Apa yang dimaksud dengan Konseling Kelompok dengan Pendekatan Realitas (Reality Therapy)?

Konseling Kelompok Pendekatan Realitas (Reality  Therapy)

Apa dan bagaimana Konseling Kelompok dengan Pendekatan Realitas (Reality Therapy) ?

Pengertian Teknik Realitas (Reality Therapy)


Teknik Realitas dikembangkan oleh William Glasser, seorang psikolog dari California. Dalam pendekatan ini, konselor bertindak aktif, direktif, dan didaktif. Dalam konteks ini, konselor berperan sebagai guru dan sebagai model bagi konseli. Disamping itu, konselor juga membuat kontrak dengan konseli untuk mengubah perilakunya.Glasser menggunakan istilah reality therapy pada April 1964 pada manuskrip yang berjudul Reality Therapy: A Realistic Approach to the Young Offender. (Thompson, 2004).

Menurut Gantina Komalasari (2011) Pendekatan ini melihat konseling sebagai proses rasional yang menekankan pada perilaku sekarang dan saat ini. Artinya, konseli ditekankan untuk melihat perilakunya yang dapat diamati daripada motif-motif bawah sadarnya. Dengan demikian konseli dapat mengevaluasi apakah perilakunya tersebut efektif dalam memeuhi kebutuhannya atau tidak. Jika dirasa perilaku-perilaku yang ditampilkan tidak membuat konseli merasa puas, maka konselor mengarahkan konseli untuk melihat peluang-peluang yang dapat dilakukan dengan merencanakan tindakan yang lebih bertanggung jawab. Perilaku yang bertanggung jawab merupakan perilaku-perilaku yang sesuai dengan kenyataan yang dihadapi, oleh Glasser disebut sebagai penerimaan terhadap realita.

Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa teknik reality berfokus pada perilaku yang sedang dihadapi sehingga konseli mampu mengevaluasi seluruh perilaku yang sudah dilakukan agar nantinya konseli mampu membuat perencanaan apabila perlakuan yang sudah dilakukan masih belum efektif dengan cara merencanakan kembali tindakan-tindakan yang lebih bertanggung jawab.

Pandangan Tentang Manusia


Menurut Gantina Komalasari (2011) Glasser percaya bahwa setiap manusia memiliki kebutuhan psikologis yang secara konstan hadir sepanjang 25 rentang kehidupannya dan harus dipenuhi. Ketika seseorang mengalami masalah, hal tersebut disebabkan oleh satu faktor, yaitu terhambatnya seseorang dalam memenuhi kebutuhan psikologisnya. Keterhambatan tersebut pada dasarnya karena penyangkalan terhadap realita, yaitu kecenderungan seseorang untuk menghindari hal-hal yang tidak menyenangkan. Mengacu pada teori hirarki kebutuhan yang dikemukakan oleh Maslow, Glasser mendasari pandangannya tentang kebutuhan manusia untuk dicintai dan mencintai, dan kebutuhan untuk merasa berharga bagi orang lain.

Hansen, Warner, dan Smith (dalam Gantina Komalasari dkk, 2011) Ketika seseorang berhasil memenuhi kebutuhannya, menurut Glasser orang tersebut mencapai identitas sukses. Ini terkait dengan konsep perkembangan keperibadian yang sehat, yang ditandai dengan berfungsinya individu dalam memenuhi kebutuhan psikologisnya secara tepat. Dalam proses pembentukan identitas, individu mengembangkan keterlibatan secara emosional dengan orang lain. Individu perlu merasakan bahwa orang lain memberi perhatian kepadanya dan berfikir bahwa dirinya memiliki arti.
Pandangan Glasser tentang manusia menurut Gantina Komalasari dkk (2011) adalah sebagai berikut:

  1. Setiap individu bertanggung jawab terhadap kehidupannya
  2. Tingkahlaku seseorang adalah upaya untuk mengontrol lingkungan untuk memenuhi kebutuhannya
  3. Individu ditantang untuk menghadapi realita tanpa memperdulikan kejadiankejadian dimasa lalu, serta tidak memberi perhatian pada sikap dan motivasi dibawah sadar
  4. Setiap orang memiliki kemampuan untuk melakukan sesuatu pada masa kini Berdasaran uraian diatas dapat disimpulkan pandangan Glasser pada manusia adalah setiap orang memiliki kemampuan untuk melakukan sesuatu pada masa kini melalui keperibadian yang sehat dengan cara individu mampu memenuhi kebutuhan psikologisnya secra tepat.

Prosedur Konseling Kelompok Reality


Gantina Komalasari dkk (2011) menjelaskan Proses konseling dalam pendekatan realitas berpedoman pada dua unsur utama, yaitu penciptaan kondisi lingkungan yang kondusif dan beberapa prosedur yang menjadi pedoman untuk mendorong terjadinya perubahan pada konseli.

Wubbolding (dalam Corey, 2005) Mengembangkan sistem WDEP dalam menerapkan prosedur konseling realitas. Setiap huruf dari WDEP mengacu pada kumpulan strategi: W = wants and needs (keinginan-keinginan dan kebutuhankebutuhan), D = directions and doing (arah dan tindakan), E = self evaluations (evaluasi diri), dan P = Planning (perencanaan). Di samping itu perlu untuk diingat bahwa dalam konseling realitas harus terlebih dahulu diawali dengan pengembangan keterlibatan. Oleh karenanya sebelum melaksanakan tahapan dari sistem WDEP harus didahului dengan tahapan keterlibatan (Rasjidan, 1994).

1. Want (keinginan)
Langkah mengeksplorasi keinginan yang sebenarnya dari klien ingat pada umumnya manusia membicarakan hal-hal yang tidak diinginkan. Konselor memberikan kesempatan kepada klien untuk mengeksplorasi tentang keinginan yang sebenarnya dari dengan bertanya (mengajukan pertanyaan) bidang-bidang khusus yang relevan dengan problema atau konfliknya : misalnya teman, pasangan, pekerjaan, karir, kehidupan spiritual, hubungan dengan atasan dan bawahan, dan tentang komitmennya untuk memenuhi keinginan itu.

2. Doing and Direction (melakukan dengan terarah)
Langkah dimana klien diharapkan mendeskripsikan perilaku secara menyeluruh berkenaan dengan 4 komponen perilaku—pikiran, tindakan, perasaan dan fisiologi yang terkaait dengan hal yang bersifat umum dan hal bersifat khusus. Konselor memberi pertanyaan tentang apa yang dipikirkan, dirasakan, dilakukan, dan keadaan fisik yang dialami untuk memahami perilaku klien secara menyeluruh dan kesadarannya terhadap perilakunya itu.

3. Evaluation (Evaluasi)
Evaluasi diri klien merupakan inti terapi realitas. Klien di dorong untuk melakukan evaluasi terhadap perilaku yang telah dilakukan terkait dengan efektifitasnya dalam memenuhi kebutuhan atau keinginan—membantu atau bahkan menyulitkan, ketepatan dan kemampuannya, arah dan keterarahannya, persepsinya, dan komitmennya dalam memenuhi keinginan serta pengaruh terhadap dirinya. Pertanyaan tentang hal-hal yang bersifat evaluasi “diri” disampaikan dengan empatik, kepedulian, dan penuh perhatian positif.

4. Planning (rencana)
Klien membuat rencana tindakan sebagai perilaku total dengan bantuan konselor. Dalam membantu klien membuat rencana tindakan, konselor mendasarkan pada kriteria tentang rencana yang efektif, yaitu :

o dirumuskan oleh klien sendiri,
o realistis atau dapat dicapai,
o ditindak lanjuti dengan segera,
o berada di bawah kontrol klien, tidak bergantung pada orang lain, tindakan bertanggung jawab.

Peran dan Fungsi Konselor


Gantina Komalasari dkk (2011) mengemukakan fungsi konselor dalam pendekatan realitas adalah melibatkan diri dengan konseli, bersikap direktif dan didektik, yaitu berperan seperti guru yang mengarahkan dan dapat saja mengkonfrontasi, sehingga konseli mampu menghadapi kenyataan. Disini konselor sebagai fasilitator yang membantu konseli agar bisa menilai tingkah lakunya sendiri secara realistis.