Apa yang dimaksud dengan Konformitas?

Konformitas adalah perubahan sikap dan tingkah laku agar sesuai dengan norma sosial yang ada.

Apa yang dimaksud dengan Konformitas?

Konformitas adalah tendensi untuk mengubah keyakinan atau periloaku seseorang agar sesuai dengan perilaku orang lain. Cialdini & Goldstein

Kartono dan Gulo (2000) menambahkan bahwa konformitas adalah kecenderungan untuk dipengaruhi tekanan kelompok dan tidak menentang norma-norma yang telah digariskan oleh kelompok.

Zebua dan Nurdjayadi (2001) menambahkan bahwa konformitas berarti tunduk pada kelompok meskipun tidak ada permintaan langsung untuk mengikuti apa yang telah diperbuat oleh kelompok. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa konformitas adalah tendensi seseorang untuk mengubah keyakinannya agar sama perilaku dengan orang lain.

Taylor, dkk (2004) membagi aspek konformitas menjadi lima, yaitu:

  • Peniruan. Keinginan individu untuk sama dengan orang lain baik secara terbuka atau ada tekanan (nyata atau dibayangkan) menyebabkan konformitas.

  • Penyesuaian. Keinginan individu untuk dapat diterima orang lain menyebabkan individu bersikap konformitas terhadap orang lain. Individu biasanya melakukan penyesuaian pada norma yang ada pada kelompok.

  • Kepercayaan. Semakin besar keyakian individu pada informasi yang benar dari orang lain semakin meningkat ketepatan informasi yang memilih conform terhadap orang lain.

  • Kesepakatan. Sesuatu yang sudah menjadi keputusan bersama menjadikan kekuatan sosial yang mampu menimbulkan konformitas.

  • Ketaatan. Respon yang timbul sebagai akibat dari kesetiaan atau ketertundukan individu atas otoritas tertentu, sehingga otoritas dapat membuat orang menjadi conform terhadap hal-hal yang disampaikan.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek konformitas, yaitu: peniruan, penyesuaian, kepercayaan, kesepakatan, ketaatan, kerelaan dan perubahan. Hal-hal tersebut yang membuat individu menjadi conform.

Menurut Sears (2004) menyebutkan ada 4 faktor yang mempengaruhi konformitas, antara lain:

1. Rasa Takut terhadap Celaan Sosial

Alasan utama konformitas yang kedua adalah demi memperoleh persetujuan, atau menghindari celaan kelompok. Misal, salah satu alasan mengapa tidak mengenakan pakaian bergaya Hawai ke tempat ibadah adalah karena semua umat yang hadir akan melihat dengan rasa tidak senang.

2. Rasa Takut terhadap Penyimpangan

Rasa takut dipandang sebagai individu yang menyimpang merupakan faktor dasar hampir dalam semua situasi sosial.Setiap individu menduduki suatu posisi dan individu menyadari bahwa posisi itu tidak tepat. Berarti individu telah menyimpang dalam pikirannya sendiri yang membuatnya merasa gelisah dan emosi terkadang menjadi tidak terkontrol. Individu cenderung melakukan suatu hal yang sesuai dengan nilai-nilai kelompok tersebut tanpa memikirkan akibatnya nanti.

3. Kekompakan Kelompok

Kekompakan yang tinggi menimbulkan konformitas yang semakin tinggi. Alasan utamanya adalah bahwa bila orang merasa dekat dengan anggota kelompok yang lain, akan semakin menyenangkan bagi mereka untuk mengakui dan semakin menyakitkan bila mereka mencela.

4. Keterikatan pada Penilaian Bebas

Keterikatan sebagai kekuatan total yang membuat seseorang mengalami kesulitan untuk melepaskan suatu pendapat. Orang yang secara terbuka dan bersungguh-sungguh terikat suatu penilaian bebas akan lebih enggan menyesuaikan diri terhadap penilaian kelompok yang berlawanan.

Menurut Myers (2012) bentuk konformitas ada tiga macam, yaitu :

  • Penerimaan (acceptance) yaitu ketika individu bertindak dan meyakini sesuai tekanan sosial baik dari individu atau kelompok.

  • Pemenuhan (compliance), yaitu konformitas atas permintaan atau tekanan sosial tapi kita tidak menyetujuinya

  • Kepatuhan (obedience), yaitu bertindak sesuai dengan perintah langsung.

Menurut Deutsch dan Gerard’s (1955) , terdapat2 tipe pengaruh sosial yang memunculkan konformitas, yaitu :

  1. Pengaruh normatif. Norma memiliki peran penting dalam pembentukan perilaku individu. konformitas dilakukan agar memenuhi harapan dan diterima oleh orang lain. Individu akan cenderung berperilaku sesuai dengan norma yang berlaku pada suatu tempat. Misalkan, mahasiswa berlatar budaya minang atau melayu melanjutkan studinya di Jawa, maka mahasiswa tersebut akan cenderung konformitas terhadap norma yang berlaku pada budaya jawa.

  2. Pengaruh informasional. konformitas berdasarkan informasi yang diterima dari orang lain mengenai suatu realitas/kenyataan. Kita sering menngikuti sauatu pendapat atau opini beradasarkan informasi. Informasi yang akurat akan memiliki kekuatan dalam mempengaruhi orang lain karena pada dasarnya individu akan menggunakan informasi akurat untuk menentukan langkah selajut atau dalam pengambilan keputusan.

Konformitas (conformity), menurut Myers (2012), adalah perubahan perilaku atau kepercayaan agar selaras dengan dengan orang lain. Konformitas tidak hanya sekedar bertindak sesuai dengan tindakan yang dilakukan oleh orang lain, tetapi berarti dipengaruhi oleh bagaimna mereka bertindak. Konformitas adalah bertindak atau berpikir secara berbeda dari tindakan dan pikiran yang biasa dilakukan jika sendiri.

Myers menyatakan bahwa dalam konformitas terdapat perubahan perilaku dimana perubahan perilaku tersebut disebabkan sebagai akibat dari tekanan kelompok. Perubahan perilaku tersebut terlihat dari kecenderungan remaja untuk selalu menyamakan perilakunya dengan kelompok sebagai acuan sehingga dapat terhindar dari celaan maupun keterasingan.

Menurut Baron dan Byrne (2005: 206) konformitas remaja adalah Penyesuaian perilaku remaja untuk menganut norma kelompok acuan, menerima ide atau aturan-aturan kelompok yang mengatur cara remaja berperilaku. Seseorang melakukan konformitas terhadap kelompok hanya karena perilaku individu didasarkan pada harapan kelompok atau masyarakat.

Konformitas terjadi dimana individu mengubah perilaku dirinya dengan menganut pada norma sosial yang ada, menerima ide-ide atau aturan yang menunjukkan bagaimana individu harus berperilaku. Perubahan perilaku atau kepercayaan seseorang tersebut sebagai akibat dari tekanan kelompok yang nyata atau hanya berdasarkan imajinasi. Konformitas juga merupakan bentuk tingkah laku menyesuaikan diri dengan orang lain sehingga menjadi kurang lebih sama atau identik guna mencapai tujuan tertentu.

Menurut sarwono perilaku konformitas terhadap kelompok yang dilakukan oleh individu adalah perilaku menyamakan diri dengan orang lain yang didorong oleh keinginan sendiri, dengan tujuan untuk bisa diterima dalam kelompok yang diinginkan.

Menurut Davis dan Newstorm konformitas adalah keadaan bergantung pada norma orang lain tanpa pemikiran mandiri. Contohnya adalah mengikuti perilaku orang lain tanpa mempertimbangkan apakah hal itu baik atau buruk bagi dirinya. Menurut Rahmat Rakhmat mengutarakan bahwa konformitas tidak selalu jelek dan tidak selalu baik, begitu pula perilaku konformitas yang terjadi pada kelompok teman sebaya. Banyak perilaku yang muncul pada anak karena mereka hanya mengikuti norma yang ada pada kelompoknya. Contohnya membolos sekolah, tawuran, merokok, minum-minuman keras, dan lain sebagainya hanya karena mengikuti teman-teman dalam kelompoknya. Mereka beranggapan bahwa dengan melakukan perilaku itu berarti mereka merupakan bagian dari kelompok tersebut.

Konformitas teman sebaya merupakan kecenderungan untuk melakukan tingkah laku yang sesuai dengan norma kelompok, yang dilakukan untuk menghindari celaan sosial, walaupun perilaku tersebut berbeda dengan keyakinannya sendiri. Konformitas seringkali bersifat adaptif karena sebagai mahluk sosial individu memang perlu menyesuaikan diri terhadap orang lain. Seringkali Orang yang konform karena mereka mempercayai informasi yang mereka peroleh dari orang lain invormative influence (pengaruh informatif) dan mengikuti informasi tersebut karena mereka takut dinggap sebagai orang menyimpang.

Alasan lain dari konformitas adalah keinginan agar individu diterima secara sosial. Ini dinamakan normative influence (pengaruh normatif). Individu sebagai Anggota kelompok sering kali ingin agar diterima dilingkungan sosialnya, menyukai serta memperlakukannya dengan baik. Selain itu alasan orang yang konformitas juga ingin menghindari penolakan, pelecehan, atau ejekan oleh lingkungan sosialnya. Pengaruh normatif terjadi ketika anggota kelompok mengubah perilaku untuk menyesuaikan diri dengan norma kelompok atau standar klompok agar diterima secara sosial.

Seperti pendapat Myers bahwa terdapat dua bentuk konformitas yang dimunculkan oleh setiap individu pada umumnya yaitu menurut( compliance ) dan penerimaan ( acceptance ).

  • Menurut ( compliance ) merupakan bentuk konformitas yang dilakukan individu dengan cara mengubah perilakunya didepan publik agar sesuai dengan tekanan kelompok, tetapi secara diam-diam tidak mengubah pendapat pribadinya. Keseragaman perilaku yang ditunjukan pada konformitas bentuk menurut ( compliance ) dilakukan individu untuk mendapat hadiah, pujian, rasa penerimaan, serta menghindari hukuman dari kelompok.

  • Penerimaan ( acceptance ) merupakan bentuk konformitas yang dilakukan individu dengan cara menyamakan sikap, keyakinan pribadi, maupun perilakunya didepan publik dengan norma atau tekanan kelompok. Perubahan keyakinan maupun perilaku individu terjadi apabiladirinya sungguh-sungguh percaya bahwa kelompok memiliki opini atau perilaku yang benar. Kurangnya informasi yang didapat individu menyebabkan individu melakukankonformitas penerimaan ( acceptance ). Karena individu melakukan atas dasar keinginanuntuk berbuat benar.

Faktor-faktor yang mempengaruhi konformitas


Ada empat faktor yang perlu diperhatikan yang dapat mempengaruhi konformitas yaitu :

  • Kohesivitas
    Kohesivitas (cohesiveness) adalah tingkat ketertarikan yang dirasakan oleh individu terhadap suatu kelompok. Semakin tinggi tingkat ketertarikan individu terhadap suatu kelompok maka semakin tinggi pula konformitas yang dilakukan.

  • Ukuran kelompok
    Hasil penelitian yang dilakukan oleh Asch (dalam Baron :2005) menemukan bahwa konformitas akan meningkat sejalan dengan bertambahnya kelompok. Semakin besar suatu kelompok maka semakin besar pula kecenderungan konformitas, bahkan walaupun hal tersebut bertentangan dengan keinginan diri individu tersebut.

  • Norma sosial deskriptif
    Norma deskriptif/himbauan adalah norma yang menetapkan apa yang harus dilakukan, tingkah laku apa yang diterima atau tidak di terima pada situasi tertentu oleh sebagian besar orang. Norma deskriptif/himbauan yang dianut oleh sebagian besar orang dan dilakukan sebagian besar orang pada situasi tertentu.

  • Norma sosial injungtif
    Norma injungtif atau perintah adalah norma yang menetapkan apa yang harus dilakukan, tingkah laku apa yang diterima atau tidak diterima pada situasi tertentu.

Aspek-aspek konformitas


Menurut Sears dalam bukunya psikologi sosial aspek-aspek yang terdapat pada konformitas adalah :

  • Kepercayaan terhadap kelompok
    Kepercayaan individu terhadap kelompokdisebabkankarena Bila individu tersebut berpendapat bahwa kelompok selalu benar, Individu akan mengikuti apa pun yang dilakukan oleh kelompok tanpa memperdulikan pendapatnya sendiri karena keterbatasan informasi yang dimilikinya. Konformitas akan semakin meningkat ketika individutidak mempunyai informasi yang dimiliki oleh kelompok. Semakin besar kepercayaan individu terhadap kelompok sebagai sumber informasi yang benar, semakin besar pula kemungkinan untuk menyesuaikan diri terhadap kelompok.

  • Kepercayaan yang lemah terhadap penilaian sendiri
    Kepercayaan yang tinggi individu terhadap penilaiannya sendiri akan menurunkan tingkat konformitas karena kelompok bukan merupakan sumber informasi yang unggul lagi. Salah satu faktor yang sangat mempengaruhi rasa percaya diri dan tingkat konformitas adalah tingkat keyakinan orang tersebut pada kemampuannya sendiri untuk menampilkan suatu reaksi. Misalnya Oang yang mempunyai daya penglihatan baik akan merasa lebih yakin dalam membuat diskriminasi visual dibandingkan orang dengan daya penglihatan yang kurang baik. Konformitas akan menurun jika seseorang merasa lebih menguasai dan lebih tahu akan suatu persoalan.

    Beberapa penelitian mendukung pernyataan ini (Mausner 1954, Synder, Mischel & Lott, 1960; Wiesenthal dkk., 1976) yaitu rasa percaya diri individu yang tinggi terhadap penilaiannya sendiri akan menurunkan tingkat konformitas. Salah satu faktor yang mempengaruhi keyakinan individu terhadap kepercayaan dirinya adalah sejauh mana tingkat kesulitan penilaian yang dibuat. Semakin sulit penilaian yang dibuat, semakin rendah pula rasa percaya yang dimiliki individu dan semakin besar kemungkinan bahwa dia akan mengikuti penilaian orang lain.

  • Rasa takut terhadap celaan sosial
    Alasan utama konformitas adalah demi memperoleh penerimaan oleh kelompok sosial atau menghindari celaan kelompok sosial.

  • Takut menjadi orang yang menyimpang
    Faktor yang mendasari perilaku konformitas hampir dalam semua situasi sosial adalah rasa takut akan dianggap sebagai orang yang menyimpang. setiap Individu seringkali tidak mau dilihat berbeda dari kelompok sosialnya, individu seringkali ingin diterima dan disukai oleh lingkungan sosialnya. seringkali Individu khawatir jika memiliki paham yang berbeda dengan kelompok sosialnya, karena hal itu akan menyebabkan subjek dikucilkan dan diasingkan dari kelompok. Maka dari itu individu cenderung menyesuaikan diri untuk menghindari akibat-akibat semacam itu.

    Rasa takut akan dipandang sebagai orang yang menyimpang ini karena seringkali jika orang yang tidak mau mengikuti apa yang berlaku di dalam kelompok akan menanggung resiko yang tidak menyenangkan baik dikucilkan, mendapatcelaan sosial, ataupun dikeluarkan dari kelompok, sehingga individu akan cenderung bersikap konform untuk menghindari hal tersebut.

  • Ketaatan atau kepatuhan
    Tekanan sosial merupakn salah satu cara untuk membuat orang rela melakukan sesuatu yang sebenarnya tidak ingin mereka lakukan.

Penelitian dari Asch mengemukakan bila individu dihadapkan pada pendapat yang telah disepakati oleh anggota-anggota lainnya,tekanan yang dihasilkan oleh pihak mayoritas akan mampu menimbulkan konformitas. Adapun aspek- aspek konformitas adalah:

  • Distorsi persepsi
    Distorsi persepsi merupakan proses yang didahului dengan penginderaan, yaitu proses ketika individu menerima stimulus melalui alat reseptornya kemudian Stimulus itu diteruskan ke pusat susunan syaraf (otak) dan terjadilah proses psikologis sehingga individu menyadari apa yang ia lihat, apa yang ia dengar, dan sebagainya. Pada kondisi ini remaja dengan sengaja telahdibelokkan oleh mayoritas kelompok. Remaja merasa bahwa persepsimayoritas adalah persepsi yang benar.

  • Distorsi tindakan
    Distorsi tindakan merupakn kondisidimana individu lebih mementingkan tuntutankelompok daripada keinginan individu itu sendiri. Remaja tunduk dan patuh padakemauan kelompok sosialnya karena merasa dituntut atau ditekan untuk tidakberbeda dengan kelompok sosialnya.

  • Distorsi penilaian
    Distorsi penilaian merupaka kondisi dimana individu akan mengalami evaluasikelompok, sehingga keyakinan individu tersebut dihadapkan padakeyakinan kelompok. Umumnya pada kondisi ini individu kurang meyakinipenilaiannya sendiri dan cenderung mengikuti penilaian kelompok.24

Menurut Winggins, membagi aspek konformitas menjadi 2 yaitu :

  • Kerelaan
    Rela mengikuti pendapat kelompok yang diinginkan atau diharapkan agar memperoleh hadiah berupa pujian, penerimaan sosial, untuk menghindari celaan, keterasingan, cemooh yang mungkin dijatuhkan jika tidak dikerjakan.

  • Perubahan
    Pada saat terjadi perubahan dalam suatu konformitas pendapat yang ada pada kelompok lebih dianggap sesuai dengan pemikiran dan tindakan individu.25

Baron dan Byrne membagi konformitas menjadi dua aspek yaitu :

  • Aspek sosial normatif
    Aspek konformitas ini dikenal sebagai pengaruh sosial normatif (normative social influence), pada aspek inimengungkap adanya perbedaaan atau penyesuaian persepsi, keyakinan maupun tindakan individu karena mengharapkan penghargaan positif kelompok agar memperoleh persetujuan, disukai dan terhindar dari penolakan

  • Aspek sosial informatif
    Aspek yang menjadi dasar pengaruh sosial informatif (informational social influence) ini didasarkan pada kecenderungan individu untuk bergantung pada orang lain sebagai sumber informasi tentang berbagai aspek dunia sosial karena minimnya informasi yang dimiliki oleh individu tersebut. Pada aspek ini individu merubah atau menyesuaikan persepsi keyakinan maupun perilaku individu karena percaya terhadap informasi yang dianggap bermanfaat yang berasal dari kelompok sosial.

Referensi :

  • Baron, R.A., & Byrne, D. 2005. Psikologi sosial, jilid dua (edisi ke sepuluh) . Alih Bahasa: Ratna Djuwita, Melania Meitty Parman, Dyah Yasmina, Lita P. Lunanta. Jakarta: Erlangga
  • David G Myers., 2012. Psikologi sosial. Jakarta : Salemba Humanika.
  • Sears, D.O., Freedman, J.L., Peplau, L.A.1991. Psikologi sosial : jilid 2. Alih bahasa : Michael adryanto. Jakarta : Erlangga (edisi kelima).
  • Sarwono, S. W. 2002. Psikologi Sosial: Individu dan Teori-Teori Psikologi Sosial. Jakarta: Balai Pustaka.
  • Agustina Darmawan,.2007.Perilaku agresif pada anak ditinjau dari Hadi, S. 1991. Metodologi Research 1 . Yogyakarta : Yayasan Penerbitan Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada.
  • Taylor, E Shelley., Peplau,Letita Anne., O.sears, David.2009. psikologi sosial edisi kedua belas. Jakarta : Kencana.

Konformitas merupakan perubahan prilaku remaja sebagai usaha untuk menyesuaikan diri dengan norma kelompok dengan acuan baik ada maupun tidak ada tekanan secara langsung yang berupa suatu tuntutan tidak tertulis dari kelompok sebaya terhadap anggotanya namun memiliki pengaruh yang kuat dan dapat menyebabkan munculnya prilaku-prilaku tertentu pada remaja anggota pada kelompok tersebut.

Hasil dari proses konformitas bisa positif bisa juga negatif. Dalam proses perkembangannya remaja yang melakukan konformitas mempunyai masalah dalam hal pergaulan dan penyesuain diri. Dengan adanya kegiatan bimbingan dan konseling diharapkan bisa membantu pengembangan konformitas positif terutama untuk layanan bimbingan dan konseling kelompok.

Tekanan untuk melakukan konformitas berakar dari kenyataan bahwa di berbagai konteks ada aturan-aturan eksplisit ataupun tak terucap yang mengindikasikan bagaimana kita seharusnya atau sebaiknya bertingkah laku. Aturan-aturan ini dikenal sebagai norma sosial (social norms), dan aturanaturan ini sering kali menimbulkan efek yang kuat pada tingkah laku kita.

Pengertian konformitas menurut beberapa ahli:

  1. Menurut david O’Sears, konformitas adalah bahwa seseorang melakukan prilaku tertentu karena disebabkan orang lain melakukan hal tersebut.
  2. Menurut selly dkk, konformitas adalah tendensi untuk mengubah keyakinan atau prilaku seseorang agar sesuai dengan perilaku orang lain.
  3. Menurut Baron da Byrne, konformitas adalah suatu bentuk pengaruh sosial dimana individu mengubah sikap dan tingkah laku mereka sesuai dengan norma sosial yang ada.
  4. Menurut Prayitno, konformitas merupakan pengaruh sosial dalam bentuk penyamaan pendapat atau pola tingkah laku seseorang terhadap orang lain yang mempengaruhinya.
  5. Menurut Myres, konformitas merupakan perubahan prilaku sebagai akibat dari tekanan kelompok. Ini terlihat dari kecenderungan remaja untuk selalu menyamakan prilakunya dengan kelompok acuan sehingga dapat terhindar dari celaan maupun keterasingan. Orang biasanya berpenampilan berbeda yang tidak sesuai dengan kelompok cenderung terasigkan oleh temantemannya atau lingkungan sekitarnya.

Menurut Cialdini dan Goldstein (dalam Taylor, Peplau, dan sears, 2012) mengemukakan “ konformitas adalah tendensi untuk mengubah keyakinan seseorang agar sesuai dengan keyakinan orang lain”. Selanjutnya Myers, (2012) mengemukakan bahwa konformitas adalah perubahan prilaku atau kepercayaan seseorang sebagai akibat dari tekanan kelompok yang terdiri dari dua jenis yaitu :

  1. Pemenuhan, pada dasarnya di luar mengikuti apa yang dilakukan kelompok namun, di dalam hati tidak menyetujui hal tersebut yang biasa disebut dengan kepatuhan.
  2. Penerimaan, yaitu menyakini dan juga melakukan sesuai dengan yang diinginkan tekanan sosial.

Berikutnya ditambahkan oleh Umi Kulsum & Mohammad Jauhar bahwa konformitas adalah suatu jenis pengaruh sosial di mana individu mengubah sikap dan tingkah laku mereka agar sesuai dengan norma sosial yang ada dan yang berlaku dalam sebuah komunitas tempat individu hidup bersosial.

Konformitas adalah perubahan sikap dan prilaku yang terjadi pada diri seseorang karena adanya tekanan untuk menyesuaikan dirinya dengan norma dan etika sosial yang ada pada orang lain atau pada sebuah kelompok sehingga dirinya dapat diterima sebagai salah satu dari anggota kelompok dan merasa tidak diasingkan.

Jenis-jenis konformitas


Ada beberapa jenis konformitas yang dilakukan seseorang agar sesuai dengan lingkungan sosial yang ada. Prayitno (2009) mengemukakan jenisjenis konformitas aadalah sebagai berikut :

  1. Konformitas membabi buta
    Konformitas membabi buta adalah bersifat tradisional dan primitif. Konformitas tradisional diwarnai oleh sikap masa bodoh, dalam arti atau mengikuti apa yang menjadi kemauan orang lain tanpa pemahaman atau penghayatan, tanpa pertimbangan, pemikiran atau perasaan apalagi keyakinan atau kebenaran tentang kebenaran ataupun kesahihan dari sesuatu yang diikutinya itu. Kita lihat dari sisi lain bahwa konformitas membabi buta ini sebenarnya banyak mendapat imbalan atas kepatuahannya.

    Pada dasarnya konformitas membabi buta didasarkan karena adanya kekuasaan yang memaksa untuk adanya persetujuan atau penerimaan dari orang-orang yang tekena pengaruh. Kekuasaan tersebut dapat bersifat nyata atau dibayangan yang memberikan sanksi atau ancaman bagi orang yang melangar konformitas. Orang yang mengalami konformitas akan mengalami kondisi kepasrahan, kepatuhan dan kepenurutan, dan pengharapkan akan belas kasihan.

  2. Konformitas Teridentifikasi
    Konformitas identifikasi didasarkan karena adanya karisma yang terpancar dari seorang pemimpin atau ketua ataupun juga yang dirasakan berada “di atas” sana. Dan orang tersebut adalah sang idola, tokoh panutan, tokoh identifikasi yang harus dipercayai, ditiru, dan di iya-kan segala sesuatunya.

    Terbentuknya karisma ini dilandasi oleh sikap mempercayai, mengakui, menerima secara sukarela, tanpa sedikit rasa takut, terancam akan dikenai sanksi atas sikap non-konformitas, dan pula tanpa harapan akan adanya imbalan atas posisi konformitas. Disamping itu, rasa senang dan puas sering menyertai konformitas identifikasi.

  3. Konformitas Internalisasi
    Konformitas internalisasi didasarkan oleh pertimbangan rasional yaitu pikiran, perasaan, pengalaman, hati nurani dan semangat, untuk menentukan pilihan-pilihan dalam bersikap dan bertingkah laku, juga dalam berpikir dan berpendapat. Keputusan sepenuhnya terletak di tangan orang yang hendak mendudukan diri pada posisi tertentu.

    Orang-orang yang bersangkutan memahami, menghayati dan menyakini melalui kajian rasional (melalui kajian rasional dan kedalam pengalaman) tingkat kebenaran atas hal-hal yang berasal dari orang lain yang berkemungkinan mempengaruhinya.

    Manusia tumbuh berkembang didalam lingkungan. Salah satu hal yang berperan penting dalam aktivitas kehidupan manusia adalah lingkunganLingkungan sosial memberikan banyak pengaruh terhadap pembentukan berbagai aspek kehidupan terutama kehidupan sosiopsikologis.

Lebih lanjut ditambahkan Myers (2012) bahwa jenis konformitas adalah sebagai berikut :

  1. Pemenuhan (compliance)
    Arti dari pemenuhan dalam konformitas adalah di mana prilaku seseorang sesuai dengan tekanan kelompok sementara secara pribadi orang yang bersangkutan tidak menyetujui prilaku tersebut. Konformitas ini terjadi untuk diterima dalam kelompok atau untuk menghindari penolakan.

  2. Penerimaan (Acceptance)
    Penerimaan adalah bentuk konformitas dimana prilaku keyakinan seseorang sesuai dengan tekanan sosial. Dalam kehidupan sehari-hari manusia tumbuh dan berkembang di dalam lingkungan sosial. Lingkungan sosial memberikan banyak pengaruh terhadap pembentukan berbagai aspek kehidupan, terutama kehidupan sosio-psikologis. Manusia sebagai makhkuk sosial, senantiasa berhubungan dengan sesama manusia.

Faktor-faktor yang mempengaruhi Konformitas


Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi konformitas. Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut:

  1. Pengaruh dari orang-orang yang disukai
    Orang-orang yang disukai akan memberikan pengaruh lebih besar. Perkataan dan prilaku mereka cenderung akan diikuti atau diamini oleh orang lain yang menyukai dan dekat dengan mereka.

  2. Kekompakan Kelompok
    Kekompakan kelompok sering disebut sebagai kohesivitas. Semakin kohesif suatu kelompok, maka akan semakin kuat pengaruhnya dalam membentuk pola pikir dan prilaku anggota kelompoknya.

  3. Ukuran kelompok dan tekanan sosial
    Konformitas akan meningkat sejalan dengan bertambahnya jumlah anggota kelompok. Semakin besar kelompok tersebut, maka semakin besar pula kecenderungan kita untuk ikut serta, walaupun mungkin kita akan menerapkan sesuatu yang berbeda dari yang sebenarnya kita inginkan.

  4. Norma sosial deskriptif dan norma sosial injungtif
    Norma deskriptif adalah norma yang hanya mendeskripsikan apa yang sebagian besar orang lakukan pada situasi tertentu. Norma ini akan mempengaruhi tingkah laku kita dengan cara memberitahu kita mengenai apa yang umumnya dianggap efektif atau bersifat adaptif dari situasi tertentu tersebut. Sementara itu, norma injungtif akan mempengaruhi kita dalam menetapkan apa yang harusnya dilakukan dan tingkah laku apa yang diterima dan tidak diterima pada situasi tertentu.

Faktor-faktor inilah yang mempengaruhi setiap individu sehingga setiap orang berpeluang untuk melakukan aktifitas konformitas. Ada beberapa alasan yang dapat dikedepankan untuk memahami mengapa individu melakukan konformitas.
Disamping itu, ada beberapa alasan mengapa setiap individu tertarik untuk melakukan konformitas, diantaranya adalah sebagai berikut:

  1. Keinginan untuk disukai
    Sebagai akibat dari internalisasi dan proses belajar di masa kecil, banyak individu melakukan konformitas untuk membantunya mendapatkan persetujuan dengan banyak orang. Persetujuan di perlukan agar individu mendapatkan pujian. Pada dasarnya, kebanyakan orang senang akan pujian, yang membuatnya berusaha untuk menyesuaikan diri dengan keadaan.

  2. Rasa takut akan penolakan
    Konformitas sering dilakukan agar individu mendapatkan penerimaan dari kelompok atau lingkungan tertentu. Jika individu memiliki pandangan dan perilaku yang berbeda, maka dirinya akan dianggap bukan termasuk dari anggota kelompok dan lingkungan tersebut.

  3. Keinginan untuk merasa benar
    Banyak keadaan yang menyebabkan individu berada dalam posisi yang dilematis karena tidak mampu mengambil keputusan. Jika ada orang lain dalam kelompok ternyata mampu mengambil keputusan yang dirasa benar, maka dirinya akan ikut serta agar dianggap benar.

  4. Konsekuensi kognitif
    Kebanyakan individu yang berpikir melakukan konformitas adalah konsekuensi kognitif akan keangotaan mereka terhadap kelompok dan lingkungan di mana mereka berada.

Disamping itu ada dua alasan mengapa seseorang bisa saja tidak melakukan konformitas. Alasan tersebut adalah sebagai berikut:

  1. Deindividuasi
    Deindividuasi terjadi ketika kita ingin dibedakan dari orang lain. Individu akan menolak untuk menyesuaikan diri karena tidak ingin dianggap sama dengan yang lain.

  2. Merasa menjadi orang bebas
    Individu juga menolak untuk menyesuaikan diri karena dirinya memang tidak ingin menyesuaikan diri. Menurutnya tidak ada hal yang bisa memaksa dirinya untuk mengikuti norma sosial yang ada.

Konformitas dan keragaman budaya untuk melakukan konformitas akan lebih rendah pada budaya yang menekankan individualitas atau budaya individualis dibandingkan budaya yang menekankan keanggotaan kelompok atau budaya kolektivitas.

Sedangkan dalam buku Sarlito Wirawan Sarwono dijelaskan bahwa individu akan dapat terkonformitas apabila dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya adalah sebagai berikut:

  1. Besarnya kelompok
    Banyaknya kelompok dalam sebuah komunitas akan menentukan konformitas dalam sebuah perkumpulan. Kelompok yang biasanya minoritas akan akan menghilangkan identitasnya sebagai individu dan memulai dirinya untuk mengikuti norma dan kebiasaan anggota kelompok yang mayoritas. Hasil penelitian yang membuktikan bahwa kelompok yang kecil lebih memungkinkan untuk melakukan konformitas dari pada kelompok yang lebih besar (Galam dan Moscovici, 1994).

  2. Suara Bulat
    Dalam hal harus di capai suara bulat, satu orang atau minoritas yang suaranya paling berbeda tidak dapat bertahan lama, ia atau mereka mernyerah kepada pendapat kelompok mayoritas. Dengan perkataan lain, lebih mudah mempertahankan pendapat jika banyak kawannya.

  3. Keterpaduan atau kohesi (cohesiveness)
    Perasaan kekitaan antar anggota kelompok, semakin kuat rasa keterpaduan atau kekitaan tersebut, semakin besar pengaruhnya pada prilaku individu. Misalnya, remaja pada umumnya lebih menurut kepada teman-temannya (karena rasa kekitaan yang besar) daripada mengikuti nasihat orang tua.

  4. Status
    Driskell dan Mullen (1990) meneliti para pejalan kaki. Ternyata 25% dari pejalan kaki menyeberang jalan tidak ada tempatnya. Akan tetapi kalau ada contoh yang meyeberang sesuai dengan peraturan, jumlah pelanggar menurun sampai 17%. Sementara kalau contoh itu menyeberang tidak pada tempatnya, jumlah pelanggar naik menjadi 44%. Yang paling berpengaruh adalah jika contoh yang tidak melanggar peraturan itu berpakaian rapi. Sebaliknya, jika pakaian contoh itu sembarangan atau jika contoh berpakaian rapi itu melanggar, pengaruhnya tidak terlalu besar.

Milgram (1974) juga menulis bahwa eksperimennya, semakin rendah status seseorang semakin patuh, sedangkan semakin tinggi statusnya semakin cepat berhenti bahkan mengajukan protes. Penelitian di Amerika Serikat, Rusia, dan Jepang menunjukan bahwa atasan diharapkan lebih otonom, lebih mandiri. Atasan tidak diharapkan untuk konformitas atau patuh karena perilaku konformitas atau kepatuhan kepada seseorang atasan justru di anggap tidak sesuai dengan norma ( Halmiton dan sandres, 1995).

Selanjutnya menurut Deutsch dan Gerrard (1955) ada dua faktor penyebab seseorang berprilaku konformitas :

  1. Pengaruh norma
    Disebabkan oleh keinginan untuk memenuhi harapan orang lain sehingga dapat lebih diterima oleh orang lain. Contohnya adalah para pejabat-pejabat yang ingin naik pangkat atau mencari status yang menyetujui saja segala sesuatu yang dikatakan atasannya (Hollander, 1958).

  2. Pengaruh informasi
    Karena adanya bukti-bukti dan informasi-informasi mengenai realitas yang diberikan oleh orang lain yang dapat diterimanya atau tidak dapat dihindari lagi (kotia, 1992).

Referensi

http://repository.uinsu.ac.id/4740/4/BAB%20II.pdf