Apa yang dimaksud dengan kohesivitas?

image

Setiap kelompok kerja memiliki sasaran yang harus dicapai, dimana sangat diperlukan kesepakatan dan kerjasama antar anggota. Tinggi rendahnya kesepakatan para anggota terhadap sasaran kelompok, serta derajat dapatnya saling menerima anggota kelompok lainnya menunjukkan derajat kelekatan ( cohesiveness ) kelompok. Lalu apa yang dimaksud dengan kohesivitas ?

Berikut ini merupakan pengertian dari kohesivitas :

  • Kohesivitas merupakan deskripsi dan istilah teknis yang dipakai ahli psikologi sosial yang merunjuk pada karekteristik penting dari kelompok sosial ( social groups ). Berdasarkan perspektif kognitif sosial, kohesivitas tim adalah bukti dimana tingkah laku personal diatur dengan tujuan mengkoordinasi aktivitas dalam sebuah kelompok (Hogg, 1992).

  • Kohesivitas sendiri adalah konstruk yang dapat bersifat multidimensional, kompleks dan telah dijelaskan dan dioperasionalisasikan dalam berbagai cara (Michael D Michalisin, Steven J Karau, Charnchai Tangpong, 2004).

  • Kohesivitas adalah semua faktor yang mengikat semua anggota, kesamaan antar anggota, dan keinginan untuk memperoleh status dengan masuk ke kelompok yang benar (Festinger, Schater, & Back, 1950).

  • Dorwan Cartwright (dalam Losh, 2002) mendefinisikan kohesivitas sebagai derajat keinginan setiap anggota kelompok untuk tetap berada dalam kelompok tersebut.

  • Sementara Bernice Lott (dalam Losh, 2002) mendefinisikan kohesivitas sebagai jumlah dan kekuatan dari sikap positif diantara anggota kelompok.

  • definisi kohesivitas dari Caron yang menyatakan bahwa kohesivitas harus dilihat sebagai : “ a dynamic process that is reflected in tendency for a group to stick together and remain united in pursuit of its goals and objectives ” (Carron, 1982).

Kohesivitas dapat menjadi kekuatan yang besar; pada kenyataanya banyak penelitian yang menyatakan bahwa semakin besar anggota mengidentifikasi dirinya dengan kelompoknya (semakin besar identitas sosial mereka), akan semakin kecil peluang mereka untuk pergi, walaupun terdapat pilihan lain yang diinginkan seperti kelompok lain, kelompok yang lebih menarik, dll (Van Vugt & Hart, 2004). Faktor –faktor yang ikut menentukan derajat kohesivitas kelompok menurut Lott adalah :

  1. Status yang homogen sesama anggota seperti sama- sama kelompok agama, ras atau sosial semakin meningkatkan derajat kohesivitas kelompok Lott & Lott (1965).

  2. Hubungan kerjasama dan persaingan antar anggota tim lain yang masih dalam batas norma juga dapat mempengaruhi besarnya kohesivitas kelompok. Myers (1962) menemukan bahwa angota dari tim pencari yang lebih kompetitif menampilkan penghargaan yang lebih bagi anggota daripada yang kurang kompetitif. Persaingan antara anggota yang dimaksud adalah dalam hubungannya dengan persaingan dengan tim pencari lain.

  3. Besarnya kelompok mempengaruhi kohesivitas karena makin besar kelompoknya makin sulit terjadi interaksi yang intensif antar para anggotanya, makin sedikit komunikasi dan struktur hirearki kekuasaan sehingga makin kurang lekat kelompoknya.

  4. Kesamaan pada sikap, nilai, dan latar belakang yang sesuai dengan tujuan dan kepentingan tim seperti lamanya bekerja dan status sosial ekonomi pada kelompok kerja industrial (Seashore, 1954).

  5. Lott menyatakan bahwa terdapat hubungan antara tingkah laku ciri kepribadian tertentu dengan ketertarikan seseorang dimana berpengaruh dalam hubungannya dengan kohesivitas tim seperti ekstraversi, penyesuaian diri, dan konservatisme. Dapat terlihat bahwa ketertarikan dari diri seseorang ditingkatkan oleh tingkah laku tertentu, dimana mungkin hanya sementara dan situasi terbatas, atau berlangsung lama dan berpusat pada kepribadiannya.

Dapat disimpulkan bahwa beberapa aspek dalam kelompok seperti peran, status, norma, dan kohesivitas, mempunyai peran yang sangat penting dalam fungsinya dan bagaimana hal tersebut mempengaruhi anggota. Peran sangat penting untuk membantu menguraikan tanggung jawab dan tugas setiap anggota kelompok. Status mengacu pada tingkatan sosial seseorang dalam suatu kelompok. Norma yang dianut suatu kelompok memberi batasan terhadap anggota kelompok bagaimana mereka seharusnya bertingkah laku. Kohesivitas adalah seluruh kekuatan yang menyebabkan anggota kelompok untuk tetap berada dalam kelompok (Baron & Byrne, 2000).

Menurut (Walgito, 2007) Kohesivitas adalah saling tertariknya atau saling senangnya anggota satu dengan yang lain dalam kelompok. Dengan demikian, kesimpulannya adalah tingkatan kohesi akan dapat mempengaruhi saling hubungan atau interaksi anggota dalam kelompok bersangkutan.

Yuniasanti (2010) berpendapat bahwa kohesivitas adalah ketertarikkan anggota tim untuk tetap bersatu, adanya kebersamaan, merasakan perasaan anggota lain dan memiliki suasana emosional yang positif. Dampak dari perilaku yang kohesif para anggota adalah kelompok dapat mencapai misi organisasi dengan mudah.

Menurut Newcomb (dalam Arninda & Safitri, 2012) kohesivitas kelompok diistilahkan dengan kekompakan. Kekompakan adalah sejauh mana anggota kelompok atau karyawan melekat menjadi satu kesatuan yang dapat menanpakkan diri dengan banyak cara dan bermacam – macam faktor yang berbeda serta dapat membantu kearah hasil yang sama. Kekompakan di
sini memiliki dasar – dasar seperti integrasi struktural, ketertarikan interpersonal dan sikap – sikap yang dimiliki bersama oleh anggota kelompok.

Menurut Cattel (teori sintalitas) kohesivitas menaikkan sinergi efektif pada kelompok dalam dua cara, yaitu menaikkan sinergi total kelompok dengan menghasilkan sikap yang favorable terhadap kelompok pada sebagian anggotanya dan mengurangi jumlah energi yang dibutuhkan untuk memepertahankan atau memelihara kelompok.

Dari pemaparan diatas bahwa kohesivitas kelompok kerja adalah adanya perasaan saling menyukai, saling mencintai dan adanya interaksi dalam kelompok serta menimbulkan emosional positif.

Konsekuensi kohesivitas

Lebih lanjut, Steers (1991) menambahkan, konsekuensi dari kohesivita adalah sebagai berikut:

  1. Konsekuensi yang terbesar adalah pemeliharaan keanggotaan Jika hal yang menarik dalam kelompoknya lebih besar daripada hal yang menarik di kelompok lain, maka dapat diharapkan anggota kelompok tersebut akan tetap pada kelompokya, sehingga turnover dapat diperkecil.

  2. Anggota kelompok yang tinggi kohesivitas, cenderung meanmpakkan partisipasi dan loyalitas. Pada beberapa studi memperlihatkan bahwa jika kohesivitas meningkat, maka semakin banyak frekuensi komunikasi diantara anggota. Semakin tinggi derajat partisipasi dalam aktivitas kelompok dan semakinm berkurang (absenteeism). lebih dari itu, anggota kelompok yang kohesif cenderung untuk lebih koperatif dan mudah bergaul dan mudah bergaul secara umum berperilaku dalam mengembangkan hubngan antar anggotanya.

  3. Anggota kelompok yang tinggi kohesivitasnya secara umum akan menghasilkan level kepuasan kerja yang tinggi. Suatu karyawan yang kohesif dapat memiliki tingkat pelaksanaan kerja yang tinggi atau sebaliknya, tergantung pada apakah hubungan dengan organisasi induk merupakan hubungan kerjasama dan saling percaya, atau saling mencurigai. Absensi dan turnover biasanya rendah dalam kelompok yang kohesif, dan kekohesivitasan dapat mempermudah kerja. Tingkat kekohesivitasan dalam suatu kelompok tergantung pada keragaman kelompok dan karakteritik anggota.

Kohesivitas kelompok adalah kekuatan dalam ikatan yang menghubungkan anggota terhadap kelompok (Forsyth, 2010). Robbins dan Judge (2009) menyatakan kohesivitas kelompok sebagai tingkat dimana para anggotanya saling tertarik dan termotivasi untuk tinggal dalam kelompok tersebut. Walgito (2007) menyatakan bahwa kohesivitas kelompok adalah saling tertariknya atau saling senangnya anggota satu dengan yang lain dalam kelompok.

Diperkuat dengan pernyataan Taylor, Peplau dan Sears (2009), Kohesivitas kelompok adalah suatu daya, baik positif maupun negative yang menyebabkan anggotanya tetap bertahan dalam suatu kelompok. Sejalan dengan pengertian peneliti sebelumnya, Mudrack (Bachroni, 2011) menyatakan kohesivitas kelompok sebagai keinginan anggota kelompok sebagai satu kesatuan. Menurut Festinger dkk (Sarwono, 2005) menyatakan kohesivitas kelompok adalah ketertarikan terhadap kelompok dan anggota kelompok kemudian dilanjutkan dengan interaksi spesial dan tujuan-tujuan pribadi yang menuntut saling ketergantungan.

Kohesivitas kelompok adalah proses dinamis dimana kelompok cenderung tetap bersama-sama dan bersatu dalam mengejar tujuannya untuk kepuasan kebutuhan afektif dari anggota kelompok (Carron, 2002). Lebih lanjut dijelaskan oleh Faturochman (2006) bahwa kohesivitas kelompok adalah tingkat sejauh mana kelompok ingin tetap mempertahankan keanggotaannya atau merupakan ukuran seberapa menariknya kelompok ini bagi individu, juga dapat diartikan sebagai rasa tanggung jawab dan rasa senang pada kelompok. Kelompok yang memiliki kohesivitas yang tinggi maka para anggotanya memiliki tanggung jawab, memiliki ketertarikan yang kuat pada kelompok dan biasanya tampil sebagai kelompok yang kompak.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian kohesivitas kelompok adalah suatu ketertarikan anggota kelompok untuk tetap bersatu, tetap menjadi bagian dari kelompok dan bekerjasama mencapai tujuan kelompok.

Aspek dan Dimensi Kohesivitas

Kohesivitas kelompok memiliki dua aspek penting yaitu kohesivitas sosial dan kohesivitas tugas. Kohesivitas sosial merujuk pada kesukaan antar anggota tim dan kesenangan antara anggota tim dengan tim yang dimiliki atau dapat dikatakan dimensi ini lebih bersifat pada ketertarikan interpersonal. Sedangkan kohesivitas tugas mempresentasikan kerjasama anggota tim untuk melaksanakan suatu tugas tertentu dan spesifik. Dimensi ini lebih mengarah pada tujuan atau sasaran yang telah ditentukan.

Menurut Widmeyer, Brawley dan Carron kohesivitas merupakan konsep multidimensional yang memiliki dua teori utama yaitu pertama, keterpaduan tim (group integrations) yang mengacu pada persepsi anggota terhadap kelompok sebagai sebuah totalitas. Kedua, ketertarikan individu terhadap kelompok (individual attractions to the group) yang menunjukkan ketertarikan anggota secara personal pada kelompok (Carless & De Paola, 2000).

Kemudian dari kedua kategori tersebut dijabarkan kembali kedalam orientasi tugas dan orientasi sosial. Sehingga ada empat dimensi kohesivitas kelompok yang dikemukakan oleh Widmeyer, dkk, yaitu :

  • Integrasi kelompok tugas. Yaitu persepsi anggota kelompok dari masing- masing individu tentang kesamaan dan kedekatan dalam kelompok tentang mencapai tugas. Dimensi ini dapat dikaitkann dengan pengaplikasian dalam kehidupan pekerjaan sehari-hari yang dapat menggambarkan persepsi masing-masing anggota kelompok mengenai kedekatan dan kesamaan dalam mencapai tugas bersama.

  • Integrasi kelompok sosial. Yaitu persepsi yang dapat mencerminkan anggota kelompok mengenai adanya kedekatan dan ikatan yang dilakukan bersama dalam kegiatan sosial. Dimensi ini dapat dikaitkan dengan pengaplikasian dalam kehidupan pekerjaan sehari-hari yang dapat menggambarkan persepsi masing-masing individu mengenai kegiatan sosial yang dilakukan bersama anggota lain agar lebih dekat sehingga memiliki ikatan dalam kelompok.

  • Ketertarikan individu kepada kelompok tugas. Yaitu menggambarkan perasaan anggota kelompok tentang keterlibatan pribadi dalam tugas kelompok. Dimensi ini dapat dikaitkan dengan pengaplikasian dalam kehidupan pekerjaan sehari-hari yang dapat menggambarkan perasaan individu mengenai keterlibatannya dalam menyelesaikan tugas kelompok secara bersama-sama.

  • Keterlibatan individu kepada kelompok sosial. Yaitu menggambarkan perasaan kelompok tentang keterlibatan pribadi dalam interaksi sosial kelompok. Dimensi ini dapat dikaitkan dengan pengaplikasian dalam kehidupan pekerjaan sehari-hari yang dapat menggambarkan perasaan individu mengenai keterlibatannya dalam interaksi sosial kelompok secara bersama-sama.