Apa yang dimaksud dengan Koalisi dalam bidang politik?

Koalisi

Dalam Ilmu Politik dikenal istilah koalisi. Jelaskan pengertian dari koalisi, serta berikan penjelasan secara singkat keadaan dari koalisi partai politik di Indonesia!

Pengertian Koalisi

Teori koalisi partai telah lama berkembang di negara-negara Eropa, khususnya dan negara-negara dengan sistem parlementer pada umumnya. Dalam sistem pemerintahan presidensil yang multipartai, koalisi adalah suatu keniscayaan untuk membentuk pemerintahan yang kuat. Hakikat koalisi sendiri adalah untuk membentuk pemerintahan yang kuat (strong), mandiri (autonomuos), dan tahan lama (Cipto, 2002).

Hingga detik ini, koalisi antara partai politik tidak ada yang ideal. Tidak satu pun koalisi yang digalang para elit yang menghasilkan paduan yang kuat (strong), mandiri (autonomuos), dan tahan lama (durable). Namun seringkali koalisi yang dibangun membingungkan. Kompleksnya kekuatan politik, aktor dan ideologi menjadi faktor yang menyulitkan. Secara teoritis, koalisi partai hanya akan berjalan bila dibangun diatas landasan pemikiran yang realistis dan layak (Ibid, hal. 22).

Di dalam masyarakat kerap terdapat berbagai kerjasama dalam suatu pengelompokan yang tepat (proper subset) dari aktor-aktor—baik berupa kelompok-kelompok sosial (melalui organisasi) atau individu-individu—untuk bertarung menghadapi aktor-aktor lainnya jika terdapat tiga aktor atau lebih. Pengelompokan aktor-aktor itu bisa disebut sebagai koalisi. Melihat dari hasil penelitian Huang Wang, besar kemungkinan rencana munculnya wacana koalisi antar organisasi dimulai dari ide-ide dari individu yang ada(elit-elit kedua organisasi yang ada).

Varian koalisi di Indonesia memang tidak terbangun berdasarkan landasan yang kuat. Dalam teori, koalisi partai hanya akan berjalan jika dibangun dengan pemikiran yang realistis dan rasional yang dapat dilakukan kedua pihak. Koalisi tidak sekadar dimaknai sebagai pertemanan akan tetapi harus dibangun dengan sasaran yang jelas. Teori koalisi tidak terlepas dari adanya kepentingan elit dibelakangnya. Kepentingan elit yang bermain dalam menentukan arah koalisi ini menyebabkan terkadang tidak dapat dijabarkan di tingkatan bawah (konstituen). Jadi suatu koalisi harus menyusun strategi yang sesuai dengan aktivitas para aktor dan partner koalisi. Di sini suatu platform bersama menjadi pijakan suatu koalisi dalam menghadapi aktor-aktor yang menjadi lawan mereka. Jadi koalisi memerlukan adanya rekan (partner), lawan (adversaries) dan strategi.

Koalisi politik tidak didasarkan pada tujuan-tujuan yang bersifat material, melainkan tujuan-tujuan yang bersifat politis. tokoh politik pada membicarakan koalisi pada umumnya adalah dalam rangka merebut kekuasaan, baik pada tingkatan legislatif maupun eksekutif. Pembentukan koalisi politik akan lebih banyak memberikan manfaat bagi perkembangan demokrasi dan terhadap efektivitas kebijakan. Substansi politik adalah sarana bagi pencapaian tujuan bersama, yang berarti semakin kita dapat mengagregasikan dukungan, antara lain dalam bentuk koalisi ‘permanen’ yang tidak oportunistis akan semakin besar kemungkinan untuk mencapai tujuan bersama itu, khususnya dalam memajukan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Keadaan Koalisi di Indonesia

Koalisi yang banyak terbangun di Indonesia merupakan koalisi yang cair dan rapuh. Koalisi yang seharusnya terbangun adalah koalisi yang permanen, dimana koalisi permanen yaitu koalisi yang terbentuk dari adanya nilai-nilai bersama, tujuan politik yang sama dengan adanya konsensus dan kontrak politik untuk mepertahankan koalisi. Bukanlah koalisi pragmatis yang hanya berdasarkan kepentingan sesaat untuk merebut kekuasaan.

Ringkasan

Cipto, Bambang. (2002). Partai, Kekuasaan dan Militerisme. Yogyakarta: Pustaka Pelajar


Koalisi adalah persekutuan, gabungan atau aliansi beberapa unsur, di mana dalam
kerjasamanya, masing-masing memiliki kepentingan sendiri-sendiri. Aliansi seperti ini mungkin bersifat sementara atau berasas manfaat. Dalam pemerintahan dengan sistem parlementer, sebuah pemerintahan koalisi adalah sebuah pemerintahan yang tersusun dari koalisi beberapa partai.

Hakikat koalisi sendiri adalah untuk membentuk pemerintahan yang kuat, mandiri, dan tahan lama. Hingga detik ini, koalisi antara partai politik tidak ada yang ideal. Tidak satu pun koalisi yang digalang para elit yang menghasilkan paduan yang kuat, mandiri, dan tahan lama. Namun seringkali koalisi yang dibangun membingungkan. Kompleksnya kekuatan politik, aktor dan ideologi menjadi faktor yang menyulitkan. Secara teoritis, koalisi partai hanya akan berjalan bila dibangun diatas landasan
pemikiran yang realistis dan layak.

Menurut studi Huan Wang peneliti dari New York University, di dalam masyarakat kerap terdapat berbagai kerjasama dalam suatu pengelompokan yang tepat dari aktor-aktor baik berupa kelompok-kelompok sosial (melalui organisasi) atau individu individu untuk bertarung menghadapi aktor-aktor lainnya jika terdapat tiga aktor atau lebih. Pengelompokan aktor-aktor itu bisa disebut sebagai koalisi. Melihat dari hasil penelitian Huang Wang, besar kemungkinan rencana munculnya wacana koalisi antar organisasi dimulai dari ide-ide dari individu yang ada (elit-elit kedua organisasi yang ada). Varian koalisi di Indonesia memang tidak terbangun berdasarkan landasan yang kuat. Dalam teori, koalisi partai hanya akan berjalan jika dibangun dengan pemikiran yang realistis dan rasional yang dapat dilakukan kedua pihak. Koalisi tidak sekadar dimaknai sebagai pertemanan akan tetapi harus dibangun dengan sasaran yang jelas. Teori koalisi tidak terlepas dari adanya kepentingan elit dibelakangnya.

Kepentingan elit yang bermain dalam menentukan arah koalisi ini menyebabkan terkadang tidak dapat dijabarkan di tingkatan bawah (konstituen). Jadi suatu koalisi harus menyusun strategi yang sesuai dengan aktivitas para aktor dan partner koalisi. Di sini suatu platform bersama menjadi pijakan suatu koalisi dalam menghadapi aktor-aktor yang menjadi lawan mereka. Jadi koalisi memerlukan adanya rekan, lawan dan strategi. Koalisi politik tidak didasarkan pada tujuan-tujuan yang bersifat material melainkan tujuan- tujuan yang bersifat politis. Pembentukan koalisi politik akan lebih banyak memberikan manfaat bagi perkembangan demokrasi dan terhadap efektivitas kebijakan. Substansi politik adalah sarana bagi pencapaian tujuan bersama, yang berarti semakin kita dapat mengagregasikan dukungan, antara lain dalam bentuk koalisi ”permanen” yang tidak oportunistis akan semakin besar kemungkinan untuk mencapai tujuan bersama itu, khususnya dalam memajukan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Dalam sistem politik yang bersifat multi partai koalisi adalah sebuah keniscayaan. Dalam perspektif teori pilihan-rasional ada dua pendekatan umum yang menjelaskan mengapa partai-partai politik melakukan koalisi, yaitu office-seeking dan policy-seeking (Laver, 1998). Strom (1990) menambahkan satu perspektif lagi yaitu vote-seeking. Riker (1962) berasumsi bahwa koalisi partai politik didorong oleh hasrat untuk mendapat kekuasaan baik di ranah eksekutif maupun legislatif (office seeking). Partaipartai politik kemudian merumuskan strategi pencapaian kekuasaan tersebut melalui formulasi minimalis yang biasa disebut sebagai Minimal Winning Coalition (WMC). Untuk mencapai posisi mayoritas cukup menguasai 50%+1 kursi di parlemen.

Dengan demikian target utamanya adalah koalisi dengan partai-partai yang memiliki kursi besar, dan tidak merasa perlu untuk melibatkan partai-partai kecil. Katz dan Mair (2009) lebih lanjut mengemukakan bahwa tujuan utama partai-partai adalah menjaga kepentingan mereka dan untuk itu partai-partai politik besar dengan tanpa mengindahkan kesamaan ideologis dan platform politik dapat berkoalisi guna melanggengkan kepentingan mereka bersama untuk tetap berkuasa, yang kemudian dikenal sebagai cartelparty. Axelroad (1970) kemudian memodifikasi asumsi Riker (1962) ini, partai politik memang memiliki tujuan untuk memperoleh kekuasaan akan tetapi dalam derajat tertentu juga harus mempertimbangkan tercapainya tujuan yang lebih esensial yaitu tercapainya cita-cita yang lebih ideal dalam bentuk kebijakan (policy), sehingga kemudian pendekatan Axelroad ini dikenal sebagai policy seeking.

Secara harfiah pengertian koalisi adalah penggabungan. Koalisi merupakan kelompok individu yang berintegrasi yang sengaja dibentuk secara independen dari struktur organisasi formal, terdiri dari keanggotaan yang dipersepsikan saling menguntungkan, berorientasi masalah atau isu, memfokuskan pada tujuan (pengaruh pada pihak-pihak) di luar koalisi, serta memerlukan aksi bersama para anggota.

Secara garis besar, berdasarkan jenisnya, koalisi dapat dikelompokkan menjadi tiga macam, yaitu :

  1. Koalisi potensial, yaitu suatu keadaan di mana terdapat kepentingan yang muncul, bisa menjadi koalisi jika tindakan kolektif diambil. Koalisi ini dibagi lagi menjadi dua, yaitu Latent (belum terbentuk menjadi koalisi aktif) dan Dormant (terbentuk sebelumnya, tapi sudah tak aktif).

  2. Koalisi aktif ( operating ), yaitu koalisi yang sedang berjalan. Koalisi ini dibagi menjadi dua, yaitu koalisi mapan ( established ), merupakan koalisi yang aktif, relatif stabil, dan berlangsung dalam rentang waktu terbatas, dan koalisi temporer ( temporary ) adalah koalisi yang dibentuk untuk jangka pendek, fokus pada isu tunggal.

  3. Koalisi berulang ( recurring ), yaitu koalisi temporer yang berlanjut karena isu belum terpecahkan. Suatu koalisi dapat terbentuk melalui berbagai cara, yaitu:

    • Bermula dengan satu pendiri ( founder ).

    • Dengan menambahkan satu anggota sekali waktu.

    • Mencapai massa kritis ( critical mass ).

    • Mengajak yang paling lemah untuk mendukung ( weak ties can be strong ).

    • Membentuk diam-diam dan membubarkan secepatnya.