Apa yang dimaksud dengan Kultur Jaringan?

Kultur Jaringan

Kultur Jaringan, atau sering disebut sebagai tissue culture, merupakan metode untuk mengisolasi bagian dari tanaman, seperti sel, sekelompok sel, jaringan, dan organ, serta menumbuhkan dalam kondisi aseptik, sehingga bagian-bagian tersebut dapat memperbanyak diri dan beregenerasi menjadi tanaman yang lengkap.

1 Like

Kultur jaringan merupakan disiplin ilmu yang sangat menentukan keberhasilan proses transformasi. Kultur jaringan merupakan gabungan antara ilmu dan seni dalam menumbuhkan sel tanaman, jaringan atau organ tanaman dari pohon induk pada media buatan. Kultur jaringan tanaman terbagi dalam dua kelompok besar, yaitu kultur unorganized tissue dan kultur organized tissue.

  • Kultur unorganized tissue terdiri atas beberapa sistem kultur, seperti kultur kalus, kultur suspensi, kultur protoplas, dan kultur anther

  • Kultur organized tissue terdiri atas kultur meristem, shoot tip, node culture, kultur embrio dan root culture (George 1993).

Dalam perakitan tanaman transgenik, ahli kultur jaringan diperlukan dalam penyediaan sel atau jaringan target, transformasi dan seleksi, serta regenerasi sel atau jaringan transgenik.

Dasar orientasi kultur jaringan adalah teori totipotensi sel , yang ditulis oleh Schleiden dan Schwann, bahwa bagian tanaman yang hidup mempunyai totipotensi, kalau dibudidayakan di lingkungan yang sesuai, dapat tumbuh menjadi tanaman yang sempurna

Pada dasarnya, tanaman dapat diperbanyak dengan dua cara, yaitu :

  1. Seksual (generatif), dengan biji
  2. Aseksual (vegetatif), dengan bagian dari tanaman selain biji

Perbanyakan tanaman secara aseksual sering disebut dengan kloning , karena hasil perbanyakan ini adalah tanaman-tanaman yang mempunyai sifat genetik sama. Dalam budidaya tanaman secara in-vitro , atau sering disebut juga kultur jaringan tanaman, kloning tanaman dapat dilakukan dengan cara mengisolasi bagian tanaman seperti protoplasma, sel, jaringan atau organ tanaman yang kemudian ditumbuhkan dalam kondisi aseptik, sehingga bagian tanaman tersebut dapat memperbanyak diri dan beregenerasi menjadi tanaman yang lengkap.

Kultur Jaringan sering dilakukan pada tanaman-tanaman yang mempunyai kendala dimana perbanyakan generatif tidak mungkin dapat dilakukan, sehingga perbanyakan vegetatif merupakan alternatifnya. Misalnya, sangat sedikit atau tidak ada biji yang dihasilkan atau tidak mempunyai endosperm (pada biji anggrek)

Perbanyakan vegetatif secara in - vivo , mempunyai beberapa kelemahan, antara lain :

  1. Sangat lambat menghasilkan tanaman dalam jumlah besar dan dalam waktu yang singkat
  2. Sulit atau tidak dapat dilakukan untuk tanaman-tanaman tertentu

Sedangkan tujuan mikropropagasi secara in vitro antara lain,

  1. Memperbanyak tanaman

    • Dalam jumlah banyak dengan waktu yang lebih singkat dan mempunyai sifat yang sama dengan induknya (misal : untuk tanaman obat, tanaman yang hampir punah, bunga potong dsb)

    • Tanaman yang tidak dapat diperbanyak secara in - vivo

    • Tanaman varietas unggul

    • Tanaman induk silangan (sifat homozigot, untuk menghasilkan biji untuk pemuliaan tanaman)

    • Stok kultur tanaman dengan sifat-sifat tertentu (untuk pemuliaan tanaman)

  2. Menghasilkan tanaman yang bebas penyakit

  3. Mempermudah pengiriman tanaman (lebih ringkas dalam pengiriman)

Tahap-tahap Kultur Jaringan


Tahap-tahap Kultur Jaringan

1. Persiapan (tahap 0)

Pada tahap ini, yang dilakukan adalah mempersiapkan bahan tanaman yang akan dipergunakan sebagai eksplan. Eksplan dapat berasal dari : daun, tunas, cabang, batang, akar, embrio, kotiledon, hipokotil, epikotil dll.

Persiapan selanjutnya adalah sterilisasi ruangan yang akan dipakai untuk kegiatan praktek kultur jaringan, sterilisasi alat-alat, sterilisasi tempat penanaman (entkas, laminar air flow / laf) dan sterilisasi bahan tanaman.

2. Penanaman / Induksi (tahap 1) (kultur aseptik)

Eksplan atau kultur dapat terkontaminasi oleh berbagai mikrooganisme seperti jamur, bakteri, serangga atau virus. Organisme – organisme tersebut secara universal terdapat pada jaringan tanaman. Kondisi in vitro yang disukai eksplan, yaitu mengandung sukrosa dan hara dalam konsentrasi tinggi, kelembaban tinggi dan suhu yang hangat, juga disukai mikroorganisme yang seringkali tumbuh dan berkembang sangat cepat, mengalahkan pertumbuhan eksplan.

Jika permukaan tanaman ditutupi oleh rambut atau sisik, perhatian mesti diberikan untuk memastikan penetrasi bahan kimia, karena kontak dengan organisme sangat penting untuk sterilisasi. Ini biasanya dicapai dengan menambahkan detergen, digoyang-goyang, atau membenamkan eksplan dengan sedikit tekanan untuk mengilangkan gelembung udara yang mungkin mengandung mikroorganisme.

3. Multiplikasi (tahap 2) (tahap perbanyakan tanaman)

Jika kultur aseptik telah berhasil diperoleh, tujuan berikutnya adalah untuk menginduksi multiplikasi. Pada beberapa spesies, eksplan mungkin akan membentuk akar pada tahap awal pertumbuhan di media yang sederhana. Spesies lain menghasilkan banyak tunas tanpa perlakuan khusus. Dalam hal ini, kebutuhan akan media yang lebih kompleks tergantung pada tingkat multiplikasi yang diperoleh atau diperlukan.

Salah satu contohnya adalah dengan melakukan multiplikasi tunas. Multiplikasi tunas dapat diperoleh dengan beberapa cara, yaitu :

  1. Ujung tunas yang sudah ada akan memanjang menghasilkan ruas dan buku baru yang nantinya dapat dipotong lagi

  2. Tunas lateral yang ada pada eksplan akan menghasilkan tunas yang selanjutnya akan menghasilkan tunas baru. Seringkali tunas lateral ini sulit dilihat dengan mata telanjang, tapi sebagian besar titik tumbuh daun (leaf axil) mengandung banyak calon tunas

  3. Perkembangan tunas adventif. Pada banyak spesies, organ tanaman seperti akar, tunas, atau umbi dapat diinduksi untuk membentuk jaringan yang biasanya tidak dihasilkan pada organ ini. Organogenesis adventif seperti ini lebih berpotensi dibandingkan induksi tunas aksilar untuk perbanyakan klonal tanaman.

  4. Somatik embryogenesis. Potensi terbesar multiplikasi klon adalah melalui somatic embryogenesis, dimana 1 sel dapat menghasilkan 1 embrio dan menjadi tanaman lengkap. Somatic embryogenesis dapat terjadi pada kultur suspensi atau kadang terjadi pada kalus.

4. Perakaran (tahap 3)

Persiapan planlet untuk ditanam di tanah, perakaran planlet harus cukup mendukung. Jika banyak tunas sudah dihasilkan, tahap selanjutnya adalah inisiasi akar in vitro. Cara mudah dan praktis adalah dengan mengakarkan stek mikro di luar kultur, terutama untuk spesies-spesies yang mudah berakar. Ini tidak memerlukan media baru dan perlunya bekerja pada kondisi aseptik. Kelembaban tinggi diperlukan untuk menghindari kekeringan tunas baru yang masih lunak.

Stek mikro dapat diberi perlakuan hormon (tepung auksin atau pencelupan pada larutan auksin) seperti pada stek biasa. Keuntungan lain pengakaran di luar kultur adalah tipe akar yang dihasilkan lebih beradaptasi pada lingkungan luar/tanah. Stek mikro yang diakarkan pada media kultur biasanya memiliki morfologi yang beradaptasi pada air dan bukan pada tanah, sehingga kadang tidak berfungsi normal saat dipindah ke lapang. Jika mengakarkan pada media kultur, auksin diperlukan untuk menginduksi pembentukan akar. Sitokinin biasanya menghambat pembentukan akar.

5. Aklimatisasi (tahap 4)

Penanaman di tanah pada kondisi taraf penyesuaian dengan lingkungan yang baru. Stek mikro, atau tanaman yang sudah berakar, selanjutnya ditransfer ke tanah, akan mengalami perubahan lingkungan yang dapat menyebabkan stress pada tanaman. Ini seringkali merupakan tahap kritis dalam keseluruhan kegiatan kultur jaringan.

Lingkungan kultur in vitro meliputi kelembaban yang tinggi, bebas pathogen, suplai hara yang optimal, intensitas cahaya rendah dan suplai sukrosa dan media cair atau gel. Tanaman yang dihasilkan dengan kultur in vitro beradaptasi pada kondisi tersebut. Ketika terkespos pada lingkungan luar, tanaman kecil ini harus dapat beradaptasi pada lingkungan yang baru. Jika transisinya terlalu keras, tanaman akan mati.

Macam-macam Teknik Kultur Jaringan


Terdapat berbagai macam Teknik kultur jaringan yang berkambang hingga saat ini. Macam-macam Teknik kultur jaringan yang umum dilakukan antara lain :

  1. Kultur Meristem. Istilah meristem seringkali digunakan untuk menyebutkan ujung tunas dari tunas apikal atau lateral. Meristem sebenarnya adalah apikal dome dengan primordia daun terkecil, biasanya berdiameter kurang dari 2 mm.

  2. Kultur kalus. Dalam perbanyakan mikro, produksi kalus biasanya dihindari karena dapat menimbulkan variasi. Kadang-kadang eksplan menghasilkan kalus, bukan tunas baru, khususnya jika diberikan hormon dengan konsentrasi tinggi pada media. Dalam hal lain, kalus sengaja diinduksi karena potensinya untuk produksi massal plantlet baru. Potensi terbesar penggunaan kultur kalus adalah dimana sel-sel kalus dapat dipisahkan dan diinduksi untuk berdiferensiasi menjadi embrio somatik. Secara morphologi, embrio ini mirip dengan yang ada pada biji, tapi tidak seperti embrio biji, mereka secara genetik bersifat identik dengan tanaman tetua.

  3. Kultur Suspensi sel. Kultur ini merupakan hasil dari kultur kalus, dimana kalus biasanya didefinisikan untuk kumpulan sel-sel yg belum berdiferensiasi, jika ini dipisahkan dalam kultur cair maka disebut kultur suspensi. Kultur suspensi sel dapat dimanfaatkan untuk memproduksi suatu zat langsung dari sel tanpa membentuk tanaman lengkap baru.

  4. Kultur protoplas. Kultur ini merupakan langkah lanjutan dari kultur suspensi sel dimana dinding sel dari sel-sel yang disuspensikan, dihilangkan dengan menggunakan enzim untuk mencerna selulosa sehingga didapatkan protoplasma, yaitu isi sel yang dikelilingi oleh membran semipermeabel. Dengan penghilangan dinding sel, materi asing dapat dimasukkan, termasuk materi genetik dasar DNA dan RNA, atau mefusikan sel-sel dari spesies-spesies yang sepenuhnya berbeda.

  5. Kultur anther dan pollen. Produksi kalus dan embrio somatik dari kultur anther dan pollen telah berhasil dilakukan pada berbagai spesies. Yang menarik disini adalah produksi embrio haploid, yaitu embrio yang hanya memiliki 1 set dari pasangan kromosom normal. Ini dihasilkan dari jaringan gametofitik pada anther. Jumlah kromosom dapat digandakan kembali dengan pemberian bahan kimia seperti kolkisin, dan tanaman yang dihasilkan akan memiliki pasangan kromosom identik, homozigot.

  6. Kultur endosperm. Yang diharapkan dari tanaman ini adalah, menghasilkan tanaman triploid. Pada kultur ini, yang pertama kali dilakukan adalah menginduksi endosperm agar terbentuk kalus, selanjutnya diusahakan agar terjadi diferensiasi, yaitu memacu terjadinya tunas dan akar.

  7. Kultur embrio. Kultur dari embrio yang belum cukup tua yang diambil dari biji memiliki 2 macam aplikasi. Pertama, inkompatibilitas pada beberapa spesies atau kultivar yang timbul setelah pembentukan embrio akan menyebabkan aborsi embrio. Embrio seperti ini dapat diselamatkan dengan cara mengkulturkan embrio yang belum cukup tua dan menumbuhkannya pada media kultur yang sesuai.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Teknik In Vitro


Sel-sel tanaman yang diinduksi dapat diarahkan ekspresi totipotensinya tergantung dari tujuannya. Keberhasilan ekspresi tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu seleksi bahan tanaman, teknik sterilisasi eksplan, komposisi media, penambahan zat pengatuh tumbuh, dan faktor lingkungan di mana kultur ditempatkan. Bahan tanaman yang digunakan biasanya merupakan bagian tanaman yang masih aktif membelah. Bahan tanaman yang berasal dari benih biasanya mengalami dormansi. Pematahan dormansi dapat dilakukan dengan merendam benih ke dalam bahan sterilisasi.
Kondisi bahan tanaman yang digunakan sebagai eksplan harus sehat dan kuat. Penggunaan bahan tanam dari potongan batang ramin (Gonystilus bancanus) yang masih sangat muda menyebabkan eksplan mengalami kematian setelah proses sterilisasi, sedangkan eksplan yang lebih dewasa mampu berkembang dan merespon dengan baik perlakuan yang diberikan (Yelnititis dan Komar 2011).

Kondisi bahan tanam antara satu tanaman dengan tanaman lainnya sangat berbeda. Untari dan Puspitaningtyas (2006), menyatakan bahwa kondisi fisiologi tumbuhan memberikan respon yang berbeda terhadap perlakuan yang diberikan. Selanjutnya Zulkarnain (2009) menambahkan bahwa jaringan yang kurang aktif sering menginginkan modifikasi jenis dan takaran zat pengatur tumbuh selama proses pengkulturan dan semakin tua organ eksplan yang digunakan, maka proses pembelahan dan regenerasi sel cenderung semakin menurun.

Bahan eksplan biasanya mengandung debu, kotoran-kotoran, dan berbagai sumber kontaminan lainnya pada permukaan eksplan terlebih jika bahan yang digunakan berasal dari lapangan. Terdapat beberapa sumber kontaminan mikroorganisme pada sistem in vitro antara lain: media tanam yang kurang steril, lingkungan kerja, pelaksanaan yang kurang hati-hati, eksplan yang kurang steril, dan serangga atau hewan kecil yang berhasil masuk ke dalam botol kultur setelah diletakkan dalam ruang inkubasi.

Penggunaan bahan sterilan mutlak dibutuhkan dalam perbanyakan tanaman secara in vitro. Dalam kultur in vitro perbanyakan tanaman tanpa penggunaan bahan sterilan (kontrol) akan menghasilkan tingkat kontaminasi eksplan yang tinggi. Seperti yang disampaikan oleh Gunawan (2007), 80% kontaminasi terjadi 11 hari setelah inokulasi pada perlakuan tanpa menggunakan bahan sterilan (kontrol) pada eksplan anggrek kuping gajah (Bulbophyllumbeccarii). Bahan-bahan sterilan pada umumnya bersifat racun, selain dapat membunuh kontaminan, bahan tersebut juga dapat mematikan jaringan tanaman. Rismayani (2010) mengatakan konsentrasi bahan sterilan yang kecil membuat eksplan rentan terhadap patogen, namun semakin tinggi konsentrasi bahan sterilan maka akan menghambat perkembangan jaringan planlet pada tanaman.

Larutan hipoklorit (natrium dan kalsium) telah terbukti mampu mengatasi kontaminasi permukaan pada beberapa tanaman. Seperti yang dilaporkan Rismayani dan Hamzah (2010) penggunaan bahan sterilisasi kloroks3% mampu mensterilkan jaringan Aglaonema sp. dengan sempurna dan meningkatkan jumlah tunas tanaman. Selain itu menurut Khairunisa (2009), penggunaan alkohol 70% selama 3 menit efektif dalam mensterilkan tanaman binahong (Anredera cordifolia) dengan tingkat keberhasilan mencapai 92.76%.

Penanganan bahan tanaman yang berasal dari lapangan lebih sulit dibandingkan dengan tanaman yang dipelihara di dalam rumah kaca. Nurhaimi-Haris dkk. (2009) menggunakan bahan pra-sterilan desogerme dalam mengatasi masalah kontaminan pada eksplan karet dengan hasil yang baik. Desogerme memiliki kemampuan merusak membran dan sel protein berbagai jenis mikrob namun cukup aman untuk jaringan tanaman, sehingga cukup efektif digunakan sebagai desinfektan.
Penggunaan merkuri klorida (HgCl2) telah banyak dilakukan untuk mengatasi kontaminan yang berasal dari lapangan. Gunawan (2007) menyampaikan penggunaan HgCl2 0.01% kurang efektif dalam mengatasi kontaminasi pada eksplan anggrek kuping gajah (B. beccarii). Penggunaan bahan tersebut merupakan pilihan terakhir sebab merupakan bahan yang sangat beracun dan dapat mencemari lingkungan jika penanganannya tidak dilakukan dengan hati-hati.

Sumber : Victoria Henuhili, MSi, 2013, Kultur Jaringan Tanaman, Universitas Negeri Yogyakarta

Kultur jaringan (tissue culture) adalah suatu teknik mengisolasi bagian-bagian tanaman (sel, sekelompok sel, jaringan, organ, protoplasma, tepung sari, ovari dan sebagainya), ditumbuhkan secara tersendiri, dipacu
untuk memperbanyak diri, akhirnya diregenerasikan kembali menjadi tanaman lengkap yang mempunyai sifat sama seperti induknya dalam suatu lingkungan
yang aseptik (bebas hama dan penyakit). Selanjutnya teknik ini juga disebut kultur in vitro (in vitro culture) yang artinya kultur di dalam wadah gelas (Wattimena dkk, 1992). Dasar pengembangan kultur jaringan adalah
totipotensi. Totipotensi merupakan potensi suatu sel untuk dapat tumbuh dan berkembang menjadi tanaman yang lengkap. Setiap sel akan beregenerasi menjadi tanaman yang lengkap dan utuh apabila ditempatkan pada kondisi
yang sesuai (Kumar dkk, 2011).
Tahapan kultur jaringan meliputi inisiasi, multiplikasi, perpanjangan dan induksi akar (pengakaran), dan aklimatisasi. Kegiatan inisiasi meliputi persiapan eksplan, sterilisasi eksplan hingga mendapatkan eksplan yang bebas dari mikroorganisme kontaminan. Multiplikasi merupakan tahap perbanyakan eksplan dengan subkultur (pemindahan eksplan dalam media baru yang berisi
Zat Pengatur Tumbuh (ZPT)) secara berulang-ulang untuk mempertahankan stok bahan tanaman (eksplan). Pengakaran merupakan kegiatan terakhir sebelum planlet dipindahkan ke kondisi luar. Aklimatisasi ialah proses pemindahan/pengadaptasian planlet dari kondisi in vitro ke kondisi luar/lapangan (Kumar dkk, 2011).

Kultur jaringan dalam bahasa asing disebut sebagai tissue culture, weefcel cultuus atau gewebe kultur. Kultur adalah budidaya dan jaringan adalah sekelompok sel yang mempunyai bentuk dan fungsi yang sama. Maka, kultur jaringan berarti membudidayakan suatu jaringan tanaman menjadi tanaman kecil yang mempunyai sifat seperti induknya (Suryowinoto, 1991 dalam Hendaryono dan Wijayani, 1994).

Manfaat perbanyakan tanaman secara kultur jaringan adalah untuk perbanyakan vegetatif tanaman yang permintaannya tinggi tetapi pasokannya rendah, karena laju perbanyakan secara konvensional dianggap lambat. Di samping itu, perbanyakan tanaman secara kultur jaringan sangat bermanfaat untuk memperbanyak tanaman introduksi, tanaman klon unggul baru, dan tanaman bebas patogen yang perlu diperbanyak dalam jumlah besar dalam waktu yang relatif singkat (Yusnita, 2003, hlm. 9).

Metode kultur jaringan merupakan suatu metode untuk mengisolasi bagian dari tanaman seperti sekelompok sel atau jaringan yang ditumbuhkan dengan kondisi aseptik, sehingga bagian tanaman tersebut dapat memperbanyak diri tumbuh menjadi tanaman lengkap kembali. Secara singkat kultur jaringan berarti membudidayakan suatu jaringan tanaman menjadi tanaman kecil yang mempunyai sifat seperti induknya. Prinsip utama dari teknik kultur jaringan adalah perbanyakan tanaman dengan menggunakan bagian vegetatif tanaman menggunakan media buatan yang dilakukan di tempat steril.

Perbanyakan bibit secara cepat adalah salah satu dari penerapan teknik kultur jaringan yang telah dilakukan terutama untuk beberapa jenis tanaman yang diperbanyak secara klonal. Tujuan utamanya adalah memproduksi bibit secara massal dalam waktu singkat. Hal ini terutama dilakukan pada tanaman-tanaman yang persentase perkecambahan bijinya rendah. Tanaman hibrida yang berasal dari tetua yang menunjukkan sifat male sterility, hibrida-hibrida yang unik, perbanyakan pohon elite dan/atau pohon untuk batang bawah dan tanaman yang selalu diperbanyak secara vegetatif seperti kentang, pisang dan strawberry juga diperbanyak secara kultur jaringan (Gunawan, 1987 dalam Mattjik, 2005).

Tujuan lain dari kultur jaringan adalah untuk membiakkan bagian tanaman dalam ukuran yang sekecil-kecilnya sehingga menjadi beratus-ratus ribu tanaman kecil (klon), dan untuk menghasilkan kalus sebanyak-banyaknya agar dapat menghasilkan metabolit sekunder, misalnya untuk keperluan obat-obatan.

Perbanyakan secara kultur jaringan dilakukan dengan cara mengisolasi bagian tanaman seperti organ, jaringan, kumpulan sel, sel tunggal, protoplasma, dan kemudian menumbuhkan bagian-bagian tersebut dalam media buatan aseptik yang kaya nutrisi dan mengandung zat pengatur tumbuh. Proses ini berlangsung di dalam wadah tertutup yang tembus cahaya sehingga bagian-bagain tersebut memperbanyak diri dan beregenerasi kembali menjadi tanaman lengkap (Saptarini, dkk, 2001).

Tahapan Kultur Jaringan diantaranya : a. Pembuatan Media, dimana media merupakan faktor penentu dalam perbanyakan dengan kultur jaringan. Menyiapkan media tumbuh yang terdiri atas campuran garam mineral berisi unsur makro dan mikro asam amino, vitamin, gula serta hormon tumbuhan dengan perban dingan tertentu. Zat pengatur tumbuh (hormon) yang ditambahkan juga bervariasi, baik jenisnya maupun jumlahnya, tergantung dengan tujuan dari kultur jaringan yang dilakukan. Media yang sudah jadi ditempatkan pada tabung reaksi atau botol-botol kaca. Media yang digunakan juga harus disterilkan dengan cara memanaskannya dengan autoklaf; b. Inisiasi, merupakan kegiatanpengambilan eksplan dari bagian tanaman yang akan dikulturkan. Bagian tanaman yang sering digunakan untuk kegiatan kultur jaringan adalah tunas; c. Sterilisasi, adalah bahwa segala kegiatan dalam kultur jaringan harus dilakukan di tempat yang steril, yaitu di laminar flow dan menggunakan alat-alat yang juga steril. Sterilisasi juga dilakukan terhadap peralatan, yaitu menggunakan etanol yang disemprotkan secara merata pada peralatan yang digunakan. Teknisi yang melakukan kultur jaringan juga harus steril; d. Multiplikasi, merupakan kegiatan memperbanyak calon tanaman dengan menanam eksplan pada media. Kegiatan ini dilakukan di laminar flow untuk menghindari adanya kontaminasi yang menyebabkan gagalnya pertumbuhan eksplan. Tabung reaksi yang telah ditanami ekplan diletakkan pada rak-rak dan ditempatkan di tempat yang steril dengan suhu kamar; e. Aklimatisasi adalah kegiatan memindahkan eksplan keluar dari ruangan aseptic. Pemindahan dilakukan secara hati-hati dan bertahap.

Kini telah dikembangkan kultur jaringan untuk perbanyakan secara cepat, melalui ujung pucuk yang bebas-penyakit. Cara ini telah dilaksanakan dalam skala komersial, tetapi adanya mutasi yang tidak dikehendaki menimbulkan kekhawatiran.

Bibit hasil kultur jaringan memiliki keunggulan antara lain : 1. Penyediaan bibit dapat diprogram sesuai dengan jadwal kebutuhan dan jumlah yang diperlukan pekebun; 2. Sifat unggul tanaman induk tetap dimiliki oleh tanaman hasil perbanyakan dengan kultur jaringan: 3. Bibit dalam keadaan bebas hama dan penyakit karena diperbanyak dalam keadaan aseptik dari tanaman yang sehat; 4. Tingkat keseragaman bahan tanaman yang tinggi, sehingga mampu meningkatkan efisiensi dalam pengelolaan kebun.

Referensi :
https://bulelengkab.go.id/detail/artikel/kultur-jaringan-pada-tumbuhan-49