Apa yang dimaksud dengan Kontrol Sosial?

kontrolsosial
Anda pasti pernah mendengar istilah kontrol sosial di masyarakat. Sebenarnya apa makna dibalik kata kontrol sosial? Dan bagaimana kontrol sosial mempengaruhi kehidupan bermasyarakat?

Kontrol sosial adalah suatu mekanisme untuk mencegah penyimpangan sosial serta mengajak dan mengarahkan masyarakat untuk berperilaku dan bersikap sesuai norma dan nilai yang berlaku. Dengan adanya kontrol sosial yang baik diharapkan mampu meluruskan anggota masyarakat yang berperilaku menyimpang / membangkang. Tentu kontrol sosial mempengaruhi kehidupan bermasyarakat, karena dengan adanya kontrol sosial masyarakat akan menjadi berhati-hati dalam bersikap karena adanya tindakan yang bersifat meluruskan bagi masyarakat yang berperilaku menyimpang.

Pengertian teori kontrol sosial atau social control theory merujuk kepada pembahasan delinkuensi dan kejahatan yang dikaitkan dengan variabel-variabel yang bersifat sosiologis; antara lain struktur keluarga, pendidikan dan kelompok dominan. Dengan demikian, pendekatan teori kontrol sosial ini berbeda dengan teori kontrol lainnya.

Pemunculan teori kontrol sosial ini diakibatkan tiga ragam perkembangan dalam kriminologi.

  • Pertama, adanya reaksi terhadap orientasi labeling dan konflik dan kembali kepada penyelidikan tentang tingkah laku kriminal.
  • Kedua, munculnya studi tentang criminal justice sebagai suatu ilmu baru telah membawa pengaruh terhadap kriminologi menjadi lebih pragmatis dan berorientasi pada sistem.
  • Ketiga, teori kontrol sosial telah dikaitkan dengan suatu teknik riset baru khususnya bagi tingkah laku anak/remaja, yakni self report survey .

Perkembangan awal dari teori ini dipelopori Durkheim (1895) .Perkembangan berikutnya selama tahun 1950-an beberapa teorietis telah mempergunakan pendekatan teori kontrol terhadap kenakalan anak remaja. Reiss mengemukakan bahwa ada tiga komponen dari kontrol sosial dalam menjelaskan kenakalan anak/remaja:

  • kurangnya kontrol internal yang wajar selama masa anak-anak.
  • Hilangnya kontrol tersebut,
  • Tidak adanya norma-norma sosial atau konflik antara norma-norma dimaksud (di sekolah, orang tua, atau lingkungan dekat).

Reiss membedakan dua macam kontrol, yaitu: personal control dan social control. Yang dimaksud dengan personal control (internal control) adalah kemampuan seseorang untuk menahan dri untuk tidak mencapai kebutuhanannya dengan cara melanggar norma-norma yang berlaku di masyarakat, yang dimaksud dengan social control atau kontrol eksternal adalah kemampuan kelompok sosial atau lembaga-lembaga di masyarakat untuk melaksanakan norma-norma atau peraturan menjadi efektif. Ivan F. telah mengemukakan teori social control tidak sebagai suatu penjelasan umum tentang kejahatan tetapi merupakan penjelasan bersifat kasuistis.

Konsep kontrol eksternal/ social control , kemudian menjadi dominan setelah David Matza dan Gresham Sykes melakukan kritik terhadap teori subkultur dari Albert Cohen. Sykes dan Matza kemudian mengemukakan konsep atau teori tentang technique of neutralization . Sykes dan Matza merinci lima teknik netralisasi sebagai berikut :

  • Denial of responsibility*
  • Denial of injury*
  • Denial of the victim*
  • Condemnation of the condemners*
  • Appeal to higher loyalties.*

Versi teori kontrol sosial yang paling andal dan sangat popular telah dikemukakan oleh Travis Hirschi (1969). Hirschi dengan keahliannya merevisi teori-teori sebelumnya mengenai kontrol sosial telah memberikan suatu gambaran yang jelas mengenai konsep social bonds. Hirschi sependapat dengan Durkheim dan yakin bahwa tingkah laku seseorang memcerminkan berbagai ragam pandangan tentang kesusilaan.

Perkembangan awal teori “kontrol sosial” dipelopori oleh Durkheim pada tahun 1895. Teori ini dapat dikaji dari 2 perspektif yaitu :

  1. Perspektif makro, atau Macrosociological Studies menjelajah sistem-sistem format untuk mengontrol kelompok-kelompok, sistem formal tersebut antara lain :

    • Sistem hukum, UU, dan penegak hukum
    • Kelompok-kelompok kekuatan di masyarakat.
    • Arahan-arahan sosial dan ekonomi dari pemerintah/kelompok swasta

    Adapun jenis kontrol ini bisa menjadi positif atau negatif. Positif apabila dapat merintangi orang dari melakukan tingkah laku yang melanggar hukum, dan negatif apabila mendorong penindasan membatasi atau melahirkan korupsi dari mereka yang memiliki kekuasaan.

  2. Perspektif mikro atau microsociological studies memfokuskan perhatian pada sistem kontrol secara informal. Adapun tokoh penting dalam pespektif ini adalah Travis Hirschi dengan bukunya yang berjudul Causes of Delingvency , Jackson Toby yang memperkenalkan tentang “ Individual Commitment ” sebagai kekuatan yang sangat menentukan dalam kontrol sosial tingkah laku. Hirschi sependapat dengan Durkheim dan yakin bahwa tingkah laku seseorang mencerminkan pelbagai ragam pandangan tentang kesusilaan/ morality ,dan seseorang bebas untuk melakukankejahatan/penyimpangan tingkah lakunya. Selain menggunakan teknik netralisasi untuk menjelaskan tingkah laku tersebut diakibatkan oleh tidak adanya keterikatan atau kurangnya keterikatan (moral) pelaku terhadap masyarakat.

Teori kontrol sosial berangkat dari asumsi atau anggapan bahwa individu di masyarakat mempunyai kecenderungan yang sama kemungkinannya, menjadi “baik” atau “jahat”. Baik jahatnya seseorang sepenuhnya tergantung pada masyarakatnya. Ia menjadi baik baik kalau masyarakat membuatnya begitu.

Pengertian teori kontrol atau control theory merujuk kepada setiap perspektif yang membahas ihwal pengendalian tingkah laku manusia, pengertian teori kontrol sosial atau social control theory merujuk kepada pembahasan delinkuensi dan kejahatan yang dikaitkan dengan variabel-variabel yang bersifat sosiologis; antara lain struktur keluarga, pendidikan dan kelompok dominan. Dalam konteks ini, teori kontrol sosial sejajar dengan teori konformitas.

Salah satu ahli yang mengembangkan teori ini adalah Travis Hirschi, proposisi teoretisnya adalah:

  • Segala bentuk pengingkaran terhadap aturan-aturan sosial adalah akibat dari kegagalan mensosialisasi individu warga masyarakat untuk bertindak teratur terhadap aturan atau tata tertib yang ada.
  • Penyimpangan dan bahkan kriminalitas atau perilaku kriminal, merupakan bukti kegagalan kelompok-kelompok sosial konvensional untuk mengikat individu agar tetap teratur, seperti: keluarga, sekolah atau departemen pendidikan dan kelompok- kelompok dominan lainnya.
  • Setiap individu seharusnya belajar untuk teratur dan tidak melakukan tindakan penyimpangan atau kriminal.
  • Kontrol internal lebih berpengaruh daripada kontrol eksternal.

Lebih lanjut Travis Hirschi memetakan empat unsur utama di dalam kontrol sosial internal yang terkandung di dalam proposisinya, yaitu attachment (kasih sayang), commitment (tanggung jawab), involvement (keterlibatan atau partisipasi), dan believe (kepercayaan atau keyakinan). Empat unsur utama itu di dalam peta pemikiran Trischi dinamakan social bonds yang berfungsi untuk mengendalikan perilaku individu. Keempat unsur utama itu dijelaskan sebagai berikut:

  • Attachment atau kasih sayang adalah sumber kekuatan yang muncul dari hasil sosialisasi di dalam kelompok primernya (misalnya: keluarga), sehingga individu memiliki komitmen yang kuat untuk patuh terhadap aturan.

  • Commitment atau tanggung jawab yang kuat terhadap aturan dapat memberikan kerangka kesadaran mengenai masa depan. Bentuk komitmen ini, antara lain berupa kesadaran bahwa masa depannya akan suram apabila ia melakukan tindakan menyimpang.Lingkungan dimana kita bisa membuat kita berkomitmen.

  • Involvement atau keterlibatan akan mendorong individu untuk berperilaku partisipatif dan terlibat di dalam ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan oleh masyarakat. Intensitas keterlibatan seseorang terhadap aktivitas-aktivitas normatif konvensional dengan sendirinya akan mengurangi peluang seseorang untuk melakukan tindakan-tindakan melanggar hukum.

  • Believe atau kepercayaan, kesetiaan, dan kepatuhan terhadap norma-normasosial atau aturan masyarakat akhirnya akan tertanam kuat di dalam diri seseorang dan itu berarti aturan sosial telah elf-enforcing dan eksistensinya (bagi setiap individu) juga semakin kokoh.

Horton dan Hunt mengungkapkan bahwa, semakin tinggi tingkat kesadaran akan salah satu lembaga kemasyarakatan, seperti gereja, sekolah, dan organisasi setempat, maka semakin kecil pula kemungkinan baginya untuk melakukan penyimpangan. Sejalan dengan diatas, Friday dan Hage dalam Horton dan Hunt menyatakan “jika para remaja memiliki hubungan kekerabatan, masyarakat, pendidikan, dan peranan kerja yang baik, maka mereka akan terbina untuk mematuhi norma - norma yang dominan. Belive atau kepercayaan, kesetian, dan kepatuhan padanorma-norma sosial atau aturan masyarakat pada akhirnya akan tertanam pada diri seseorang dan itu berarti aturan sosial telah self enforcing dan ekstensinya (bagi setiap indivindu) juga semakin kokoh.5Dikatakan dalam hal ini pentingnya suatu lembaga dalam mempengaruhi tingkat kenakalan atau penyimpangan cukup tinggi.Kekosongan kontrol pada lembaga- lembaga tersebut mempunyai dampak yang tinggi dalam perilaku para remaja pada khususnya.

Reckless dalam Henslin mendefenisikan bahwa Belive dalam hal ini adalah adanya keyakinan terhadap tindakan moral tersebut salah. Sehingga dengan adanya perasaan yang demikian kecenderungan seseorang untuk melakukan penyimpangan akan berkurang. Di lain pihak, Horton dan Hunt juga mengatakan bahwa kepercayaan dalam hal ini mengacu pada norma yang dihayati semakin kuat.

Salah satu teori ini tiada lain untuk mencegah beberapa perilaku sosial yang semestinya tidak terjadi. Walaupun bukan sebagai solusi absolute setidaknya untuk melihat rangkaian kegiatan yang oleh hatinurani masyarakat sudah tidak di terima lagi.

Teori kontrol berasumsi bahwa kalau kita ingin menjelaskan kejahatan maka penjelasan itu dapat kita cari dari perilaku yang tidak jahat, kalau kita ingin mengendalikan kejahatan jangan mengutak-atik kejahatannya, tapi carilah penjelasannya kenapa orang bisa taat hukum, ada apa dan apa yang terjadi disana. Karena asumsinya perilaku menyimpang itu adalah perilaku yang alamiah (natural).Perilaku tidak menyimpang atau perilaku yang konformitas adalah perilaku yang tidak alamiah. Kejahatanlah yang akan dipaksa oleh aturan. Coba kita perhatikan begitu ada jalan lurus dan mulus, tidak ada orang yang akan memperlambat laju kendaraannya, semua akan memacu kendaraannya dengan kecepatan tinggi (hal itu merupakan alamiah).

Para penganut teori pengendalian menereima model masyarakat yang memiliki nilai-nilai kesepakatan yang dapat diidentifikasi.Mereka berasumsi bahwa ada suatu system normative yang menjadi dasar sehingga suatu perbuatan dikatakan menyimpang.Penganut teori kontrol beranggapan bahwa kebanyakan orang menyesuaikan diri dengan nilai dominan karena adanya pengendalian dari dalam dan dari luar. Pengendalian dari dalam berupa norma yang dihayati dan nilai yang dihayati dan nilai yang dipelajari seseorang. Pengendalian dari luar adalah imbalan sosial terhadap konformitas dan sangsi hukuman yang diberikan kepada seseorang yang melakukan tindak penyimpangan.

Pencegahan merupakan salah satu pengendalian dari luar.Setelah diabaikan selama beberapa dasawarsa, teori pencegahan kembali menarik perhatian para ahli kriminolog.Teori ini menyatakan bahwa orang cukup rasional memanfaatkan waktunya untuk menempatkan sangsi yang tepat sebagai alat kendali yang berguna.Teori kontrol ditunjang oleh pelbagai studi yang dilakukan bertahun-tahun, yang menunjukkan adanya kaitan antara penyimpangan dengan kurangnya ikatan efektif terhadap lembaga- lembaga penting.

Kejahatan itu normal dan hanya dapat dicegah dengan mencegah munculnya kesempatan guna melakukannya.Kejahatan juga dapat dicegah dengan mengatur perilaku tersebut melalui prinsip rewards dan punishments, ‘ the use of carrot and stick’ .Implikasinya, tidak ada orang yang akan selamanya melanggar hukum, atau selamanya tidak akan tidak melanggar hukum. Teori kontrol sosial telah dikaitkan dengan suatu teknik penelitian baru, khususnya bagi tingkah laku anak/remaja, yakni selfreport survey .Menurut sosiolog Travis Hirschi, teori ini dapat diringkas sebagai pengendalian diri.Kunci ke arah belajaran pengendalian diri yang tinggi ialah sosialisasi, khususnya di masa kanak-kanak.Para orang tua dapat membantu anak mereka untuk mengembangkan pengendalian diri dengan jalan mengawasi mereka dan menghukum tindakan mereka yang menyimpang.

Referensi

Romli Atmasasmita, Teori dan Kapita Selekta Kriminologi (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2007)

Narwoko, Dwi, dan Bagong Suyanto, Sosiologi: Teks Pengantar dan Terapan (Jakarta: Prenada Media, 2004)

Paul B. Horton dan Chester L. Hunt, Sosiologi (Jakarta: Erlangga, 1993)

Kontrol Sosial

Teori kontrol atau control theory merujuk kepada setiap perspektif yang membahas ihwal pengendalian tingkah laku manusia, pengertian teori kontrol sosial atau social control theory merujuk kepada pembahasan delinkuensi dan kejahatan yang dikaitkan dengan variabel-variabel yang bersifat sosiologis; antara lain struktur keluarga, pendidikan dan kelompok dominan. Dengan demikian, pendekatan teori kontrol sosial ini berbeda dengan teori kontrol lainnya.

Pemunculan teori kontrolsosial ini diakibatkan tiga ragam perkembangan dalam kriminologi.Pertama, adanya reaksi terhadap orientasi labeling dan konflik dan kembali kepada penyelidikan tentang tingkah laku kriminal.Kedua, munculnya studi tentang criminal justice sebagai suatu ilmu baru telah membawa pengaruh terhadap kriminologi menjadi lebih pragmatis dan berorientasi pada sistem.Ketiga, teori kontrol sosial telah dikaitkan dengan suatu teknik riset baru khususnya bagi tingkah laku anak/remaja, yakni self report survey. Perkembangan awal dari teori ini dipelopori Durkheim (1895).Perkembangan berikutnya selama tahun 1950-an beberapa teorietis telah mempergunakan pendekatan teori kontrol terhadap kenakalan anak remaja.

Reiss mengemukakan bahwa ada tiga komponen dari kontrol sosial dalam menjelaskan kenakalan anak/remaja, yaitu :

(1) kurangnya kontrol internal yang wajar selama masa anak-anak.

(2) Hilangnya kontrol tersebut

(3) Tidak adanya norma-norma sosial atau konflik antara norma-norma dimaksud (di sekolah, orang tua, atau lingkungan dekat).

Reiss membedakan dua macam kontrol, yaitu: personal control dan social control . Yang dimaksud dengan personal control (internal control) adalah kemampuan seseorang untuk menahan dri untuk tidak mencapai kebutuhanannya dengan cara melanggar norma-norma yang berlaku di masyarakat, yang dimaksud dengan social control atau kontrol eksternal adalah kemampuan kelompok sosial atau lembaga-lembaga di masyarakat untuk melaksanakan norma-norma atau peraturan menjadi efektif. Ivan F. telah mengemukakan teori social control tidak sebagai suatu penjelasan umum tentang kejahatan tetapi merupakan penjelasan bersifat kasuistis.

Konsep kontrol eksternal/social control, kemudian menjadi dominan setelah David Matza dan Gresham Sykes melakukan kritik terhadap teori subkultur dari Albert Cohen. Sykes dan Matza kemudian mengemukakan konsep atau teori tentang technique of neutralization. Sykes dan Matza merinci lima teknik netralisasi sebagai berikut :

  1. Denial of responsibility

  2. Denial of injury

  3. Denial of the victim

  4. Condemnation of the condemners

  5. Appeal to higher loyalties.

Versi teori kontrol sosial yang paling andal dan sangat popular telah dikemukakan oleh Travis Hirschi (1969). Hirschi dengan keahliannya merevisi teori-teori sebelumnya mengenai kontrol sosial telah memberikan suatu gambaran yang jelas mengenai konsep social bonds . Hirschi sependapat dengan Durkheim dan yakin bahwa tingkah laku seseorang memcerminkan berbagai ragam pandangan tentang kesusilaan.

Teori kontrol sosial berangkat dari asumsi atau anggapan bahwa individu di masyarakat mempunyai kecenderungan yang sama kemungkinannya, menjadi “baik” atau “jahat”. Baik jahatnya seseorang sepenuhnya tergantung pada masyarakatnya. Ia menjadi baik baik kalau masyarakat membuatnya begitu.

Pengertian teori kontrol atau control theory merujuk kepada setiap perspektif yang membahas ihwal pengendalian tingkah laku manusia, pengertian teori kontrol sosial atau social control theory merujuk kepada pembahasan delinkuensi dan kejahatan yang dikaitkan dengan variabel-variabel yang bersifat sosiologis; antara lain struktur keluarga, pendidikan dan kelompok dominan. Dalam konteks ini, teori kontrol sosial sejajar dengan teori konformitas.

Referensi

http://digilib.uinsby.ac.id/5912/5/Bab%202.pdf

Teori kontrol sosial memfokuskan diri pada teknik-teknik dan strategi-strategi yang mengatur tingkah laku manusia dan membawanya kepada penyesuaian atau ketaatan kepada aturan-aturan masyarakat. Seseorang mengikuti hukum sebagai respon atas kekuatan-kekuatan pengontrol tertentu dalam kehidupan seseorang. Seseorang menjadi kriminal ketika kekuatan-kekuatan yang mengontrol tersebut lemah atau hilang.

Konsep kontrol sosial lahir pada peralihan abad dua puluh dalam satu volume buku dari E.A. Ross, salah seorang Bapak Sosiologi Amerika. Menurut Ross, sistem keyakinanlah (dibanding hukum-hukum tertentu) yang membimbing apa yang dilakukan orang-orang dan yang secara universal mengontrol tingkah laku, tidak peduli apa pun bentuk keyakinan yang dipilih. Sejak saat itu, konsep ini diambil dalam arti yang semakin meluas.

Kontrol sosial dapat dikaji dari dua perspektif yaitu perspektif macrosociological studies maupun microsociological studies.

1. macrosociological studies

Menjelajah sistem-sistem formal untuk mengontrol kelompok- kelompok, sistem formal tersebut antara lain:

  1. Sistem hukum, UU, dan penegak hokum
  2. Kelompok-kelompok kekuatan di masyarakat.
  3. Arahan-arahan sosial dan ekonomi dari pemerintah/ kelompok swasta adapun jenis kontrol ini bisa menjadi positif atau negatif. Positif apabila dapat merintangi orang dari melakukan tingkah laku yang melanggar hukum, dan negatif apabila mendorong penindasan membatasi atau melahirkan korupsi dari mereka yang memiliki kekuasaan.

2. Perspektif mikro (Microsociological studies)

Memfokuskan perhatian pada sistem kontrol secara informal. Adapun tokoh penting dalam pespektif ini adalah Travis Hirschi dengan bukunya yang berjudul Causes of Delingvency, Jackson Toby yang memperkenalkan tentang “Individual Commitment” sebagai kekuatan yang sangat menentukan dalam kontrol sosial tingkah laku. Salah satu teori kontrol sosial yang paling handal dan sangat popular dikemukakan oleh Travis Hirschi pada tahun 1969.

Hirschi, dengan keahlian merevisi teori-teori sebelumnya tentang kontrol sosial, telah memberikan suatu gambaran jelas mengenai konsep social bond. Hirschi sependapat dengan Durkheim dan yakin bahwa tingkah laku seseorang mencerminkan berbagai ragam pandangan tentang kesusilaan/ morality, dan seseorang bebas untuk melakukan kejahatan atau penyimpangan tingkah lakunya. Selain menggunakan teknik netralisasi untuk menjelaskan tingkah laku tersebut diakibatkan oleh tidak adanya keterikatan atau kurangnya keterikatan (moral) pelaku terhadap masyarakat.

Ide utama di belakang teori control sosial adalah bahwa penyimpangan merupakan hasil dari kekosongan kontrol atau pengendalian sosial. Teori ini dibangun atas dasar pandangan bahwa setiap manusia cenderung untuk tidak patuh pada hokum atau memiliki dorongan untuk melakukan pelanggaran hukum. Oleh sebab itu, para ahli teori kontrol menilai perilaku menyimpang adalah konsekuensi logis dari kegagalan seseorang untuk menaati hukum.
Salah satu ahli yang mengembangkan teori ini adalah Hirschi. Ia mengajukan beberapa proposisi teoritisnya, yaitu:

  1. Bahwa berbagai bentuk pengingkaran terhadap aturan-aturan sosial adalah akibat dari kegagalan mensosialisasi individu untuk bertindak konform terhadap aturan atau tata tertib yang ada.

  2. Penyimpangan dan bahkan kriminalitas, merupakan bukti kegagalan kelompok sosial konvensional untuk mengikat individu agar tetap konfor, seperti: keluarga, sekolah atau institusi pendidikan dan kelompok dominan lainnya.

  3. Setiap individu seharusnya belajar untuk konform dan tidak melakukan tindakan menyimpang atau criminal.

  4. Kontrol internal lebih berpengaruh daripada kontrol eksternal.

Teori-teori kontrol sosial membahas isu-isu tentang bagaimana masyarakat memelihara atau menumbuhkan control sosial dan cara memperoleh konformitas atau kegagalan meraihnya dalam bentuk penyimpangan.