengan tambahan data penjualan dan biaya operasi variabel dan tetap untuk ketiga alternatif pendanaan sebagai berikut:
Tabel Perhitungan Laba dan EPS
Dari tabel di atas, maka kita dapat menghitung DTL dari ketiga alternatif pendanaan sebagai berikut:
DTL dengan menggunakan alternatif pendanaan hutang adalah:
DTL sebesar 1,88 artinya apabila penjualan berubah 10% (baik naik atau turun), maka laba setelah pajak (EAT) atau EPS akan berubah 1,88 x 10% = 18,8%.
DTL untuk alternatif pendanaan saham preferen:
DTL sebesar 2,21 artinya apabila penjualan berubah 10% (baik naik atau turun), maka laba setelah pajak (EAT) atau EPS-nya akan berubah 2,21 x 10% = 22,1%.
DTL untuk alternatif pendanaan saham biasa:
𝐷𝑇𝐿 = 316.000.000 ∶ 216.000.000 = 1,46
DTL sebesar 1,46 artinya penjualan berubah 10% (baik naik atau turun), maka laba setelah pajak (EAT) atau EPS-nya akan berubah 1,46 x 10% = 14,6%.
Untuk membuktikan efek perubahan penjualan terhadap laba setelah pajak (EAT) bagi pemegang saham yang diperlihatkan oleh besarnya DTL masing-masing alternatif pendanaan, maka dapat dilihat pada tabel berikut apabila penjualan ketiga alternatif pendanaan tersebut naik sebesar 10%.
Tabel Perhitungan Laba dan EPS bila Penjualan Naik 10%
Dari perhitungan pada tabel di atas ternyata kenaikan penjualan sebesar 10% mengakibatkan kenaikan laba bagi pemegang saham (atau EPS) sesuai dengan DTL masing- masing alternatif pendanaan, yaitu:
Sumber : Ardiprawiro, S.E., MMSI, Analisa Financial Leverage dan Operating Leverage