Apa yang dimaksud dengan Korupsi ?

Korupsi

Korupsi (corruption) berasal dari kata kerja corrumpere yang berarti berarti busuk, rusak, menggoyahkan, memutar balik, menyogok. Korupsi,dalam pemerintahan, adalah perilaku pejabat publik, baik politikus/ politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka.

Apa yang dimaksud dengan Korupsi ?

Korupsi secara harfiah berarti: buruk, rusak, suka memakai barang (uang) yang dipercayakan padanya, dapat disogok (melalui kekuasaannya untuk kepentingan pribadi).

Adapun arti terminologinya, korupsi adalah penyelewengan atau penggelapan (uang negara atau perusahaan) untuk kepentingan pribadi atau orang lain.

Korupsi merupakan suatu tindakan yang menyimpang dari norma masyarakat dengan cara memperoleh keuntungan untuk diri sendiri serta merugikan kepentingan umum. Intinya, korupsi adalah menyalahgunakan kepercayaan yang diberikan publik atau pemilik untuk kepentingan pribadi. Sehingga, korupsi menunjukkan fungsi ganda yang kontradiktif, yaitu memiliki kewenangan yang diberikan publik yang seharusnya untuk kesejahteraan publik, namun digunakan untuk keuntungan diri sendiri.

Korupsi merupakan kejahatan yang dilakukan dengan penuh perhitungan oleh mereka yang justru merasa sebagai kaum terdidik dan terpelajar. Korupsi juga bisa dimungkinkan terjadi pada situasi dimana seseorang memegang suatu jabatan yang melibatkan pembagian sumber-sumber dana dan memiliki kesempatan untuk menyalahgunakannya guna kepentingan pribadi. Nye mendefinisikan korupsi sebagai perilaku yang menyimpang dari tugas formal sebagai pegawai publik untuk mendapatkan keuntungan finansial atau meningkatkan status. Selain itu, juga bisa diperoleh keuntungan secara material, emosional, atau pun simbol.

Kata korupsi telah dikenal luas oleh masyarakat, tetapi definisinya belum tuntas dibukukan. Pengertian korupsi berevolusi pada tiap zaman, peradaban, dan teritorial. Rumusannya bisa berbeda tergantung pada titik tekan dan pendekatannya, baik dari perspektif politik, sosiologi, ekonomi dan hukum. Korupsi sebagai fenomena penyimpangan dalam kehidupan sosial, budaya, kemasyarakatan, dan kenegaraan sudah dikaji dan ditelaah secara kritis oleh banyak ilmuwan dan filosof. Aristoteles misalnya, yang diikuti oleh Machiavelli, telah merumuskan sesuatu yang disebutnya sebagai korupsi moral (moral corruption).

Berikut beberapa pandangan dan pengertian korupsi menurut berbagai sumber:

Syed Husein Alatas

Menurut pemakaian umum, istilah "korupsi‟ pejabat, kita menyebut korup apabila seorang pegawai negeri menerima pemberian yang disodorkan oleh seorang swasta dengan maksud mempengaruhinya agar memberikan perhatian istimewa pada kepentingan- kepentingan si pemberi. Terkadang perbuatan menawarkan pemberian seperti itu atau hadiah lain yang menggoda juga tercakup dalam konsep itu. Pemerasan, yakni permintaan pemberian-pemberian atau hadiah seperti itu dalam pelaksanaan tugas-tugas publik, juga bisa dipandang sebagai „korupsi‟. Sesungguhnyalah, istilah itu terkadang juga dikenakan pada pejabat-pejabat yang menggunakan dana publik yang mereka urus bagi keuntungan mereka sendiri; dengan kata lain, mereka yang bersalah melakukan penggelapan di atas harga yang harus dibayar publik.

David H. Bayley

Korupsi sebagai “perangsang (seorang pejabat pemerintah) berdasarkan itikad buruk (seperti misalnya, suapan) agar ia melakukan pelanggaran kewajibannya”. Lalu suapan (sogokan) diberi definisi sebagai “hadiah, penghargaan, pemberian atau keistimewaan yang dianugerahkan atau dijanjikan, dengan tujuan merusak pertimbangan atau tingkah laku, terutama seorang dari dalam kedudukan terpercaya (sebagai pejabat pemerintah).

Jadi korupsi sekalipun khusus terkait dengan penyuapan atau penyogokan, adalah istilah umum yang mencakup penyalahgunaan wewenang sebagai hasil pertimbangan demi mengejar keuntungan pribadi. Dan tidak usah hanya dalam bentuk uang. Hal ini secara baik sekali dikemukakan oleh sebuah laporan pemerintah India tentang korupsi: dalam arti yang seluas-luasnya, korupsi mencakup penyalahgunaan kekuasaan serta pengaruh jabatan atau kedudukan istimewa dalam masyarakat untuk maksud-maksud pribadi.

Sudomo

Sebenarnya pengertian korupsi ada tiga, pertama menguasai atau mendapatkan uang dari negara dengan berbagai cara secara tidak sah dan dipakai untuk kepentingan sendiri, kedua, menyalahgunakan wewenang, abuse of power. Wewenang itu disalahgunakan untuk memberikan fasilitas dan keuntungan yang lain. Yang ketiga adalah pungutan liar. Pungli ini interaksi antara dua orang, biasanya pejabat dengan warga setempat, yang maksudnya si-oknum pejabat memberikan suatu fasilitas dan sebagainya, dan oknum warga masyarakat tertentu memberi imbalan atas apa yang dilakukan oleh oknum pejabat yang bersangkutan.

Blak’s Law Dictionary

Pandangan masyarakat hukum Amerika Serikat tentang pengertian korupsi dapat dilihat dari pengertian korupsi menurut kamus hukum yang paling popular di Amerika Serikat:

An act done with an intent to give some advantage inconsistent with official duty and the rights of others. The act of an official or fiduciary person who unlawfully and wrongfully uses his station or character to procure some benefit for himself or for another person, contrary to duty and the rights of others.

(suatu perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk memberikan suatu keuntungan yang tidak sesuai dengan kewajiban resmi dan hak-hak dari pihak-pihak lain. Perbuatan dari seorang pejabat atau kepercayaan yang secara melanggar hukum dan secara salah menggunakan jabatannya atau karakternya untuk mendapatkan suatu keuntungan untuk dirinya sendiri atau untuk orang lain, berlawanan dengan kewajibannya dan hak-hak dari pihak lain).

Transparency International

Corruption involves behavior on the part of officials in the public sector, whether politicians or civil servants, in which they improperly and unlawfully enrich themselves, or those close to them, by the misuse of the public power entrusted them.

(korupsi mencakup perilaku dari pejabat-pejabat di sektor publik, apakah politikus atau pegawai negeri, di mana mereka secara tidak benar dan secara melanggar hukum memperkaya diri sendiri atau pihak lain yang dekat dengan mereka, dengan cara menyalahgunakan kewenangan publik yang dipercayakan kepada mereka).

Malaysia

Any member of the administration or any member of parliament or the state legislative assembly or any public officer who while being such a member of officer commits any corrupt practice shall be guilty of an offence and shall be liable on conviction to imprisonment for a term not exceeding fourteen years or to a fine not exceeding twenty thousand ringgit or to both such imprisonment and fine.

Corrupt practice includes any act done by any member of officer referred to in subsection (1) in his capacity as such member or officer where by he has used his public position or office for his pecuniary or other advantage, and without prejudice to the foregoing in relation to a member of a state legislative assembly includes any act which contrary to the provision of sub-section (8) of section 2 of the eight schedule to the federal constitution or the equivalent provision in the constitution of a state.

(seseorang anggota administrasi atau seorang anggota parlemen atau Badan Legislatif Negara Bagian atau seseorang pejabat publik yang pada saat menjadi anggota atau pejabat melakukan segala bentuk praktek korupsi dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana dan dinyatakan bertanggung jawab untuk dijatuhi hukuman penjara setinggi-tingginya empat belas tahun atau denda setinggi-tingginya dua belas ribu ringgit atau kedua-duanya sekaligus.
Praktek korupsi termasuk setiap perbuatan yang dilakukan oleh anggota atau pejabat seperti dimaksud dalam sub-seksi (1) dalam kapasitasnya sebagai anggota atau pejabat dimana ia telah menggunakan posisi publik atau jabatannya untuk memperkaya diri atau mendapatkan keuntungan lainnya, dan tanpa berprasangka dalam kaitannya dengan seorang anggota badan legislatif negara bagian termasuk setiap perbuatan yang melawan dengan ketentuan pada sub-seksi (8) dari seksi 2 dari lampiran kedelapan konstitusi federal atau ketentuan yang sejenis dalam konstitusi negara bagian).

Meksiko

Corruption is acts of dishonesty such as bribery, graft, conflict of interest, negligence and lack of efficiency that require the planning of specific strategies it is an illegal inter change of favors.

(korupsi diartikan sebagai bentuk penyimpangan ketidakjujuran berupa pemberian sogokan, upeti, terjadinya pertentangan kepentingan, kelalaian dan pemborosan yang memerlukan rencana dan strategi yang akan memberikan keuntungan kepada pelakunya).

Cameroon

Corruption as the soliciting, accepting, or receiving by a public servant or agent, for himself or for another person of offers, promises, gifts or present for performing, postponing, or retraining from any act of his office.

(korupsi diartikan sebagai permintaan, persetujuan, atau penerimaan yang dilakukan oleh seorang pegawai negeri atau pejabat untuk dirinya sendiri atau orang lain atas suatu tawaran janji, hadiah, atau pemberian untuk melakukan, menunda, atau tidak melakukan suatu pekerjaan pada jabatannya).

Nigeria

Corruption is an act done with an intent to give some advantage inconsistent with official duty and the rights to other. The act of official or judiciary person who unlawfully and wrongfully use his station or character to procure some benefit for himself or for other persons contrary to duty and the right or others.

(korupsi adalah suatu perbuatan yang dilakukan dengan tujuan untuk memberi keuntungan yang tidak sesuai dengan tugasnya dan hak-hak pribadi yang lain. Perbuatan seorang pejabat atau petugas hukum yang secara melanggar hukum dan secara salah menggunakan jabatannya atau kewenangannya untuk mendapatkan keuntungan untuk dirinya sendiri atau untuk pihak lain secara berlawanan dengan tugasnya dan hak-hak pihak lain).

India

Behaviour of unscrupulous element to indulge in makin quick money buy misuse of official position or authority or by resisting to intentional delay and dilatory tactics with a view to cause harassments and thereby putting pressure on some members of the public to part with money in clandestine manner.

(perbuatan dari oknum-oknum yang tidak terpuji yang ingin memperoleh uang secara cepat dengan menyalahgunakan jabatan dan kewenangan resmi atau dengan taktik sengaja memperlambat penyelesaian suatu pekerjaan dengan maksud untuk menyebabkan gangguan dan karena itu memberikan tekanan kepada sejumlah masyarakat yang berkepentingan untuk melampirinya dengan uang di bawah meja).

Jenis-jenis Korupsi

Menurut Alatas (1987) dari segi tipologi, membagi korupsi ke dalam tujuh jenis yang berlainan, yaitu:

  1. Korupsi transaktif (transactive corruption), menunjuk kepada adanya kesepakatan timbal balik antara pemberi dan penerima, demi keuntungan kedua belah pihak.

  2. Korupsi yang memeras (extortive corruption), menunjuk adanya pemaksaan kepada pihak pemberi untuk menyuap guna mencegah kerugian yang sedang mengancam dirinya, kepentingannya atau hal-hal yang dihargainya.

  3. Korupsi investif (investive corruption), adalah pemberian barang atau jasa tanpa ada pertalian langsung dengan keuntungan tertentu, selain keuntungan yang dibayangkan akan diperoleh dimasa yang akan datang.

  4. Korupsi perkerabatan (nepotistic corruption), adalah penunjukan yang tidak sah terhadap teman atau sanak saudara untuk memegang jabatan dalam pemerintahan, atau tindakan yang memberikan perlakuan istimewa secara bertentangan dengan norma dan peraturan yang berlaku.

  5. Korupsi defensive (defensive corruption), adalah korban korupsi dengan pemerasan. Korupsinya adalah dalam rangka mempertahankan diri.

  6. Korupsi otogenik (autogenic corruption), adalah korupsi yang dilakukan oleh seseorang seorang diri.

  7. Korupsi dukungan (supportive corruption), adalah korupsi yang dilakukan untuk memperkuat korupsi yang sudah ada.

Korupsi dilihat dari proses terjadinya perilaku korupsi dapat dibedakan dalam tiga bentuk:

  1. Graft, yaitu korupsi yang bersifat internal. Korupsi ini terjadi karena mereka mempunyai kedudukan dan jabatan di kantor tersebut. Dengan wewenangnya para bawahan tidak dapat menolak permintaan atasannya.

  2. Bribery (penyogokan, penyuapan), yaitu tindakan korupsi yang melibatkan orang lain di luar dirinya (instansinya). Tindakan ini dilakukan dengan maksud agar dapat mempengaruhi objektivitas dalam membuat keputusan atau membuat keputusan yang dibuat akan menguntungkan pemberi, penyuap atau penyogok.

  3. Nepotism, yaitu tindakan korupsi berupa kecenderungan pengambilan keputusan yang tidak berdasar pada pertimbangan objektif, rasional, tapi didasarkan atas pertimbangan “nepotis” dan “kekerabatan”.

Sedangkan korupsi bila dilihat dari sifat korupsinya dibedakan menjadi dua yaitu:

  • Korupsi individualis, yaitu penyimpangan yang dilakukan oleh salah satu atau beberapa orang dalam suatu organisasi dan berkembang suatu mekanisme muncul, hilang dan jika ketahuan pelaku korupsi akan terkena hukuman yang bisa disudutkan, dijauhi, dicela, dan bahkan diakhiri nasib karirnya.

  • Korupsi sistemik, yaitu korupsi yang dilakukan oleh sebagian besar (kebanyakan) orang dalam suatu organisasi (melibatkan banyak orang).

Pengertian korupsi menurut masyarakat awam khususnya adalah suatu tindakan mengambil uang negara agar memperoleh keuntungan untuk diri sendiri.

Korupsi merupakan ”penyelewengan atau penggelapan (uang negara atau perusahaan, dan sebagainya untuk keuntungan pribadi atau orang lain.

korupsi

Menurut Beveniste, korupsi didefenisikan dalam 4 jenis yaitu sebagai berikut:

  1. Discretionery corupption, ialah korupsi yang dilakukan karena adanya kebebasan dalam menentukan kebijakan, sekalipun nampaknya bersifat sah, bukanlah praktik-praktik yang dapat diterima oleh para anggota organisasi.

    Contoh : Seorang pelayan perizinan Tenaga Kerja Asing, memberikan pelayanan yang lebih cepat kepada ”calo”, atau orang yang bersedia membayar lebih, ketimbang para pemohon yang biasa-biasa saja. Alasannya karena calo adalah orang yang bisa memberi pendapatan tambahan.

  2. Illegal corupption, ialah suatu jenis tindakan yang bermaksud mengacaukan bahasa atau maksud-maksud hukum, peraturan dan regulasi hukum.

    Contoh: di dalam peraturan lelang dinyatakan bahwa untuk pengadaan barang jenis tertentu harus melalui proses pelelangan atau tender. Tetapi karena waktunya mendesak (karena turunnya anggaran terlambat), maka proses itu tidak dimungkinkan. Untuk pemimpin proyek mencari dasar hukum mana yang bisa mendukung atau memperkuat pelaksanaan sehingga tidak disalahkan oleh inspektur. Dicarilah pasal-pasal dalam peraturan yang memungkinkan untuk bisa digunakan sebagai dasar hukum guna memperkuat sahnya pelaksanaan tender. Dalam pelaksanaan proyek seperti kasus ini, sebenarnya sah atau tidak sah, bergantung pada bagaimana para pihak menafsirkan peraturan yang berlaku. Bahkan dalam beberapa kasus, letak illegal corruption berada pada kecanggihan memainkan kata-kata; bukan substansinya.

  3. Mercenery corruption, ialah jenis tindak pidana korupsi yang dimaksud untuk memperoleh keuntungan pribadi, melalui penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan.

    Contoh: Dalam sebuah persaingan tender, seorang panitia lelang mempunyai kewenangan untuk meluluskan peserta tender. Untuk itu secara terselubung atau terang-terangan ia mengatakan untuk memenangkan tender peserta harus bersedia memberikan uang ”sogok” atau ”semir” dalam jumlah tertentu.

  4. Ideologi corruption, ialah jenis korupsi ilegal maupun discretionery yang dimaksudkan untuk mengejar tujuan kelompok.

    Contoh: Kasus skandal watergate adalah contoh ideological corruption, dimana sejumlah individu memberikan komitmen mereka terhadap presiden Nixon ketimbang kepada undang-undang atau hukum. Penjualan aset-aset BUMN untuk mendukung pemenangan pemilihan umum

Pengertian korupsi menurut masyarakat awam khususnya adalah suatu tindakan mengambil uang negara agar memperoleh keuntungan untuk diri sendiri. Akan tetapi menurut buku yang menjadi reverensi bagi penulis pengertian korupsi sendiri yang juga dikutip dari kamus besar bahasa indonesia pengertian korupsi sebagai berikut : ”penyelewengan atau penggelapan (uang negara atau perusahaan, dan sebagainya untuk keuntungan pribadi atau orang lain.

Akan tetapi korupsi juga mempunyai beberapa macam jenis, menurut Beveniste dalam Suyatno korupsi didefenisikan dalam 4 jenis yaitu sebagai berikut:

  1. Discretionery corupption, ialah korupsi yang dilakukan karena adanya kebebasan dalam menentukan kebijakan, sekalipun nampaknya bersifat sah, bukanlah praktik-praktik yang dapat diterima oleh para anggota organisasi. Contoh : Seorang pelayan perizinan Tenaga Kerja Asing, memberikan pelayanan yang lebih cepat kepada ”calo”, atau orang yang bersedia membayar lebih, ketimbang para pemohon yang biasa-biasa saja. Alasannya karena calo adalah orang yang bisa memberi pendapatan tambahan.

  2. Illegal corupption, ialah suatu jenis tindakan yang bermaksud mengacaukan bahasa atau maksud-maksud hukum, peraturan dan regulasi hukum. Contoh: di dalam peraturan lelang dinyatakan bahwa untuk pengadaan barang jenis tertentu harus melalui proses pelelangan atau tender. Tetapi karena waktunya mendesak (karena turunnya anggaran terlambat), maka proses itu tidak dimungkinkan. Untuk pemimpin proyek mencari dasar hukum mana yang bisa mendukung atau memperkuat pelaksanaan sehingga tidak disalahkan oleh inspektur.

    Dicarilah pasal-pasal dalam peraturan yang memungkinkan untuk bisa digunakan sebagai dasar hukum guna memperkuat sahnya pelaksanaan tender. Dalam pelaksanaan proyek seperti kasus ini, sebenarnya sah atau tidak sah, bergantung pada bagaimana para pihak menafsirkan peraturan yang berlaku. Bahkan dalam beberapa kasus, letak illegal corruption berada pada kecanggihan memainkan kata-kata; bukan substansinya.

  3. Mercenery corruption, ialah jenis tindak pidana korupsi yang dimaksud untuk memperoleh keuntungan pribadi, melalui penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan. Contoh: Dalam sebuah persaingan tender, seorang panitia lelang mempunyai kewenangan untuk meluluskan peserta tender. Untuk itu secara terselubung atau terang-terangan ia mengatakan untuk memenangkan tender peserta harus bersedia memberikan uang ”sogok” atau ”semir” dalam jumlah tertentu.

  4. Ideologi corruption, ialah jenis korupsi ilegal maupun discretionery yang dimaksudkan untuk mengejar tujuan kelompok.Contoh: Kasus skandal watergate adalah contoh ideological corruption, dimana sejumlah individu memberikan komitmen mereka terhadap presiden Nixon ketimbang kepada undang-undang atau hukum. Penjualan aset-aset BUMN untuk mendukung pemenangan pemilihan umum.

Model-model Korupsi


Bentuk-bentuk, karakteristik atau ciri-ciri, dan unsur-unsur (dari sudut pandang hukum) korupsi sebagai berikut :

  1. Penyuapan (bribery) mencakup tindakan memberi dan menerima suap, baik berupa uang maupun barang.
  2. Embezzlement, merupakan tindakan penipuan dan pencurian sumber daya yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu yang mengelola sumber daya tersebut, baik berupa dana publik atau sumber daya alam tertentu.
  3. Fraud, merupakan suatu tindakan kejahatan ekonomi yang melibatkan penipuan (trickery or swindle). Termasuk didalamnya proses manipulasi atau mendistorsi informasi dan fakta dengan tujuan mengambil keuntungan-keuntungan tertentu.
  4. Extortion, tindakan meminta uang atau sumber daya lainnya dengan cara paksa atau disertai dengan intimidasi-intimidasi tertentu oleh pihak yang memiliki kekuasaan. Lazimnya dilakukan oleh mafia-mafia lokal dan regional.
  5. Favouritism, adalah mekanisme penyalahgunaan kekuasaan yang berimplikasi pada tindakan privatisasi sumber daya.
  6. Melanggar hukum yang berlaku dan merugikan negara.
  7. Serba kerahasiaan, meskipun dilakukan secara kolektif atau “korupsi berjama’ah”.

Jenis korupsi yang lebih operasional juga diklasifikasikan oleh tokoh reformasi, M. Amien Rais yang menyatakan sedikitnya ada empat jenis korupsi.

  1. Pertama, korupsi ekstortif, yakni berupa sogokan atau suap yang dilakukan pengusaha kepada penguasa.
  2. Kedua, korupsi manipulatif, seperti permintaan seseorang yang memiliki kepentingan ekonomi kepada eksekutif atau legislatif untuk membuat peraturan atau UU yang menguntungkan bagi usaha ekonominya.
  3. Ketiga, korupsi nepotistik, yaitu terjadinya korupsi karena ada ikatan kekeluargaan, pertemanan, dan sebagainya.
  4. Keempat, korupsi subversif, yakni mereka yang merampok kekayaan negara secara sewenang-wenang untuk dialihkan ke pihak asing dengan sejumlah keuntungan pribadi.

Diantara model-model korupsi yang sering terjadi secara praktis adalah: pungutan liar, penyuapan, pemerasan, penggelapan, penyelundupan, pemberian (hadiah atau hibah) yang berkaitan dengan jabatan atau profesi seseorang Jeremy Pope (2007) - mengutip dari Gerald E. Caiden dalam ”Toward a General Theory of Official Corruption” - menguraikan secara rinci bentuk-bentuk korupsi yang umum dikenal, yaitu:

  1. Berkhianat, subversif, transaksi luar negeri ilegal, penyelundupan.
  2. Penggelapan barang milik lembaga, swastanisasi anggaranpemerintah, menipu dan mencuri.
  3. Penggunaan uang yang tidak tepat, pemalsuan dokumen dan penggelapan uang, mengalirkan uang lembaga ke rekening pribadi, menggelapkan pajak, menyalahgunakan dana.
  4. Penyalahgunaan wewenang, intimidasi, menyiksa, penganiayaan,memberi ampun dan grasi tidak pada tempatnya.
  5. Menipu dan mengecoh, memberi kesan yang salah, mencurangi dan memperdaya, memeras.
  6. Mengabaikan keadilan, melanggar hukum, memberikan kesaksian palsu, menahan secara tidak sah, menjebak.
  7. Tidak menjalankan tugas, desersi, hidup menempel pada orang lain seperti benalu.
  8. Penyuapan dan penyogokan, memeras, menguti pungutan, memintakomisi.
  9. Menjegal pemilihan umum, memalsukan kartu suara, membagi-bagi wilayah pemilihan umum agar bisa unggul.
  10. Menggunakan informasi internal dan informasi rahasia untuk kepentingan pribadi; membuat laporan palsu.
  11. Menjual tanpa izin jabatan pemerintah, barang milik pemerintah, dan surat izin pemerintah.
  12. Manipulasi peraturan, pembelian barang persediaan, kontrak, dan pinjaman uang.
  13. Menghindari pajak, meraih laba berlebih-lebihan.
  14. Menjual pengaruh, menawarkan jasa perantara, konflik kepentingan.
  15. Menerima hadiah, uang jasa, uang pelicin dan hiburan, perjalanan yang tidak pada tempatnya.
  16. Berhubungan dengan organisasi kejahatan, operasi pasar gelap.
  17. Perkoncoan, menutupi kejahatan.
  18. Memata-matai secara tidak sah, menyalahgunakan telekomunikasi dan pos.
  19. Menyalahgunakan stempel dan kertas surat kantor, rumah jabatan, dan hak istimewa jabatan.

Sedangkan menurut Aditjondro (2003) secara aplikatif ada tiga model lapisan korupsi, yaitu:

  1. Korupsi Lapis Pertama
    Penyuapan (bribery), yaitu dimana prakarsa datang dari pengusaha atau warga yang membutuhkan jasa dari birokrat atau petugas pelayanan publik, atau pembatalan kewajiban membayar denda ke kas negara, pemerasan (extortion) dimana prakarsa untuk meminta balas jasa datang dari birokrat atau petugas pelayanan publik lainnya.

  2. Korupsi Lapis Kedua
    Jejaring korupsi (cabal) antara birokrat, politisi, aparat penegakan hukum dan perusahaan yang mendapat kedudukan yang istimewa.Biasanya ada ikatan yang nepotistis diantara beberapa anggota jejaring korupsi yang dapat berlingkup nasional.

  3. Korupsi Lapis Ketiga
    Jejaring korupsi (cabal) berlingkup internasional, dimana kedudukan aparat penegakan hukum dalam model korupsi lapis kedua digantikan oleh lembaga-lembaga penghutang dan atau lembaga-lembaga internasional yang punya otoritas di bidang usaha maskapai-maskapai mancanegara yang produknya terpilih oleh pimpinan rezim yang jadi anggota jejaring korupsi internasional tersebut.

Selain model-model korupsi seperti di atas, terdapat banyak ciri-ciri perilaku korupsi menyebutkan ciri-ciri korupsi antara lain yaitu :

  1. Biasanya melibatkan lebih dari satu orang.
  2. Melibatkan keserbarahasiaan kecuali telah berurat berakar.
  3. Melibatkan elemen kewajiban dan keuntungan timbal balik (tidak selalu uang).
  4. Pelaku biasanya berlindung di balik pembenaran hukum.
  5. Pelaku adalah orang yang mampu mempengaruhi keputusan.
  6. Mengandung penipuan kepada badan publik atau masyarakat umum.
  7. Pengkhianatan kepercayaan.
  8. Melibatkan fungsi ganda yang kontradiktif.
  9. Melanggar norma-norma tugas dan pertanggungjawaban.
  10. Kepentingan umum di bawah kepentingan khusus.
Referensi