Konflik interpersonal dapat terjadi antara dua orang atau kelompok.
Apa yang dimaksud dengan Konflik Interpersonal?
Konflik interpersonal dapat terjadi antara dua orang atau kelompok.
Apa yang dimaksud dengan Konflik Interpersonal?
Gibson (1985) menyatakan bahwa konflik interpersonal merupakan pertentangan antara individu, antara kelompok dan antara organisasi yang disebabkan oleh perbedaan komunikasi, tujuan dan sikap. Pendapat senada dikemukakan oleh Tommy (2010) bahwa konflik interpersonal adalah pertentangan antara seseorang dengan orang lain atau ketidakcocokan kondisi yang dirasakan oleh pegawai karena adanya hambatan komunikasi,perbedaan tujuan dan sikap serta tergantungan aktivitas kerja.
Luthans (1985) mendefinisikan konflik interpersonal sebagai kondisi dimana terjadi ketidakcocokan antar nilai dan tujuan yang ingin dicapai, baik nilai dan tujuan yang ada dalam diri sendiri maupun dalam hubungandengan orang lain.
Konflik interpersonal menurut Stoner (1985) adalah perbedaan pendapat antara dua atau lebih anggota organisasi atau kelompok, karena harus membagi sumber daya yang langka atau aktivitas kerja atau mempunyai status, tujuan, penilaian, atau pandangan yang berbeda.
Adapun menurut Sunardi (dalam Tommy, 2010) konflik interpersonal adalah bentuk pertentangan yang terjadi dalam organisasi yang disebabkan oleh perbedaan tujuan, kesalahan komunikasi, ketergantunagn aktivitas kerja, perbedaan penilaian dan kesalahan efektif.
Sedangkan menurut Mangkunegara (2000) konflik interpersonal adalah pertentangan yang terjadi antara apa yang diharapkan oleh seseorang terhadap dirinya, orang lain, organisasi dengan kenyataan dari apa yang diharapkan.
Kemudian Hardjana (dalam Wahyudi, 2011) menyatakan bahwa konflik interpersonal adalah perselisihan, pertentangan antara dua orang atau dua kelompok dimana perbuatan yang satu berlawanan dengan yang lainnya sehingga salah satu atau keduanya saling terganggu.
Sementara itu Handoko (dalam Nawawi, 2010) mengemukakan bahwa konflik interpersonal adalah ketidaksesuaian dua orang atau lebih anggota atau kelompok-kelompok organisasi yang timbul karena adanya kenyataan bahwa mereka harus membagi sumber daya- sumber daya yang terbatas atau kegiatan kerja atau karena kenyataan bahwa mereka mempunyai perbedaan status, tujuan nilai dan persepsi.
Konflik interpersonal merupakan pertentangan antara individu, antara kelompok dan antara organisasi yang disebabkan adanya ketidakcocokan suatu kondisi yang dialami oleh pegawai karena adanya hambatan komunikasi, perbedaan tujuan, status, sikap, penilaian, atau pandangan yang berbeda antara satu dengan yang lainnya.
Aspek-aspek konflik interpersonal menurut Boles, James S., W. Gary Howard & Heather H. Donofrio (dalam Roboth, 2015) terdiri dari lima indikator,diantaranya:
Tekanan kerja
Tuntutan pekerjaan berhubungan dengan tekanan yang berasal dari beban kerja yang berlebihan dan waktu, seperti pekerjaan yang harus diselesaikan terburu-buru dan deadline.
Banyaknya tuntutan tugas
Banyaknya tuntutan tugas yang harus diselesaikan menyebabkan karyawan harus dapat membagi waktunya untuk dapat menyelesaikan dengan baik.
Kurangnya kebersamaan keluarga
Hubungan yang penuh konflik dapat terjadi juga dalam keluarga. Teori ini mempunyai asumsi bahwa setiap individu cenderung memenuhi kepentingan pribadi, dan konflik selalu mewarnai kehidupan keluarga.
Sibuk dengan pekerjaan
Adanya tekanan dan tuntutan tugas menyebabkan karyawan sibuk dengan pekerjaannya sebagai tanggung jawab pribadi.
Konflik komitmen dan tanggung jawab terhadap pekerjaan
Komitmen karyawan adalah tingkatan di mana seorang karyawan mengidentifikasikan diri dengan perusahaan dan tujuan-tujuannya dan merupakan salah satu sikap yang merefleksikan perasaan suka atau tidak suka dari seorang karyawan terhadap perusahaan tempat dia bekerja serta berkeinginan untuk memelihara keanggotaannya dalam perusahaan, karena komitmen karyawan merupakan dimensi perilaku penting yang dapat digunakan untuk menilai kecenderungan pegawai, identifikasi dan keterlibatan seseorang yang relatif kuat terhadap perusahaan serta bersedia berusaha keras bagi pencapaian tujuan organisasi.
Dalam organisasi yang sedang mengalami konflik dalam aktivitasnya menunjukkan ciri-ciri, sebagaimana dikemukakan oleh Wahyudi (dalam Nawawi, 2010), sebagai berikut:
Kartono (1994) menyatakan sumber atau sebab-sebab konflik dalam organisasi dan manajemen bisa dibagi dalam 3 kategori pokok yaitu:
Kepuasan dan apresiasi terhadap status sendiri, jika seseorang tidak bisa mengandalkan apresiasi dan merasa tidak puas dengan status sendiri, dalam hal ini menjadi konflik yang terbuka dan konflik batin.
Tujuan yang ingin dicapai oleh beberapa individu dari kelompok sama, maka orang akan memperebutkan dengan sengit.
Riggio (2000), mendefenisikan bahwa konflik interpersonal adalah konflik yang terjadi ketika dua orang individu berusaha mencapai tujuan mereka hingga merintangi prestasi orang lain. Tohardi (2002) berpendapat konflik adalah suatu perselisihan antara dua pihak yang ditandai dengan menunjukkan permusuhan secara terbuka dan mengganggu dengan sengaja pencapaian pihak yang menjadi lawannya.
Soekawi dkk (1998), mengatakan bahwa konflik adalah perselisihan mengenai nilai-nilai atau tuntutan-tuntutan yang berkenaan dengan status, kuasa dan sumber-sumber kekayaan yang persediaanya tidak mencukupi, dimana pihakpihak yang berselisih tidak hanya memperoleh barang yang diinginkan melainkan juga memojokkan, mengingkari atau menghancurkan lawan.
Faktor Timbulnya Konflik Interpersonal
Menurut Nitisemito faktor-faktor yang dapat menyebabkab konflik, yaitu perbedaan pendapat, kesalahpahaman, salah satu atau kedua pihak merasa dirugikan dan perasaan yang terlalu sensitif.
Sedangkan Arikunto (dalam Tohardi, 2002) mengatakan ada empat faktor dominan yang menjadi sumber konflik, yaitu:
Ketergantungan dan kebersamaan dalam menggunakan sumber daya.
Perbedaan dalam kelompok didalam tujuannya atau banyaknya kepentingan, misalnya uang, prestasi dan lain sebagainya.
Nilai-nilai atau persepsi, serta ketidakseimbangan kekuasaan.
Kekaburan ( ambiguities ), yaitu tidak jelasnya tugas, wewenang dan tanggung jawab.
Kategorisasi Konflik Interpersonal
Robbins (1996) yang mengkategorikan konflik interpersonal menjadi tiga kategori umum, yaitu :
Kesulitan semantik, timbul saat kurangnya informasi yang memadai mengenai istilah-istilah dalam pekerjaan, persepsi yang berbeda tentang suatu bahasa.
Pertukaran informasi tidak cukup, timbul karena terlalu banyak atau terlalu sedikit informasi dan terbatasnya waktu yang ditentukan.
Gangguan dalam saluran komunikasi, sulit menemui atasan, jarang menerima perintah langsung dari atasan.
Ukuran, derajat spesialisasi dalam tugas, makin besar kelompok dan makin terspesialisasi kegiatannya, makin mudah timbul konflik.
Kejelasan yuridiksi, adanya kedwiartian (pengertian yang ganda) dalam masala-masalah- yuridis.
Kecocokan anggota dengan tujuan, adanya ketidak sesuaian dari tujuan-tujuan tugas dengan pribadi anggota.
Gaya kepemimpinan, bila tertutup kurang komunikatif, pengawasan yang ketat terlalu banyak mengandalkan partisipasi dapat menimbulkan perbedaan anggota.
Sistem imbalan, terutama bila perolehan seorang karyawan harus mengorbankan orang lain.
Derajat ketergantungan antar kelompok, adanya distribusi tugas yang tidak merata dalam kelompok.
Sistem nilai individual, adanya perbedaan nilai tiap karyawan.
Karakteristik kepribadian, adanya tipe kepribadian tertentu dari karyawan.
Pengelolaan Konflik Interpersonal
Trisni (dalam Psikodimensia), memberikan beberapa langkah untuk menangani atau mengelola konflik, yaitu :
Penyadaran dan pengendalian cara komunikasi, yaitu dengan menggunakan descriptive speech atau penggunaan cara komunikasi yang lebih menggambarkan kenyataan daripada penilaian.
Mengajukan serangkain pertanyaan, dalam hal ini pertanyaan yang diajukan harus dapat menimbulkan suasana atau iklim interaksi yang supportive.
Menyimak, merupakan suatu kegiatan yang menggunakan sejumlah besar energi untuk memahami berita, maksud dan perasaan-perasaan yang dilontarkan oleh lawan bicara.
Penggunaan parafase atau pengungkapan kembali, mengungkapkan kembali apa yang telah disampaikan lawan bicara sangat menolong untuk memberikan kejelasan bahwa apa dimaksud cocok dengan caranya dalam mengungkap hal tersebut.
Pengendalian komunikasi verbal, yaitu pertukaran informasi melalui tanda-tanda yang non linguistic.
Hardjan (1994: 46), menjelaskan salah satu hal yang juga mempengaruhi pengelolaan konflik adalah cara mengelolanya, yaitu :
Bersaing, bertanding, menguasai atau memaksa yang merupakan pendekatan pada konflik yang berciri menang-kalah.
Kerja sama, cara penglolaan ini merupakan pendekatan menangmenang. Tujuannya adalah masing-masing mendapatkan apa yang diinginkan, sehingga tiadak ada yang dikalahkan.
Kompromi atau berunding. Cara ini merupakan pendekatan pihakpihak yang berkonflik, tidak ada yang menag atau kalah, karena adanya kompromi pihak-pihak yang terlibat dalam konflik saling memberi kelonggaran.
Menghindari atau menarik diri. Cara pengelolaan ini merupakan pendekatan kalah-kalah, dimana kdua belah pihak yang terlibat konflik tidak memperjuangkan kepentingan masing-masing, karena tidak melakukan apa dan membiarkan konflik itu hilang.
Menyesuaikan, memperlunak, atau menurut. Cara pengelolaan ini merupakan pendekatan kalah-menang, dimana pihak yang terlibat melepaskan atau mengesampingkan hal yang diinginkan dan memenuhi keinginan pihak lain.