Dalam perilaku berbahasa terdapat istilah kontak bahasa.
Apa yang dimaksud dengan kontak bahasa?
Dalam perilaku berbahasa terdapat istilah kontak bahasa.
Apa yang dimaksud dengan kontak bahasa?
Yang dimaksud dengan kontak bahasa adalah pemakaian lebih dari satu bahasa di tempat dan pada waktu yang sama. Kontak bahasa dapat terjadi antara lain melalui:
Pindahnya sebuah kelompok ke tempat kelompok lain dapat disebabkan oleh adanya keinginan atau tekad untuk memperoleh kehidupan yang lebih baik di tempat lain seperti orang Bugis, Madura, atau Minangkabau yang merantau ke daerah lain di kepulauan Nusantara.
Di samping itu, kepindahan itu dapat juga disebabkan oleh kebijakan kependudukan. Masalah kependudukan di Indonesia, misalnya, diatasi dengan jalan diusahakannya transmigrasi, khususnya pemindahan penduduk di Jawa yang padat penduduknya ke luar Pulau Jawa seperti Sumatra, Kalimantan, dan Sulawesi yang lebih jarang penduduknya.
Kebijakan ini sudah dimulai sejak sebelum Perang Dunia II dan diteruskan sampai sekarang, meskipun jumlahnya semakin berkurang. Kelompok yang berpindah itu dapat membentuk komunitas sendiri atau berbaur dengan penduduk setempat dan memungkinkan terjadinya kontak bahasa antara bahasa kelompok pendatang dan bahasa penduduk setempat.
Kontak bahasa dapat juga terjadi melalui proses hubungan budaya yang panjang. Dua kelompok yang berbeda bahasanya hidup berdampingan dan berinteraksi secara teratur tanpa kesulitan yang berarti. Kelompok penutur bahasa Madura di sepanjang pantai utara Jawa Timur, misalnya, sejak tiga empat abad yang lalu hidup bersama-sama dengan kelompok penutur bahasa Jawa. Begitu pula kelompok penutur bahasa Jawa dan kelompok penutur bahasa Sunda hidup bersama-sama di sepanjang atau di sekitar perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Barat.
Kontak bahasa dapat juga terjadi berkat adanya kebijakan di bidang pendidikan. Di Indonesia, misalnya, pernah ada kebijakan pendidikan yang mengharuskan bahasa tertentu dipakai sebagai bahasa pengantar atau diajarkan di sekolah. Pada masa pemerintahan kolonial Belanda bahasa Belanda misalnya, ditentukan sebagai bahasa pengantar di sekolah-sekolah, khususnya ELS (Eropesche Lagere School) , HIS (Hollandsch lnlandsche School) , HBS (Hogere Burger School), MULO (Middelbaar Uitgebreide Lager Onderwijs), dan AMS (Algemene Middelbare School) di Indonesia pada masa pemerintahan kolonial Belanda. Kebijakan ini pada masa kemerdekaan pada dasarnya diteruskan, tetapi dengan memberikan peluang dipakainya bahasa daerah-masing-masing bahasa Aceh, bahasa Batak, bahasa Sunda, bahasa Jawa, bahasa Madura, bahasa Bali, bahasa Bugis, dan bahasa Mandar-sebagai bahasa pengantar pada tiga tahun pertama di sekolah dasar. Kebijakan ini tertuang dalam Undang-undang Pendidikan Nomor 4 Tahun 1950.
Adanya kontak bahasa seperti yang diuraikan di atas sudah barang tentu sedikit banyak berakibat pada pemakaian bahasa di kalangan anggota kelompok yang mengalami kontak bahasa itu. Ada anggota masyarakat bahasa yang dapat dengan mudah memakai dua bahasa secara bergantian. la adalah seorang bilingual atau dwibahasawan. Ada yang hanya sebatas memahami apa yang didengarnya tetapi tidak dapat mengutarakan pikirannya dalam bahasa yang bersangkutan. la adalah seorang bilingual yang pasif. Di samping itu, ada juga yang hanya dapat berkomunikasi dalam bahasa pertamanya sendiri dan sama sekali tidak dapat berkomunikasi dalam bahasa yang kedua. la adalah seorang monolingual atau ekabahasawan.
Kemungkinan lain adalah terjadinya suatu keadaan di mana, karena satu dan lain hal, warga sebuah kelompok lama-lama cenderung meninggalkan bahasa mereka sendiri dan berpindah memakai bahasa kelompok lain. Terjadilah apa yang dikenal dengan nama pergeseran bahasa (language shift).
Masih ada kemungkinan lain yang dapat timbul dari adanya kontak bahasa itu. Kalau dua kelompok yang berkontak itu memerlukan bahasa lain sebagai alat komunikasi antara mereka. Keperluan akan bahasa perantara ini karena para warga dari kedua kelompok sama-sama tidak dapat berkomunikasi dengan bahasa masing- masing. Yang terjadi adalah pemakaian suatu bahasa-antara yang memungkinkan mereka saling berkomunikasi. Bahasa-antara ini tercipta melalui pengubahan kosakata, tata bunyi, dan tata bahasa dari salah satu bahasa kelompok yang lebih dominan. Lamakelamaan terciptalah bahasa baru yang lazim disebut pijin (pidgin).
Thomason (dalam Sitorus, 2014) mengatakan bahwa kontak bahasa adalah peristiwa penggunaan lebih dari satu bahasa dalam tempat dan waktu yang sama. Jika Bloomfield (dalam Mukhamdanah 2005) menyatakan bahwa bilingualisme adalah kemampuan seorang penutur untuk menggunakan dua bahasa dengan sama baiknya namun dalam hal ini kontak bahasa pada masyarakat bilingual atau multi lingual tidak dituntut untuk dapat berbahasa sama baiknya.
Diebold dalam Suwito (1983) menjelaskan bahwa kontak bahasa itu terjadi dalam situasi konteks sosial, yaitu situasi di mana seseorang belajar bahasa kedua dalam masyarakat. Pada situasi seperti itu dapat dibedakan antara situasi belajar bahasa, proses perolehan bahasa dan orang yang belajar bahasa.
Dalam situasi belajar bahasa terjadi kontak bahasa, proses pemerolehan bahasa kedua disebut pendwibahasaan (bilingualisasi) serta orang yang belajar bahasa kedua dinamakan dwibahasawan.
Mackey dalam Suwito, (1983) berpendapat kontak bahasa merupakan pengaruh suatu bahasa kepada bahasa lainnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, sedangkan kedwibahasaan berarti penggunaan dua bahasa atau lebih oleh seseoarang penutur.
Kontak bahasa cenderung kepada gejala bahasa (langue), sedangkan kedwibahasaan cenderung sebagai gejala tutur (parole). Namun, karena langue pada hakekatnya sumber dari parole, maka kontak bahasa sudah selayaknya nampak dalam kedwibahasaan atau dengan kata lain kedwibahasaan terjadi sebagai akibat adanya kontak bahasa.
Weinreich (dalam Chaer dan Agustina, 2014) mengatakan bahwa kontak bahasa merupakan peristiwa pemakaian dua bahasa oleh penutur yang sama secara bergantian. Dari kontak bahasa itu terjadi transfer atau pemindahan unsur bahasa yang satu ke dalam bahasa yang lain yang mencakup semua tataran. Sebagai konsekuensinya, proses pinjam meminjam dan saling mempengaruhi terhadap unsur bahasa lain yang tidak dapat dihindari.
Aslinda dan Lina (2007) mengatakan bahwa kontak bahasa meliputi segala peristiwa persentuhan antara dua bahasa atau lebih yang berakibat adanya perubahan unsur bahasa oleh penutur dalam konteks sosialnya. Berkaitan dengan kontak bahasa ini Prawiroatmo (dalam Djaka Kentjono, 1982) mengatakan bahwa ciri yang menonjol dari kontak bahasa adalah terdapatnya kedwibahasaan atau billingualisme atau keanekaragaman bahasa atau multilingualisme.
Proses kedwibahasaan itu disebabkan adanya interaksi dan kontak sosial antara masyarakat satu dengan yang lain yang memiliki latar belakang kebahasan yang berbeda. Bila kita lihat masalah penggunaan bahasa bukanlah milik perseorangan, melainkan milik suatu kelompok masyarakat, baik kelompok budaya, kelompok umur, kelompok pekerjaan, maupun kelompok sosial.
Jika hal ini dihubungkan dengan kedwibahasaan akan terlihat masalah kedwibahasaan. Hal ini bukan pula masalah perseorangan, melainkan masalah yang timbul dalam suatu kelompok pemakai bahasa akan terjadi kontak bahasa sehingga diartikan, bahwa antara kontak bahasa dan kedwibahasaan sangat erat hubungannya.
Jadi, peristiwa atau gejala kontak bahasa itu tampak menonjol dalam wujud kedwibahasaan. Kedwibahasaan adalah penggunaan dua bahasa atau lebih oleh seseorang. Kedwibahasaan lebih cenderung pada gejala tutur ( parole ), sedangkan kontak bahasa lebih cenderung pada gejala bahasa ( langue ). Pada prinsipnya, langue adalah sumber dari parole, maka dengan sendirinya kontak bahasa akan tampak dalam kedwibahasaan akan tampak dalam kedwibahasaan. Dengan kata lain kedwibahasaan terjadi karena adanya kontak bahasa.