Apa yang dimaksud dengan kritik sastra?

Kritik Sastra

Kritik sastra merupakan cabang cabang ilmu sastra yang berguna untuk menghakimi suatu karya sastra. Selain menghakimi karya sastra, kritik sastra juga memiliki fungsi untuk mengkaji dan menafsirkan karya sastra secara lebih luas.Kritik sastra biasanya dihasilkan oleh kritikus sastra.

Secara etimologis, kritik berarti:

  1. membedakan yang baik dari yang jelek,
  2. cacat dan kurang (Muhammad Abd Al-Mun’im Khafaji: 1995).

Kritik sastra merupakan penilaian terhadap karya sastra secara benar serta menjelaskan nilai dan kualitas sastranya (Ahmad Al-Syayib: 1964)

Kritik sastra adalah kajian tentang stilistika bahasa sastra serta mengetahui (memberikan penilaian) baik dan buruknya (Thaha Musthafa Abu Karisy: 1976).

Penting bagi seorang kritikus sastra untuk memiliki wawasan mengenai ilmu-ilmu lain yang berkaitan dengan karya sastra, sejarah, biografi, penciptaan karya sastra, latar belakang karya sastra, dan ilmu lain yang terkait. Kritik sastra memungkinkan suatu karya dapat dianalisis, diklasifikasi dan akhirnya dinilai Seorang kritikus sastra mengurai pemikiran, paham-paham, filsafat, pandangan hidup yang terdapat dalam suatu karya sastra. Sebuah kritik sastra yang baik harus menyertakan alasan-alasan dan bukti-bukti baik langsung maupun tidak langsung dalam penilaiannya.

1 Like

Kritik sastra adalah bagian dari ilmu sastra. Istilah lain yang sering digunakan para pengkaji sastra untuk hal yang sama ialah telaah sastra, kajian sastra, analisis sastra, dan penelitian sastra. Istilah-istilah tersebut digunakan untuk menghindari kata kritik yang terkesan negatif, terkesan menghakimi. Dahulu, di masyarakat, kritik dianggap kata yang bermakna negatif karena menilai sesuatu dari sisi kekurangan dan kelemahannya, menghakimi seseorang atas kekurangannya sehingga orang yang dihakimi tidak dapat berkembang. Kata kritik dianggap sebagai suatu yang destruktif, bermakna tajam, dan menjatuhkan seseorang. Padahal sebenarnya pengertian kritik sastra tidaklah demikian. Seseorang yang terbuka hatinya untuk dikritik dia akan merasa bahwa dengan dikritik dia akan memperoleh masukan tentang kekurangan atau kelemahannya, bahkan juga keunggulannya. Dengan demikian ia akan berusaha memperbaiki kekurangan dan kelemahannya sehingga karyanya akan menjadi lebih baik dan ia akan menjadi orang yang sukses dalam bidangnya. Demikian halnya dengan pengertian kritik, khususnya dalam kritik sastra.

Menurut HB Jassin, kata kritik dalam kritik sastra bermakna pertimbangan baik buruknya suatu karya sastra, pertimbangan kelemahan dan keunggulan karya sastra. Melalui kritik sastra, penulis akan mengembangkan dirinya menjadi penulis yang menyadari kelemahan dan sekaligus keunggulan dirinya dalam menghasilkan karya sastra. Demikian juga Andre Hardjana (1981) mendefinisikan kritik sastra sebagai hasil usaha pembaca dalam mencari dan menentukan nilai hakiki karya sastra lewat pemahaman dan penafsiran secara sistemik yang dinyatakan dalam bentuk tertulis. Kata ‘pembaca’ di sini ditekankan karena kritik sastra bukanlah hasil kerja yang luar biasa dari penulisnya yang dapat disetarakan dengan penulis karya sastra itu sendiri. Setiap pembaca dapat saja membuat kritik terhadap karya sastra yang dibacanya tetapi belum tentu ia dapat masuk ke dalam nilai-nilai hakiki karya sastra tersebut kalau dia tidak mendalami dan menilai pengalaman kemanusiaan yang terdapat di dalamnya. Dengan pengertian seperti itu, lambat laun kata kritik dalam pengertian kritik sastra digunakan secara meluas. Apalagi dengan terbitnya buku Analisis yang ditulis oleh HB Jassin, serta buku Kritik dan Esei Kesusastraan Indonesia, buku yang memuat kritik dan ulasan cerpen dan novel-novel Indonesia yang banyak digunakan kalangan akademisi, menyebabkan istilah kritik sastra digunakan secara meluas sebagai bagian dari ilmu sastra.

Semi (1984), mengemukakan bahwa istilah kritik sastra telah mengalami usia yang cukup panjang. Dalam bahasa Yunani, istilah ini telah dikenal pada tahun 500 SM, yaitu krinein yang berarti menghakimi, membanding, dan menimbang. Kata ini menjadi dasar kata kreterion, yang berarti dasar, pertimbangan, penghakiman. Orang yang melaksanakan pertimbangan, penghakiman, disebut krites yang berarti hakim. Dari kata krites inilah istilah kritik digunakan sampai sekarang. Orang yang melakukan kritik terhadap karya sastra disebut kritikus sastra. Kegiatan kritik sastra pertama kali dilakukan oleh bangsa Yunani yang bernama Xenophanes dan Heraclitus. Mereka mengecam pujangga Yunani yang bernama Homerus yang gemar menceritakan kisah dewa-dewi. Para pujangga Yunani menganggap karya-karya Homerus tentang kisah dewa-dewi tidak baik dan bohong. Peristiwa kritik sastra ini diikuti oleh kritikus-kritikus berikutnya di Yunani seperti Aristophanes( 450-385 SM), Plato (427- 347 SM), dan Aristoteles murid Plato (384-322 SM).

Buku tentang kritik sastra yang dianggap cukup lengkap dan merupakan sumber pengertian kritik sastra modern ialah buku karya Julius Caesar Scaliger (1484-1585) yang berjudul Criticus. Di dalamnya memuat tentang perbandingan antara pujangga-pujangga Yunani dan Latin dengan titik berat kepada pertimbangan, penyejajaran, dan penghakiman terhadap Homerus. Kemudian muncul pula istilah criticism yang digunakan penyair Jhon Dryden (Inggris, 1677). Semenjak itu istilah criticism lebih banyak digunakan dari pada istilah critic karena dianggap memiliki pengertian yang lebih fleksibel.

Di Indonesia istilah kritik sastra secara akademis baru dikenal pada sekitar awal abad kedua puluh setelah para sastrawan memperoleh pendidikan sastra di negara barat. Tetapi bukan berarti belum pernah terjadi kritikan terhadap karya pujangga pada masa sebelumnya. Dibakarnya syair-syair Nuruddin Ar-Raniri yang memuat ajaran mistik yang bertentangan dengan ajaran agama Islam, dilarangnya peredaraan buku sastra suluk Jawa, Kitab Darmagandul dan Suluk Gatoloco, juga karena tidak sesuai dengan ajaran agama Islam, serta dilarangnya beredar buku-buku sastra oleh pemerintah karena dianggap bertentangan dengan kepentingan umum dan negara, membuktikan bahwa kegiatan kritik sastra telah pernah ada sebelumnya. Tentunya kegiatan kritik sastra seperti itu tidak dapat digolongkan ke dalam kritikan sastra dalam arti yang sesungguhnya karena tidak berbentuk tulisan dan tidak menggunakan sistematika kritik sastra.

Adanya kriteria yang digunakan dalam kritik sastra dimaksudkan agar hasil dari kritikan tersebut merupakan penilaian yang dapat dipertanggungjawabkan dan bukan hanya bersifat pendapat pribadi. Dari penilaian yang bersistem dan berkriteria diharapkan mutu karya sastra yang dikritik secara keseluruhan menjadi lebih baik, dan bagi penulisnya merupakan suatu masukan untuk memperbaiki penulisannya dan merasa ditantang untuk menghasilkan karyanya lebih baik lagi.

Sekarang, dalam dunia kesusastraan sudah mulai muncul budaya penulis untuk dikritik hasil karyanya. Di kota-kota besar para sastrawan telah mulai melakukan bedah buku untuk melihat kelemahan dan keunggulan karyanya. Dengan mengundang para kritikus sastra, bersama dengan penerbitnya, untuk menggelar acara bedah buku atau telaah buku yang ditulisnya. Dengan demikian, forum ini di samping berfungsi sebagai arena telaah bukunya juga berfungsi sekaligus sebagai promosi buku yang baru terbit tersebut. Dari sisi ini terlihat bahwa budaya dikritik sudah mulai berterima di kalangan masyarakat sastra.

Untuk membuat suatu kritik yang baik, tentunya diperlukan kemampuan mengapresiasi sastra, pengalaman yang banyak dalam menelaah, menganalisis, mengulas karya sastra, penguasaan dan pengalaman yang cukup dalam kehidupan yang bersifat nonliterer, serta tentunya penguasaan tentang teori sastra. Dengan demikian kritikan yang diberikan terhadap suatu karya sastra menjadi kritikan yang bermakna bagi pengembangan karya sastra itu sendiri.

Contoh:


Salah satu contoh kritik sastra dapat Anda baca pada kutipan kritik HB Jassin dalam bukunya analisis terhadap cerita pendek Rijono Pratiknjo yang berjudul Kepanjangannya berikut ini.

Rijono telah berhasil menambat hati pembaca dan menimbulkan rasa ngeri sampai akhir cerita. Daya penambat inilah kekuatan Rijono Kita pun percaya bahwa banyak kerahasiaan di balik kehidupan kita yang lahir ke dunia ini. Tapi setelah dikatakannya bahwa apa yang diceritakannya hanyalah mimpi, kita pun merasa kecewa dan tertipu. Inilah yang saya anggap sebagai kekurangan dalam cerita ini. Kita tidak keberatan terhadap irealisme, tetapi irealisme yang tulen.

HB Jassin, Analisis Sorotan atas Cerita Pendek

Di dalam kritik HB Jassin terhadap cerita pendek Rijono Pratiknjo, terlihat kata-kata pertimbangan yang digunakan HB Jassin secara bergantian untuk menyatakan keunggulan dan kelemahan penulis dalam menulis cerpennya. Untuk menyatakan keunggulan penulis dia menggunakan ungkapan ‘Rijono berhasil menambat hati pembaca’, ‘Daya penambat inilah kekuatan Rijiono’. Untuk menyatakan kelemahan penulis ia pun mengemukakan, ‘ Kita merasa kecewa dan tertipu’, ‘ Inilah yang saya anggap sebagai kekurangan dalam cerita ini’. Kita tidak keberatan dengan irealisme, tetapi irealisme yang tulen.

Gaya HB Jassin dalam mengemukakan kritik terhadap cerpen Rijono prakteknya antara memuji dan menyatakan kelemahan dikemukakan dengan halus dan bergantian sehingga penulis merasa bahwa ia tidak dikritik melainkan diberikan masukan dengan cara halus sehingga tidak timbul kesan bahwa kritikan menghakimi atau mencela hasil karyanya, bahkan ia merasa bahwa hasil tulisannya mendapat tanggapan yang baik oleh kritikus sastra sebagai bahan untuk perbaikan selanjutnya.

Kritik sastra dapat didefinisikan sebagai hasil usaha pembaca dalam mencari dan menentukan nilai hakiki karya sastra lewat pemahaman dan penafsiran sistematik yang dinyatakan dalam bentuk tertulis. Karya satra bisa dikritik dengan baik oleh pembaca jika pembaca itu sendiri benar-benar mencintai dunia sastra. Sehingga dia sudah memiliki bekal saat akan melakukan kegiatan kritik sastra. Yang dimaksud dengan mendalami serta menilai tinggi pengalaman manusiawi adalah menunjukan kerelaan psikologinya untuk menyelami dunia karya sastra, kemampuan untuk membdeda-bedakan pengalaman secara mendasar, dan kejernihan budi untuk menentukan macam-macam nilai.

Kritik sastra merupakan sumbangan yang dapat diberikan oleh para peneliti sastra bagi perkembangan dan pembinaan sastra.

Mengingat bahwa tradisi kritik sastra di Indonesia masih sangat muda lebih dari sastra Indonesia yang usianya belum mencapai satu abad, masih banyak persoalan tentang kritik sastra yang harus dipelajari dan dialami oleh peneliti sastra, agar sumbangannya dapat sesuai dengan hakikat dan tujuan dari kritik sastra. sehubungan dengan ini kiranya pantas bahasa Indonesia masih sangat terbatas hingga banyak dari persoalan-persoalan tersebut dalam menguasai bahasa.

Hakikat Kritik Sastra


Jika berbicara tentang hakikat kritik sastra maka kita akan membahas mengenai sebuah penilaian, karena hakikat dari kritik sastra sendiri adalah tentang sebuah penilaian. Menurut Mahayana (2015) hakikat kritik sastra adalah penilaian. Di dalamnya melekat apresisasi. Jadi, bukan perkara pujian dan hujatan, melainkan elusidasi dan eksplanasi yang meliputi deskripsi dan interpretasi, analisis dan evaluasi.
Dalam Ensiklopedia Indonesia Edisi Khusus (jilid 4: 1981) (Yudiono, 2009) terbaca pengertian kritik sastra sebagai berikut:

Kritik sastra merupakan penilaian tentang isi dan bentuk karya sastra dari pandangan ilmu dan seni. Sebagai ilmu, kritik sastra menaati sejumlah kaidah dan patokan ukuran yang nisbi obyektif, tapi sebagai seni, penilainnya bertolak dari cita rasa yang nisbi dan subyektif.

Sedangkan menurut Pradopo (Yudiono, 2009) berpendapat mengenai kritik sastra sebagai berikut:

Kritik sastra itu merupakan bidang studi sastra untuk “menghakimi” karya sastra, untuk memberi penilaian dan keputusan mengenai bermutu atau tidaknya suatu karya sastra (Pradopo, 1967). Dalam kritk sastra, suatu karya sastra diuraikan (dianalisis) unsur-unsurnya atau norma-normanya diselidiki, diperiksa satu per satu, kemudian ditentukan berdasar “hukum-hukum” penilaian karya sastra, bernilai atau kurang bernilaikah karya sastra itu. Di samping itu, dalam kritik sastra juga diuraikan unsur inovasi dan dinamika sastra (keduanya termasuk penilaian dalam arti luas), serta diuraikan pula relevansi kemasyarakatan dan kebudayaan (Pradopo, 2002).

Jadi dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan jika hakikat dari kritik sastra itu sendiri adalah mengenai penilaian terhadap suatu karya sastra dari berbagai aspek dan juga sudut pandang. Penialaian sendiri itu bertujuan untuk mengatahui kualitas dari kasrya sastra itu sendiri.

Aktivitas Kritik Sastra


Kritik sastra merupakan aktivitas ilmiah yang pada penelitiannya juga harus mengikuti kaidah-kaidah penelitian sastra. Sebagai studi ilmiah kritik sastra juga akan terikat pada kaidah ilmu yang di dalamnya terdapat metode, teori, dan objek studi.

Diperkuat dengan pernyataan Yudiono (2009) yang menjelaskan mengenai kritik sastra merupakan aktivitas keilmuwan atau studi ilmiah tentang karya sastra . Sebagai studi ilmiah maka kritik sastra terikat pada kaidah ilmu pada umumnya, yaitu memiliki teori, metode, dan objek studi

Mudah dipahami bahwa teori kritik sastra akan diterakpan pada karya sastra sebagai objek studi atau telaahnya, sedangkan metode kritik sastra adalah aplikasi operasional suatu teori tertentu dengan target atau tujuan menghasilkan pemahaman, penafsiran, penjelasan argumentative tentang makna karya sastra yag dikritik. Adapun isi kritik sastra adalah penerangan atau penjelasan argumentative tentang penikmatan, pemahaman, penafsiran terhadapa karya sastra tertentu.

Fungsi Kritik Sastra


Kritik sastra dapat membantu pengarang dalam mengukur prestasi atau kemampuannya berkarya , bahkan mengetahui sejauh mana karyanya bermanfaat bagi pembaca. Kemungkinan lain kritik sastra dapat membantu pembaca menikmati, menghayati, dan memahami karya sastra yang unggul atau bermutu tinggi. Dengan demikian kritik sastra berfungsi sebagai perantara antara pengarang dan pembaca.

Menurut Yudiono (2009) fungsi dari kritik sastra sendiri ada dua, yaitu sebagai berikut:

  • Kritik sastra bersifat ilmiah karena terikat pada teori, metode, dan objek tertentu dengan fungsi memberikan penilaian atas karya sastra berdasarkan teori dan sejarah sastra, dan sebaliknya, kritik sastra memberikan sumbangan pendapat atau bahan-bahan bagi penyusunan atau pengembangan teori sastra atau sejarah sastra.

  • Kritik sastra dapat memberikan petunjuk kepada kebanyakan pembaca tentang karya sastra yang unggul dan yang rendah, yang asli atau yang bukan, serta memberikan sumbangan pendapat atau pertimbangan kepada pengarang tentang karyanya, sehingga pengarang yang memanfaatkan kritik sastra akan dapat mengembangkan atau menigkatkan mutu karyanya.

Jenis-Jenis Kritik Sastra


Menurut Wikipedia Indonesia (2017) berdasarkan pendekatannya terhadap karya sastra, jenis kritik sastra dapat dibedakan menjadi :

  • Kritik Mimetik: Kritik ini bertolak pada pandangan bahwa suatu karya sastra adalah gambaran atau rekaan dari dunia dan kehidupan manusia.

  • Kritik Pragmatik: Kritik ini melihat kegunaan suatu karya sastra. Kegunaan ini dilihat dari segi hiburan, estetika, pendidikan, dan hal lainnya.

  • Kritik Ekspresif: Kritik yang menekankan analisis pada kemampuan pengarang dalam mengekspresikan atau menuangkan idenya dalam wujud sastra. Biasanya pendekatan ini untuk mengkaji puisi.

  • Kritik Objektif: Pendekatan ini melihat karya sastra sebagai karya yang berdiri sendiri. Karya sastra adalah objek yang mandiri dan memiliki dunianya sendiri.