Apa yang dimaksud dengan konflik pekerjaan-keluarga atau work-family conflict?


Apa yang dimaksud dengan konflik pekerjaan-keluarga atau work-family conflict ?

konflik pekerjaan-keluarga atau work-family conflict (WFC) menurut Greenhaus dan Beutell(1985), dapat didefinisikan sebagai suatu konflik ketidak seimbangan antara peran pekerjaan dan keluarga. Sedangkan individu itu sendiri harus memenuhi tuntutan salah satu peran yang nantinya akan menekan peran lainnya sehingga individu menjadi sulit membagi waktu dan sulit untuk melaksanakan suatu peran karena ada tuntutan peran lainnya. Menurut Bagger dan Andrew (2012) ,

WFC adalah konflik yang berasal dari pekerjaan yang menganggu tanggung jawab dalam keluarga. WFC merupakan konsekuensi atas konflik yang terjadi terutama dalam pekerjaan (Li, 2013). WFC juga disebut dengan konflik antar peran dimana terdapat tuntutan umum dan tekanan dibuat oleh pekerjaan yang mempengaruhi tanggung jawab yang ada hubungannya dengan keluarga (Wang, 2012).

Coban dan Imis (2016) mendefinisikan work-family conflict merupakan sumber daya yang hilang atau tidak terpenuhi dalam proses pemenuhan peran pekerjaan dan keluarga. Sumber daya yang hilang disini bukan hanya sumber daya dalam bentuk fisik seperti uang dan waktu, tetapi sumber daya yang dimaksud mencakup emosi dan energi individu itu sendiri. WFC ini merupakan hasil dari kelebihan beban kerja, jam kerja, tekanan dalam pekerjaan.

Pendapat lain dikemukakan oleh Sanaz (2014) yang mengungkapkan bahwa WFC ialah suatu bentuk konflik peran dimana tuntutan peran dalam keluarga dan pekerjaan secara mutual tidak dapat disejajarkan dalam beberapa hal. Konflik ini terjadi dikarenakan tuntutan peran ganda yang tidak kompatibel. Konflik ini dianggap sifat yang berlawanan dimana kewajiban kerja mengganggu tuntutan keluarga.

Berdasarkan paparan diatas dapat disimpulkan jika work-family conflict merupakan kondisi ketidak seimbangnya peran antara peran sebagai ibu rumah tangga dan peran sebagai karyawan. Konflik ini muncul dikarenakan tidak terpenuhinya peran atau tanggung jawab disalah satu aspek tersebut.

Jenis Work-Family Conflict

Menurut Greenhaus dan Beutell (1985), menyatakan bahwa seseorang yang mengalami work-family conflict akan merasakan ketegangan dalam berkerja. Konflik ini memiliki beberapa faktor yang menjadi penyebab, yaitu:

  1. Time-Based Conflict, dalam WFC berhubungan dengan jumlah jam berkerja setiap minggunya, frekuensi adanya lembur, jadwal kerja yang padat dan tidak fleksibel, serta ketidak teraturan jam kerja.

  2. Strain-Based Conflict, berhubungan dengan ketidakjelasan suatu peran di dalam pekerjaan, stres dalam pekerjaan, konflik peran dalam pekerjaan, serta kurangnya dukungan dari lingkungan.

  3. Behavior-Based Conflict, berhubungan dengan harapan sebuah perusahaan terhadap tingkah laku karyawannya agar dapat bersifat agresif, objektif dan menjaga kerahasiaan perusahaan.

Penyebab Work-Family Conflict

Menurut Netemeyer, dkk (1996) . Work-Family Conflict mempunyai 2 penyebab, yaitu:

  1. Tekanan Pekerjaan ( work demand)
    Dalam fase ini tekanan yang muncul berasal dari kelebihan beban kerja dan tekanan waktu dari pekerjaan itu sendiri, dapat berupa kesibukan seseorang dalam berkerja juga batas waktu seseorang dalam melakukan pekerjaan.

  2. Tekanan keluarga (family demand)
    Tekanan bersumber dari keluarga ini biasanya diakibatkan oleh tekanan waktu yang berkaitan dengan tugas rumah tangga, seperti waktu bersama keluarga, menjaga anak, keuangan rumah tangga dan kebutuhan rumah tangga.

Faktor-Faktor Work-Family Conflict

Menurut Frone, Russell dan Cooper (1992) ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi work-family conflict adalah:

  1. Tekanan sebagai orang tua (pressure as a parent)
    Tekanan sebagai orang tua merupakan beban kerja peran seseorang sebagai orang tua di dalam keluarga. Beban yang di tanggung sebagai orang tua dapat berupa pekerjaan mengurus anak sekolah, dari mulai yang menjaga anak, mengurus kebutuhan- kebutuhan anak, sampai kenakalan anak.

  2. Tekanan perkawinan (marital pressures)
    Tekanan perkawinan merupakan beban sebagai seorang pasangan di dalam keluarga. Beban yang ditanggung dapat berupa pekerjaan rumah tangga yang disebabkan oleh pasangan yang tidak adanya dukungan pasangan dan sikap pasangan dalam mengambil keputusan tidak secara bersama-sama.

  3. Kurangnya keterlibatan sebagai pasangan (lack of involvement as a couple)
    Kurangnya keterlibatan sebagai pasangan merupakan faktor psikologis yang dapat berupa kurang keterlibatannya sebagai pasangan untuk menemanani pasangannya dan hadir di setiap waktu yang dibutuhkan oleh pasangannya.

  4. Kurangnya keterlibatan sebagai orang tua (lack of involvement as a parent)
    Tidak terlibatnya sebagai orang tua untuk menemani anak dan hadir sewaktu dibutuhkan anak. Dalam faktor ini dapat dilihat dalam memihaknya peran sebagai orang tua.

  5. Campur tangan pekerjaan (interfere with work)
    Melihat sejauh mana campur tangan pekerjaan seseorang mencampuri kehidupan keluarganya. Campur tangan pekerjaan ini dapat berupa, permasalahan-permasalahan pekerjaan yang menganggu hubungan di dalam keluarga yang tersita.

Dampak Work-Family Conflict

Amstad, et al (2011) berpendapat bahwa work-family conflict mempunyai dampak yang dapat ditimbulkan dari masalah ini yang di kategorikan menjadi tiga kategori yang berbeda, yaitu:

  1. Dampak work-family conflict yang berhubungan dengan pekerjaan yaitu kepuasan organisasi, komitmen organisasi, niat untuk berhenti dari pekerjaan, absensi, dan kelelahan dalam berkerja.

  2. Dampak work-family conflict yang berhubungan dengan keluarga yaitu seperti kepuasan perkawinan, kepuasan keluarga dan regangan di dalam keluarga.

  3. Dampak work-family conflict dari kedua arah ( pekerjaan dan keluarga) yaitu kepuasan hidup, tekanan psikologis, depresi dan dapat berupa penyalahgunaan narkoba.

Konflik kerja keluarga adalah konflik antar peran yang terjadi atas tekanan salah satu peran, baik dari bidang keluarga atau pekerjaan, yang secara mutual saling mempengaruhi satu sama lain (Greenhaus & Beutell, 1985).

Konflik antar peran merupakan konflik yang muncul karena individu memainkan banyak peran sekaligus dan setiap peran yang dijalankan mempunyai harapan yang bertentangan serta tanggungjawab yang berbeda satu sama lain (Gibson, Cevich, & Donelly, 1996).

Ahmad (2008) mengemukakan bahwa konflik kerja keluarga dikonseptualisasikan sebagai konstrak dua arah (work-to-family dan family-to-work). Yang dimaksud dengan work to family adalah pemenuhan peran dalam pekerjaan dapat menimbulkan kesulitan pemenuhan peran dalam keluarga, sedangkan yang dimaksud dengan family to work adalah pemenuhan peran dalam keluarga dapat menimbulkan kesulitan pemenuhan peran dalam pekerjaan.

Konflik kerja keluarga adalah konflik antar peran yang terjadi atas tekanan salah satu peran, baik dari bidang keluarga atau pekerjaan, yang secara mutual saling mempengaruhi satu sama lain dan setiap peran yang dijalankan mempunyai harapan yang bertentangan serta tanggungjawab yang berbeda satu sama lain.

Aspek-aspek Konflik Kerja Keluarga


Menurut Greenhaus & Beutell (1985), aspek-aspek konflik kerja keluarga yaitu:

  1. Time-Based Conflict
    Time-based conflict adalah konflik yang terjadi karena waktu yang dihabiskan untuk melakukan pemenuhan pada satu peran tidak dapat digunakan untuk memenuhi peran yang lain sehingga membuat seseorang yang mengalami Konflik kerja keluarga tidak dapat melakukan pemenuhan pada kedua peran secara bersamaan. Time based conflict dapat terjadi dalam dua bentuk, yaitu yang pertama, tuntutan waktu dari satu peran membuat seseorang tidak dapat memenuhi ekspektasi dari peran yang lain secara fisik, dan bentuk yang kedua yaitu adanya tuntutan waktu yang dapat membuat seseorang terokupasi dengan satu peran disaat individu seharusnya memenuhi tuntutan peran yang lain.

    Pada aspek time-based conflict, sumber konflik yang berasal dari tempat kerja antara lain banyaknya waktu yang dihabiskan untuk bekerja setiap minggunya; frekuensi overtime, kehadiran, dan ketidakteraturan shift kerja; tidak fleksibelnya jam kerja. Selain itu, terdapat sumber konflik yang berasal dari keluarga yaitu antara lain banyaknya waktu yang dihabiskan bersama keluarga; pembagian waktu untuk mengasuh anak (Greenhaus & Beutell, 1985).

  2. Strain-Based Conflict
    Strain-based conflict adalah konflik yang terjadi karena ketegangan yang dihasilkan oleh salah satu peran membuat seseorang sulit untuk memenuhi tuntutan peran yang lain. Stres kerja dapat menghasilkan gejala ketegangan seperti tekanan, kecemasan, kelelahan, depresi, apatis, dan cepat marah. Ketegangan yang muncul akibat menjalankan satu peran mempengaruhi performa seseorang pada peran lainnya.

    Pada aspek strain-based conflict, sumber konflik yang berasal dari tempat kerja antara lain ambiguitas peran di tempat bekerja; rendahnya dukungan dari atasan; tingkat perubahan lingkungan kerja; stres dalam berkomunikasi; konsentrasi yang diperlukan di tempat kerja; ketidaksesuaian individu dengan pekerjaan; kekecewaan karena harapan yang tidak terpenuhi akan menghasilkan kelelahan, ketegangan, kekhawatiran, atau frustrasi sehingga membuat individu sulit untuk mencapai kepuasan diluar bidang pekerjaan (Greenhaus & Beutell, 1985). Sumber konflik yang berasal dari keluarga antara lain dukungan dari pasangan; perbedaan keyakinan dalam pengaturan peran keluarga; ketidaksetujuan suami bagi istri yang bekerja (Greenhaus & Beutell, 1985).

  3. Behaviour-Based Conflict
    Behaviour-based conflict adalah konflik yang muncul ketika perilaku dapat efektif saat menjalankan satu peran, namun tidak efektif saat menjalankan peran lainnya. Contoh konflik ini misalnya stereotipe seorang manajer adalah laki-laki yang mandiri, memiliki kestabilan emosi, agresif, dan objektif. Namun disisi lain, saat melakukan pemenuhan peran keluarga, seseorang diharapkan untuk menjadi sosok yang hangat, peduli dan mudah berinteraksi dengan anggota keluarga. Jika seseorang tidak mampu untuk menyesuaikan perilaku pada pemenuhan peran pekerjaan dan keluarga maka seseorang akan mengalami konflik kerja keluarga.

Menurut Baltes & Heydens-Gahir (2003) aspek-aspek Konflik kerja keluarga yaitu:

  1. Time‐based demands
    Time-based demands yaitu keterbatasan waktu yang dimiliki oleh seseorang. Waktu yang dipergunakan untuk pekerjaan seringkali mengakibatkan terbatasnya waktu untuk keluarga dan sebaliknya.

  2. Strain‐based demands
    Strain-based demands yaitu ketegangan dalam suatu peran yang akhirnya mempengaruhi performa individu pada peran lainnya.

  3. Behaviour-based demands
    Behavior‐based demands yaitu individu kesulitan merubah perilaku dari peran satu ke peran lainnya.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konflik Kerja Keluarga


  • Ahmad (2008) mengemukakan bahwa terdapat 3 faktor yang mempengaruhi Konflik kerja keluarga, yaitu:
  1. Job-Related Factors
    Job-related factors merupakan faktor-faktor yang berkaitan dengan karakteristik pekerjaan yang dapat mempengaruhi Konflik kerja keluarga. Yang termasuk dalam job-related factor antara lain job type, work time commitment, job involvement, role overload, dan job flexibility.

  2. Family-Related Factors
    Family-related factors merupakan faktor-faktor yang berkaitan dengan struktur keluarga dan termasuk tanggung jawab dalam mengasuh anak. Yang termasuk dalam family-related factors antara lain number of children, lifecycle stage, family involvement, dan child care arrangements.

  3. Individual-Related Factors
    Individual-related factors merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi Konflik kerja keluarga yang mencakup aspek individual. Aspek-aspek individual tersebut antara lain life role values, gender role orientation, locus of control, perfectionism.

  • Aycan (2008) mengemukakan terdapat faktor yang juga dapat mempengaruhi konflik kerja keluarga yaitu budaya. Budaya memegang peranan penting karena membuat perbedaan penyebab dan dampak konflik kerja keluarga pada satu budaya dengan budaya lainnya. Konflik peran pekerjaan keluarga (work-to-family) lebih dirasakan oleh individu yang tinggal dalam budaya dimana keluarga merupakan hal yang penting dalam kehidupan, sedangkan konflik peran keluarga pekerjaan (family-to-work) lebih dirasakan oleh individu yang tinggal dalam budaya dimana pekerjaan merupakan hal yang penting dalam kehidupan.