Apa yang dimaksud dengan kesadaran sosial atau Social Awareness?

Kesadaran sosial (Social Awareness) adalah cara individu untuk menganalisa, mengingat dan menggunakan informasi mengenai kejadian atau peristiwa-peristiwa sosial.

Apa yang dimaksud dengan kesadaran sosial (Social Awareness) ?

Social awareness are mental events in which one forms a mental representation of either onself or another person. (Wegner & Guiliano, 1982).

Kesadaran sosial adalah representasi jiwa seseorang akan dirinya sendiri dan orang lain. (Wegner & Guiliano, 1982). Prasolova- Forland (2002) kemudian mengemukakan bahwa kesadaran sosial berhubungan dengan kewaspadaan seseorang terhadap situasi sosial yang dialami oleh diri sendiri dan orang lain, sehingga individu dapat menjadi tahu dan menyadari hal- hal yang terjadi di sekelilingnya, seperti mengenai apa yang orang lain lakukan, apakah seseorang terlibat dalam suatu percakapan dan dapat diganggu, siapa saja yang berada di sekitar, dan keadaan apa yang sedang terjadi.

Dalam hal ini, kesadaran sosial dapat dilihat sebagai sebuah presentasi dari persepsi individu tentang informasi yang berhubungan dengan tujuan sosialnya (Sheldon, 1996). Postmes, Spears, dan Cihangir (2001) membuktikan bahwa dalam upaya untuk mempengaruhi orang lain, seseorang cenderung memberikan perhatian khusus tentang bagaimana orang lain menilai dirinya, sehingga orang tersebut dapat menyesuaikan diri dengan bentuk partisipasi yang sesuai untuk dilakukan, dan kemudian secara perlahan akan mempengaruhi penilaian orang lain terhadap dirinya dalam lingkungan sosial tersebut.

Hal-hal yang Mempengaruhi Kesadaran Sosial.


Bentuk kesadaran sosial yang digunakan oleh seseorang dapat dipengaruhi oleh tiga hal, yaitu kognisi, tujuan, dan motif.

Sheldon (1996) menjelaskan bahwa setiap individu memiliki kebiasaan atau gaya tersendiri dalam memperhatikan informasi yang didapat dari lingkungan sosialnya. Hal ini menunjukkan bahwa sistem kognitif yang dimiliki setiap individu berbeda satu sama lain dan dapat mempengaruhi kesadaran sosial mereka dalam berinteraksi sosial (Emmons,1989).

Selain dari sistem kognisi, Franzoi, Davis, dan Markweise (1990) menambahkan bahwa kesadaran sosial dapat dipengaruhi oleh tujuan dan motif. Tujuan dan motif tersebut merefleksikan informasi sosial yang dibutuhkan oleh seseorang. Contohnya, orang yang seringkali memposisikan dirinya sebagai orang lain demi mengerti apa yang dirasakan oleh orang lain akan memiliki kecenderungan melakukan hal tersebut karena kebutuhan yang tinggi akan keakraban atau keintiman.

Sebagai tambahan, berdasarkan hal-hal yang mempengaruhi kesadaran sosial, Sheldon (1996) mengatakan bahwa kesadaran terhadap lingkungan sosial dapat membantu seseorang untuk mengumpulkan informasi sosial yang dibutuhkan dalam membangun jembatan antara diri sendiri dan orang lain dalam kehidupan bermasyarakat.

Model Kesadaran Sosial


1. Dimensi Kesadaran Sosial

Sheldon (1996) menjelaskan bahwa kesadaran sosial memiliki tiga dimensi, yaitu tacit awareness (perspektif diri sendiri dan perspektif orang lain), focal awareness (diri sendiri sebagai objek dan orang lain sebagai objek) dan awareness content (penampilan yang dapat diobservasi dan pengalaman yang tidak dapat diobservasi).

Berdasarkan perbedaan yang terdapat diantara perspektif yang diambil untuk evaluasi sosial dan target dari sebuah evaluasi sosial, Wegner dan Guiliano (1982) memperkenalkan dua dimensi dasar dari kesadaran sosial, yaitu tacit awareness dan focal awareness.

  • Tacit awareness dapat didefinisikan sebagai cara pandang seseorang atau “dari sisi mana ia melihat”. Tacit awareness dibagi menjadi dua bagian, yaitu perspektif diri dan perspektif orang lain.

  • Focal awareness dapat didefinisikan sebagai objek dari sebuah evaluasi atau “apa yang ia lihat”. Focal awareness dibagi menjadi dua bagian, yaitu diri sendiri sebagai objek dan orang lain sebagai objek.

Terlepas dari target dan perspektif, Figurski (1987) mengajukan dimensi ketiga dari kesadaran sosial, yaitu content. Dimensi content atau yang selanjutnya akan disebut sebagai dimensi isi ini dibagi menjadi dua bagian, yaitu penampilan yang dapat diobservasi (overt appearance) dan pengalaman yang tidak dapat diobservasi (covert experience).

Berdasarkan kedua bagian dari dimensi isi ini, Figurski (1987) menerangkan bahwa perspektif yang digunakan oleh individu berdasarkan hasil observasi yang dilakukannya, dapat memberikan akses kepada pengalaman pribadinya yang tidak dapat diobservasi oleh orang lain, yaitu pikiran dan emosi diri sendiri. Oleh sebab itu, akses ini disebut dengan privileged. Sebagai tambahan, privileged atau dapat diartikan sebagai hak istimewa dapat memberikan akses terhadap perspektif yang diambil oleh individu untuk menilai penampilan atau tingkah laku orang lain yang mana, tanpa sebuah cermin, tidak dapat dilihat langsung oleh orang lain yang sedang dinilai tersebut.

Sheldon dan Johnson (1993) menambahkan bahwa individu tidak selalu mengakses sebuah target dari kesadaran yang bersifat privileged, tetapi juga kesadaran yang bersifat non-privileged. Kesadaran yang bersifat non-privileged ini dapat dimengerti melalui tiga hal.

  • Pertama, seseorang tidak harus menggunakan perspektif orang lain secara psikologis untuk mengevaluasi penampilannya sendiri, contohnya orang-orang yang menderita bulimia selalu berpikir bahwa mereka gemuk, terlepas dari penilaian orang lain yang mengatakan bahwa mereka tidak gemuk. Selain itu, penderita bulimia tersebut cenderung untuk lebih menilai penampilan mereka dari perspektif mereka sendiri yang tidak dapat dibantah.

  • Kedua, seseorang tidak selalu harus melihat perspektif orang lain untuk mengetahui apa yang mungkin sedang dialami oleh orang lain tersebut, contohnya seseorang dapat mengetahui apabila ada orang lain yang sedang merasa malu tanpa harus mencoba memposisikan dirinya sebagai orang lain tersebut.

  • Ketiga, seseorang dapat melepaskan diri dari pengalaman pribadinya dengan menggunakan perspektif orang lain secara psikologis, contohnya seseorang yang mengadopsi perspektif orang lain yang mengatakan bahwa dirinya sedang sedih, dapat menyadari bahwa dirinya memang sedang bersedih.

2. Bentuk Kesadaran Sosial

Berdasarkan ketiga dimensi dari kesadaran sosial, Sheldon dan Johnson (1993) menemukan sebuah model kesadaran sosial yang berisikan sejumlah dimensi bentuk kesadaran sosial yang digunakan oleh orang-orang dalam kehidupan sosialnya. Bentuk-bentuk kesadaran sosial tersebut dijelaskan sebagai berikut :

  • Pengalaman diri dilihat dari perspektif diri sendiri.
    Bentuk kesadaran sosial ini dapat terjadi ketika seseorang berusaha mengerti amarahnya dan dapat diilustrasikan dengan pikiran “Saya memang sedang marah”.

  • Penampilan diri dilihat dari perspektif orang lain.
    Bentuk kesadaran sosial ini dapat terjadi ketika seseorang yang menggunakan baju berenang akan muncul di depan orang banyak, dan menyadari bahwa orang lain sedang memperhatikan dirinnya.

  • Pengalaman orang lain dilihat dari perspektif dirinya.
    Bentuk kesadaran sosial ini dapat terjadi ketika seseorang berusaha merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain dan dapat diilustrasikan dengan pikiran “Saya juga akan merasa malu jika menjadi dia”

  • Penampilan orang lain dilihat dari perspektif diri sendiri.
    Bentuk kesadaran sosial ini dapat terjadi ketika seseorang sedang menertawai penampilan orang lain dan dapat diilustrasikan dengan pikiran “Kenapa sih dia tidak menyisir rambutnya?”

  • Penampilan diri dilihat dari perspektif diri sendiri.
    Bentuk kesadaran sosial ini dapat terjadi ketika seseorang memeriksa penampilannya dengan cermat di depan kaca dan dapat dicontohkan oleh penderita anorexia yang bersikeras bahwa ia terlalu gemuk, terlepas dari protes orang lain.

  • Pengalaman diri dilihat dari perspektif orang lain.
    Bentuk kesadaran sosial ini dapat terjadi ketika kita mengunjungi psikolog dan dapat diilustrasikan dengan pikiran “Dia bereaksi seakan saya marah, mungkin saya memang marah”

  • Pengalaman orang lain dilihat dari perspektif diri sendiri.
    Bentuk kesadaran sosial ini dapat terjadi ketika kita menyangkal hak orang lain untuk merasa dihina dan dapat diilustrasikan dengan pikiran “Dia tidak punya hak untuk marah-marah”.

  • Penampilan orang lain dilihat dari perspektif dirinya.
    Bentuk kesadaran sosial ini dapat terjadi ketika kita menyadari adanya obsesi remaja kepada wajahnya atau bagian tertentu dari tubuhnya.