Apa yang Dimaksud dengan Konflik Kelompok dan Kelas serta Sosialisasi dan Konflik Alamiah dalam Teori Sosiologi Konflik Klasik?

Secara umum, para ilmuwan sosiologi konflik lahir dari konteks masyarakat yang mengalami pergeseran-pergeseran nilai dan struktural dan dinamika kekuasaan dalam negara baik secara revolusioner mau pun evolusioner. Perubahan-perubahan tersebut dipengaruhi oleh gerakan- gerakan sosial dari individu dan kelompok sosial di dalam masyarakat.

Sosiologi konflik pertama kali digunakan oleh George Simmel (dikenal sebagai Bapak dari Sosiologi Konflik). Terdapat empat tema dalam sosiologi konflik klasik antara lain a) konflik kelompok dan kelas, b) konflik dan stratifikasi sosial, c) kesadaran kolektif dan gerakan sosial, d) sosialisasi dan konflik alamiah.

Nah, apa sih yang dimaksud dengan konflik kelompok dan kelas serta sosialisasii dan konflik alamiah dalam teori sosiologi?

1. Konflik kelompok dan kelas (Ibnu Khaldun dan Karl Marx)

Ibnu Khaldun berpendapat bahwa konflik merupakan hukum sosial dalam sejarah manusia. Hal ini artinya adalah di dalam kehidupan masyarakat, konflik merupakan suatu hal yang tidak dapat dihindari. Sosiologi konflik Ibnu Khaldun memperlihatkan bagaimana dinamika konflik dalam sejarah manusia sesungguhnya ditentukan oleh keberadaan kelompok sosial yang berdasarkan identitas, golongan, ras maupun suku/etnis dsb. Kelompok sosial dalam masyarakat pasti memberi kontribusi terhadap berbagai konflik. Hal ini dipengaruhi oleh sifat asal manusia yang sama dengan hewan. Nafsu adalah kekuatan hewani yang mampu mendorong berbagai kelompok sosial menciptakan berbagai gerakan untuk memenangi dan menguasai.

Suatu kelompok sosial akan mampu mendominasi kekuasaan ketika secara internal kelompok tersebut mampu menjaga solidaritas kelompoknya. Namun ketika solidaritas dalam kelompok mengalami kegoyahan, maka dapat dipastikan suatu kelompok tidak dapat mempertahankan lebih lama dominasi kekuasaannya. Pemikiran Ibnu Khaldun tersebut memiliki kemiripan dengan pemikiran Karl marx. Sosiologi konflik dalam pandangan Karl Marx juga membahas mengenai usaha dominasi kekuasaan antar kelompok sosial yang dalam hal ini adalah kelompok yang memiliki modal (borjuis) dan kelompok yang hanya memiliki tenaga (proletar).

Marx adalah penganut materialisme historis yang menjelaskan proses dialektika sosial masyarakat, penghancuran dan penguasaan secara bergilir kekuatan-kekuatan ekonomis dari masyarakat komunis primitif menuju feodalisme, berlanjut ke kapitalisme dan berakhir pada masyarakat tanpa kelas (sosialis-komunisme).

Marx mengajukan konsepsi penting tentang konflik yaitu tentang masyarakat kelas dan perjuangan kelas. Bagi Marx, perubahan sosial dalam sejarah masyarakat adalah akibat perjuangan revolusioner kelas yakni kelas proletar. Kelas dan perjuangan kelas dalam masyarakat kapitalis berada dalam kontradiksi sistem ekonomi kapitalis yakni

  1. Polarisasi ekstrem dari sistem kelas ke dalam dua kelas bermusuhan yaitu borjuis dan proletar;

  2. Proses segregasi sistem kelas yaitu kelas pemilik modal (kaum borjuis) yang kikir dan pemiskinan kelas pekerja;

  3. Radikalisasi kelas pekerja yang ditransformasikan melalui perjuangan politis.

Kelas borjuis dan proletar berada dalam struktur yang hierarkis di mana posisi sosial borjuis lebih tinggi dari pada proletar dan kelas borjuis melakukan eksploitasi terhadap proletar dalam sistem produksi kapitalis. Eksploitasi ini terus berjalan karena masih mengakarnya kesadaran semu (false consciousness) dalam diri proletar yaitu rasa berserah diri, menerima keadaaan dan berharap balasan akhirat. Dalam perspektif ini, Marx menilai agama adalah candu yang mengantar manusia pada halusinasi kosong dan menipu. Agama sebagai lembaga sosial tidak lebih dari instrumen pragmatis kelas borjuis untuk melanggengkan model produksi ekonomi kapitalis.

Ketegangan hubungan produksi dalam sistem produksi kapitalis antara kelas borjuis dan proletar melahirkan gerakan sosial besar dan radikal yaitu revolusi. Ketegangan hubungan produksi terjadi ketika kelas proletar telah sadar akan eksploitasi borjuis terhadap mereka. Namun Marx tidak membahas bagaimana kesadaran ini terbentuk dan terorganisasi menjadi gerakan sosial melawan kapitalisme. Hal inilah yang kemudian dikritik oleh Dahrendorf dan Habermas.

Terdapat 3 prinsip utama dalam sosiologi konflik Karl Marx:

I. Manusia secara alamiah memiliki angka kepentingan. Jika seseorang bertindak tidak di atas kepentingan alamiah tersebut, berarti mereka telah dicurangi dari kepentingan yang sebenarnya.

II. Konflik dalam sejarah dan masyarakat kontemporer adalah akibat benturan kepentingan kelompok-kelompok sosial

III. Marx melihat keterkaitan ideologi dan kepentingan. Bagi Marx, gagasan dari suatu zaman adalah refleksi dari kepentingan kelas penguasa (rulling class).

Marx adalah orang yang meyakini perubahan sosial radikal karena adanya konflik kelas. Ia melihat perubahan sosial melalui proses dialektis sejarah material yang sarat konflik dan pengaruh ekonomi. Bagi Marx, tanpa konflik maka tidak ada perkembangan peradaban. Hal ini sejalan dengan pemikiran Ibnu Khaldun bahwa sejarah manusia selalu dicirikan oleh konflik kelompok dan hal ini merupakan hukum sosial dalam peradaban manusia.

2. Konflik dan stratifikasi sosial (Max Weber)

Max Weber sejalan dengan pemikiran Marx yang melihat adanya kepentingan alamiah dalam setiap diri manusia. Kepentingan alamiah inilah yang mendorong manusia untuk terus bergerak mencapai kekayaan serta menciptakan tujuan-tujuan penting dan nilai-nilai dalam masyarakat. Namun Weber tidak sepakat dengan apa yang dipikirkan Marx tentang pengaruh ekonomi.

Bagi Weber, sosiologi merupakan perspektif interpretatif pada tindakan sosial, yang artinya dasar dari pemikiran weber adalah individualisme. Weber menciptakan tipe ideal tindakan sosial untuk memahami pola dalam sejarah masyarakat. Weber mengklasifikasi tindakan individu ke dalam 4 tipe ideal yaitu:

I. Tindakan rasionalitas instrumental berkaitan dengan alat/cara (means) dan tujuan (ends), yakni tujuan-tujuan (ends) dicapai dengan menggunakan alat atau cara (means), perhitungan yang tepat dan bersifat matematis.

II. Tindakan rasionalitas nilai adalah tindakan yang berorientasi pada nilai atau moralitas

III. Tindakan afektif adalah tindakan yang didominasi oleh sisi perasaan atau emosional

IV. Tindakan tradisional adalah tindakan pada suatu kebiasaan yang dijunjung tinggi sebagai sistem nilai yang diwariskan dan dipelihara bersama.

Bagi Weber, stratifikasi tidak hanya ditentukan oleh ekonomi semata melainkan juga dari prestige (status), dan power (kekuasaan/politik). Konflik muncul dalam setiap entitas stratifikasi sosial di mana setiap stratifikasi adalah posisi yang pantas diperjuangkan oleh manusia dan kelompoknya. Relasi-relasi sosial manusia diwarnai oleh usaha-usaha manusia untuk meraih posisi- posisi tinggi dalam stratifikasi sosial. Usaha-usaha tersebut bisa dibaca sebagai bentuk dan

kombinasi berbagai tipe ideal tindakan. Pada suatu kasus, tindakan meraih posisi tinggi dalam stratifikasi sosial diwarnai oleh tindakan rasionalitas instrumental saja dan pada kasus lain diwarnai oleh kombinasi tipe-tipe ideal tindakan. Keadaan inilah yang membuat konflik muncul dalam banyak relasi sosial.

Hal menarik dari Weber adalah unsur dasar dari setiap tipe ideal hubungan sosial yaitu power. Weber memperlihatkan 3 model kekuasaan :

a. Kekuasaan berdasarkan karisma yang berpusat pada kualitas pribadi

b. Kekuasaan berdasarkan wewenang tradisional yang diwarisi melalui adat kebiasaan dan nilai-nilai komunal

c. Kekuasaan berdasarkan wewenang legal formal yang merupakan kekuasaan berbasis pada aturan hukum resmi.

Kekuasaan merupakan generator dinamika sosial yang mana individu dan kelompok dimobilisasi atau memobilisasi. Pada saat bersamaan kekuasaan menjadi sumber dari hubungan konflik.

Referensi

M.Kasim, F., & Nurdin, A. (2015). Sosiologi Konflik dan Rekonsiliasi : Sosiologi Masyarakat Aceh. Nanggroe Aceh Darussalam: Unimal Press.

Tualeka, M. W. (2017). Teori Konflik Sosiologi Klasik Dan Modern. Tualeka.

Wahyuni. (2017). Teori Sosiologi Klasik. Makassar: Carabaca.