Apa yang dimaksud dengan ketergantungan NAPZA?

NAPZA

NAPZA merupakan akronim dari Narkoba, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya yang merupakan jenis obat-obatan yang dapat mempengaruhi gangguan kesehatan dan kejiwaan.

NAPZA secara umum adalah zat-zat kimiawi yang apabila dimasukkan kedalam tubuh baik secara oral (diminum, dihisap, dihirup dan disedot) maupun disuntik, dapat mempengaruhi pikiran, suasana hati, perasaan dan perilaku seseorang. Hal ini dapat menimbulkan gangguan keadaan sosial yang ditandai dengan indikasi negatif, waktu pemakaian yang panjang dan pemakaian yang berlebihan (Lumbantobing, 2007).

Apa yang dimaksud dengan ketergantungan NAPZA?

ketergantungan napza

Ketergantungan NAPZA adalah keadaan dimana ketelah terjadi ketergantungan fisik dan psikis, sehingga tubuh memerlukan jmlah NAPZA yang makin bertambah (toleransi), apabila pemakaiannya dikurangi atau dihentikan akan timbul gejala putus zat (withdrawal symptom) (Japardi, 2002).

Kriteria seseorang ketergantungan NAPZA adalah toleransi, withdrawal/putus zat, NAPZA yang dikonsumsi jumlahnya semakin banyak, keinginan yang kuat untuk terus-menerus memakai NAPZA (craving) dan usaha yang sia-sia untuk berhenti, banyak membuang waktu dan melakukan aktivitas untuk mendapatkan NAPZA (Kapeta.org, 2013).

Selain itu, seseorang dengan ketergantungan NAPZA akan mengalami masalah dalam kehidupan sosial, pekerjaan, atau fungsi rekreasi, dan tetap menggunakan NAPZA walaupun mengetahui kerugian yang diakibatkan obat tersebut terhadap dirinya (Kapeta.org, 2013).

Tingkat Ketergantungan NAPZA

Tingkatan ketergantungan NAPZA terdiri dari 5, yaitu pemakaian coba-coba (experimental use), pemakaian sosial/rekreasi (sosial/recreational use), pemakaian situasional (situational use), penyalahgunaan (abuse), dan ketergantungan (dependence use) (Japardi, 2002).

  • Pemakaian coba-coba (experimental use), yaitu pemakaian NAPZA yang tujuannya ingin mencoba, untuk memenuhi ras ingin tahu (Japardi, 2002).

  • Pemakaian sosial/rekreasi (sosial/recreational use) yaitu pemakaian NAPZA dengan tujuan bersenang-senang, pada saat rekreasi atau santai (Japardi, 2002).

  • Pemakaian situasional (situational use), yaitu pemakaian pada saat mengalami keadaan tertentu seperti ketegangan, kesedihan, kekecewaan, dengan maksud menghilangkan perasaan- perasaan tersebut (Japardi, 2002).

*Penyalahgunaan (abuse), yaitu pemakaian sebagai suatu pola penggunaan yang bersifat patologik/klinis (menyimpang) yang ditandai oleh intoksikasi sepanjang hari, tidak mampu mengurangi atau menghentikan, berusaha berulang kali mengendalikan, terus menggunakan walaupun sakit fisiknya kambuh (Japardi, 2002).

  • Ketergantungan (dependence use) dimana telah terjadi toleransi dan gejala putus zat, bila pemakaian NAPZA dihentikan atau dikurangi dosisnya (Japardi, 2002).

Penyebab Ketergantungan NAPZA

Penyebab dari ketergantungan seseorang tehadap NAPZA ialah akibat dari interaksi antara faktor yang terkait dengan individu, faktor lingkungan, dan faktor rersedianya zat (NAPZA) (Japardi, 2002).

Faktor individu yang menyebabkan seseorang ketergantungan NAPZA adalah individu yang berada dalam rentang dan sedang mengalami perubahan bilogik, psikologik, maupun sosial (Japardi, 2002).

Pada individu tersebut terdapat beberapa ciri, diantaranya kecenderungan memiliki gangguan jiwa lain (komorbiditas) seperti depresi, cemas, psikotik (Japardi, 2002).

Selain itu, ciri yang tampak adalah perilaku menyimpang dari norma yang berlaku, sifat mudah kecewa, keinginan untuk bersenang-senang, melarikan diri dari masalah, bosa, dan kesepian, dan kurang menghayati iman dan kepercayaan(Japardi, 2002).

Faktor lainnya ialah faktor lingkungan dan faktor ketersediaan NAPZA. Faktor lingkungan meliputi ingkungan keluarga, lingkungan teman pergaulan, lingkungan sekolah atau tempat kerja, dan lingkungan masyarakat atau sosial (Japardi, 2002).

Sedangkan faktor ketersediaan NAPZA adalah mudahnya keterjangkauan NAPZA, banyaknya iklan terkait minuman beralkohol dan rokok sebagai stimulus awal, dan khasiat farakologik NAPZA yang menenangkan, menghilangkan nyeri, dan membuat euforia berlebihan (Japardi, 2002).

Ketiga penyebab ini saling beraitan dan mempengaruhi satu sama lain, sehingga dapat menyebabkan seseorang menjadi ketergantungan dengan NAPZA. Selain dari tiga faktor ketergantungan yang sudah dijabarkan diatas, terdapat tiga alasan yang menjadi penyebab seseorang menjadi ketergatungan terhadap NAPZA, yaitu fun (pleasure), forget (pain amelioration), dan functional (purposeful), (Kapeta.org, 2013).

  • Fun (pleasure) misalnya untuk berkumpul bersama teman sebaya, merayakan suatu peristiwa atau pesta (Kapeta.org, 2013).

  • Forget (pain amelioration), misalnya untuk melupakan kesedihan akibat perceraian orangtuanya , rasa duka akibat kehilangan orang yang dicintainya.

  • Functional (purposeful), misalnya untuk masuk kalangan sosial tertentu, untuk melakukan suatu bisnis (Kapeta.org, 2013).

Dampak Ketergantungan NAPZA

Dampak ketergantungan NAPZA dapat mencangkup tiga hal fisik, psikis, dan sosial bagi seseorang. Dampak penyalahgunaan narkoba terhadap fisik, diantaranya gangguan pada sistem saraf (neurologis) seperti: kejang-kejang, halusinasi, gangguan kesadaran, kerusakan saraf tepi (Hariyanto, 2012 dan Kemenkes, 2010).

Selain itu, dapat pula terjadi gangguan pada jantung dan pembuluh darah (kardiovaskuler) seperti: infeksi akut otot jantung, gangguan peredaran darah, gangguan pada kulit (dermatologis) seperti: penanahan (abses), alergi, eksim (Hariyanto, 2012 dan Kemenkes, 2010).

Gangguan pada paruparu (pulmoner) seperti: penekanan fungsi pernapasan, kesukaran bernafas, pengerasan jaringan paru-paru (Hariyanto, 2012 dan Kemenkes, 2010). Pada beberapa kasus, dapat diikuti oleh sakit kepala, mual-mual dan muntah, suhu tubuh meningkat, dan sulit tidur (Hariyanto, 2012 dan Kemenkes, 2010).

Kesimpulannya adalah dampak ketergantungan NAPZA dapat mempengaruhi sistem saraf, pembuluh darah dan jantung, paru-paru, dan dapat disertai dengan gejala lainnya. Selain itu, dampak ketergantungan NAPZA juga dapat terjadi pada kesehatan reproduksi, dimana terjadi gangguan pada endokrin, seperti: penurunan fungsi hormon reproduksi (estrogen, progesteron, testosteron), serta gangguan fungsi seksual (Hariyanto, 2012 dan Kemenkes, 2010).

Dampak penyalahgunaan narkoba terhadap kesehatan reproduksi pada remaja perempuan antara lain perubahan periode menstruasi, ketidakteraturan menstruasi, dan amenorhoe (tidak haid) (Hariyanto, 2012 dan Kemenkes, 2010). Bagi pengguna narkoba melalui jarum suntik, khususnya pemakaian jarum suntik secara bergantian, risikonya adalah tertular penyakit seperti hepatitis B, C, dan HIV (Hariyanto, 2012 dan Kemenkes, 2010).

Hal ini juga diperjelas dengan hasil penelitian, Prof. Dr. dr. Zubairi Djoerban, SpPD-K.H.O.M dalam Hendrata (2011) yang menjelaskan bahwa 91% penderita HIV positif yang di rawat di rumah sakit adalah pengguna NAPZA dan berjenis kelamin laki-laki. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ketergantungan NAPZA dapat merusak seluruh sistem pada tubuh manusia.

Dampak psikis dan sosial juga dapat terjadi dari ketergantungan NAPZA. Dampak psikis yang terjadi akibat ketergantungan NAPZA diantaranya depresi lamban kerja, ceroboh kerja, sering tegang dan gelisah, hilang kepercayaan diri, apatis, pengkhayal, penuh curiga, agitatif, menjadi ganas dan tingkah laku yang brutal, sulit berkonsentrasi, perasaan kesal dan tertekan, cenderung menyakiti diri, perasaan tidak aman, dan ide untuk bunuh diri (Hariyanto, 2012 dan Japardi, 2002).

Selain itu, Kemenkes (2010) menjabarkan dampak psikis yang dapat terjadi adalah kecenderungan untuk agresif dan terlibat perkelahian dan berani mengambil risiko. Sedangkan, dampak penyalahgunaan narkoba terhadap lingkungan sosial gangguan mental, anti-sosial dan asusila, dikucilkan oleh lingkungan, pendidikan menjadi terganggu, problem hubungan dengan orang lain, masa depan suram (Hariyanto, 2012 dan Kemenkes, 2010).