Apa yang dimaksud dengan Kromatografi?

image

Kromatografi adalah suatu teknik pemisahan molekul berdasarkan perbedaan pola pergerakan antara fase gerak dan fase diam untuk memisahkan komponen (berupa molekul) yang berada pada larutan. Molekul yang terlarut dalam fase gerak, akan melewati kolom yang merupakan fase diam.

Apa yang dimaksud dengan Kromatografi ?

Pemisahan hasil ekstraksi tumbuhan terutama dilakukan dengan salah satu atau gabungan dari beberapa teknik kromatografi. Pemilihan teknik kromatografi sebagian besar bergantung pada sifat kelarutan dan keatsirian senyawa-senyawa yang akan dipisahkan.

Kromatografi adalah suatu metode fisik untuk pemisahan yang didasarkan atas perbedaan afinitas senyawa-senyawa yang sedang dianalisis terhadap dua fasa yaitu fasa stasioner/fasa diam dan fasa mobil/fasa gerak.

Jadi, campuran senyawa-senyawa dapat mengalami adsorpsi dan desorpsi oleh fasa dalam secara berturut-turut sehingga secara berurutan fasa gerak juga akan melarutkan senyawa-senyawa tersebut dan proses pemisahan dapat terjadi karena campuran senyawa memiliki kelarutan yang berbeda di antara dua fasa tersebut.

Fasa diam yang digunakan dalam kromatografi dapat berupa zat padat juga berupa zat cair. Silika dan alumina merupakan contoh zat padat yang sering digunakan sebagai fasa diam berkat kemampuannya dalam mengadsorpsi bahan-bahan yang akan dipisahkan (sebagai adsorben).
Keduanya dapat digunakan sebagai bahan pengisi kolom pada kromatografi kolom gravitasi, kromatografi tekanan tinggi dan juga sebagai bahab pembuat lapis tipis untuk KLT. Fasa diam dapat juga berupa zat cair dengan fasa pendukung yang berupa zat padat. Salah satu contoh adalah pada kromatografi kertas dimana fasa diamnya berupa air yang diadsorpsi oleh molekul-molekul selulosa pada kertas (kertas adalah fasa pendukung), sedangkan pada kromatografi gas fasa diam berupa zat padat yang dilekatkan pada kapiler yang stabil terhadap suhu dan fasa diam ini mempunyai pori dan ukuran yang sama.

Fasa gerak dapat berupa gas pada kromatografi gas, dapat juga berupa zat cair seperti pada kromatografi kertas, kromatografi lapis tipis atau kromatografi kolom. Jika fasa mobil berupa gas, maka dinamakan gas vektor/gas pembawa, sedangkan jika berupa zat cair dinamakan eluen/pelarut.

Berdasarkan keadaan/sifat fasa-fasa yang digunakan, dapat dibedakan beberapa jenis kromatografi, antara lain;

  • Kromatografi cair-padat, dengan fasa gerak cair dan fasa diam padat
  • Kromatografi gas-padat, dengan fasa gerak gas dan fasa diam padat
  • Kromatografi cair-cair, dengan fasa gerak cair dan fasa diam cair
  • Kromatografi gas-cair, dengan fasa gerak gas dan fasa diam cair

Kromatografi gas-padat dan kromatografi gas-cair sering disebut kromatografi gas (GC). Berdasarkan sifat fenomena yang terjadi pada pemisahan, dapat dibedakan dengan kromatografi adsorpsi, kromatografi partisi, kromatografi lapis penukar ion, kromatografi afinitas/filtrasi gel. Berdasarkan teknik pemisahan, dibedakan menjadi kromatografi lapis tipis (KLT), romatografi kertas, kromatografi kolom (KK), kromatografi gas, krmatografi cair bertekanan tinggi. Metode pemisahan yang sering digunakan adalah KLT dan KK.

1. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)


Fenomena yang terjadi pada KLT adalah berdasar pada prinsip adsorpsi. Setelah sampel ditotolkan di atas fasa diam, senyawa-senyawa dalam sampel akan terelusi dengan kecepatan yang sangat bergantung pada sifat senyawa-senyawa tersebut (kemampuan terikat pada fasa diam dan kemampuan larut dalam fasa gerak), sifat fasa diam (kekuatan elektrostatis yang menarik senyawa di atas fasa diam) dan sifat fasa gerak (kemampuan melarutkan senyawa). Pada KLT, secara umum senyawa-senyawa yang memiliki kepolaran rendah akan terelusi lebih cepat daripada senyawa-senyawa yang memiliki kepolaran rendah akan terelusi lebih cepat daripada senyawa-senyawa polar karena senyawa polar terikat lebih kuat pada bahan silika yang mengandung silanol (SiOH2) yang pada dasarnya memiliki afinitas yang kuat terhadap senyawa polar.

Karena prosesnya yang mudah dan cepat, KLT banyak digunakan untk melihat kemurnian suatu senyawa organik. Jika analisis dilakukan dengan mengubah pelarut beberapa kali (minimum 3 macam) dan hasil elusi tetap menampakkan satu noda maka dapat dikatakan bahwa sampel yang ditotolkan adalah murni. Selain itu, karena KLT juga dapat menampakkan jumlah senyawa-senyawa dalam campuran sampel (menurut noda yang muncul), maka KLT dapat digunakan untuk mengikuti atau mengontrol jalannya reaksi organik maupun untuk mengontrol proses pemisahan campuran yang dilakukan menggunakan kromatografi kolom. KLT juga merupakan suatu cara yang umum dilakukan untuk memilih pelarut yang sesuai sebelum dilakukan pemisahan menggunakan kromatografi kolom. Jadi, secara ringkas KLT terutama berguna untuk tujuan mencari pelarut yang sesuai untuk kromatografi kolom, analisis fraksi-fraksi yang diperoleh dari kromatografi kolom, memonitor jalannya suatu reaksi kimia, identikasi senyawa (uji kemurnian).

Beberapa kelengkapan KLT adalah bejana kromatografi yang biasanya terbuat dari kaca dengan bentuk yang bervariasi dan harus dilengkapi dengan penutup yang rapat, fasa diam yang berupa selapis tipis (0,25 mm) silika gel atau adsorben yang lain (alumina, selulosa, kieselguhr) yang dilapiskan di atas sepotong kaca, plastik atau aluminium dengan abntuan sebuah penghubung sepert CaSO4 anhidrat, tepung kanji atau suatu polimer organik, sampel sebanyak 1 Β΅l dari larutan encer (2-5%) suatu campuran yang ditotolkan pada satu titik di atas fasa diam (dengan bantuan suatu pipa kapiler) dan titik tersebut letaknya juga di atas batas pelarut. Jika konsentrasi sampel yang ditotolkan terlalu tinggi akan menyebabkan terjadinya tailing.

Oleh karena itu, konsentrasi zat yang ditotolkan harus tepat untuk menghasilkan noda yang baik, solven/pelarut/eluen murni atau campuran yang akan mengelusi senyawa-senyawa dalam sampel sepanjang fasa diam. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pemilihan eluen adalah eluen yang terlalu polar akan mengelusi semua senyawa dalam sampel artinya faktor yang menghambat elusi tidak cukup kuat dan kepolaran senyawa-senyawa dalam sampel berpengaruh terhadap pemilihan eluen (berhubungan dengan sifat kepolarannya) dimana bagian dalam bejana harus dijenuhkan terlebih dahulu dengan eluen. Selanjutnya adanya penampak noda, terutama digunakan jika yang dipisahkan bukan senyawa-senyawa yang berwarna.

Beberapa metode yang biasa digunakan adalah.

  • Sinar UV dimana beberapa senyawa akan nampak sebagai noda yang berpendar;

  • Indikator fluoresensi yang sudah terdapat dalam plat lapis tipis yang digunakan (ada tanda GF untuk silika gel) amka plat tersebut akan menjadi berfluoresensi jika diletakkan di bawah lampu UV dan senyawa-senyawa akan muncul sebagai noda gelap;

  • Iod bereaksi dengan sebagian besar senyawa oganik membentuk senyawa kompleks berwarna kuning atau coklat. Noda akan dapat terdeteksi dengan jalan meletakkan plat kering dalam sebuah bejana yang telah berisi kristal iod dan tertutup rapat sehingga bejana jenuh dengan uap iod. Penampak noda ini bersifat umum, dapat digunakan untuk mendeteksi adanya ikatan tunggal. Ikatan rangkap dan aromatis

  • Atomisasi dilakukan dengan meletakkan suatu pereaksi di atas plat yang akan dapat menyebabkan terjadinya reaksi antara senyawa dengan pereaksi tersebut.

Beberapa pereaksi semprot untuk penampak noda (penyemprotan sebaiknya dilakukan di dalam lemari asam karena beberapa pereaksi bersifat toksik), antara lain:

  • Anhidirida asam asetat-asam sulfat pekat (pereaksi Lieberman-Burchard) untuk steroid dan triterpenoid, dimana pembuatan 5 ml anhidrida asam asetat dicampur secara hati- hati dengan 5 ml asam sulfat pekat, kemudian campuran ini ditambahkan juga secara hati-hati ke dalam 50 ml etanol absolut. Setiap pencamputan zat dilakukan dengan pendinginan. Dianjurkan untuk emnggunakan pereaksi yang baru setiap pemakaian. Perlakuan setelah penyemprotan adalah dipanaskan selama 10 menit pada 100Β°C. adanya terpenoid akan ditandai dengan munculnya warna merah sedangkan warna biru untuk steroid

  • Anisaldehida-asam sulfat untuk gula, steroid dan terpenoid. Dimana pembuatannya adalah dengan menambahkan 1 ml asam sulfat pekat ke dalam 0,5 ml anisaldehida dalam 50 ml asam asetat. Dianjurkan untuk menggunakan pereaksi yang baru setiap pemakaian. Perlakuan setelah penyemprotan adalah dipanaskan pada 100-105Β°C sampai noda muncul dengan intensitas warna yang maksimum. Latar belakang yang berwarna merah muda dapat dihilangkan dengan membiarkannya terkena uap dari penangas air

  • Aluminium klorida untuk flavonoid. Dibuat dengan melarutkan 1% aluminium klorida ke dalam etanol. Perlakuan setelah penyemprotan adalah dengan menganalisis noda berfluoresensi kekuningan dengan lampu UV

  • Antimonklorida untuk flavonoid. Dibuat dengan melarutkan 10% antimon (III) klorida dalam kloroform. Perlakuan setelah penyemprotan adalah dengan menganalisis noda berfluoresensi kekuningan dengan lampu UV

  • Cerium sulfat-asam sulfat bersifat umum, dapat digunakan untuk semua senyawa organik. Pembuatannya dilakukan dengan mencampurkan cerie sulfat dengan larutan asam sulfat 65%. Perlakuan setelah penyemprotan adalah melakukan pemanasan selama 15 menit pada 120Β°C. Untuk pereaksi ini tidak dapat diguanakn untuk KLT dengan adsorben alumina

  • Pereaksi dragendorf (menurut Munier) untuk alkaloid (uji positif ditandai dengan munculnya warna coklat kemerahan) dan senyawa lain yang mengandung nitrogen. Pembuatannya larutan a adalah dengan melarutkan 1,7 gram bismut nitrat basa dengan 20 gram asam tartrat yang dilarutkan dalam 80 ml air. Larutan b adalah dengan melarutkan 16 gram kalium iodida ke dalam 40 ml air. Larutan stok adalah dengan mencampur larutan stok a dan b dengan jumlah yang sama kemudian dicampur dan dapat disimpan selama beberapa bulan dalam lemari pendingin. Pereaksi semprot dibuat dengan 5 ml larutan stok ditambahkan ke dalam larutan 10 gram asam tartrat dalam 50 ml air

  • Magnesium asetat untuk antrakuinon. Pembuatannya adalah dengan melarutkan 0,5% magnesium asetat dalam metanol. Kemudian perlakuan setelah penyemprotan adalah dengan memansakannya selama 5 menit pada suhu 90Β°C. noda berwarna oranye-ungu

  • Potasium hidroksida metanolik untuk kumarin dan antrakuinon. Pembuatannya adalah dengan melarutkan 5% KOH dalam metanol (pereaksi borntrager). Uji positif ditandai dengan munculnya warna merah. Perlakuan setelah penyemprotan adalah dengan menunggu plat hingga kering dan dianalisis menggunakan sinar UV.

Selain kromatografi lapis tipis, biasanya yang sering digunakan seperti uraian di atas, pada penelitian-penelitian fitokimia juga sering digunakan kromatografi lapis tipis preparatif (KLTP) dan kromatografi lapis tipis centrifugal.

2. Kromatografi Lapis Tipis Preparatif (KLTP)


KLTP merupakan salah satu metode pemisahan yang memerlukan pembiayaan paling murah dan memakai peralatan paling dasar. Walaupun KLTP dapat memisahkan bahan dalam jumlah gram, sebagian besar pemakaian hanya dalam jumlah miligram. Berbagai penelitian telah dilakukan untuk mengetahui pengaruh ketebalan plat yang sering dipakai adalah 0,5-2 mm. ukuran plat biasanya 20 x 20 cm atau 20 x 40 cm. Untuk jumlah sampel 10- 100 mg, dapat dipisahkan menggunakan KLTP dengan adsorben silika gel atau aluminium oksida dengan ukuran 20 x 20 cm dan tebal 1 mm. jika tebalnya diduakalikan, maka banyaknya sampel yang dapat dipisahkan bertambah 50%. Seperti halnya KLT biasa, adsorben yang paling umum pada KLTP adalah silika gel.

Plat KLT dapat dibuat sendiri atau dibeli dengan plat sudah terlapisis adsorben. Keuntungan membuat plat sendiri adalah bahwa ketebalan dan susunan lapisan dapat diatur sesuai kebutuhan (misalnya dengan menambahkan AgNO3 atau buffer). Petunjuk untuk pembuatan plat KLTP biasanya terdapat pada kemasan adsorben yang akan dipakai.

Sebelum ditotolkan pada plat KLTP, sampel dilarutkan terlebih dahulu dalam sedikit pelarut. Pelarut yang baik adalah pelarut yang mudah menguap (n-heksana, diklorometana atau etil asetat) karena jika pelarut yang digunakan tidak mudah menguap, maka akan terjadi pelebaran pita. Konsentrasi sampel juga sebaiknya hanya 5-10%. Sampel yang ditotolkan harus berbentuk pita yang sesempit mungkin karena baik tidaknya pemisahan juga bergantung pada lebarnya pita. Penotolan dapat dilakukan dengan tangan menggunakan pipa kapiler, dapat juga menggunakan alat penotol otomatis. Untuk pita yang terlanjur terbentuk terlalu lebar dapat dilakukan perbaikan dengan mengelusi plat menggunakan eluen/larutan polar sampai kira-kira 2 cm di atas tempat penotolan, dikeringkan, kemudian elusi dilanjutkan dengan menggunakan pelarut yang diinginkan.

Pilihan pelarut ditentukan berdasarkan pemisahan terbaik pada KLT. Jadi, pelarut yang digunakan pada KLT dapat digunakan langsung pada KLTP jika adsorben yang digunakan juga sama. Fase gerak biner yang sering digunakan pada pemisahan menggunakan KLTP adalah n- heksana-etil asetat, n-heksana-aseton dan kloroform-metanol. Keefisienan pemisahan dapat ditingkatkan dengan cara elusi berulang. Jika elusi pertama telah selesai, pelat dikeringkan kemudian dimasukkan lagi ke dalam bejana. Proses elusi ini dapat diulang beberapa kali.

Kebanyakan adsorben KLTP mengandung fluorescen yang membantu mendeteksi kedudukan pita yang terpisah sepanjang senyawa yang dipisahkan menyerap sinar UV. Untuk senyawa yang tidak menyerap sinar UV dapat dilakukan dengan menutup plat dengan sepotong kaca dan menyemprot salah satu sisi dengan pereaksi penampak noda dan juga menambahkan senyawa pembanding. Pita yang kedudukannya telah diketahui, dikerok dari plat. Selanjutnya senyawa harus diekstraksi dari adsorben dengan pelarut yang sesuai (5ml pelarut untuk 1 gram adsorben). Diupayakan untuk menggunakan pelarut yang paling nonpolar yang mungkin. Harus diperhatikan bahwa makin lama senyawa kontak dengan adsorben, maka makin besar kemungkinan senyawa tersebut mengalami peruraian. Selanjutnya ekstrak yang diperoleh disaring menggunakan corong berkaca masir atau menggunakan membran.

Plat KLT siap pakai yang dibeli biasanya mengandung zat pengikat dan indikator yang susunan kimianya tidak diketahui. Ketika senyawa yang dipisahkan dengan KLTP diekstraksi, zat pengikat dan indikator serta pencemar lainnya kemungkinan besar akan terekstraksi juga. Makin polar pelarut yang digunakan untuk ekstraksi maka makin banyak zat yang tidak diinginkan yang akan ikut terekstraksi. Di samping itu, pelarut yang terlalu polar akan dapat melarutkan adsorben. Beberapa penelitian yang telah dilakukan menyatakan bahwa pencemar yang sering ikut terekstraksi adalah golongan ftalat dan poliester. Untuk menghilangkan pencemar ini, dianjurkan untuk melakukan pemurnian tahap akhir dengan filtrasi gel menggunakan sephadex LH-20.

KLTP klasik mempunyai beberapa kekurangan. Kekurangan yang utama adalah pengambilan senyawa dari plat yang dilakukan melalui proses ekstraksi dari adsorben. Jika yang dikerok dari plat adalah senyawa beracun, maka dapat timbul masalah. Kekurangan yang lain adalah waktu yang diperlukan dalam proses pemisahan yang cukup panjang, adanya pencemar setelah proses ekstraksi senyawa dari adsorben dan biasanya rendemen yang diperoleh berkurang 40-50% dari bahan awal. Untuk mengatasi beberapa masalah tersebut, beberapa pendekatan yang melibatkan kromatografi sentrifugal dapat dicoba.

3. Kromatografi sentrifugal


Pada prinsipnya kromatografi sentrifugal adalah kromatografi klasik dengan aliran fasa gerak yang dipercepat oleh gaya sentrifugal. Contoh alat kromatografi ini yang sering dipakai adalah kromatotron. Perbedaan besar antara kromatotron dengan KLT sentrifugal lainnya adalah bahwa pada rotornya tidak mendatar tetapi miring. Bagian utama dari alat ini adalah plat kaca bundar bergaris tengah 24 cm yang dilapisi dengan adsorben yang cocok sehingga terbentuk lapisan tipis untuk pemisahan preparatif.

4. Kromatografi kolom


Kromatografi kolom juga merupakan suatu metode pemisahan preparatif. Metode ini memungkinkan untuk melakukan pemisahan suatu sampel yang berupa campuran dengan berat beberapa gram. Kelemahan metode ini adalah diperlukan eluen yang cukup besar, waktu elusi untuk dapat menyelesaikan pemisahan sangat lama, deteksi hasil pemisahan tidak dapat langsung dilakukan (masih memerlukan KLT).

Pada prinsipnya kromatografi kolom adalah suatu teknik pemisahan yang didasarkan pada peristiwa adsorpsi. Sampel yang biasanya berupa larutan pekat diletakkan pada ujung atas kolom. Eluen atau pelarut dialirkan secara kontinu ke dalam kolom. Dengan adanya gravitasi atau karena bantuan tekanan, maka eluen/pelarut akan melewati kolom dan proses pemisahan akan terjadi. Seperti pada umumya, eluen/pelarut akan digunakan dimulai dari yang paling non polar dan dinaikkan secara gradien kepolarannya hingga pemisahan dapat terjadi. Sama halnya pada KLT, pemisahan dapat terjadi karena adanya perbedaan afinitas senyawa pada adsorben dan perbedaan kelarutan senyawa pada eluen/pelarut.

Ketika sampel diletakkan di ujung kolom, seketika itu juga sudah terjadi peristiwa adsorpsi oleh permukaan adsorben yang berbatasan dengan sampel. Eluen yang dialirkan secara kontinu ke dalam kolom akan menyebabkan adanya peristiwa adsorbsi dan desorpsi senyawa-senyawa pada sampel. Molekul-molekul senyawa akan dibawa ke bagian bawah kolom dengan kecepatan yang bervariasi bergantung pada besarnya afinitas molekul tersebut pada adsorben dan juga pada besarnya kelarutan molekul tersebut dalam eluen/pelarut. Cairan yang keluar dari kolom ditampung dan dilakukan analisis menggunakan KLT untuk melihat hasil pemisahannya.
Pada kromatografi kolom, hal-hal yang paling berperan dalam kesuksesan pemisahan adalah pemilihan adsorben dan eluen/pelarut, dimensi kolom yang digunakan serta kecepatan elusi yang dilakukan.

Adsorben yang umum digunakan selain SiO2 dan selulosa adalah alumina, yang tersedia dalam bentuk asam, basa atau netral. Adsorben ini dianjurkan hanya dipakai untuk senyawa-senyawa organik yang stabil. Pemilihan adsorben da bentuknya (asam, basa atau netral) sangat penting untuk menghindari reaksi yang dapat terjadi di dalam kolom yang tidak diinginkan selama proses elusi berlangsung, misalnya alumina asam dapat menimbulkan reaksi dehidrasi alkohol tersier dan bentuk basanya dapat mengakibatkan reaksi hidrolisis ester atau reaksi kondensasi aldol pada aldehida.

Adsorben lain yang umum dipakai adalah silika gel, yang terutama digunakan untuk memisahkan senyawa organik yang tidak memiliki kestabilan yang memadai untuk dipisahkan menggunakan alumina.

Besarnya butir/granul adsorben yang digunakan pada kromatografi kolom harus lebih besar dibandingkan dengan yang digunakan pada KLT, yaitu antara 50-200 Β΅m. dengan ukuran tersebut, pengisian kolom secara homogen dapat terlaksana, kecepatan elusi juga berjalan sebagaimana seharusnya serta pergantian senyawa yang teradsorpsi pada dsorben dan kelarutannya pada eluen/pwlarut terjadi cukup cepat.

Jumlah adsorben yang digunakan bergantung pada tingkat kesulitan pemisahan dan pada jumlah sampel yang akan dipisahkan. Secara umum diperlukan 30-50 gram adsorben untuk tiap gram sampel yang akan dipisahkan. Jumlah tersebut bisa mencapai 200 gram adsorben jika pemisahan yang dilakukan cukup sulit. Dibutuhkan jumlah adsorben yang lebih sedikit untuk memisahkan senyawa-senyawa yang perbedaan polaritasnya sangat besar.

Eluen/pelarut yang digunakan, umumnya adalah campuran dua macam pelarut. Pada awal elusi dimulai dengan eluen yang paling nonpolar yang akan membawa senyawa- senyawa yang kurang terikat pada adsorben (yang paling nonpolar). Sepanjang proses elusi, komposisi eluen dapat divariasi dengan jalan menambahkan secara gradien pelarut yang lebih polar. Dengan demikian, senyawa-senyawa juga hanya akan terelusi ke arah bawah kolom secara berurutan berdasarkan kepolarannya. Adalah komposisi yang pertama dari eluen yang memiliki kemampuan elusi terkuat. Oleh karena itu sepanjang elusi proporsi pelarut yang lebih polar dinaikkan dengan jalan menambahkan pelarut yang lebih polar ke dalam pelarut yang kurang polar secara eksponensial.
Penggunaan beberapa eluen harus dihindari tatkala yang digunakan sebagai adsorben adalah alumina atau silika gel dalam bentuk asam atau basanya. Pelarut sangat polar seperti metanol, air dan asam asetat juga harus dipergunakan secara hati-hati karena akan melarutkan adsorben dalam jumlah kecil.

Kolom yang digunakan untuk keperluan pemisahan ini, pada bagian bawahnya biasanya dilengkapi dengan plat kaca masir (bisa juga digunakan glas wool atau kapas bebas lemak) baik dalam bentuk fix ataupun mobile yang berguna untuk melewatkan eluen secara bebas tetapi yang juga dapat menghambat keluarnya adsorben dari kolom. Buret dapat juga digunakan untuk keperluan ini, dengan menambahkan kaca masir atau glass wool di bagian bawah buret. Jumlah adsorben yang dimasukkan ke dalam kolom sedemikian rupa sehingga memenuhi tinggi kolom 10 kali diameter kolom, biasanya juga disisakan ruang kosong di atas adsorben tersebut kira-kira 10 cm untuk sampel dan pelarut.

Kecepatan elusi sebaiknya dibuat konstan. Kecepatan tersebut harus cukup lambat sehingga senyawa berada dalam keseimbangan antara fasa diam dan fasa gerak, sebaliknya jika kecepatan elusi ini terlalu kecil, maka senyawa-senyawa akan terdifusi ke dalam eluen dan akan menyebabkan pita makin lama makin lebar yang akibatnya pemisahan tidak dapat berlangsung dengan baik. Kecepatan elusi yang besar dapat dilakukan jika yang akan dipisahkan adalah campuran senyawa yang memiliki kepolaran yang sangat berbeda.

Sebelum melakukan pemisahan menggunakan kromatografi kolom, sangat dianjurkan untuk mencobanya terlebih dahulu dengan KLT. Hal ini dilakukan untuk mengetahui kompleksitas campuran yang akan dipisahkan dan sekaligus untuk menemukan sistem eluen yang akan digunakan untuk proses pemisahan menggunakan kromatografi kolom. Beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah mencari campuran dua pelarut dengan perbedaan polaritas cukup besar yang paling mungkin (misal: petroleum eter dengan diklorometana) dan Rf sebagian besar senyawa sebaiknya lebih rendah dari 0,4. Dari beberapa pengamatan diketahui bahwa semakin kecil harga Rf suatu senyawa, maka makin besar jumlah eluen yang diperlukan untuk mengelusi senyawa tersebut dari kolom. Dengan demikian, senyawa- senyawa yang memiliki harga Rf 0,8 dan 0,9 akan sulit untuk dipisahkan karena keduanya akan terelusi oleh eluen hanya dalam jumlah kecil sehingga tidak ada waktu untuk terpisah.

Tahap yang paling sulit dalam kromatografi kolom adalah pengisian kolom dengan adsorben. Pengisian tersebut harus sehomogen mungkin dan harus benar-benar bebas dari gelembung udara. Permukaan adsorben juga harus benar-benar horisontal untuk menghindari terjadinya cacat yang dapat terjadi selama proses elusi berjalan. Untuk itu yang pertama harus diperhatikan adalah menempatkan kolom pada posisi yang benar-benar vertikal.

Sumber :
Lully Hanni Endarini, Farmakognisi dan Fitokimia, Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan

Kromatografi


Kromatografi merupakan suatu proses pemisahan yang mana analit-analit dalam sampel terdistribusi antara dua fase, yaitu fase diam dan fase gerak. Fase diam dapat berupa bahan padat atau porus dalam bentuk molekul kecil atau dalam bentuk cairan yang dilapiskan pada pendukung padat atau dilapiskan pada dinding kolom. Fase gerak dapat berupa gas atau cairan. Jika gas digunakan sebagai fase gerak, maka prosesnya dikenal sebagai kromatografi gas. Dalam kromatografi cair dan juga kromatografi lapis tipis, fase gerak yang di gunakan selalu cair (Rohman, 2009).

Pembagian Kromatografi


Menurut (Rohman, 2009), kromatografi dapat dibedakan atas berbagai macam, tergantung pada pengelompokannya. Berdasarkan pada mekanisme pemisahannya, kromatografi dibedakan menjadi :

  • Kromatografi adsorbsi
  • Kromatografi partisi
  • Kromatografi pasangan ion
  • Kromatografi penukar ion
  • Kromatografi ekslusi ukuran
  • Kromatografi afinitas

Berdasarkan alat yang digunakan, kromatografi dapat dibagi atas :

  • Kromatografi kertas
  • Kromatografi lapis tipis
  • Kromatografi cair kinerja tinggi
  • Kromatografi gas

Kromatografi Cair Kinerja Tinggi


Kromatografi Cair Kinerja Tinggi atau KCKT atau biasa juga disebut dengan HPLC (High Performance Liquid Chromatography) dikembangkan pada akhir tahun 1960-an dan awal tahun 1970-an. Saat ini, KCKT merupakan teknik pemisahan yang diterima secara luas untuk analisis dan pemurnian senyawa tertentu dalam suatu sampel pada sejumlah bidang, antara lain:

  • Farmasi
  • Lingkungan
  • Bioteknologi
  • Polimer
  • Industri-industri makanan.

Kegunaan umum KCKT antara lain :

  • Untuk pemisahan sejumlah senyawa organik, norganik, maupun senyawa biologis
  • Analisis ketidak murnian (impurities)
  • Analisis senyawa-senyawa tidak mudah menguap (non-volatil)
  • Penentuan molekul- molekul netral, ionic, maupun zwitter ion, isolasi
  • Pemurnian senyawa
  • Pemisahan senyawa-senyawa yang strukturnya hampir sama
  • Pemisahan senyawa- senyawa dalam jumlah sekelumit, dalam jumlah banyak, dan dalam skala proses industri.

KCKT merupakan metode yang tidak destruktif dan dapat digunakan baik untuk analisis kualitatif maupun kuantitatif. KCKT paling sering digunakan untuk menetapkan kadar senyawa-senyawa tertentu seperti asam-asam amino, asam-asam nukleat, dan protein-protein dalam cairan fisiologis; menentukan kadar senyawa-senyawa aktif obat, produk hasil samping proses sintetis, atau produk-produk degradasi dalam sediaan farmasi; memonitor sampel-sampel yang berasal dari lingkungan, memurnikan senyawa dalam suatu campuran; kontrol kualitas; dan mengikuti jalannya reaksi sintesis.

Kromatografi merupakan teknik yang mana solut atau zat-zat terlarut terpisah oleh perbedaan kecepatan elusi, dikarenakan solute-solut ini melewati suatu kolom kromatografi. Pemisahan solut-solut ini diatur oleh distribusi solut dalam fase gerak dan fase diam. Penggunaan kromatografi cair secara sukses terhadap suatu masalah yang dihadapi membutuhkan penggabungan secara tepat dari berbagai macam kondisi operasional seperti jenis kolom, fase gerak, suhu kolom, dan ukuran sampel (Rohman, 2007).
Maksud dan tujuan analisis dengan KCKT hanya ada dua hal yaitu didapatnya pemisahan yang baik dalam waktu proses yang relatif singkat. Menurut, Mulja dan Suharman, 1995, untuk tercapainya maksud dan tujuan analisis dengan KCKT diatas maka diperlukan penatalaksanaan yang betul-betul sudah dipersiapkan dan diperhitungkan, antara lain :

  • Diplih pelarut pengembang atau pelarut pengembang campur yang sesuai untuk komponen yang dipisahkan

  • Berkaitan dengan pemilihan pelarut pengembang (solvent) maka kolom yang dipakai juga harus diperhatikan.

  • Detektor yang memadai

  • Pengetahuan dasar KCKT yang baik serta pengalaman dam keterampilan kerja yang baik

  • Keuntungan metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi antara lain :

    • Dapat dilaksanakan pada suhu kamar
    • Detektror KCKT dapat divariasi
    • Pelarut pengembang yang dapat dipakai berulangkali, demikian juga dengan kolomnya.
    • Ketepatan dan ketelitiannya relative tinggi dijajaran teknik analisis fisiko- kimia.

Jenis Kolom


Dilihat dari jenis fase diam dan fase gerak, maka kromatografi cair kinerja tinggi (kolomnya) dibedakan atas :

  1. Kromatografi Fase Normal

    Kromatografi dengan kolom konvensional dimana fase diamnya β€œnormal” bersifat polar, misalnya silika gel, sedangkan fase geraknya bersifat non polar.

  2. Kolom fase terbalik (Reversed Phase Colomn)

    Kromatografi dengan kolom yang fase diamnya bersifat non polar, sedangkan fase geraknya bersifat polar, kabalikan dari fase normal. Kromatografi fase terbalik sebenarnya sudah lama dipikirkan oleh Boscott (1947), tetapi baru sekitar tahun 1948 Boldingh berhasil memisahkan asam-asam lemak dengan rantai panjang melalui suatu kolom yang berisi bahan karet (non polar) dan dielusi dengan larutan pengembang campur yang polar yaitu campuran air-metanol-aseton (Mulja dan Suharman, 1995).

Jenis Pompa


Sistem pompa kromatografi cair kinerja tinggi sudah diprogram untuk dapat melakukan elusi dengan satu atau lebih macam pelarut. Dikenal dua sistem pompa pada kromatografi cair kinerja tinggi yaitu :

  1. Sistem Elusi Isokratik

Pada sistem ini elusi dilakukan dengan satu macam larutan pengembang atau lebih dari satu macam larutan pengembang (pelarut pengembang campur) dengan perbandingan yang tetap.

  1. Sistem Elusi Gradien

Pada system ini elusi dilakukan dengan pelarut pengembang campur yang perbandingannya berubah dalam waktu tertentu (Suharman dan Mulja, 1995).

Faktor-Faktor Yang Digunakan Untuk Evaluasi kinerja kolom


Kualitas pemisahan dengan kromatografi kolom dapat dikontrol dengan melakukan serangkaian uji kesesuaian sistem yang meliputi :

  1. Efisiensi kolom
    Salah satu karakteistik system kromatografi yang paling penting adalah efisiensi atau jumlah lempeng teoritis (N). Ukuran efisiensi kolom adalah jumlah lempeng (plate number, N) yang didasarkan pada konsep lempeng teoritis pada distilasi. Bilangan lempeng (N) yang tinggi disyaratkan untuk pemisahan yang baik yang nilainya sebanding dengan semakin panjangnya kolom (L) dan semakin kecilnya nilai H. Istilah nilai H merupakan tinggi ekivalen lempeng teoritis atau HETP (High Eqivalent Theoritical Plate), yang mana merupakan panjang kolom yang dibutuhkan untuk menghasilkan satu lempeng teoritis. Kolom yang baik akan mempunyai bilangan lempeng yang tinggi, dan karenanya kolom yang baik mempunyai nilai H yang rendah. Semakin kecil ukuran partikel, maka semakin tinggi bilangan lempeng teoritis. Kondisi optimum diperoleh dengan melihat hubungan antara tinggi lempeng teoritis dan kecepatan alir.

  2. Resolusi atau daya pisah
    Kolom yang lebih efisien akan mempunyai resolusi yang baik. Tingkat pemisahan komponen dalam suatu campuran dengan metode kromatografi direfleksikan dalam kromatogram yang dihasilkan. Untuk hasil pemisahan yang baik, puncak-puncak dalam kromatogram harus terpisah secara sempurna dari puncak lainnya dengan sedikit tumpang tindih atau tidak tumpang tindih.

  3. Simetrisitas puncak
    Suatu situasi yang menunjukkan kinerja kromatografi yang kurang baik adalah ketika ditemukan suatu puncak yang mengalami pengekoran (tailing) sehingga menyebabkan puncak tidak setangkup atau tidak simetri. Kromatogram yang memberikan harga TF=1 menunjukkan bahwa kromatogram tersebut bersifat setangkup atau simetris. Harga TF>1 menunjukkan bahwa kromatogram mengalami pengekoran (tailing). Semakin besar harga TF maka kolom yang dipakai semakin kurang efisien. Dengan demikian harga TF dapat digunakan untuk melihat efisiensi kolom kromatografi (Rohman, 2009).
    Ada dua cara yang digunakan untuk pengukuran derajat asimetri puncak, yakni factor ikutan dan factor asimetris. Faktor ikutan/tailing factor (Tf) seperti yang diterangkan dalam Farmakope Amerika Serikat (USP) Edisi Ketigapuluh dihitung dengan menggunakan lebar puncak pada ketinggian 5% (W0,05), rumusnya dituliskan sebagai berikut :
    image

    Dengan nilai a dan b merupakan setengah lebar puncak pada ketinggian 5%. Pengukuran derajat asimetri puncak (sumber Dolan, 2003). Sementara itu, factor asimetri/asymmetry factor (As) dihitung dengan rumus berikut :
    image

    Namun, nilai a dan b dalam perhitungan faktor asimetri merupakan setengah lebar puncak pada ketinggian 10% seperti yang ditunjukkan di Gambar 5. Jika nilai a sama dengan b, maka faktor ikutan dan asimetri bernilai 1. Kondisi ini menunjukkan bentuk puncak yang simetris sempurna (Dolan, 2003).

  4. Faktor retensi atau kapasitas kolom

Proses Pemisahan dalam Kolom Kromotografi Cair


Pemisahan dalam kromatografi cair disebabkan oleh distribusi kesetimbangan dari senyawa-senyawa yang berbeda antara partikel fase diam dan larutan fase gerak (Synder dan Kirkland, 1979). Contohnya, campuran dua komponen dimasukkan kedalam sistem kromatografi (partikel dan)i mana komponen cenderung menetap di fase diam dan komponen lebih cenderung didalam fase gerak ). Masuknya eluen (fase gerak) yang baru ke dalam kolom akan menimbulkan kesetimbangan baru: molekul sampel dalam fase gerak diadsorpsi sebagian oleh permukaan fase diam berdasarkan pada koefisien distribusinya, sedangkan molekul yang sebelumnya diadsorpsi akan mumcul kembali di fase gerak. Setelah proses ini terjadi berulang kali, kedua komponen akan terpisah. Komponenyang lebih suka dengan fase gerak akan berpindah lebih cepat daripada komponen yang cenderung menetap di fase diam, sehingga komponen akan muncul terlebih dahulu dalam kromatogram, kemudian baru diikuti oleh komponen akan muncul terlebih dahulu dalam kromatogram, kemudian baru diikuti oleh komponen (Meyer, 2004).

2 Likes

Kromatografi


Kromatografi pertama kali dikembangkan oleh seorang ahli botani rusia Michael Tswett pada tahun 1903 untuk memisahkan pigmen berwarna dalam tanaman dengan cara perkolasi ekstrak petroleum eter dalam kolom gelas yang berisi kalsium karbonat (CaCo3). Saat ini kromatografi merupakan teknik pemisahan yang paling umum dan paling sering digunakan dalam bidang kimia analisis dan dapat dimanfaatkan untuk melakukan analisis, baik analisis kualitatif, kuantitatif, atau preparatif dalam bidang farmasi, lingkungan industri dan sebagainya. Kromatografi merupakan teknik pemisahan yang menggunakan fase diam (stationary phase) dan fase gerak (mobile phase) (Rohman, 2007).

Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi


Kromatografi cair tingkat tinggi atau KCKT atau biasa juga disebut HPLC (High Performance Liquid Chromatography) dikembangkan pada akhir tahun 1960-an dan awal awal tahun 1970-an. Saat ini, KCKT merupakan teknik pemisahan yang terima secara luas untuk analisis dan pemurnian senyawa tertentu dalam suatu sampel dalam sejumlah bidang, antara lain: farmasi, lingkungan, bioteknologi, polimer, dan industri-industri makanan. Beberapa perkembangan KCKT terbaru antara lain: miniaturisasi sistem KCKT, penggunaan KCKT untuk analisis asam-asam nukleat, analisis protein,analisis karbohidrat, dan analisis senyawa-senyawa kiral (Rohman, 2007).

HPLC adalah salah satu teknik analisis yang penting yang mempunyai tingkatan otomatisasi pada tahun-tahun terakhir ini. Ini menunjukkan HPLC telah mengalami perkembangan dan merupakan alat yang sangat baik. Yang terbaru dilengkapi dengan mikrokomputer dan mikroprosesor yang dapat memberikan perhitungan data sekaligus (Lachman dkk, 1994).
Metodespektrofotometri tidak dapat membedakan antara kloramfenikol dan produk degradasinya 1-(4’-nitrofenil)-3-amino-1,3-propandiol. Metode KCKT telah dikembangkan untuk menetapkan kadar kloramfenikol dan produk degradasinya (Sudjadi dan Rohman, 2008).

Kolom yang digunakan adalah fase terbalik (C18, 25 cm x 0,46 cm i.d., dengan ukuran partikel 10 mikron) dan dioprasikan pada suhu ruangan. Dektektor yang digunakan adalah spektrofotometer UV pada panjang gelombang 254 nm dan diatur pada AUFS 0,05. Fase gerak yang digunakan adalah campuran bufer kalium monobasik fosfat 0,01M-metanol dengan perbandingan 58:42 v/v dihantarkan secara isokratik dengan kecepatan alir fase gerak 1,5 ml/menit. Semua bahan diinjeksikan dengan volume 5 πœ‡πœ‡πœ‡πœ‡ (Sudjadi dan Rohman, 2008).
Larutan baku timbang seksama lebih kurang 25 mg kloramfenikol BPFI, masukkan kedalam labu tentukur 200-ml, tambahkan 10 ml air dan panaskan diatas tangas uap hingga larut sempurna. Dinginkan hingga suhu kamar, encerkan dengan fase gerak sampai tanda. Saring melalui penyaring dengan porositas 0,5 πœ‡πœ‡πœ‡πœ‡ atau lebih halus, dan gunakan filtrat yang jernih sebagai larutan baku (Dirjen POM RI, 1995).

Penyiapan sampel untuk kapsul, sejumlah tertentu kapsul yang setara dengan 25 mg kloramfenikol ditimbang secara seksama lalu ditambah dengan 10,0 ml larutan standar internal A dan volume dibuat 25,0 dengan metanol (sudjadi dan Rohman, 2008).

Instrumentasi KCKT


Instrumentasi KCKT pada dasarnya terdiri atas delapan komponen pokok yaitu: wadah fase gerak, sistem penghantar fase gerak, alat untuk memasukkan sampel, kolom, detektor, wadah, penampung buangan fase gerak, tabung penghubung dan suatu komputer atau integrator atau perekam (Rohman, 2007).
Sistem instrumen standar untuk elusi isokratik terdiri atas:

  • Reservoir pelarut.
  • Sebuah pompa yang mampu memompa pelarut dengan tekanan sampai 4000 psi dan aliran hingga 10 ml/menit.
  • Suatu injektor lengkung yang, pas dengan lengkung bervolume tetap antara 1 dan 200 πœ‡πœ‡πœ‡πœ‡ (20 πœ‡πœ‡πœ‡πœ‡ sering digunakan sebagai baku).
  • Suatu kolom, yang biasanya berupa tabung baja dikemas, biasanya dengan gel silika tersalut oktadesilsilan (salut-ODS) dengan diameter partikel rata-rata (3,5 atau 10 πœ‡πœ‡m).
  • Suatu detektor, yang biasanya berupa detektor UV/visible meskipun untuk penerapan khusus tersedia berbagai macam detektor.
  • Sistem penangkap data, yang dapat berupa suatu integrator komputisi atau sebuah komputer dengan piranti lunak yang sesuai memproses data kromatografi.
  • Kolom dihubungkan pada injektor dengan tabung berdiameter dalam yang sempit lebih kurang 0,2 mm, untuk meminimalkan β€˜volume mati’, yaitu ruang kosong didalam sistem ketika kromatografi tidak terjadi dan pelebaran pita dapat terjadi melalui difusi longitudinal.
  • Instrumen-instrumen memiliki injeksi sampel yang lebih canggih memiliki injeksi sampel otomatis dan oven kolom serta mampu mencampur dua pelarut atau lebih dalam berbagai perbandingan terhadap waktu untuk menghasilkan gradien fase gerak (Watson, 2009).

Wadah Fase Gerak


Wadah fase gerak harus bersih dan lembap (inert). Wadah pelarut kosong ataupun labu laboratorium dapat digunakan sebagai wadah fase gerak. Wadah ini biasanya dapat menampung fase gerak antara 1 sampai 2 liter pelarut. Fase gerak sebelum di gunakan harus dilakukan degassing (penghilang gas) yang ada pada fase gerak, sebab adanya gas akan berkumpul pada komponen lain terutama di pompa dan didetektor sehingga akan mengacaukan analisis. Pada saat membuat pelarut pada fase gerak, maka sangat dianjurkan untuk menggunakan pelarut,bufer, dan reagen dengan kemunian yang sangat tinggi, dan lebih terpilih lagi jika pelarut-pelarut yang digunakan untuk KCKT berderajat KCKT (HPLC grade).
Adanya pengotor dalam reagen dapat menyebabkan gangguan pada sistem kromatografi. Adanya partikel yang kecil dapat terkumpul dalam kolom atau dalam tabung yang sempit, sehingga dapat mengakibatkan suatu kekosongan pada kolom atau tabung tersebut. Karenanya, fase gerak sebelumdigunakan harus disaring terlebih dahulu untuk menghindari partikel-partikel kecil ini (Rohman, 2007).

Fase Gerak


Fase gerak pada eluen biasanya terdiri atas campuran pelarut yang dapat bercampur yang secara keseluruhan berperan dalam daya elusi dan resolusi. Daya elusi dan resolusi ini ditentukan oleh polaritas keseluruhan pelarut, polaritas fase diam, dan sifat komponen-komponen sampel. Untuk fase normal (fase diam lebih polar daripada fase gerak), kemampuan elusi meningkat dengan meningkatnya polaritas pelarut. Sementara untuk fase terbalik (fase diam kurang polar daripada fase gerak), kemampuan elusi menurun dengan meningkatnya polaritas pelarut (Rohman, 2007).

Fase Diam


Kebanyakan fase diam pada KCKT berupa silika yang dimodifikasi secara kimiawi, silika yang tidak di modifikasi, atau polimer-polimer stiren dan divinil benzene. Permukaan silika adalah polar dan sedikit asam karena adanya gugus silanol (Si-OH) (Rohman, 2007). Silika dapat dimodifikasi secara kimiawi dengan menggunakan reagen- reagen seperti klorosilan. Reagen-reagen ini akan bereaksi dengan gugus silanol dan menggantinya dengan gugus-gugus fungsianol yang lain (Rohman, 2007).

Oktadesil silika (ODS atau C18) merupakan fase diam yang paling banyak digunakan karena mampu memisahkan senyawa-senyawa dengan kepolaran yang rendah, sedang, maupun tinggi. Oktil atau rantai alkil yang lebih pendek lagi lebih sesuai solut yang polar. Silika-silika aminopropil dan sianopropil (nitril) lebih cocok sebagai pengganti silika yang tidak dimodifikasi. Silika yang tidak dimodifikasi akan memberikan waktu retensi yang bervariasi yang disebabkan karena adanya kandungan air yang digunakan (Rohman, 2007).

Detektor


Detektor pada KCKT dikelompokkan menjadi dua golongan yaitu: detektor universal (yang mampu mendeteksi zat secara umum, tidak bersifat spesifik, dan tidak bersifat selektif) seperti detektor indeks biasdan detektor spektrofotometri massa dan golongan detektor yang spesifik yang hanya akan mendeteksi analit secara spesifik yang hanya akan mendeteksi analit secara spesifik dan selektif seperti detektor UV-Vis, deteksi fluoresensi, dan elektrokimia.
Idealnya, suatu detektor harus mempunyai karakteristik sebagai berikut:

  • Mempunyai respon terhadap solut yang cepat dan reprodusibel
  • Mempunyai sensitifitas yang tinggi, yakni mampu mendeteksi solut pada kadar yang sangat kecil
  • Stabil dalam pengoperasiaannya
  • Mempunyai sel volume yang kecil sehingga mampu meminimalkan pelebaran pita. Untuk kolom konvensional, selnya bervolume 8 πœ‡πœ‡πœ‡πœ‡ atau lebih kecil, sementara kolom mikrobor selnya bervolume 1 πœ‡πœ‡πœ‡πœ‡ atau lebih kecil lagi
  • Signal yang dihasilkan berbanding lurus dengan dengan konsentrasi solut pada kisaran yang luas (kisaran dinamis linier)
  • Tidak peka terhadap perubahan suhu dan kecepatan alir fase gerak(Rohman, 2007).

Detektor KCKT yang paling peka didasarkan pada fluoresensi, tetapi sudah tentu dapat dipakai untuk senyawa yang berfluoresensi. Untuk mencapai kepekaan itu, yakni agar senyawa yang jumlahnya kecil dapat dideteksi atau agar dapat diperoleh data kuantitatif yang sahih, kadang-kadang linurat diubah menjadi turunan senyawa yang berfluoresensi sebelum dikromatografi (Gritter, 1991).

Pompa


Pompa yang cocok digunakan untuk KCKT adalah pompa yang mempunyai syarat sebagaimana syarat wadah pelarut, yakni; pompa harus inert terhadap fase gerak. Bahan yang umum dipakai untuk pompa gelas, baja tahan karat, teflom, dan batu nilam. Pompa yang yang digunakan sebaiknya mampu memberikan tekanan 5000psi dan mampu mengalirkan fase gerak dengan kecepatan alir 3ml/menit. Tujuan penggunaan pompa adalah untuk untuk menjamin proses penghataran fase gerak berlangsung secara tepat, reprodusibel, konstan, dan bebas dari gangguan (Rohman, 2009).

Injektor


Cuplikan harus dimasukkan ke dalam pangkal kolom (kepala kolom), diusahakan agar sedikit mungkin terjadi gangguan pada kemasan kolom. Ada tiga jenis dasa injektor, yaitu: a. Aliran henti; b. Septum; c. Katup jalan kitar (Johnson
E. dan Stevenson, R, 1991).

Profil Kromatogram KCKT


Idealnya profil kromatogram KCKT merupakan suatu garis tegak lurus bagi masing-masing linarut. Akan tetapi keadaan demikian tidak akan dijumpai pada pelaksana analisis dengan KCKT (Satiadarma, 1995).

Kromatogram KCKT merupakan relasi antara tanggapan detektor sebagai ordinat dan waktu sebagai absis pada sistem koordinat Cartesian, dimana titik nol dinyatakan sebagai saat dimulainya injeksi sampel. Sampel yang diinjeksikan menuju kolom analisis tidak langsung secara serempak molekul-molekulnya berkumpul di satu titik (Satiadarma, 1995).

Cara kerja Kromatografi Cair Tingkat Tinggi (KCKT)


Kromatografi merupakan teknik yang mana solut atau zat-zat terlarut terpisah oleh perbedaan kecepatan elusi, dikarenakan solut-solut ini melewati suatu kolom kromatografi. Pemisahan solut-solut ini diatur oleh distribusi salut dalam fase gerak dan fase diam. Penggunaan kromatografi cair secara suksesterhadap suatu massa-lah yang dihadapi membutuhkan penggunakan secata tepat dari berbagai macam kondisi operasional seperti jenis kolom, fase gerak, panjang dan diameter kolom, kecepatan alir fase gerak, suhu kolom, dan ukuran sampel. Untuk tujuan memilih kombinasi kondisi kromatografi yang terbaik, maka dibutuhkan pemahaman yang mendasar tentang berbagai macam faktor yang mempengaruhi pemisahan pada kromatografi cair (Rohman, 2007).

HPLC dengan prinsip kromatografi adsorpsi banyak digunakan pada industri farmasi dan pestisida. Zat-zat dengan kepolaan berbeda, yaitu industri farmasi dan pestisida. Zat-zat dengan kepolaran berbeda, yaitu antara sedikit polar sampai polar dapat dipisahakan dengan HPLC berdasarkan partisi cair-cair (Khopkar, 2007).

Keuntungan dan Keterbatasan KCKT


Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) mempunyai beberapa keuntungan bila dibandingkan dengan sistem pemisahan lain, diantaranya :

  • Cepat
  • Daya pisahnya baik
  • Peka dan detektor unik
  • Kolom yang dapat dipakai kembali
  • Ideal untuk molekul besar dan ion.
  • Mudah memperoleh kembali (Johnson dan Stevenson, 1991).

KCKT paling sering digunakan untuk: menetapkan kadar senyawa- senyawa tertentu seperti asam-asam amino, asam-asam nukleat, dan protein- protein dalam cairan fisiologis, menetukan kadar senyawa-senyawa aktif obat, produk hasil samping proses sintetis, atau produk-produk degradasi dalam sediaan farmasi; monitor sampel-sampel yang berasal dari lingkungan; memurnikan senyawa dalam suatu campuran; memisahkan polimer dan menentukan distribusi berat molekulnya dalam suatu campuan; kontrol kualitas; dan mengikuti jalannya reaksi sintesis (Rohman, 2007).

Keterbatasan metode KCKT adalah untuk identifikasi senyawa, kecuali KCKT dihubungkan dengan senyawa Spektropfotometer Massa (MS). Keterbatasan lainnya adalah jika sampelnya sangat kompleks, maka resolusi yang baik sulit diperoleh (Rohman, 2007).

2 Likes