Apa yang dimaksud dengan Kepemimpinan Transaksional atau Transactional leadership?

Kepemimpinan transaksional

Kepemimpinan Transaksional atau Transactional leadership berkembang dari pertukaran antara pemimpin dan bawahan dimana pemimpin memberikan penghargaan sebagai imbalan atas kinerja bawahan. Pertukaran ini sebagian besar digunakan untuk perubahan nonstrategis yang bersifat inkremental.

Referensi : Louise Kelly & Chris Booth, 2004, Dictionary of Strategy: Strategic Management, SAGE Publications, Inc.

Kepemimpinan transaksional (transactional leadership) merupakan model kepemimpinan yang mendasarkan diri pada prinsip transaksi atau pertukaran antara pemimpin dengan bawahan. Pemimpin memberikan imbalan atau penghargaan tertentu (misalnya bonus) kepada bawahan jika mampu memenuhi harapan pemimpin (misalnya kinerja karyawan tinggi). Di sisi lain, bawahan berupaya memenuhi harapan pemimpin disamping untuk memperoleh imbalan atau penghargaan, juga untuk menghindarkan diri dari sanksi atau hukuman. Di sini tercipta hubungan mutualisme dan kontribusi kedua belah pihak akan memperoleh imbalan (Bass et al., 2003).

Sarros dan Santora (2001) menyebutkan bahwa imbalan yang dikejar dua belah pihak lebih bersifat ekonomi. Kebutuhan fisik dan materi bawahan berusaha dipenuhi oleh pemimpin dan sebagai balasannya, pemimpin memperoleh imbalan berupa performa bawahan yang tinggi. Waldman et al., (2002) mengemukakan bahwa kepemimpinan transaksional “beroperasi” pada sistem atau budaya yang sudah ada (eksisting) dan tujuannya adalah memperkuat strategi, sistem, atau budaya yang sudah ada, bukan bermaksud untuk mengubahnya. Oleh sebab itu, pemimpin transaksional selain berusaha memuaskan kebutuhan bawahan untuk “membeli” performa, juga memusatkan perhatian pada penyimpangan, kesalahan, atau kekeliruan bawahan dan berupaya melakukan tindakan korektif.

Kepemimpinan transaksional merupakan kepemimpinan yang paling banyak ditemui dalam kehidupan sehari-hari, sehingga berkembang menjadi paradigma praktek kepemimpinan dalam organisasi. Humphreys (2002) serta Yammarino et al . (1993)

Kepemimpinan transaksional menurut beberapa pakar memiliki dua karakter yang dinamakan contingent reward dan management by exception.

  • Pemimpin transaksional yang mempunyai karakter contingent reward akan menjelaskan tujuan dan sasaran yang hendak dicapainya dan mengarahkan bawahan untuk mencapainya. Besar kecilnya imbalan (reward) akan tergantung pada (contingent) sejauhmana bawahan mencapai tujuan dan sasaran tersebut (Bass et al ., 2003; Humphreys, 2002; Yammarino et al ., 1993)…

  • Pemimpin transaksional berkarakter management by exception dapat dibagi lagi kedalam dua sifat, yaitu aktif dan pasif. Pada active management by exception, pemimpin menetapkan tujuan dan sasaran yang hendak dicapai berikut standar kerja yang harus dipatuhi. Jika terjadi penyimpangan, pemimpin tidak segan menjatuhkan sanksi kepada bawahan. Pemimpin dengan sifat seperti ini akan cenderung mengawasi bawahan dengan ketat dan segera melakukan tindakan korektif apabila muncul penyimpangan, kekeliruan, atau kesalahan. Sementara pada passive management by exception, pemimpin menghindari tindakan korektif atau “keributan” dengan bawahan selama tujuan dan sasaran yang disepakati bersama tercapai (Bass et al ., 2003; Humphreys, 2002; Yammarino et al ., 1993).

Bass et al . (2003) maupun Sarros dan Santora (2001) menjelaskan bahwa karakter contingent reward menggambarkan hubungan timbal balik yang positif antara pemimpin dengan bawahan, karena pemimpin memberikan penjelasan dan pengarahan dalam proses mencapai tujuan sebagai upaya memacu performa bawahan. Di sisi lain, bawahan terdorong untuk mengerahkan kemampuan terbaik karena besar kecilnya imbalan akan tergantung pada sejauh mana mereka mencapai tujuan. Sebaliknya, management by exception (aktif maupun pasif) menurut Yammarino et al . (1993) dapat berdampak negatif terhadap kinerja bawahan karena takut membuat kesalahan untuk menghindari sanksi sehingga merasa bekerja di bawah tekanan. Kondisi ini menyebabkan proses organisasi tidak akan berjalan efektif. Sedangkan passive management by exception tidak mendorong bawahan untuk bekerja dengan giat.

Selama target tercapai dan sistem organisasi berjalan sebagaimana mestinya maka semua orang merasa bahagia. Tidak ada petualangan atau tantangan baru dalam bekerja. Kondisi tersebut akan membawa kejenuhan pada bawahan sehingga kinerja organisasi tidak akan maksimal (Sarros & Santora, 2001)

Referensi
  • Bass, B.M., B.J. Avolio, D.I. Jung & Y. Berson., 2003, “Predicting unit performance by assessing transformational and transactional leadership” , Journal of Applied Psychology.
  • Sarros, J.C. & J.C. Santora., 2001, “The transformational-transactional leadership model in practice , Leadership & Organization Develeopment Journal.
  • Waldman, D.A., G.G. Ramirez, R.J. House & P. Puranam., 2002, “Does leadership matter? CEO leadership attributes and profitability under conditions of perceived environmental uncertainty , Academy of Management Journal.
  • Humphreys, J.H., 2002, “Transformational leader behavior, proximity and successful services marketing”, Journal of Services Marketing.
  • Yammarino, F.J., W.D. Spangler & B.M. Bass., 1993, “Transformational leadership and performance: A longitudinal investigation”, Leadership Quarterly.

Kepemimpinan transaksional adalah kepemimpinan yang bersifat kontraktual antara pemimpin dan pengikutnya. Pemimpin membutuhkan pengikut dan menawarkan sesuatu sebagai penukar loyalitas pengikut. Pengikut mau bekerja sama dikarenakan ada hal-hal yang ia kejar sebagai reward. Sementara itu, yang dikerjakan mungkin bukan tujuan pribadinya, melainkan merupakan tujuan pemimpin (Iensufiie, 2010).

Transaksional ini adalah kepemimpinan yang berfokus pada transaksi antar pribadi, antara manajemen dan karyawan, dua karakteristik yang melandasi kepemimpinan transaksional yaitu: Para pemimpin menggunakan penghargaan kontigensi untuk memotivasi para karyawan dan para pemimpin melaksanakan tindakan korektif hanya ketika para bawahan gagal mencapai tujuan kinerja (Suwatno dan Priansa dalam Rorimpandey, 2013).

Dimensi Gaya Kepemimpinan Transaksional


Kepemimpinan transaksional memiliki empat dimensi (Rorimpandey, 2013):

  1. Continent reward
    Melakukan kontrak pertukaran penghargaan dan upaya, menjanjikan penghargaan atas kinerja yang baik.
  2. Management by exception (aktif)
    Melihat dan mencari deviasi berdasarkan aturan dan standar, serta melakukan tindakan korektif.
  3. Management by exception (pasif)
    Mengintervensi bila tidak sesuai standar.
  4. Laisezz-faire
    Melepaskan tanggung jawab, menghindari pembuatan keputusan.

Unsur Gaya Kepemimpinan Transaksional


Didalam Kepemimpinan Transaksional ada beberapa unsur (Iensufiie, 2010):

  1. Unsur kerjasama antara pengikut dan pemimpin yang bersifat kontraktual.
  2. Unsur prestasi yang terukur.
  3. Unsur reward atau upah yang dipertukarkan dengan loyalitas.

Ciri Gaya Kepemimpinan Transaksional


Ciri dari kepemimpinan transaksional sudah jelas sejak awalnya. Pola kepemimpinan ini akan berjalan dengan baik apabila ketiga unsur seperti unsur kerja sama antara pengikut dan pemimpin yang bersifat kontraktual, unsur prestasi yang terukur dan unsur reward. Sekaligus memuaskan kedua belah pihak. Meskipun demikian, terkadang ditemukan kenyataan bahwa pengikut tidak memiliki pilihan yang lebih baik daripada yang ditawarkan oleh pemimpin (Iensufiie, 2010).

Kepemimpinan transaksional adalah pemimpin yang membimbing atau memotivasi bawahan mereka ke arah yang telah ditetapkan dengan memperjelas peran dan tuntutan tugas (Robbins, 2002). Peranan pemimpin dalam pandangan kepemimpinan transaksional menurut Bass (dalam Wulandari, 2004) merupakan suatu penjelasan bahwa pemimpin memberikan peranan pengikut dan memotivasi mereka melalui imbalan bagi kinerja yang baik serta memberikan hukuman bagi sikap yang buruk.

Menurut Bass (1985, 1990) pemimpin transaksional memotivasi pengikutnya dengan cara menukar imbalan untuk pekerjaan atau tugas yang telah dilaksanakan misalnya dengan penghargaan, menaikkan upah terhadap pengikutnya yang melakukan kinerja yang tinggi. Bass dan Avolio mendefinisikan kepemimpinan transaksional adalah kepemimpinan yang berinteraksi dengan bawahannya melalui proses transaksi (Ashar, 2008).

Faktor – faktor kepemimpinan transaksional adalah sebagai berikut (Bass, 1992) :

  • Imbalan ( Contingent Reward )

Apabila bawahan melakukan pekerjaan untuk kepentingan perusahaan yang menguntungkan perusahaan, maka kepada mereka dijanjikan imbalan yang setimpal, dapat berupa penghargaan dari pimpinan berupa bonus atau tambahan penghasilan atau fasilitas. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan penghargaan maupun pujian untuk bawahan terhadap upaya – upayanya. Selain itu, pemimpin bertransaksi dengan bawahannya, dengan memfokuskan pada aspek kesalahan yang dilakukan bawahan, menunda keputusan atau menghindari hal – hal yang kemungkinan terjadinya kesalahan. Faktor imbalan dapat diuraikan sebagai berikut :

  • Pimpinan mengatakan kepada karyawan tentang apa yang harus dilakukan apabila menginginkan penghargaan dari prestasi.

  • Pimpinan memberikan nilai yang baik dari apabila karyawan dapat menyelesaikan pekerjaan dengan baik.

  • Pimpinan dapat menyakinkan karyawan untuk memenuhi kebutuhan karyawan sebagai imbalan.

  • Manajemen dengan Pengecualian ( Management by Exception )

Menekankan fungsi manajemen sebagai kontrol. Pemimpin hanya melihat dan mengevaluasi apakah terjadi kesalahan untuk diadakan koreksi, pemimpin memberikan campur tangan pada bawahan apabila standar kerja tidak terpenuhi bawahan. Praktek manajemen dengan pengecualian, menindaklanjuti dengan memberikan apakah bawahan dapat berupa pujian untuk membesarkan hati bawahan dan juga dengan hadiah apabila laporan yang dibuat bawahan memenuhi standar. Faktor manajemen dengan pengecualian dapat diuraikan sebagai berikut :

  • Pemimpin memusatkan perhatian pada kegagalan yang tidak sesuai dengan ketentuan standar.
  • Selama segala sesuatunya berjalan dengan baik, pimpinan tidak berusaha merubah apapun.
  • Pimpinan memberitahukan tentang apa yang harus dilakukan karyawan ketahui dalam mengerjakan pekerjaan.
  • Laissez – Faire

Pimpinan membiarkan bawahannya melakukan tugas pekerjaannya tanpa ada pengawasan dari dirinya. Mutu unjuk kerjanya seluruhnya merupakan tanggung jawab bawahannya. Faktor Laissez – faire diuraikan sebagai berikut :

  • Pimpinan membiarkan karyawan mengerjakan pekerjaan dengan cara yang sama seperti biasanya.
  • Pimpinan tidak mendorong karyawan untuk mewujudkan inisiatifnya.
  • Pimpinan tidak bertanya kepada karyawan melebihi inti permasalahan dalam mengerjakan pekerjaan.

Kepemimpinan transaksional memiliki dua dimensi :

1. Contingent Reward (tingkat kesediaan pemimpin untuk memberikan imbalan terhadap kinerja yang dilakukan bawahan)

Menurut Bass et.al (1999) dalam Nugraheni, Contingen Reward diwujudkan dengan kesediaan pemimpin untuk memberikan bawahan mengenai apa yang harus dilakukan untuk mendapatkan imbalan serta memberikan hukuman ( punishment ) atas tindakan yang tidak diharapkan dan juga memberikan umpan balik positip serta promosi bagi kinerja yang baik.

2. Management By Exception (MBE)

Yaitu tingkat perhatian pemimpin jika terjadi kesalahan atau kegagalan pada bawahan. MBE dibagi dua yaitu :

  • MBE aktif ( pemimpin mengantisipasi kesalahan/masalah yang timbul).
  • MBE pasif ( pemimpin melakukan intervensi jika terjadi sesuatu yang darurat/mendesak).