Kepuasan hidup merupakan komponen kognitif dalam kesejahteraan hidup atau subjective well being (Andrew & Withey). Subjective well being mengacu pada kepercayaan atau perasaan subjektif individu bahwa kehidupannya berjalan dengan baik (Lucas & Diener).
Andrews dan Withey mengidentifikasi komponen subjective well being menjadi positive affect dan negative affect (sebagai komponen afektif dari subjective well being) serta life satisfaction (sebagai komponen kognitif).
Komponen afektif mengacu pada evaluasi langsung individu terhadap peristiwa yang terjadi dalam kehidupannya, meliputi perasaan yang menyenangkan dan tidak menyenangkan yang dialami individu dalam hidupnya. Sementara komponen kognitif mengacu pada evaluasi kognitif terhadap hidup individu secara keseluruhan dan atas area-area penting dari kehidupan individu (Diener, Suh, Lucas & Smith, 1999).
Diener dan Biswas-Diener (2008) mengatakan bahwa kepuasan hidup merupakan penilaian secara kognitif mengenai seberapa baik dan memuaskan hal-hal yang sudah dilakukan individu dalam kehidupannya secara menyeluruh dan atas area-area utama dalam hidup yang mereka anggap penting (domain satisfaction) seperti hubungan interpersonal, kesehatan, pekerjaan, pendapatan, spiritualitas dan aktivitas di waktu luang.
Kepuasan hidup dan domain satisfaction tersebut berpatokan pada kepercayaan atau sikap individu dalam menilai kehidupannya (Schimmack, 2008). Dalam hal ini, individu menilai apakah situasi dan kondisi dalam kehidupannya positif dan memuaskan (Pavot, 2008).
Secara konsep, domain satisfaction merupakan bagian dari kepuasan hidup. Hubungan antara kepuasan hidup dan domain satisfaction tersebut dapat dijelaskan melalui 2 pendekatan teori subjective wellbeing yaitu; bottom up theories dan top down theories.
-
Bottom up theories mengasumsikan bahwa penilaian kepuasan hidup dilakukan berdasarkan pengukuran satisfaction pada sejumlah domain kehidupan. Hubungan kepuasan hidup dan domain satisfaction menggambarkan pengaruh sebab akibat domain satisfaction terhadap kepuasan hidup.
Sebagai contoh, individu yang memiliki marital satisfaction (domain satisfaction) tinggi juga memiliki kepuasan hidup tinggi karena marital satisfaction merupakan aspek penting dari kepuasan hidup. Menurut teori ini, perubahan yang terjadi pada domain satisfaction juga akan mengakibatkan perubahan pada kepuasan hidup.
-
Top down theories menjelaskan kebalikan dari asumsi bottom up theories. Seorang individu yang puas atas hidupnya secara keseluruhan juga akan menilai area (domain) penting dalam kehidupannya secara lebih positif, meskipun kepuasan hidup tidak berdasar pada kepuasan atas area penting tersebut. Menurut teori ini, perubahan yang terjadi pada domain satisfaction tidak akan mengakibatkan terjadinya perubahan pada kepuasan hidup.
Schimmack juga menjelaskan hubungan antara kepuasan hidup dan kepuasan hidup dengan mengatakan bahwa apabila kepuasan hidup semakin meningkat, maka domain satisfaction mungkin meningkat tanpa adanya perubahan objektif pada domain tersebut.
Jadi, berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kepuasan hidup merupakan penilaian secara kognitif mengenai seberapa baik dan memuaskan hal-hal yang sudah dilakukan individu dalam kehidupannya secara menyeluruh dan atas area-area utama yang mereka anggap penting dalam hidup (domain satisfaction) berdasarkan suatu standar atau patokan yang dibuat oleh individu itu sendiri.
Aspek Kepuasan Hidup
Diener dan Biswas-Diener (2008) serta pembahasan lebih lanjut dalam jurnal beliau yang berjudul Subjective Well Being: Three Decades of Progress (1999) mengatakan bahwa dalam komponen kepuasan hidup ini terdapat:
- Keinginan untuk mengubah kehidupan,
- Kepuasaan terhadap hidup saat ini,
- Kepuasan hidup di masa lalu,
- Kepuasan terhadap kehidupan di masa depan,
- Penilaian orang lain terhadap kehidupan seseorang.
Kelima aspek diatas terangkum dalam 5 item pernyataan dalam satisfaction with life scale oleh Diener. (1985), antara lain:
-
In most ways my life is close to my ideal.
-
The conditions of my life are excellent.
-
I am satisfied with my life.
-
So far I have gotten the important things I want in life.
- If I could live my life over, I would change almost nothing
Sementara itu, dalam domain satisfaction terdapat beberapa area seperti work, family leisure, health, finances, self dan one’s group (Diener, 1999).
Karakteristik Individu yang Memiliki Kepuasan Hidup Tinggi
Karakteristik individu yang memiliki kepuasan hidup yang tinggi antara lain memilik keluarga dan teman dekat yang supportif, memiliki pasangan yang romantis, memiliki aktivitas pekerjaan dan aktivitas pensiun yang berharga, menikmati waktu santai mereka dan mempunyai kesehatan yang baik. Individu dengan kepuasan hidup tinggi dikatakan juga tidak memiliki masalah dengan kecanduan alkohol, obat-obatan atau judi (Diener, 2008).
Diener (2009) juga mengatakan bahwa individu yang memiliki kepuasan hidup yang tinggi adalah individu yang memiliki tujuan penting dalam hidupnya dan berhasil untuk mencapai tujuan tersebut. Jadi, individu yang kepuasan hidupnya tinggi merasa bahwa hidup mereka bermakna dan mempunyai tujuan dan nilai yang penting bagi mereka.
Selain itu, Diener, (1985) mengatakan bahwa individu yang puas akan kehidupannya adalah individu yang menilai bahwa kehidupannya memang tidak sempurna tetapi segala sesuatu berjalan dengan baik, selalu mempunyai keinginan untuk berkembang dan menyukai tantangan.
Sementara itu, Wilson mengatakan bahwa individu yang bahagia adalah individu yang berusia muda, sehat, berpendidikan yang baik, berpenghasilan baik, beragama, menikah, mempunyai semangat kerja mtanpa memandang jenis kelamin dan tingkat kecerdasan individu.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Hidup
Komponen afektif dan kognitif dari subjective well being dipengaruhi oleh faktor penyebab yang berbeda. Prediktor perubahan pada komponen kognitif lebih kepada perubahan yang terjadi pada domain penting dalam hidup individu (Headey et al.).
Beberapa faktor yang mempengaruhi timbulnya kebahagiaan secara umum dan khususnya kepuasan hidup pada seorang individu antara lain:
1. Kesehatan
Diener (dalam Carr, 2004) mengatakan bahwa hal yang berkaitan dengan kebahagiaan adalah penilaian subjektif individu mengenai kesehatannya dan bukan atas penilaian objektif yang didasarkan pada analisa medis. Kesehatan yang baik memungkinkan orang pada usia berapa pun dapat melakukan aktivitas. Sedangkan kesehatan yang buruk atau ketidakmampuan fisik dapat menjadi penghalang untuk mencapai kepuasan bagi keinginan dan kebutuhan individu, sehingga menimbulkan rasa tidak bahagia (Hurlock, 1980).
Diener dan Biswas-Diener (2008) juga mengatakan bahwa individu yang bahagia lebih jarang mengalami sakit daripada individu yang tidak bahagia. Hal ini dikarenakan kebahagiaan dapat menangkis infeksi penyakit, pertahanan melawan gaya hidup yang dapat menimbulkan penyakit dan melindungi dari penyakit jantung. Sementara itu, ketidakbahagiaan dan depresi dikatakan dapat membahayakan kesehatan individu.
Olahraga juga dikatakan mempunyai dampak jangka pendek dan jangka panjang terhadap kesehatan dan kebahagiaan individu.Hal ini dikemukakan oleh Argyle dan Serafino (dalam Carr, 2004) yang menyatakan bahwa dampak jangka pendek dari olahraga adalah dapat menimbulkan emosi positif yaitu dengan adanya pengeluaran endorphin diotak.Lebih lanjut, dampak jangka panjangnya adalah mengurangi depresi dan kecemasan, meningkatkan kecepatan dan ketepatan kerja, memperbaiki konsep diri dan meningkatkan kebugaran tubuh dan fungsi kardiovaskuler yang baik serta mengurangi resiko timbulnya penyakit sehingga pada akhirnya mengarah pada kebahagiaan.
2. Status Kerja
Argyle (dalam Carr, 2004) mengatakan bahwa individu dengan status bekerja lebih bahagia daripada individu yang tidak bekerja dan begitu juga dengan individu yang profesional dan terampil tampak lebih bahagia daripada individu yang tidak terampil.Wright (dalam Diener, 2009) juga mengatakan bahwa individu yang bekerja dengan menerima upah lebih bahagia daripada individu bekerja yang tidak menerima upah.
Diener et al. (2008) juga mengatakan bahwa ketika individu menikmati pekerjaannya dan merasa pekerjaan tersebut adalah hal yang penting dan bermakna maka individu akan puas terhadap kehidupannya. Sebaliknya, ketika individu merasa pekerjaannya buruk oleh karena lingkungan pekerjaan yang buruk dan kurang sesuai dengan diri individu tersebut maka individu akan merasa tidak puas pada kehidupannya.
Lebih lanjut, Hurlock (1980) mengatakan bahwa semakin rutin sifat pekerjaan dan semakin sedikit kesempatan untuk mempunyai otonomi dalam pekerjaan, maka kepuasan akan semakin berkurang. Hal ini dapat dilihat pada tugas sehari-hari yang diberikan kepada anak-anak dan juga pekerjaan orangorang dewasa.
3. Penghasilan/Pendapatan
Penghasilan berkaitan dengan kepuasan finansial dan kepuasan finansial berkaitan dengan life satisfaction (Diener & Oishi dalam Eid & Larsen, 2008).Diener dan Seligman (dalam Weiten & Llyod, 2006) juga mengatakan bahwa penghasilan mempunyai hubungan yang lemah dengan kebahagiaan.Dalam hal ini, kemiskinan dilaporkan dapat menyebabkan individu tidak bahagia, namun kekayaan juga dikatakan tidak selamanya menyebabkan individu bahagia.
4. Realisme dari Konsep-Konsep Peran
Masa dewasa dini merupakan periode penyesuaian diri terhadap pola-pola kehidupan baru dan harapan-harapan sosial baru.Orang dewasa muda diharapkan memainkan peran baru, seperti peran suami/istri, orang tua dan pencari nafkah dan mengembangkan sikap-sikap baru, keinginan-keinginan dan nilai- nilai baru sesuai dengan tugas-tugas baru ini.Semakin berhasil seseorang melaksanakan tugas tersebut semakin hal itu dihubungkan dengan prestise, maka semakin besar kepuasan yang ditimbulkan (Hurlock, 1980).
Myers juga mengatakan bahwa individu baik pria maupun wanita yang telah menikah lebih bahagia daripada individu yang tidak menikah, baik yang bercerai, berpisah maupun tidak pernah menikah sama sekali. Hal tersebut dikarenakan pernikahan menyediakan intimasi psikologis dan fisik, yang meliputi memilki anak dan membangun rumah, peran social sebagai orangtua dan pasangan, dan menegaskan identitas dan menciptakan keturunan.
5. Pernikahan
Meskipun hubungan romantis dapat menimbulkan keadaan stres, namun hubungan romantis juga adalah sumber kebahagiaan (Weiten & Llyod, 2006). Penelitian menunjukkan bahwa individu yang telah menikah memiliki subjective well being yang lebih tinggi daripada kelompok individu yang tidak menikah (Diener, 2009).
Glenn juga mengatakan bahwa meskipun wanita yang menikah mungkin dilaporkan mengalami gejala stress yang lebih besar daripada wanita yang tidak menikah, mereka juga dilaporkan memiliki life satisfaction yang lebih tinggi. Lebih lanjut, pernikahan merupakan predictor utama dari subjective well being ketika faktor pendidikan, pendapatan, dan status pekerjaan dikontrol.
Pernikahan yang memiliki komunikasi yang saling menghargai dan jelas serta saling memaafkan kesalahan masing-masing berkaitan dengan tingkat kepuasan yang tinggi sehingga mengakibatkan kebahagiaan yang lebih tinggi.
6. Usia
Hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Bradburn dan Caplovitz menemukan bahwa individu usia muda lebih bahagia daripada individu yang berusia lanjut. Akan tetapi, sejumlah tokoh mengadakan penelitian lebih lanjut untuk membuktikan penelitian tersebut dan hasilnya menunjukkan dua hal, ada penelitian yang menunjukkan tidak ada efek usia terhadap kebahagiaan tetapi ada juga penelitian yang menemukan adanya hubungan yang positif antara usia dengan life satisfaction (Diener, 2009).
7. Pendidikan
Pendidikan tidak mempunyai dampak yang signifikan terhadap subjective well being (Palmore; Palmore & Luikart, 2009) dan memiliki interaksi dengan variabel lain yaitu pendapatan (Bradburn & Caplovitz, 2009). Namun, beberapa penelitian juga menemukan bahwa pendidikan mempunyai dampak positif terhadap kebahagiaan wanita (Freudiger; Glenn & Weaver; dan Mitchell, 2009).
8. Agama/Kepercayaan
Myers mengatakan bahwa agama dapat memberikan tujuan dan makna hidup, membantu individu mensyukuri kegagalannya, memberikan individu komunitas yang supportif, dan memberikan pemahaman mengenai kematian secara benar. Agama menyediakan manfaat bagi kehidupan sosial dan psikologis individu sehingga akhirnya meningkatkan life satisfaction. Agama dapat menyediakan perasaan bermakna dalam kehidupan setiap hari terutama saat masa krisis.Selain itu, juga menyediakan identitas kolektif dan jaringan social dari sekumpulan individu yang memiliki kesamaan sikap dan nilai.(Diener et al., 2009).
9. Hubungan sosial
Hubungan sosial memiliki dampak yang signifikan terhadap life satisfaction. Individu yang memiliki kedekatan dengan orang lain, memiliki teman dan keluarga yang supportif cenderung puas akan seluruh kehidupannya. Sebaliknya, kehilangan orang yang disayangi akan menyebabkan individu menjadi tidak puas akan hidupnya dan individu tersebut memerlukan waktu untuk kembali menilai kehidupannya secara positif (Diener et al., 2009).