Apa yang dimaksud dengan Kinerja Lingkungan?

Kinerja Lingkungan

Purwanto (2000) menjelaskan bahwa kinerja lingkungan adalah hasil yang dapat diukur dari sistem manajemen lingkungan, yang terkait dengan kontrol aspek-aspek lingkungannya.

Apa yang dimaksud dengan Kinerja Lingkungan?

Menurut Lanskoski (2000) dalam Setyowati (2009), konsep kinerja lingkungan merujuk pada tingkat kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan. Tingkat kerusakan lingkungan yang lebih rendah menunjukkan kinerja lingkungan perusahaan yang lebih baik. Begitu pula sebaliknya, semakin tinggi tingkat kerusakan lingkungannya, maka semakin buruk kinerja lingkungan perusahaan tersebut.

Sedangkan Purwanto (2000) menjelaskan bahwa kinerja lingkungan adalah hasil yang dapat diukur dari sistem manajemen lingkungan, yang terkait dengan kontrol aspek-aspek lingkungannya. Sistem manajemen lingkungan adalah suatu bagian dari keseluruhan sistem manajemen yang memiliki standar untuk membuat kebijakan dan tujuan serta objektif sesuai dengan persyaratan hukum dan dampak lingkungan yang signifikan, serta mengidentifikasikan, memahami dan mengendalikan dampak negative perusahaan terhadap lingkungan.

Berdasarkan kerangka kerja Total Environmental Quality Model (TEQM), Hansen & Mowen (2002) menklasifikasikan biaya lingkungan menjadi 4 macam, yaitu biaya pencegahan lingkungan ( environmental prevention cost ), biaya deteksi lingkungan ( environmental detection cost ), biaya kegagalan internal lingkungan ( environmental internal failure cost ), dan biaya kegagalan eksternal lingkungan ( environmental external failure cost ).

Biaya pencegahan lingkungan ( environmental prevention costs ) adalah biaya-biaya untuk aktifitas yang dilakukan untuk mencegah diproduksinya limbah dan/ atau sampah yang dapat menyebabkan kerusakan lingkungan. Contohnya biaya investasi alat untuk mengontrol polusi dan mengeliminasi pencemaran, investasi teknologi yang memungkinkan dilakukannya recycle product.

Biaya deteksi lingkungan ( environmental detection cost ) adalah biayabiaya untuk aktivitas yang dilakukan untuk menentukan apakah produk, proses, dan aktivitas lainnya di perusahaan telah memenuhi standar lingkungan yang berlaku atau tidak. Standar lingkungan atau prosedur yang diikuti oleh perusahaan didefinisikan dalam tiga cara :

  • Peraturan pemerintah,
  • Standar sukarela (iso14001) yang dikembangkan oleh intenasional standars organization , dan
  • Kebijakan linkungan yang dikembangkanoleh manajemen.

Biaya Kegagalan Internal Lingkungan ( environmental internal failure cost ) adalah biaya-biaya untuk aktivitas yang dilakukan karena diproduksinya limbah dan sampah, tetapi tidak dibuang ke lingkungan luar. Jadi, biaya kegagalan internal terjadi untuk menghilangkan dan mengolah limbah dan sampah ketika diproduksi. Aktivitas kegagalan internal memiliki salah satu dari dua tujuan berikut :

  • Untuk memastikan bahwa limbah dan sampah yang diproduksi tidak dibuang ke lingkungan luar, atau
  • Untuk mengurangi tingkat limbah yang dibuang sehingga jumlahnya tidak melewati standar lingkungan.

Biaya Kegagalan Eksternal lingkungan ( environmental external failure cost ) adalah biaya-biaya untuk aktivitas yang dilakukan setelah melepas limbah atau sampah ke dalam lingkungan. Biaya kegagalan eksternal yang direalisasi ( realized external failure cost ) adalah biaya yang dialami dan dibayar oleh perusahaan.

Biaya kegagalan eksternal yang tidak direalisasikan ( unrealized external failure cost ) atau biaya sosial ( societal cost ), disebabkan oleh perusahaan tetapi dialami dan dibayar oleh pihak-pihak diluar perusahaan. Biaya sosial lebih lanjut dapat diklasifikasikan sebagai :

  • Biaya yang berasal dari degradasi lingkungan dan
  • Biaya yang berhubungan dengan dampak buruk terhadap properti atau kesejahteraan masyarakat.

Berdasarkan kerangka kerja Total Environmental Quality Model (TEQM), sumber-sumber biaya yang menyebabkan pemborosan dapat terdeteksi dan dapat ditekan sehingga pemberdayaaan sumberdaya yang ada menjadi lebih efisien. Hansen & Mowen (2002) menjelaskan bahwa dengan menginvestasikan biaya pencegahan dan deteksi lebih banyak akan mengurangi terjadinya biaya kegagalan lingkungan.

Di beberapa Negara maju, pengelolaan biaya lingkungan menjadi hal yang sangat diprioritaskan karena mengingat bahwa yang pertama, peraturan pemerintah mengenai lingkungan semakin ketat dan mengancam denda yang cukup besar sehingga menjadikan intensif untuk semakin ditaati. Kedua, keberhasilan dalam menyelesaikan masalah-masalah lingkungan menjadi sebuah isu yang kompetitif bagi perusahaan. Kedua motivasi tersebut menyebabkan tranformasi fungsi biaya lingkungan sebagai sebuah investasi dan bukan merupakan beban.

Kinerja lingkungan adalah hasil yang dapat diukur dari sistem manajemen lingkungan, yang terkait dengan kontrol aspek-aspek lingkungannya, serta pengkajian kinerja lingkungan yang didasarkan pada kebijakan lingkungan, sasaran lingkungan dan target lingkungan (ISO 14004, dari ISO 14001).

Menurut Ikhsan (2008), kinerja lingkungan adalah aktivitas-aktivitas yang dilakukan perusahaan yang terkait langsung dengan lingkungan alam sekitarnya. Sedangkan menurut Suratno, dkk. (2006), kinerja lingkungan perusahaan ( environmental performance ) adalah kinerja perusahaan dalam menciptakan lingkungan yang baik ( green ).

Menurut Ari Retno (2010) kinerja lingkungan ( environmental performance ) adalah bagaimana kinerja perusahaan untuk ikut andil dalam melestarikan lingkungan. Kinerja lingkungan (e nvironmental performance ) dibuat dalam bentuk peringkat oleh suatu lembaga yang berkaitan dengan lingkungan hidup.

Menurut Bawley dan Li (2000) di dalam Clarkson, Peter M., Yue Li, Gordon D. Richardson, Florin P. (2006) kinerja lingkungan adalah: proxied by their industry membership and by whether they report to the Ministry of Environment under the National Pollution Release Inventory program”.

Kinerja lingkungan adalah kinerja yang dapat ditunjukkan oleh para anggota industri dengan melaporkan kinerjanya kepada Kementerian Lingkungan Hidup untuk program yang terkait. Jadi dengan demikan kinerja lingkungan ( environmental performance ) ialah seluruh kegiatan dan aktivitas perusahaan yang memperlihatkan kinerja perusahaan dalam menjaga lingkungan sekitarnya serta melaporkannya kepada pihak yang berkepentingan.

Pengukuran Kinerja Lingkungan


Menurut Andie (2000), kinerja lingkungan dapat diukur dengan dua cara, yaitu:

  1. Kinerja lingkungan kualitatif.
  2. Kinerja lingkungan kuantitatif.

Kinerja lingkungan kualitatif adalah hasil dapat diukur dari hal-hal yang terkait dengan ukuran aset non fisik, seperti prosedur, proses inovasi, motivasi, dan semangat kerja yang dialami manusia pelaku kegiatan, dalam mewujudkan kebijakan lingkungan organisasi, sasaran dan targetnya. Kinerja lingkungan kuantitatif adalah hasil dapat yang diukur dari sistem manajemen lingkungan yang terkait kontrol aspek lingkungan fisiknya (Andie, 2000).

Menurut Eiffeliena (2010) kinerja lingkungan kualitatif adalah: “ukuran yang didasarkan pada penilaian semantik, pandangan, persepsi seseorang berdasarkan pengamatan dan penilaiannya terhadap sesuatu. Keuntungan dari metrik ini adalah pengumpulan datanya relatif mudah dilakukan dan mudah diimplementasikan. Kerugiannya adalah metrik ini secara implisit melibatkan subyektifitas dan karenanya sulit divalidasi”.

Sedangkan kinerja lingkungan kuantitatif dalam Eiffeliena (2010) adalah: “ukuran yang didasarkan pada data empiris dan hasil numerik yang mengkarakteristikkan kinerja dalam bentuk fisik, keuangan, atau bentuk lain. Contohnya adalah batas baku mutu limbah. Keuntungan dari metrik ini adalah objektif, sangat berarti, dan dapat diverifikasi. Kerugiannya adalah data yang diperlukan mungkin sulit diperoleh”.

Lindrianasari (2007) mengungkapkan bahwa tolak ukur kinerja yang dipakai di dalam penelitian dapat saja beragam, tergantung dari indikator yang dipakai, saat ini ada empat indikator kinerja lingkungan yang dapat dipakai yaitu AMDAL (uji BOD dan COD air limbah), PROPER, ISO (yakni ISO 14001 untuk sistem manajemen lingkungan dan ISO 17025 untuk sertifikasi uji lingkungan dari lembaga independen dan GRI ( Global reporting intiative ).

Suratno, dkk (2006) menyatakan bahwa environmental performance perusahaan diukur dari prestasi perusahaan mengikuti program PROPER yang merupakan salah satu upaya yang dilakukan oleh Kementrian Lingkungan Hidup (KLH) untuk mendorong penataan perusahaan dalam pengelolaan lingkungan hidup melalui instrument informasi.

Sistem peringkat kinerja PROPER mencakup pemeringkatan perusahaan dalam lima (5) warna yang akan diberi skore secara berturut-turut dengan nilai tertinggi 5 untuk warna emas dan terendah 1 untuk warna hitam.

Kinerja lingkungan merupakan bagian penting dari sistem manajemen lingkungan. Berry dan Rondinelly (1998) mensinyalir ada beberapa kekuatan yang mendorong perusahaan untuk melakukan tindakan manajemen lingkungan. Faktor-faktor tersebut adalah:

  1. Regulatory demand , tanggung jawab perusahaan terhadap lingkungan muncul setelah masyarakat meningkatkan tekanannya kepada pemerintah untuk menetapkan peraturan pemerintah sebagai dampak meluasnya polusi. Sistem pengawasan manajemen lingkungan menjadi dasar untuk skor lingkungan, seperti program-program kesehatan dan keamanan lingkungan.

  2. Cost factors , adanya komplain terhadap produk-produk perusahaan, akan membawa konsekuensi munculnya biaya pengawasan kualitas yang tinggi, karena semua aktivitas yang terlibat dalam proses produksi perlu dipersiapkan dengan baik. Konseksensi perusahaan untuk mengurangi polusi juga berdampak pada munculnya berbagai biaya, seperti penyediaan pengolahan limbah, penggunaan mesin yang clean technology, dan biaya pencegahan kebersihan.

  3. Stakeholder forces . Strategi pendekatan proaktif terhadap manajemen lingkungan dibangun berdasarkan prinsip-prinsip manajemen, yakni mengurangi waste dan mengurangi biaya produksi, demikian juga respond terhadap permintaan konsumen dan stakeholder.

  4. Competitive requirements , semakin berkembangnya pasar global dan munculnya berbagai kesepakatan perdagangan sangat berpengaruh pada munculnya gerakan standarisasi manajemen kualitas lingkungan. Persaingan nasional maupun internasional telah menuntut perusahaan untuk dapat mendapatkan jaminan dibidang kualitas, antara lain seri ISO 9000.

    Sedangkan untuk seri ISO 14000 dominan untuk standar internasional dalam sistem manajemen lingkungan. Untuk mencapai keunggulan dalam persaingan, dapat dilakukan dengan menerapkan green alliances.

Purwanto (2000) mengungkapkan terdapat dua indikator kinerja lingkungan yaitu :

  1. Indikator lagging yaitu ukuran kinerja end-process, mengukur output hasil proses seperti jumlah polutan dikeluarkan
  2. Indikator leading yaitu ukuran kinerja in- proses.

Kinerja lingkungan perusahaan adalah kinerja perusahaan dalam menciptakan lingkungan yang baik (Suratno et al, 2006). Kinerja lingkungan ini dipandang sebagai wujud tanggung jawab sosial perusahaan. Terlebih tanggung jawab sosial juga ini terkait dengan stakeholder.

Kinerja lingkungan akan menggambarkan bagaimana kepedulian perusahaan terhadap lingkungan sekitarnya. Jika lingkungan dan sumber daya disekitar perusahaan sudah terjaga dengan baik, maka bisa dipastikan bahwa kinerja lingkungan perusahaan akan baik pula.

Faktor Mempengaruhi Kinerja Lingkungan

Berikut ini merupakan beberapa alasan yang melatarbelakangi adanya kinerja lingkungan (Hansen & Mowen, 2009):

  1. Pelanggan menginginkan produk yang lebih bersih tanpa merusak lingkungan serta penggunaan dan pembuangan yang ramah lingkungan.

  2. Karyawan lebih suka bekerja di perusahaan yang bertanggung jawab terhadap lingkungan, sehingga menghasilkan produktivitas yang lebih besar.

  3. Perusahaan yang bertanggung jawab pada lingkungan dan memiliki kinerja lingkungan yang baik cenderung memperoleh keuntungan eksternal serta dapat menghasilkan keuntungan sosial yang signifikan.

  4. Perbaikan kinerja lingkungan dapat meningkatkan keinginan manajer untuk melakukan inovasi dan mencari peluang baru.

PROPER sebagai Penilaian Kinerja Lingkungan

Dalam menilai kinerja lingkungan dari perusahaan, melalui Kementrian Lingkungan Hidup terdapat sistem Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup (PROPER). PROPER merupakan program pengawasan terhadap industri yang bertujuan mendorong ketaatan industri terhadap peraturan lingkungan hidup. PROPER ini dibentuk untuk memberikan peringkat pada perusahaan dengan indikator ketaatan dalam pengelolaan lingkungan hidup.

Sistem PROPER yang sudah dilaksanakan sejak 2002 ini merupakan perwujudan agar adanya transparansi oleh perusahaan dalam pengelolaan lingkungan akibat dari aktifitas perusahaannya. Sehingga dengan adanya PROPER diharapkan perusahaan akan peduli dan melaksanakan dalam pengelolaan lingkungan. Mengingat hasil dari penilain PROPER ini dapat diketahui publik maupun stakeholder. Hasil penilaian PROPER ini didasarkan dengan memberikan peringkat kepada perusahaan. Peringkat ini dikategorikan dengan warna, dimana masing-masing peringkat warna mencerminkan kinerja perusahaan dalam pengelolaan lingkungan. Peringkat PROPER ini dikelompokkan dalam 5 (lima) peringkat warna yaitu emas, hijau, biru, merah, dan hitam.

Indikator Penilaian Kinerja Lingkungan

Untuk menilai kinerja lingkungan ini menggunakan laporan PROPER yang secara resmi diterbitkan oleh Kementrian Lingkungan Hidup sejatak tahun 2002. Penilaian kinerja lingkungan melalui PROPER ini dengan memberikan skor dari peringkat yang diproksikan dengan angka 5-l. Peringkat PROPER ini dikelompokkan dalam 5 (lima) peringkat warna yaitu emas, hijau, biru, merah, dan hitam.

Emas = 5 poin

Hijau = 4 poin

Biru = 3 poin

Merah = 2 poin

Hitam = 1 poin