Apa yang dimaksud dengan komitmen organisasi?

Komitment organisasi

Komitment organisasi adalah sebagai suatu keadaan dimana seseorang karyawan memihak organisasi tertentu serta tujuan tujuan dan keinginannya untuk mempertahankan keanggotaan dalam organisasi tersebut.

Apa yang dimaksud dengan komitmen organisasi ?

Keberhasilan pengelolaan organisasi sangatlah ditentukan oleh keberhasilan dalam mengelola SDM. Tinggi rendahnya komitmen karyawan terhadap organisasi tempat mereka bekerja, sangatlah menentukan kinerja yang akan dicapai organisasi. Dalam dunia kerja komitmen karyawan memiliki pengaruh yang sangat penting, bahkan ada beberapa organisasi yang berani memasukkan unsur komitmen sebagai salah satu syarat untuk memegang jabatan/posisi yang ditawarkan dalam iklan lowongan kerja. Setiap pegawai memiliki dasar dan perilaku yang berbeda tergantung pada komitmen organisasi yang dimiliknya. Pegawai yang memiliki komitmen tinggi akan melakukan usaha yang maksimal dan keinginan yang kuat untuk mencapai tujuan organisasi. Sebaliknya Pegawai yang memiliki komitmen rendah akan melakukan usaha yang tidak maksimal dengan keadaan terpaksa.

Robbins dan Judge (2007) mendefinisikan komitmen sebagai suatu keadaan dimana seorang individu memihak organisasi serta tujuan-tujuan dan keinginannya untuk mempertahankan keanggotaannya dalam organisasi. Mathis dan Jackson dalam Sopiah (2008) mendefinisikan komitmen organisasional sebagai derajat dimana karyawan percaya dan mau menerima tujuantujuan organisasi dan akan tetap tinggal atau tidak akan meninggalkan organisasinya.

Selanjutnya menurut Aranya et.al dalam Prasetyono dan Kompyurini (2007) mendefinisikan komitmen sebagai:

  1. Keyakinan dan penerimaan tujuan dan nilai organisasi.
  2. Kemauan untuk berusaha atau bekerja untuk kepentingan organisasi.
  3. Hasrat untuk menjaga keanggotaan organisasi.

Argyris dalam Sukarno dan Prasetyohadi (2004) membagi komitmen menjadi dua, yaitu komitmen internal dan komitmen eksternal. Komitmen internal merupakan komitmen yang berasal dari diri karyawan untuk menyelesaikan berbagai tugas, tanggung jawab dan wewenang berdasarkan pada alasan dan motivasi yang dimiliki. Komitmen eksternal dibentuk oleh lingkungan kerja, yang muncul karena adanya tuntutan terhadap penyelesaian tugas dan tanggung jawab yang harus diselesaikan oleh para karyawan.

Usaha untuk menjelaskan rahasia kesuksesan bisnis bahwa cara terbaik untukmemotivasi orang-orang mencapai komitmen penuh pada nilai-nilai organisasi adalah melalui kepemimpinan (leadership) dan keterlibatan. Pendekatan ini seringkali disebut pendekatan Heart and Minds (Armstrong, 1999).

Pendekatan untuk menjelaskan mengenai komitmen organisasi oleh Shepperd dan Mathew (2000) dikelompokkan menjadi empat pendekatan, yakni:

a. Pendekatan Berdasarkan Sikap (Attitudinal Approach)

Komitmen menurut pendekatan ini, menunjuk pada permasalahan keterlibatan dan loyalitas. Menurut Mowday dan Potter dalam Armstrong (1999) komitmen adalah identifikasi yang relatif kuat serta keterlibatan dari individu terhadap organisasi tertentu. Ada 3 faktor yang tercakup di dalamnya, yakni:

  1. Keinginan kuat untuk tetap menjadi anggota organisasi.
  2. Keyakinan kuat dan penerimaan terhadap nilainilai dan serta tujuan dari organisasi.
  3. Penerimaan untuk melakukan usaha-usaha sesuai dengan organisasi.

Mowday dalam Sabrina (2011) mengemukakan bahwa komitmen organisasi terbangun apabila masing-masing individu mengembangkan tiga sikap yang saling berhubungan terhadap organisasi, yang antara lain adalah:

  1. Identifikasi (identification), yaitu pemahaman atau penghayatan terhadap tujuan organisasi.

  2. Keterlibatan (involvement), yaitu perasaan terlibat dalam suatu pekerjaan atau perasaan bahwa pekerjaan tersebut adalah menyenangkan.

  3. Loyalitas (loyality), yaitu perasaan bahwa organisasi adalah tempatnya bekerja dan tinggal.
    Seseorang yang memiliki komitmen tinggi akan memiliki identifikasi terhadap organisasi, terlibat sungguh-sungguh dalam pekerjaannya dan ada loyalitas serta afeksi positif terhadap organisasi. Selain itu tampil tingkah laku berusaha kearah tujuan organisasi dan keinginan untuk tetap bergabung dengan organisasi dalam jangka waktu lama.

b. Pendekatan Komitmen Organisasi Multi Dimensi (The Multidimensional Approach)

Menurut Allen dan Meyer (1990) dalam Prasetyono dan Kompyurini (2007), ada tiga komponen yang mempengaruhi komitmen organisasi, sehingga karyawan memilih tetap atau meninggalkan organisasi berdasar norma yang dimilikinya. Tiga komponen tersebut adalah:

  1. Affective commitment, yang berkaitan dengan adanya keinginan untuk terikat pada organisasi. Individu menetap dalam organisasi karena keinginan sendiri. Kunci dari komitmen ini adalah want to.

  2. Continuance commitment, adalah suatu komitmen yang didasarkan akan kebutuhan rasional. Dengan kata lain, komitmen ini terbentuk atas dasar untung rugi, dipertimbangkan atas apa yang harus dikorbankan bila akan menetap pada suatu organisasi. Kunci dari komitmen ini adalah kebutuhan untuk bertahan (need to).

  3. Normative Commitment, adalah komitmen yang didasarkan pada norma yang ada dalam diri karyawan, berisi keyakinan individu akan tanggung jawab terhadap organisasi. Ia merasa harus bertahan karena loyalitas. Kunci dari komitmen ini adalah kewajiban untuk bertahan dalam organisasi (ought to).

c. Pendekatan Komitmen Organisasi Normatif

(The Normative Approach) Weiner (1982) dalam Shepperd dan Mathew (2000) menyatakan bahwa perasaan akan komitmen terhadap organisasi diawali oleh keyakinan akan identifikasi organisasi dan digeneralisasikan terhadap nilai-nilai loyalitas dan tanggung jawab. Menurut Weiner, komitmen organisasi dapat dipengaruhi oleh predisposisi personal dan intervensi organisasi.

Ini mengandung arti bahwa perusahaan atau organisasi dapat memilih individu yang memiliki komitmen tinggi, dan bahwa organisasi dapat melakukan apa saja agar karyawan atau anggotanya menjadi lebih berkomitmen.

d. Pendekatan Komitmen Organisasi Berdasarkan

Perilaku Pendekatan ini menitikberatkan pandangan bahwa investasi karyawan (berupa waktu, pertemanan, pensiun) pada organisasi membuat mereka terikat untuk loyal terhadap organisasi tersebut. Kanter mendefinisikan pandangan komitmen organisasi sebagai profit associated with continued participation and a `cost’ associated with leaving (Suliman dan Iles, 2000).

Komitmen organisasi dapat tercipta apabila individu dalam organisasi sadar akan hak dan kewajibannya dalam organisasi tanpa melihat jabatan dan kedudukan, hal ini disebabkan pencapaian tujuan organisasi merupakan hasil kerja semua anggota organisasi yang bersifat kolektif. Penelitian yang dilakukan oleh Kouzes menemukan bahwa kredibilitas yang tinggi akan mampu menghasilkan suatu komitmen dan hanya dengan komitmen yang tinggi, suatu organisasi mampu menghasilkan bisnis yang baik (Riyanto, 2002).

Menurut Armstong (1992) dalam Nasution (2006), ada 3 pilar besar dalam komitmen. Ketiga pilar itu meliputi:

  1. Adanya perasaan menjadi bagian dari organisasi (a sense of belonging to the organization).
    Untuk mencapai rasa memiliki tersebut, maka salah satu pihak dalam manajemen harus mampu membuat anggota:

    • Mampu mengidentifikasikan dirinya terhadap organisasi.
    • Merasa yakin bahwa apa yang dilakukannya/pekerjaannya adalah berharga bagi organisasi tersebut.
    • Merasa nyaman dengan organisasi tersebut
    • Merasa mendapat dukungan yang penuh dari organisasi dalam bentuk misi yang jelas (apa yang direncanakan untuk dilakukan), nilai-nilai yang ada (apa yang diyakini sebagai hal yang penting oleh manajemen) dan norma-norma yang berlaku (cara-cara berperilaku yang bisa diterima oleh organisasi).
  2. Adanya ketertarikan atau kegairahan terhadap pekerjaan (a sense of excitement in the job). Perasaan seperti ini bisa dimunculkan dengan cara:

    • Mengenali faktor-faktor motivasi intrinsik dalam mengatur desain pekerjaan (job design).
    • Kualitas kepemimpinan.
    • Kemauan dari manajer dan supervisor untuk mengenali bahwa motivasi dan komitmen anggotanya bisa meningkat jika ada perhatian terus menerus, memberi delegasi atas wewenang serta memberi kesempatan serta ruang yang cukup bagi anggota untuk menggunakan keterampilan dan keahliannya secara maksimal (Nasution, 2006). Kurangnya komitmen terhadap organisasi dan nilai-nilai dari organisasi adalah penyebab utama dari turn over yang tinggi (Nasution, 2006).
  3. Adanya rasa memiliki terhadap organisasi (ownership) Rasa memiliki bisa muncul jika anggota merasa bahwa mereka benar-benar diterima menjadi bagian atau kunci penting dari organisasi. Konsep penting dari ownership akan meluas dalam bentuk partisipasi dalam membuat keputusan-keputusan dan mengubah praktek kerja, yang pada akhirnya akan mempengaruhi keterlibatan anggota. Jika anggota merasa dilibatkan dalam membuat keputusankeputusan dan jika mereka merasa ide-idenya didengar dan jika mereka merasa memberi kontribusi yang ada pada hasil yang dicapai, maka mereka akan cenderung menerima keputusan-keputusan atau perubahan yang dilakukan. Hal ini dikarenakan mereka merasa dilibatkan, bukan karena dipaksa (Nasution, 2006).

Referensi

Organisasi pada umumnya membutuhkan karyawan yang memiliki komitmen organisasional yang tinggi agar organisasi dapat terus bertahan serta meningkatkan jasa dan produk yang dihasilkan (Chairy, 2002).

Komitmen terhadap organisasi pada umumnya didefinisikan dengan sejauh mana keterlibatan seseorang dalam organisasi dan kekuatan identifikasinya terhadap suatu organisasi tertentu. Komitmen organisasional dapat dicirikan dengan:

  • suatu kepercayaan yang kuat terhadap organisasi, dan penerimaan pada tujuan-tujuan dan nilai-nilai organisasi;

  • kesediaan untuk mengerahkan usaha keras demi kepentingan organisasi; dan

  • keinginan yang kuat untuk memelihara hubungan dengan organisasi (Meyer et al., 1993)

Komitmen organisasional menurut Williams dan Hazer (1986) didefinisikan tingkat identifikasi dan keterikatan individu terhadap organisasi yang dimasukinya, dimana karakteristik komitmen organisasional antara lain adalah loyalitas seseorang terhadap organisasi, kemauan untuk mempergunakan usaha atas nama organisasi, kesesuaian antara tujuan seseorang dengan tujuan organisasi.

Mowday et al. (1979) mendefinisikan komitmen organisasional sebagai kekuatan yang bersifat relatif dari individu dalam mengidentifikasikan keterlibatan dirinya ke dalam bagian organisasi. Hal ini ditandai dengan tiga hal yaitu :

  1. Penerimaan terhadap nilai-nilai dan tujuan organisasi.

  2. Kesiapan dan kesediaan untuk berusaha dengan sungguh-sungguh atas nama organisasi.

  3. Keinginan untuk mempertahankan keanggotaan di dalam organisasi atau menjadi bagian dalam organisasi

Dimensi-Dimensi Komitmen Organisasional


Meyer dan Allen, (1991) mendefinisikan komitmen organisasional sebagai derajat seberapa jauh pekerja mengidentifikasi dirinya dengan organisasi dan keterlibatannya dalam organisasi, menurutnya ada 3 komponen, yaitu:

  1. ***Affective Commitment (AC)***. Affective commitment adalah suatu pendekatan emosional dari individu dalam keterlibatannya dengan organisasi, sehingga individu akan merasa dihubungkan dengan organisasi

  2. ***Continuance Commitment (CC)***. Continuance commitment adalah hasrat yang dimiliki oleh individu untuk bertahan dalam organisasi, sehingga individu merasa membutuhkan untuk dihubungkan dengan organisasi.

  3. ***Normative Commitment (NC)***. Normative commitment adalah suatu perasaan wajib dari individu untuk bertahan dalam organisasi. Anggota organisasi yang loyalitas dan kesetiaannya tinggi terhadap organisasi akan mempunyai keinginan yang tinggi terhadap organisasi dan membuat organisasi menjadi sukses. Makin kuat pengenalan dan keterlibatan individu dengan organisasi akan mempunyai komitmen yang tinggi. Apabila komitmen organisasional karyawan tinggi maka akan berpengaruh positif terhadap kinerja, sedangkan apabila komitmen rendah maka akan berpengaruh terhadap keinginan untuk berpindah (turnover)

Meyer dan Allen, (1991) berpendapat bahwa setiap komponen memiliki dasar yang berbeda. Pegawai dengan komponen aktif tinggi, masih bergabung dengan organisasi karena keinginan untuk tetap menjadi anggota organisasi. Sementara itu pegawai dengan komponen kelanjutan tinggi, akan tetap bergabung dengan organisasi karena mereka membutuhkan organisasi.

Pegawai yang memiliki komponen normatif yang tinggi, tetap menjadi anggota organisasi karena mereka harus melakukan. Setiap pegawai memiliki dasar dan tingkah laku yang berbeda berdasarkan komitmen organisasional yang dimilikinya. Pegawai yang memiliki komitmen organisasional dengan dasar afektif memiliki tingkah laku berbeda dengan pegawai yang berdasarkan kelanjutan. Pegawai yang ingin menjadi anggota akan memiliki keinginan untuk menggunakan usaha yang sesuai dengan tujuan organisasi.

Sebaliknya, mereka yang terpaksa menjadi anggota akan menghindari kerugian finansial dan kerugian lain, sehingga mungkin hanya melakukan usaha yang tidak maksimal. Sementara itu komponen normatif yang berkembang sebagai hasil dari pengalaman sosialisasi, tergantung dari sejauh apa perasaan kewajiban pada diri pegawai untuk memberi balasan atas apa yang telah diterimanya dari organisasi.

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Komitmen Organisasional


Steers dan Porter dalam Rosilawati (2001), menyatakan faktor-faktor yang mempengaruhi komitmen terhadap perusahaan menjadi empat kategori, yaitu:

  1. Karakteristik individu. Pengertian karakteristik individu mencakup : usia, masa jabatan, motif berprestasi, jenis kelamin, ras, dan faktor kepribadian. Sedang tingkat pendidikan berkorelasi negatif dengan komitmen terhadap perusahaan.

  2. Karakteristik pekerjaan. Karakteristik pekerjaan meliputi kejelasan serta keselarasan peran, umpan balik, tantangan pekerjaan, otonomi, kesempatan berinteraksi, dan dimensi inti pekerjaan.

  3. Karakteristik struktural. Faktor-faktor yang tercakup dalam karakteristik struktural antara lain ialah : derajat formalisasi, ketergantungan fungsional, desentralisasi, tingkat partisipasi dalam pengambilan keputusan, dan fungsi kontrol dalam perusahaan;

  4. Pengalaman kerja. Pengalaman kerja dipandang sebagai kekuatan sosialisasi yang penting, yang mempengaruhi kelekatan psikologis.

Menurut Robert dan Kinicki (dalam Robert Kreitner, 2011) bahwa komitmen organisasi adalah cerminan dimana seorang karyawan dalam mengenali organisasi dan terikat kepada tujuan tujuannya. Ini adalah sikap kerja yang penting karena orang-orang memiliki komitmen diharapkan dapat menunjukkan ketersediaannya untuk bekerja lebih keras demi mencapai tujuan organisasi dan memiliki hasrat yang lebih besar untuk tetap bekerja di suatu perusahaan.

Sedangkan menurut Sopiah (2008) menyatakan bahwa komitmen organisasi adalah suatu ikatan psikologis pada karyawan yang ditandai dengan adanya Kepercayaan dan penerimaan yang kuat atas tujuan dan nilai-nilai organisasi, kemauan untuk mengusahakan tercapainya kepentingan organsisasi dan keinginan untuk mempertahankan kedudukan sebagai anggota organisasi.

Sedangkan komitmen organisasi menurut Fred (2005) adalah refleksi loyalitas karyawan dan proses berkelanjutan di mana anggota organisasi mengekspresikan perhatiannya terhadap organisasi serta keyakinan untuk menerima nilai dan tujuan organisasi.

Berdasarkan dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa komitmen organisasi adalah suatu perilaku karyawan yang berkaitan dengan kepercayaan dan penerimaan yang kuat atas tujuan dan nilai-nilai organisasi, adanya kemauan untuk mengusahakan tercapainya kepentingan organsisasi, dan keinginan untuk mempertahankan kedudukan sebagai anggota organisasi. Agar dapat menilai organisasi tersebut sehingga mereka tetap loyal dan bersedia bekerja sebaik mungkin demi tercapainya tujuan organisasi tersebut.

Menurut Bateman & Strasser (1984, dalam Cetin 2011), komitmen organisasi merupakan kesetiaan pekerja kepada organisasi, keinginan untuk menjadi bagian dari oganisasi, mencapai tujuan dan nilai-nilai yang relevan bagi organisasi, dan bercita-cita untuk mempertahankan keanggotaannya.

Sedangkan, komitmen organisasi yang didefinisikan oleh Mowday et al. (1982 dalam Cetin 2011), adalah kekuatan dari identifikasi pekerja terhadap keterlibatannya dengan suatu organisasi. Dan yang terakhir, Robbins (1989 dalam Palupi, 2004) mendefinsikan komitmen organisasi sebagai suatu bentuk sikap kerja yang merefleksikan perasaan seseorang, yaitu suka atau tidak suka terhadap organisasi tepatnya bekerja.

Meyer dan Herscovitch, (2001) dalam penelitiannya mendefinisikan komitmen organisasi dan mengelompokkan beberapa definisi dari komitmen organisasi.

Herscovitch (2001) mendefinisikan komitmen sebagai peraturan yang mengikat individu pada serangkaian perilaku yang berhubungan dengan tujuan tertentu. Selain definisi yang sudah disebutkan di atas, terdapat satu definisi lagi yang dikemukakan oleh Allen dan Meyer (1991, dalam Palupi 2004), sebagai suatu keadaan psikologis yang :

  • menggambarkan hubungan pekerja dengan organisasi dan
  • memiliki implikasi pada keputusan dirinya untuk melanjutkan atau menghentikan keanggotaan pada suatu organisasi.

Jadi, secara umum dapat dikatakan, komitmen organisasi dapat dijelaskan sebagai keterikatan seseorang pada organisasi tempat orang tersebut bekerja.

Dalam komitmen organisasi, terdapat 3 komponen komitmen organisasi yang sifatnya independen dan bukan disebut tiga tipe komitmen organisasi (Allen & Meyer, 1990). Penamaan “komponen” ini disebabkan hubungan yang terjadi antara individu dan organisasinya memungkinkan perbedaan tingkat antara ketiga komponen yang ada.

Perbedaan tingkat dari setiap komponen bisa berbeda antara satu orang dengan orang lainnya karena seseorang bisa saja memiliki salah satu komponen yang lebih kuat dibandingkan dengan komponen yang lainnya sedangkan orang yang lainnya tidak. Ketiga komponen tersebut adalah komitmen afektif, kontinuans, dan normatif.

Komponen Komitmen Organisasi


Sesuai dengan definisi yang telah dipaparkan di atas, terdapat 3 komponen dalam komitmen organisasi yaitu komitmen afektif, komitmen kontinuans, dan komitmen normatif.

1. Komitmen afektif

Komitmen afektif merupakan komitmen yang berasal dari keterlibatan secara emosional individu pada organisasi dimana ia bekerja. Hal ini berarti individu dengan komitmen afektif yang tinggi adalah individu yang memiliki keinginan untuk tetap berada pada organisasi tersebut berdasarkan komponen afektif yang dimilikinya. Jadi, komitmen afektif berkaitan dengan adanya keterkaitan emosional, identifikasi, dan keterlibatan pekerja dalam organisasi.

Meyer dan Allen (1997, dalam Wiyardi, 2010) menyebutkan bahwa keterlibatan individu secara emosional terhadap organisasi membuat individu memiliki motivasi yang lebih kuat untuk memberikan kontribusi bagi organisasinya. Sebagai contoh, seseorang akan memilih untuk tidak absen dari pekerjaannya dan menunjukkan performa yang baik, mengidentifikasikandirinya terlibat dalam organisasinya, dan menikmati keanggotaannya tersebut.

2. Komitmen Kontinuans (Komitmen Rasional)

Menurut Meyer dan Allen (1990), komitmen rasional adalah komitmen bahwa komitmen normatif merupakan tekanan yang muncul sebagai akibat dari adanya tekanan normatif. Tekanan normatif yang dimaksudkan disini adalah adanya “imbalan di muka” yang diberikan organisasi kepada pekerjanya sehingga membuat orang tersebut merasa “tidak enak” untuk meninggalkan organisasinya sampai “utangnya” terbayarkan.

Berdasarkan persepsi akan untung dan rugi yang akan diperoleh apabila ia memutuskan untuk melanjutkan atau tidak melanjutkan keanggotaannya. Orang yang memiliki komitmen kontinuans yang tinggi akan bertahan pada suatu perusahaan karena perhitungan biaya yang akan ia keluarkan apabila ia meninggalkan perusahaan dan bukan karena keterikatan emosi. Orang tersebut akan tetap berada di dalam organisasi karena ia membutuhkan organisasi tersebut.

Faktor–faktor yang dapat mempengaruhi tingginya komitmen kontinuans adalah kondisi ekonomi, angka pengangguran, dan kurangnya alternatif pekerjaan lain (Colquitt, Lepine, & Wesson, 2009 dalam Wiyardi, 2010). Seseorang yang bekerja di perusahaan dengan komitmen ini akan mengalami kekecewaan apabila ia mengalami kerugian dan bisa berujung pada performa yang tidak sesuai (Meyer).

3. Komitmen Normatif

Komitmen normatif berkaitan dengan adanya rasa wajib dari dalam diri seseorang untuk tetap bertahan atau berhenti bekerja dari perusahaan (Meyer & Allen, 1990). Dengan kata lain, Komitmen ini melihat seberapa jauh loyalitas pekerja terhadap perusahaan berdasarkan rasa “wajib” yang dimilikinya untuk tetap tinggal di organisasi tersebut.

Wiener (1982 dalam Palupi 2004) mengatakan bahwa komitmen normatif merupakan tekanan yang muncul sebagai akibat dari adanya tekanan normatif. Tekanan normatif yang dimaksudkan disini adalah adanya “imbalan di muka” yang diberikan organisasi kepada pekerjanya sehingga membuat orang tersebut merasa “tidak enak” untuk meninggalkan organisasinya sampai “utangnya” terbayarkan.

Pengukuran Komitmen Organisasi


Pengukuran komitmen organisasi menggunakan kuesioner Commitment Scale Items yang diadapsi oleh Allan & Meyer (1990). Commitment Scale Items memiliki tiga komponen yaitu afektif, kontinuans, dan normatif yang berjumlah 24 item. Pada CSI, komponen afektif mengacu pada alat ukur Organizational Commitment Questionnaire dari Mowday et al. (1976), komponen kontinuans berasal dari alat ukur Ritzer & Trice (1969) yang telah mengalami adaptasi oleh Hrenibiak & Alutto (1972), dan komponen normatif menggunakan alat ukur milik Wiener & Vardi (1980).

Referensi

http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319736-S-Michael%20Mikko.pdf

Menurut Robbins and Coulter (2012) komitmen organisasi adalah sejauh mana seorang karyawan mengenali tujuan organisasi tertentu dan menganggap kinerja pekerjaannya menjadi penting bagi diri. Sedangkan keterlibatan kerja adalah mengidentifikasi dengan pekerjaan Anda, komitmen organisasi adalah mengidentifikasi dengan organisasi yang mempekerjakan Anda.

Griffin (2004), menyatakan bahwa komitmen organisasi adalah sikap yang mencerminkan sejauh mana seorang individu mengenal dan terikat pada organisasinya. Karyawan-karyawan yang merasa lebih berkomitmen pada organisasi memiliki kebiasaan-kebiasaan yang bisa diandalkan, berencana untuk tinggal lebih lama di dalam organisasi, dan mencurahkan lebih banyak upaya dalam bekerja.

Menurut Mathis dan Jackson (2006), Komitmen organisasi adalah tingkat sampai dimana karyawan yakin dan menerima tujuan organisasional, serat berkeinginan untuk tinggal bersama organisasi tersebut. Berbagai studi menunjukkan bahwa orang-orang yang relatif puas dengan pekerjaannya akan sedikit lebih berkomitmen terhadap organisasi. Sedangkan karyawan yang tidak puas dengan pekerjaanya atau tidak berkomitmen terhadap organisasi memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk meninggalkan organisasi, mungkin lewat ketidakhadiran atau perputaran secara permanen.

Menurut Gibson, et al . (2009), Komitmen karyawan merupakan suatru bentuk identifikasi, loyalitas dan keterlibatan yang diekspresikan oleh karyawan terhadap organisasi.

Komitmen organisasi merupakan suatu kesetiaan atau loyalitas yang ditujukan pada organisasi atau perusahaan dimana karyawan bekerja. Ketika karyawan sudah memiliki komitmen terhadap oarganisasi atau perusahaan dimana dia bekerja maka cenderung bertahan lama dan memiliki keinginan yang tinggi dalam pengembangan karir selama bekerja. Dan biasanya karyawan yang memiliki komitmen organisasi pastinya sudah memiliki kepuasan dalam bekerja baik itu di lingkungan maupun pada pekerjaan itu sendiri. Setiap organisasi atau perusahaan sangat membutuhkan orang (karyawan) yang memiliki komitmen yang tinggi terhadap organisasi atau perusahaan.

Indikator Komitmen Organisasi


Menurut Mowday (1998) dalam Sopiah (2008) indikator komitmen organisasi yaitu:

  1. Penerimaan terhadap tujuan organisasi.
  2. Keinginan untuk bekerja keras.
  3. Hasrat untuk bertahan menjadi bagian dari organisasi.

Cara peningkatan Komitmen Organisasi


Luthans (2006) memberikan pedoman khusus untuk mengimplementasikan sistem manajemen yang mungkin mebantu memecahkan masalah dan meningkatkan komitmen organisasi pada diri karyawan :

  1. Berkomitmen pada nilai utama manusia
    Dilakukan dengan membuat aturan tertulis, mempekerjakan manajer yang baik dan tepat mempertahankan komunikasi.

  2. Memperjelas dan mengomunikasikan misi
    Memperjelas misi dan ideologi; kharisma; menggunakan praktik perekrutan berdasarkan nilai; menekankan orientasi berdasarkan nilai stres dan pelatihan; membentuk tradisi berdasarkan nilai; menekankan orientasi berdasarkan nilai stres dan pelatihan; membentuk tradisi.

  3. Menjamin keadilan organisasi
    Memiliki prosedur penyampaian keluhan yang komprehensif; menyediakan komunikasi dua arah yang ekstensif.

  4. Menciptakan rasa komunitas
    Membangun homogenitas berdasarkan nilai; keadilan; menekankan kerja sama; saling mendukung; dan kerja tim; berkumpul bersama.

  5. Mendukung perkembangan karyawan
    Melakukan aktualisasi; memberikan pekerjaan menantang pada tahap pertama; memajukan dan memberdayakan; mempromosikan dari dalam; menyediakan aktivitas perkembangan; menyediakan keamanan kepada karyawan.

Pengertian Komitmen Organisasi


Luthans (2006) memberikan definisi komitmen organisasi sebagai:

  1. Keinginan yang kuat untuk menjadi anggota dalam suatu kelompok,
  2. Kemauan usaha yang tinggi untuk organisasi,
  3. Suatu keyakinan tertentu dan penerimaan terhadap nilai-nilai dan tujuan-tujuan organisasi.

Menurut Jewell dan Siegall (1998) komitmen kerja dapat didefinisikan sebagai derajat hubungan individu memandang dirinya sendiri dengan pekerjaannya dalam organisasi tertentu.

Komitmen organisasi merupakan keyakinan dan dukungan yang kuat terhadap nilai dan sasaran yang ingin dicapai organisasi (Mowday et al.,1979). Pada konteks pemerintah, aparat yang merasa sasaran anggarannya jelas, akan lebih bertanggungjawab jika didukung dengan komitmen aparat yang tinggi terhadap organisasi pemerintah. Hal ini akan mendorong aparat untuk menyusun anggaran sesuai dengan sasaran yang ingin dicapai oleh organisasi. Manajer yang memiliki tingkat komitmen organisasi yang tinggi akan memiliki pandangan positif dan berusaha berbuat yang terbaik demi kepentingan organisasi (Porter et al., 1974). Menurut Kreitner dan kinicki (2003) komitmen organisasi mencerminkan tingkat bagi perorangan mengidentifikasikan dengan suatu organisasi dan merasa terikat dengan tujuannya.

Meyer dan Allen (1991) menjabarkan tiga model komponen dari komitmen organisasi yaitu komitmen afektif (affective commitment), komitmen kelanjutan (continuance commitment) dan komitmen normatif (normative commitment). Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa komitmen organisasi adalah keinginan yang kuat dari individu untuk tetap menjadi anggota dari suatu organisasi, kesediaan untuk meningkatkan kemampuan diri untuk organisasi dan penerimaan nilai-nilai dan tujuan dari organisasi.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Komitmen Organisasi


Faktor-faktor yang mempengaruhi Komitmen Organisasi menurut Greenberg dan Baron (2003) yaitu:

  1. Karakteristik Pekerjaan
    Komitmen organisasi dipengaruhi berbagai karakteristik pekerjaan. Komitmen cenderung lebih tinggi pada karyawan yang mempunyai tanggung jawab yang tinggi atas pekerjaan mereka dan kesempatan luas untuk promosi.

  2. Sifat Imbalan
    Komitmen dipertinggi oleh penggunaan rencana pembagian laba (karyawan menerima bonus sebanding dengan laba) dan di atur secara adil.

  3. Adanya Alternatif
    Pekerjaan Lain Makin besar kesempatan karyawan untuk menemukan pekerjaan lain maka komitmen cenderung makin rendah.

  4. Perlakuan Perusahaan terhadap Pendatang Baru
    Penggunaan metode rekruitmen yang tepat, komunikasi kuat serta sistem nilai organisasi yang jelas dapat mempengaruhi komitmen. Makin besar investasi perusahaan kepada seseorang dengan berusaha secara sungguh-sungguh mempekerjakannya maka karyawan akan berusaha untuk mengembalikan investasi perusahaan tersebut dengan mengekspresikan perasaan komitmen tehadap organisasi.

  5. Karakteristik Personal
    Organisasi dengan masa jabatan lama akan semakin tinggi komitmennya daripada karyawan yang masa kerjanya lebih pendek

Allen dan Mayer (1993) menyebutkan bahwa komitmen organisasi merupakan suatu konstruk psikologis yang merupakan karakteristik hubungan anggota organisasi dengan organisasinya dan memiliki implikasi terhadap keputusan individu untuk melanjutkan keanggotaan dalam berorganisasi. Anggota yang memiliki komitmen terhadap organisasi akan lebih dapat bertahan sebagai bagian dari organisasi.

Luthans (2006) dalam buku Perilaku Organisasi mendefinisikan komitmen organisasi sebagai sikap, yaitu:

  1. Keinginan kuat untuk tetap sebagai anggota organisasi tertentu.

  2. Keinginan untuk berusaha keras sesuai keinginan organisasi.

  3. Keyakinan tertentu, penerimaan nilai dan tujuan organisasi.

Faktor – Faktor Komitmen Organisasi

Menurut Minner (2008), komitmen organisasi di pengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut.

  1. Faktor personal seperti usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pengalaman kerja dan kepribadian.

  2. Karakteristik pekerjaan seperti lingkup jabatan, tantangan dalam pekerjaan, konflik peran, tingkat kesulitan dalam pekerjaan

  3. Karakteristik struktur seperti besar kecilnya organisasi, bentuk organisasi, kehadiran serikat kerja, dan tingkat pengendalian yang dilakukan oleh organisasi terhadap karyawan.

  4. Pengalaman kerja, pengalaman seseorang berpengaruh terhadap tingkat komitmen karyawan pada organisasi. Karyawan yang baru dan yang sudah lama bekerja memiliki tingkatan komitmen yang berbeda.

Indikator Komitmen Organisasi

Menurut Mowday, et al (1983) komitmen organisasi dapat diukur menggunakan empat indikator yang sudah dikembangkan sebagai berikut:

  1. Keinginan kuat tetap sebagai anggota, karyawan bangga bekerja di perusahaan, dan menganggap perusahaan sebagai tempat yang baik untuk bekerja.

  2. Keinginan berusaha keras dalam bekerja, adanya perasaan nyaman yang dirasakan karyawan membuat karyawan termotivasi untuk selalu berprestasi lebih baik lagi.

  3. Penerimaan nilai organisasi, karyawan merasa bahwa nilai-nilai yang diterapkan dan berlaku di perusahaan sesuai dengan nilai yang dianut oleh karyawan.

  4. Penerimaan tujuan organisasi, keinginannya untuk tetap berada di perusahaan membuat karyawan berusaha keras dalam melaksanakan tugas supaya tujuan perusahaan tercapai.

Komitmen yang dimiliki karyawan memiliki tingkatan berberda, dari tingkatan yang rendah hingga tingkatan yang tinggi. Untuk mengukur tingkat komitmen karyawan Mayer, et al (1993) menyatakan bahwa komitmen dibedakan menjadi 3 dimensi yaitu:

  1. Komitmen afektif ( affective commitment )

Komponen afektif berkaitan dengan emosional, identifikasi, dan keterlibatan pegawai di suatu organisasi.

  1. Komitmen berkelangsungan ( continuance commitment )

Komitmen ini didasarkan pada persepsi pegawai tentang kerugian yang akan dihadapinya jika karyawan meninggalkan organisasi. Karyawan dengan komitmen keberlansungan yang kuat akan meneruskan keanggotaan organisasinya, dikarenakan mereka membutuhkannya.

  1. Komitmen normatif ( normative commitment )

Normatif merupakan perasaan-perasaan pegawai tentang kewajiban yang harus dia berikan kepada organisasi, dan tindakan tersebut merupakan hal benar yang harus dilakukan. Karyawan dengan komitmen normatif yang kuat akan tetap bergabung dalam organisasi karena mereka sudah merasa cukup dengan hidupnya.

Komitmen organisasi (organizational commitment) merupakan salah satu tingkah laku dalam organisasi yang banyak dibicarakan dan diteliti, baik sebagai variabel terikat, variabel bebas, maupun variabel mediator.

Hal ini antara lain dikarenakan organisasi membutuhkan karyawan yang memiliki komitmen organisasi yang tinggi agar organisasi dapat terus bertahan serta meningkatkan jasa dan produk yang dihasilkannya.

Commitment of employees can be an important instrument for improving the performance of the organizations. In most of the organizations the high rate of stress leads to lower satisfaction and in turn produces very low organizational commitment (Khan, et al, 2010).

Komitmen organisasi memiiki arti lebih dari sekedar loyalitas yang pasif, tetapi melibatkan hubungan aktif dan keinginan karyawan untuk memberikan kontribusi yang berarti pada organisasinya (Seniati, 2006).

Komitmen organisasi ini bercirikan adanya:

  1. belief yang kuat serta penerimaan terhadap tujuan dan nilai organisasi;
  2. kesiapan untuk bekerja keras; serta
  3. keinginan yang kuat untuk bertahan dalam organisasi.

Komitmen ini tergolong komitmen sikap atau afektif karena berkaitan dengan sejauhmana individu merasa nilai dan tujuan pribadinya sesuai dengan nilai dan tujuan organisasi. Semakin besar kongruensi antara nilai dan tujuan individu dengan nilai dan tujuan organisasi maka semakin tinggi pula komitmen karyawan pada organisasi (Seniati, 2006).

Luthans (2006) menyatakan karyawan yang memiliki komitmen tinggi pada organisasi akan lebih termotivasi untuk hadir dalam organisai dan berusaha mencapai tujuan organisasi. Karyawan yang memiliki komitmen yang tinggi pada organisasi cenderung lebih stabil dan produktif sehingga lebih menguntungkan organisasi.

Sesuai dengan konteks pemberdayaan sumber daya manusia, agar menghasilkan karyawan yang profesional dengan integritas yang tinggi, diperlukan adanya acuan baku yang diberlakukan oleh suatu perusahaan. Acuan baku tersebut adalah budaya organisasi yang secara sistematis menuntun karyawan untuk meningkatkan komitmen kerjanya bagi perusahaan.

Organisasi yang memiliki budaya yang kuat dapat mempunyai pengaruh yang bermakna bagi perilaku dan sikap anggotanya. Nilai inti organisasi itu akan dipegang secara insentif dan dianut secara meluas dalam suatu budaya yang kuat.

Suatu budaya kuat memperlihatkan kesepakatan yang tinggi di kalangan anggota tentang apa yang harus dipertahankan oleh organisasi tersebut. Kebulatan maksud semacam ini akan membina kohesifitas, kesetiaan dan komitmen organisasional. Kualitas ini selanjutnya akan mengurangi kecenderungan karyawan untuk meninggalkan organisasi.

Suatu organisasi untuk mencapai keberhasilan perlu meningkatkan faktor kinerja organisasi dengan membentuk dan mengembangkan suatu budaya organisasi yang mendukung terciptanya komitmen karyawan.