Apa yang dimaksud dengan kurap pada kuku atau Tinea unguium?

Kurap pada kuku atau Tinea unguium

Tinea unguium adalah kelainan kuku yang disebabkan infeksi jamur dermatofita. Penyebab tersering adalah T. mentagrophites, T. rubrum.

Apa yang dimaksud dengan kurap pada kuku atau Tinea unguium ?

Kurap pada kuku biasa disebut dengan Onikomikosis yang merupakan infeksi jamur pada kuku yang disebabkan oleh jamur dermatofita (tinea unguium), kapang nondermatofita, dan ragi.

Penyakit ini dapat terjadi pada matriks, nail bed, atau nail plate.

Onikomikosis dapat mengakibatkan rasa nyeri, tidak nyaman, dan terutama tampilan kurang baik.

Kejadian onikomikosis meningkat seiring bertambahnya usia, dikaitkan dengan menurunnya sirkulasi perifer, diabetes, trauma berulang pada kuku, pajanan lebih lama terhadap jamur, imunitas yang menurun, serta menurunnya kemampuan merawat kuku.

MANIFESTASI KLINIS

Onikomikosis dikelompokkan dalam empat gambaran klinis yang berkaitan dengan jenis
patogen serta jalur masuknya, seperti terlihat pada tabel dibawah ini.

Tabel Manifestasi klinis onikomikosis


Gambar Manifestasi klinis OSD (Onikomikosis Subungual Distal)

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Sebelum pengobatan, sebaiknya dilakukan pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis. Dua pemeriksaan penunjang utama yaitu pemeriksaan mikroskopik dan kultur. Pemeriksaan mikroskopik dapat menghasilkan 10% negatif palsu dan pemeriksaan kultur dapat menghasilkan 30% negatif palsu.

Pemeriksaan mikroskopik dilakukan dengan preparat KOH 20%. Sampel diambil dari kerokan jaringan dasar kuku yang terinfeksi. Pada mikroskop akan tampak elemen
jamur berupa hifa atau ragi, tetapi tidak bisa membedakan spesies; untuk itu diperlukan
pemeriksaan tambahan, yaitu kultur.


Gambar Manifestasi klinis OSPT (Onikomikosis Superfisial Putih) dan OSP (Onikomikosis Subungual Proksimal)

PENGOBATAN

Pengobatan tergantung jenis klinis, jamur penyebab, jumlah kuku yang terinfeksi, dan tingkat keparahan keterlibatan kuku. Pengobatan sistemik selalu diperlukan pada pengobatan subtipe OSP (Onikomikosis Subungual Proksimal) dan subtipe OSD
(Onikomikosis Subungual Distal) yang melibatkan daerah lunula. OSPT (Onikomikosis Superfisial Putih) dan OSD (Onikomikosis Subungual Distal) yang terbatas pada distal
kuku dapat diobati dengan agen topikal.

Kombinasi pengobatan sistemik dan topikal akan meningkatkan kesembuhan. Tingkat kekambuhan tetap tinggi, bahkan dengan obat-obat baru, sehingga dibutuhkan kerjasama yang baik antara pasien dan tenaga kesehatan.

British Association of Dermatologists menerbitkan pedoman diperbarui yang akan
dibahas berikut ini.

Antijamur Topikal

Struktur keras keratin dan kompak kuku menghalangi difusi obat topikal ke dalam dan melalui lempeng kuku. Konsentrasi obat topikal dapat berkurang 1000 kali dari luar ke dalam.

Penggunaan agen topikal harus dibatasi pada kasus-kasus yang melibatkan kurang dari
setengah lempeng kuku distal atau jika tidak dapat mentoleransi pengobatan sistemik.
Agen yang tersedia termasuk amorolfine, ciclopirox, tioconazole, dan efinaconazole.

Amorolfine (Strength of Recommendation D;Level of Evidence 3)

Amorolfine termasuk obat antijamur golongan morpholine sintetis dengan spektrum
fungisida yang luas. Obat ini menghambat enzim delta 14 reduktase dan delta 8 dan delta 7 isomerase dalam jalur biosintesis ergosterol dan bersifat fungisida terhadap C. albicans dan T. mentagrophytes. Obat ini dioleskan pada kuku yang terkena sekali atau dua kali seminggu selama 6-12 bulan. Amorolfine telah terbukti efektif pada sekitar 50% kasus infeksi jamur kuku distal. Efek samping lacquer amorolfine jarang dan terbatas, berupa rasa terbakar, pruritus, dan eritema.

Ciclopirox (SoR D; LoE 3).

Ciclopirox merupakan turunan hydroxypyridone dengan aktivitas antijamur spektrum luas
terhadap T. rubrum, S. brevicaulis, dan Candida spesies. Obat dioleskan pada kuku sekali sehari selama 48 minggu. Ciclopirox sekali sehari terbukti lebih efektif daripada plasebo (34% ciclopirox vs 10% plasebo). Durasi pengobatan yang dianjurkan adalah hingga 24 minggu untuk kuku tangan dan sampai 48 minggu untuk kuku kaki. Tidak ada uji klinik yang membandingkan amorolfine dengan ciclopirox untuk onikomikosis. Efek samping yang sering adalah eritema periungual dan lipat kuku.

Tioconazole (SoR D; LoE 3).

Tioconazole adalah antijamur imidazole, tersedia sebagai larutan 28%. Dalam sebuah
studi terbuka atas 27 pasien onikomikosis, kesembuhan klinik dan mikologi dicapai pada 22% pasien. Efek samping yang sering adalah dermatitis kontak alergi.

Eficonazole (SoR D; LoE 3).
Eficonazole 10% adalah obat antijamur golongan triazole. Obat ini diaplikasikan sekali
sehari pada kuku. Sebuah uji klinik baru-baru ini menunjukkan bahwa eficonazole menghasilkan tingkat kesembuhan mikologi mendekati 50% dan kesembuhan klinik mencapai 15% setelah 48 minggu aplikasi.

Pengobatan Sistemik

Obat sistemik utama yang diindikasikan dan secara luas digunakan untuk pengobatan
onikomikosis adalah terbinafine dan itraconazole. Griseofulvin juga diindikasikan, tetapi lebih jarang digunakan.

Griseofulvin (SoR C; LoE 2+).

Griseofulvin adalah obat fungistatik lemah, bertindak menghambat sintesis asam
nukleat dan menghambat sintesis dinding sel jamur. Pada orang dewasa, dosis yang
dianjurkan adalah 500-1000 mg per hari selama 6-9 bulan untuk infeksi kuku tangan dan 12-18 bulan untuk infeksi kuku kaki.

Sebaiknya dikonsumsi dengan makanan berlemak untuk meningkatkan penyerapan dan bioavailabilitas. Tingkat kesembuhan mikologi untuk infeksi kuku hanya 30-40%.

Efek samping antara lain mual dan ruam kulit pada 8-15% pasien.16 Uji klinik yang membandingkan terapi griseofulvin dengan terbinafine dan itraconazole menunjukkan
bahwa tingkat kesembuhan griseofulvin lebih rendah dari terbinafine dan itraconazole.
Griseofulvin memiliki beberapa keterbatasan termasuk kesembuhan lebih rendah, durasi
pengobatan panjang, risiko interaksi obat yang lebih besar dibandingkan obat antijamur yang lebih baru.

Oleh karena itu, griseofulvin tidak lagi menjadi pilihan kecuali obat lain tidak tersedia atau kontraindikasi.

Terbinafine (SoR A; LoE 1+)

Terbinafine bekerja menghambat enzim squalene epoxidase yang penting untuk biosintesis ergosterol, komponen integral dinding sel jamur. Lebih dari 70% terbinafine
diserap setelah pemberian oral, dan tidak terpengaruh asupan makanan. Terbinafine
dimetabolisme sebagian besar melalui ginjal dan diekskresikan dalam urin. Terbinafine
sangat lipofilik, sehingga terdistribusi dengan baik di kulit dan kuku. Pengobatan biasanya dengan dosis 250 mg per hari selama 6 bulan untuk infeksi jamur kuku tangan dan 12 bulan untuk infeksi jamur kuku kaki.

Terbinafine memiliki efek fungisida yang luas dan kuat terhadap dermatofita, terutama T.
rubrum dan T. mentagrophytes, tetapi memiliki aktivitas fungistatik rendah terhadap spesies Candida dibandingkan golongan azole.

Sebuah penelitian surveilans postmarketing mengungkapkan bahwa efek samping yang
paling umum adalah gastrointestinal (4 - 9%) seperti mual, diare, atau gangguan rasa, dan dermatologis (2 - 3%) seperti ruam, pruritus, urtikaria, atau eksim.

Itraconazole (SoR A; LoE 1+)

Itraconazole aktif terhadap berbagai jamur termasuk ragi dan dermatofita. Mekanisme
kerja itraconazole sama dengan antijamur azole lainnya, yaitu menghambat mediasi
sitokrom P450 oksidase untuk sintesis ergosterol, yang diperlukan untuk dinding
sel jamur. Itraconazole diserap optimal pada pemberian bersama makanan dan pH asam.

Obat ini sangat lipofilik dan dimetabolisme di hati oleh sitokrom P450 3A4, yang
meningkatkan risiko interaksi dengan obat lain yang dimetabolisme oleh enzim ini.
Seperti terbinafine, obat ini dikonsumsi sekali sehari (200 mg per dosis) selama 6 bulan
untuk infeksi jamur kuku tangan dan selama 9 bulan untuk infeksi jamur kuku kaki.

Laser

Onikomikosis banyak terjadi pada pasien dengan beberapa penyakit sistemik lain yang
sulit diberi obat antijamur sistemik jangka panjang. Terapi laser merupakan salah satu pilihan terapi.

Terapi laser sejak tahun 2010 diteliti baik secara in vitro maupun in vivo. Food and Drug Administration (FDA) telah menyetujui beberapa jenis laser untuk onikomikosis,
di antaranya: PinPointeTM FootLaserTM (PinPointe USA, Inc.), Cutera GenesisPlusTM
(Cutera, Inc.), Q-ClearTM (Light Age, Inc.), CoolTouch VARIATM (CoolTouch, Inc.),
dan JOULE ClearSenseTM (Sciton, Inc.).

Laser mempunyai efek bakterisidal. Energi yang disalurkan menyebabkan hipertermia
lokal, destruksi mikroorganisme patogen, dan stimulasi proses penyembuhan.
Energi laser bekerja melalui mekanisme denaturasi molekul, baik total maupun parsial pada organisme patogen. Energi laser menghasilkan reaksi fotobiologi atau fotokimia yang merusak sel patogen atau melalui mekanisme yang memicu respons imun yang menyerang organisme patogen.

Mekanisme kerja laser pada onikomikosis belum diketahui dengan pasti. Diduga
berdasarkan prinsip fototermolisis selektif. Absorpsi laser tidak sama antara infeksi jamur dan jaringan sekitarnya, menyebabkan konversi energi tersebut menjadi energi panas
atau mekanik.

Hasil penelitian menunjukkan laser dapat memberikan “perbaikan sementara pada
kasus onikomikosis”. Laser belum dikatakan sebagai terapi onikomikosis serta masih
sedikit penelitian mengenai peran laser pada onikomikosis.22 Laser yang banyak digunakan pada penelitian onikomikosis antara lain Nd:YAG, titanium safir (Ti:Sapphire), dan laser diode. Energi laser dapat diberikan secara terpulsasi untuk menghasilkan energi yang lebih besar dalam waktu lebih singkat. Durasi pulsasi mulai dari milidetik (10-3 detik) sampai femtodetik (10-15 detik) telah dipelajari penggunaannya pada kasus onikomikosis.

PROGNOSIS

Pengobatan sistemik menghasilkan kesembuhan lebih baik. Itraconazole menghasilkan angka kesembuhan sekitar 63% dan terbinafine menghasilkan angka kesembuhan sekitar 76%. Dibandingkan dengan terapi topikal ataupun sistemik, laser mampu memberikan hasil yang lebih baik.

Sumber :
Radityo Anugrah, Diagnostik dan Tatalaksana Onikomikosis, Bamed Skin Care, Jakarta