Apa yang dimaksud dengan ketombe?

Ketombe (juga disebut sindap dan kelemumur; dengan nama ilmiah Pityriasis capitis) adalah pengelupasan kulit mati berlebihan di kulit kepala. Sel-sel kulit yang mati dan terkelupas merupakan kejadian alami yang normal bila pengelupasan itu jumlahnya sedikit. Namun, ada orang yang mengalami secara terus menerus (kronis ataupun sekali-sekali, pengelupasan dalam jumlah yang besar yang diikuti dengan pemerahan dan iritasi. Kebanyakan kasus ketombe dapat disembuhkan dengan sampo khusus atau pengobatan bebas.

Ketombe dapat juga merupakan gejala seborrhoeic dermatitis, psoriasis, infeksi jamur atau kutu rambut. Bila mengalami ketombe, menggaruk kepala secara berlebihan harus dihindari. Menggaruk bagian tersebut dapat menyebabkan kerusakan kulit, yang selanjutnya dapat meningkatkan risiko infeksi, terutama sekali dari bakteri staphylococcus aureus dan streptococcus.

Apa yang dimaksud dengan ketombe ?

KETOMBE

Ketombe adalah kelainan kulit kepala yang ditandai dengan serpihan kulit rambut berwarna putih abu-abu berjumlah banyak, kadang disertai rasa gatal, walaupun tidak ada atau hanya sedikit disertai tanda radang (Bramono, 2002).

Secara periodik kulit kepala yang mati akan dikeluarkan ke permukaan kulit. Sel kepala yang mati selanjutnya akan lepas dengan sendirinya, namun karena kondisi tertentu pelepasan ini tidak terjadi sehinggga selโ€“sel mati menumpuk di permukaan kulit kepala, inilah yang disebut sebagai ketombe (Naturakos-BPOM RI, 2009).

Umumnya ketombe dianggap sebagai bentuk paling ringan dari dermatits seboroik yang ditandai dengan skuama halus sampai kasar yang berwarna putih kekuningan berjumlah banyak (Djuanda , 2007).

Epidemiologi


Tidak ada penduduk di setiap wilayah geografis yang bebas tanpa dipengaruhi oleh ketombe dalam kehidupan mereka (Ranganathan dkk, 2010).

Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Procter dan Gamble Beauty (P&G Beauty) ditemukan bahwa ketombe banyak ditemukan pada lebih dari 50% orang Kaukasia dan 80% orang Afrika. Wanita Afrika lebih berpotensi terkena ketombe sedangkan wanita China beresiko paling kecil mengalami ketombe (Kit, 2004).

Di daerah tropis dan bertemperatur tinggi dan udara lembab seperti Indonesia juga banyak menderita ketombe namun angka insidensinya belum diketahui secara pasti (Wolff, Klaus dkk. 2005). Ketombe sering dikeluhkan pada masa remaja dan dewasa serta relatif jarang dan ringan pada anak โ€“ anak. Insiden dan tingkat keparahan mencapai puncak pada usia 20 tahun dan mulai menurun setelah usia 50 tahun (Wolff, Klaus dkk. 2008).

Etiopatogenesis


Sampai saat ini masih belum ada kesepakatan mengenai teori yang pasti tentang etiopatogenesis dari ketombe. Menurut hasil penelitian yang dilakukan Ro dan Dawson (2005) ada tiga faktor utama penyebab ketombe yaitu : aktivitas kelenjar sebasea, peranan jamur Malessezia, dan daya tahan tubuh seseorang.

Produksi sebum oleh kelenjar sebasea merupakan faktor penting bagi pertumbuhan P. ovale yang besifat lipofilik atau lipid-dependent. Menurut penelitian ulang yang dihasilkan oleh Dawson (2007), sekresi sebum mulai meningkat dari usia remaja sampai dewasa. Pada laki โ€“ laki sekresi ini akan menurun perlahan sesuai dengan bertambahnya usia, sedangkan pada perempuan sangat menurun setelah usia 50 tahun.

Hal ini disebabkan karena kelenjar sebasea dirangsang oleh androgen yang berasal dari testis, ovarium dan kelenjar adrenal. Pada keadaan normal, sebum yang dihasilkan berfungsi sebagai perlindungan kulit epidermis dari sinar UV, transportasi antioksidan pada kulit dan beberapa fungsi lain. Namun apabila jumlah sebum berlebihan maka akan terjadi penumpukan lemak dan beresiko untuk terjadinya ketombe.

Malassezia furfur merupakan jamur lipofilik, dimorfik yang terdapat pada kulit manusia sebagai patogen oportunistik, menyebabkan penyakit seperti ketombe, panu (Pityriasis versicolar), dermatitis seboroik, dll. Organisme ini mengkonsumsi sebum yang nantinya akan menghasilkan lipase yang memungkinkan untuk mengurangi sebum trigliserida yang berfungsi untuk membebaskan asam lemak, asam lemak yang jenuh hasil hidrolisis akan digunakan oleh Malassezia untuk berkembang biak sehingga nantinya terjadi peradangan atau iritasi kulit yang pada gilirannya menyebabkan sel kulit cepat mati dan terjadilah pengelupasan lapisan kulit (Ketombe).

Kekebalan sangat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan jamur Malassezia di kulit kepala. Semakin rentan atau buruknya kekebalan tubuh manusia, maka akan semakin mudah terinfeksi jamur Malassezia.

Faktor resiko


Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya ketombe (Naturakos- BPOM RI, 2009) adalah sebagai berikut :

  1. Iklim dan cuaca yang merangsang kegiatan kelenjar kulit.
    Untuk masyarakat Indonesia yang tinggal di daerah tropis dengan kelembaban tinggi, kulit kepala akan selalu berkeringat dan berminyak, sehingga memicu tumbuhnya mikroorganisme di rambut secara berlebihan dan mengakibatkan iritasi di kulit kepala. Serta peningkatan pengelupasan sel kulit yang akan menyebabkan rasa gatal pada kulit kepala. Akibat garukan yang dilakukan pada kulit kepala, terjadilah pelepasan keratin epidermal yang kemudian akan menempel pada batang rambut dan jatuh ke baju. Seringkali juga timbul luka di kulit kepala yang akan menyebabkan infeksi sekunder akibat adanya mikroba lain.

    Selain itu, garukan akibat rasa gatal ini juga bisa menyebabkan kerontokan rambut. Suhu dan kelembaban sangat berperan penting dalam terjadinya ketombe. Salah satunya dengan penggunaan jilbab yang dapat mempengaruhi kelembaban kulit kepala. Suhu dan kelembaban yang rendah akan memperburuk ketombe, tetapi peningkatan suhu dan kelembaban pun meningkatkan risiko terjadinya ketombe (Juliansyah , 2013).

  2. Makanan yang berkadar lemak tinggi.
    Lemak memang diperlukan oleh tubuh, tetapi bila dikonsumsi secara berlebihan, lemak tersebut dapat mencapai kelenjar sebasea dan akhirnya menjadi bahan pembentuk sebum yang akan membuat kulit kepala berminyak.

  3. Stress yang menyebabkan meningkatnya aktifitas kelenjar palit.
    Stress emosional dapat meningkatkan kadar asam lemak bebas yang merupakan salah satu dari senyawa yang akan membentuk sebum.

  4. Genetik atau keturunan tertentu yang mempunyai lemak kulit berlebihan.
    Dikatakan bahwa faktor genetik memiliki peran penting dalam patogenesis ketombe, karena bila P. ovale terdapat sendirian tanpa faktor predisposisi genetik tidak mungkin menginduksi ketombe.

  5. Obat โ€“ obatan yang menstimulasi kelenjar minyak.

  6. Higien kulit yang buruk sehingga menyebabkan peningkatan jumlah flora kulit.

  7. Usia tertentu, seperti usia remaja, di mana terjadi perubahan hormon yang akan menstimulasi kelenjar sebasea untuk menghasilkan sebum.

  8. Obat-obatan yang dapat menurunkan daya tahan tubuh.

Gambaran klinis


Gambaran klinis ketombe berupa sisik โ€“ sisik halus atau serbuk kering yang berwarna putih abu โ€“ abu dan mengumpul pada beberapa lokasi permukaan kulit kepala atau menyeluruh. Penderita biasanya mengeluh rasa gatal pada kulit kepala terutama bila udara panas dan berkeringat dan disertai kerontokan rambut. Apabila skuama yang terlepas dari kulit kepala jatuh ke pakaian atau bahu penderita maka akan menimbulkan gangguan estetika yang tidak menyenangkan. Jika keadaan terus berlanjut dapat timbul kebotakan setempat atau merata (Djuanda, 2007).

Penegakkan diagnosis


Diagnosis ketombe umumnya dapat dengan mudah untuk ditegakkan berdasarkan (Djuanda, 2007) :

  • Gambaran atau gejala klinis yang khas

  • Pemeriksaan laboratorium semikuantitatif, yaitu dengan cara pewarnaan KOH 10-20% + tinta parker blue black pada spesimen dari hasil kerokan kulit kepala berambut atau dengan menempelkan selotip pada daerah kulit kepala yang berketombe dan segera diamati di mikroskop cahaya pembesaran 1000x. Hasil positif bila di dapatkan jumlah rerata jamur Mallasezia spp lebih dari atau sama dengan 10 spora per lapangan pandang besar. Negatif bila tidak ditemukannya hifa atau blastokonidia.

  • Pemeriksaan lampu Wood : Fluoresen negatif.

Kosmetik anti ketombe


Prinsip kosmetik anti ketombe adalah untuk menurunkan kadar minyak permukaan kulit kepala atau untuk menurunkan jumlah sekresi sebum, membunuh mikroba penyebab ketombe serta mengurangi gejala gatal dan rambut rontok. Sediaan anti ketombe dalam kosmetik biasanya disajikan dalam bentuk sediaan: sampo, hair cream bath atau dapat juga dalam bentuk tonik (Naturakos-BPOM RI,2009).

Beberapa zat umum yang digunakan untuk anti ketombe adalah :

  • Sulfur
    Sulfur memiliki efek anti ketombe karena kemampuannya sebagai keratolitik. Sulfur dapat digunakan sebagai anti ketombe sampai dengan kadar 10% dan dapat dikombinasi dengan asam salisilat untuk meningkatkan efek anti ketombenya.

  • Asam salisilat
    Asam salisilat memiliki efek pada kulit sebagai keratolitik, dijadikan dasar penambahan asam salisilat pada produk sampo perawatan ketombe. Pada kulit dapat mempercepat regenerasi sel. Dalam peraturan Ka Badan POM No. HK.00.05.42.1018 kadar asam salisilat dibatasi 3% untuk produk bilas dan 2% untuk produk lainnya.

  • Selenium Sulfida
    Selenium sulfida dengan kadar 1% dan 2,5% digunakan pada kulit kepala untuk mengontrol gejala ketombe dan seborrheic dermatitis. Mekanisme kerjanya sebagai anti ketombe dengan menghambat pertumbuhan sel baik yang hiperproliferatif atau normal. Efek samping dari penggunaan selenium sulfida adalah iritasi kulit, rambut kering atau berminyak, rambut rontok.

  • Seng Pirition
    Bekerja sebagai anti mitosis, bakteriostatik dan fungistatik (drugs). Seng pirition merupakan anti ketombe yang efektif dan bersifat anti fungi. Dalam peraturan Ka Badan POM No. HK.00.05.42.1018, kadar Seng pirition sebagai anti ketombe dibatasi 2% untuk produk dibilas dan 0,1% produk non bilas.

  • Pirokton olamine
    Pirokton olamin atau Octopirox adalah suatu senyawa digunakan sebagai terapi infeksi jamur. Seringkali digunakan sebagai salah satu komponen sampo anti ketombe sebagai pengganti seng pirition.

Dalam penggunaan kosmetik anti ketombe ada beberapa efek samping yang dapat ditimbulkan apabila pemakaiannya berlangsung lama dan terus-menerus. Beberapa efek samping yang mungkin ditimbulkan adalah (Naturakos-BPOM RI , 2009) :

  • Dermatitis yang terjadi pada kulit kepala.
  • Kerusakan rambut seperti kerontokan rambut, berubah warna dan rambut rentan patah.
  • Efek samping sistemik, walaupun kasusnya jarang.

Ketombe


Ketombe (juga disebut sindap dan kelemumur, dengan nama ilmiah (Pityriasis capitis) adalah pengelupasan kulit mati berlebihan di kulit kepala. Sel-sel kulit yang mati dan terkelupas merupakan kejadian alami yang normal bila pengelupasan itu jumlahnya sedikit. Namun, ada orang yang mengalami secara terus menerus (kronis ataupun sekali-sekali, pengelupasan dalam jumlah yang besar yang diikuti dengan pemerahan dan iritasi. Kebanyakan kasus ketombe dapat disembuhkan dengan sampo khusus atau pengobatan bebas.

Ketombe dapat juga merupakan gejala seborrhoeic dermatitis, psoriasis, infeksi jamur atau kutu rambut. Bila mengalami ketombe, menggaruk kepala secara berlebihan harus dihindari. Menggaruk bagian tersebut dapat menyebabkan kerusakan kulit, yang selanjutnya dapat meningkatkan risiko infeksi, terutama sekali dari bakteri staphylococcus aureus dan streptococcus.

Epidemiologi


Ketombe merupakan bentuk ringan dari dermatitis seboroik dengan angka kejadian 15-20% dari populasi dunia. Prevalensi populasi masyarakat Indonesia yang menderita ketombe menurut data dari International Date Base, US Sensus Bureau tahun 2004 adalah 43.833.262 dari 238.452.952 jiwa dan menempati urutan ke empat setelah China, India, dan US.
Ketombe jarang dijumpai pada anak-anak usia 2-10 tahun, tetapi insidennya mulai meningkat pada masa pubertas. Dari masa itu, insiden ketombe meningkat dengan cepat sampai menjelang usia 20 tahun dan cenderung menurun setelah usia 50 tahun. Ketombe juga lebih sering ditemukan pada pria dari pada wanita. Diperkirakan hormon androgen yang mempengaruhi perbedaan faktor usia kejadian dan jenis kelamin. Pada kepustakaan lain menyebutkan bahwa 60% populasi dunia menderita ketombe, dengan 6 dari 10 pria dan 5 dari 10 wanita menderita ketombe.

Patofisiologi Ketombe

Terdapat beberapa urutan patofisiologi terjadinya ketombe :

  1. Ekosistem Malassezia dan interaksi Malassezia pada epidermis
  2. Inisiasi dan perkembangan dari proses infamasi
  3. Proses kerusakan, proliferasi, dan diferensiasi pada epidermis
  4. Kerusakan barrier secara fungsional maupun struktural

image

  1. Infiltrasi Malassezia sp. pada stratum korneum epidermis

    Malassezia sp. adalah yeast komensal pada daerah kaya sebum.Malassezia sp. dapat menginfiltrasi stratum korneum dari epidermis. Malassezia sp. akan memecah komponen sebum ( Trigliserida menjadi asam lemak yang tersaturasi spesifik dan asam lemak yang tidak tersaturasi spesifik) dimana hal tersebut akan menimbulkan gejala inflamasi dan sisik yang merupakan rangkaian patofisiologi Malassezia sp.berikutnya.

  2. Inisiasi dan perkembangan proses inflamasi

    Pada tahap ini , akan timbul gejala berupa eritema, gatal, panas, rasa terbakar, teranggunya kualitas dari rambut.Pada proses ini, gejala yang timbul tergantung dari tingkatan keparahan dari dermatitis seboroik. Dimana ketombe merupakan tingkatan dermatitis seboroik yang paling rendah, dimana biasanya tidak sampai ditemukan tanda-tanda inflamasi seperti pada dermatitis seboroik atau biasanya tanda inflamasi yang didapati hanya berupa eritema. Inisisasi dari proses inflamasi diakibatkan oleh teraktifasinya mediator inflamasi karena infiltrasi dari Malassezia sp. pada stratum korneum. Sitokin yang teraktifasi antaralain :

    • Interleukin-1a,
    • Interleukin-1ra,
    • Interleukin-8,
    • Tumor Necrosis Factor-a,
    • Interferon ฮณ dan juga pengeluaran histamin.

    Sehingga mengakibatkan tanda-tanda yang lebih dominan pada gejala ketombe adalah sisik tipis dan gatal.

  3. Proses kerusakan, proliferasi, dan diferensiasi pada epidermis

    Setelah Malassezia sp.memicu pengeluaran mediator inflamasi, mulai terjadi proliferasi dan diferensiasi serta kerusakan yang lebih parah dari sebelumnya pada kulit kepala .Ketika Malassezia sp. berkembang terjadi pemecahan trigliserida yang menimbulkan iritasi dan hiperproliferasi epidermis. Akibatnya, keratinosit yang terbentuk menjadi tidak matang dengan jumlah nukleus yang lebih banyak. Nukleus yang jumlahnya lebih banyak akan mengalami retensi pada stratum korneum. Hiperproliferasi dari epidermis menyebabkan adanya gambaran sisik pada kulit kepala atau dengan bentul bergelung seperti debu disebut ketombe.

  4. Kerusakan barrier epidermis secara fungsional dan struktural

    Kerusakan barrier pada epidermis dapat menyebabkan Transpidermal water loss yang dapat menimbulkan rasa kering pada kulit kepala. Peryataan ini amat bertolak belakang, karena pada keadaan dermatitis seboroik biasanya kulit kepala terasa lembab. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ketombe dapat terjadi pada kulit kepala yang kering maupun berminyak. Selain itu pada proses ini juga terjadi perubahan dari struktur lamellar yang dibentuk ceramides menjadi struktur lemak yang tidak terstruktur.

Etiologi


Telah diketahui secara luas bahwa Pityriasis capitis dan dermatitis seboroik saling berhubungan, pada beberapa hal, dengan kehadiran jamur lipofilik pada kulit dari genus Malassezia , yang sebelumnya diketahui sebagai Pityrosporum .

Menurut hasil penelitian yang dilakukan Ro dan Dawson, ada tiga faktor utama penyebab timbulnya ketombe, yaitu :

  1. Aktifitas kelenjar sebasea,
  2. Peranan Malassezia sp.
  3. Kerentanan individual.

1. Aktifitas kelenjar sebasea

Kelenjar sebasea terdapat di setiap tempat pada kulit dari tangan sampai kaki. Daerah yang paling banyak terdapat kelenjar sebasea adalah kulit kepala, leher, dada dan punggung. Pembesaran, pembentukan sebum, dan aktifitas kelenjar sebasea dipengaruhi oleh hormon androgen. Kadar hormon androgen yang tinggi akan mengaktifkan kelenjar sebasea untuk memproduksi sebum lebih banyak. Produksi sebum yang lebih banyak ini akan meningkatkan pertumbuhan koloni Malassezia sp. karena tersedianya makanan baru untuk tumbuh dan berproliferasi. Meningkatnya koloni Malassezia sp. akan menyebabkan hasil metabolisme jamur ini lebih banyak sehingga menimbulkan iritasi dan skuama pada kulit kepala. Hal ini menjelaskan kejadian ketombe pada bayi baru lahir, yang dikaitkan dengan hormon androgen maternal, selanjutnya angka kejadiannya menurun hingga meningkat sampai masa pubertas dan usia dewasa muda.

2. Peranan Malassezia sp.

Ketombe disebabkan oleh kurangnya kebersihan rambut dan kulit kepala atau adanya infeksi jamur, seperti Pityrosporum ovale yang mengiritasi dan memicu sekresi sel kulit kepala yang abnormal, sehingga mudah mengelupas. P.ovale termasuk varian dari Malassezia di mana jamur ini termasuk penyebab mikosis superfisialis yang mengenai stratum korneum pada lapisan epidermis. P. ovale merupakan mikroflora normal kulit kepala bersama sama dengan Propionibacterium acnes anaerob dan bakteri kokus aerob. Pada kulit kepala normal P. ovale merupakan 45% dari populasi mikroflora total, sedangkan pada kulit kepala yang berketombe proporsinya meningkat menjadi 75%, tidak demikian pada bakteri kokus dan P.acnes , dimana pada keadaan berketombe jumlahnya semakin menurun.

Populasi P.ovale yang besar (frekuensi pertumbuhan hampir dua kali lipat) pada ketombe, didukung oleh kepustakaan Shuster yang menyatakan bahwa P. ovale tidak diragukan sebagai penyebab primer ketombe, karena memenuhi Postulat Koch, yaitu pertumbuhan berlebih dari P. ovale yang di dapati pada ketombe, pengobatan dengan berbagai agen hanya mempunyai efek antijamur dapat mengontrol penyakit, serta reinfeksi dengan P. ovale dapat menyebabkan rekurensi.

P. ovale membutuhkan lipid sebagai sumber makanan untuk tumbuh dan berproliferasi. P. ovale mendegradasi sebum dengan bantuan enzim lipase menjadi berbagai asam lemak terutama dari trigleserida, namun P. ovale hanya mengkonsumsi asam lemak yang sangat spesifik, yaitu saturated fatty acid untuk pertumbuhannya, sedangkan unsaturated fatty acid ditinggalkan di permukaan kulit. Bentuk metabolit unsaturated fatty acid yang paling banyak dijumpai adalah asam oleat, dan metabolit inilah yang diduga berperan pada pembentukan skuama dari ketombe. Asam oleat merupakan salah satu komponen utama dari fatty acid yang diketahui dapat menginduksi deskuamasi pada ketombe.

3. Kerentanan individual

Kerentanan individu terhadap ketombe disebabkan oleh perbedaan skin barrier untuk mencegah fatty acid melakukan penetrasi. Adanya defisiensi permeabilitas barier kulit akibat penetrasi bahan โ€“ bahan yang dieksresi glandula sebasea (khususnya asam oleat) akan mengakibatkan rusaknya fungsi barrier kulit sehingga terjadi inflamasi, iritasi dan munculnya skuama. Toksin yang dihasilkan oleh jamur Malassezia sp. ( P. ovale) ini dapat menembus barrier stratum korneum karena memiliki berat molekul rendah dan larut dalam lemak.

Faktor yang juga dapat berpengaruh adalah faktor genetik, di mana terdapat penderita ketombe yang secara genetik cenderung memiliki kadar lipid interseluler (khususnya seramid) yang rendah dan/atau gangguan fungsi pemulihan sawar kulit, faktor abnormalitas neurotransmiter, suhu dan kelembaban ( Malassezia tumbuh secara baik pada media lembab dan lingkungan kaya keringat), variasi cuaca dan musim, makanan berlemak, faktor nutrisi (defisiensi biotin, riboflavin, dan piridoksin), faktor imunologis (misalnya pada penderita HIV), iritasi mekanis dan kimiawi, faktor stress yang meningkatkan kadar kortisol plasma yang akan memicu peningkatan proliferasi keratinosit dan pelepasan sitokin pro-inflamatori, yang akhirnya mengganggu homeostasis sawar kulit.

Hanan Shehata, dkk menyebutkan bahwa ketombe dapat dipicu oleh kebersihan yang buruk dan jarang keramas. Hubungan Ketombe dan tempat penyimpanan topi yang lembab mengacu pada pertumbuhan Malassezia sp., yang tumbuh secara baik pada media lembab dan lingkungan kaya keringat. Pengeluaran keringat dari tubuh dipengaruhi oleh pengeluaran panas dari dalam tubuh.

Gambaran Klinis


Gambaran klinis pada ketombe berupa sisik yang berlebihan di kulit kepala. Secara klinis ketombe ditandai oleh warna kemerahan pada kulit dengan batas tidak jelas disertai skuama halus sampai agak kasar, dimulai pada salah satu bagian kulit kepala, kemudian dapat meluas hingga seluruh kulit kepala.

Sumber lain menyebutkan bahwa gambaran klinis ketombe berupa skuama kering, halus, berwarna putih keabu-abuan tanpa tanda-tanda inflamasi dan skuama dapat bertebaran diantara batang rambut atau jatuh pada kerah baju ataupun bahu penderita, sehingga kulit kepala penuh dengan skuama seperti bubuk halus. Ketombe biasanya asimtomatik, tapi bisa juga menimbulkan rasa gatal yang hebat. Pada kasus yang kronis dapat disertai sedikit kerontokan rambut yang reversibel.

1 Like