Kepatuhan Pajak diartikan sebagai kondisi ideal wajib pajak yang memenuhi ketentuan peraturan perpajakan serta melaporkan penghasilannya secara akurat dan jujur.
Dari kondisi ideal tersebut, Kepatuhan Pajak didefinisikan sebagai suatu keadaan wajib pajak yang memenuhi semua kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak perpajakannya, dalam bentuk kepatuhan formal dan kepatuhan material.
-
Kepatuhan formal adalah suatu keadaan ideal wajib pajak yang memenuhi kewajiban perpajakan secara formal sesuai dengan ketentuan dalam undang undang perpajakan, seperti melaporkan surat pemberitahuan pajak sebelum batas waktu yang ditetapkan.
-
Kepatuhan material adalah suatu keadaan ideal wajib pajak yang mengisi surat pemberitahuan pajak dengan jujur, lengkap dan benar sesuai ketentuan. Konsep kepatuhan perpajakan diatas sesuai dengan pendapat Yoingco yang menyebutkan bahwa kepatuhan pajak sukarela memiliki tiga aspek yang terdiri dari : aspek formal, material (honestly), dan pelaporan (reporting ).
Pada umumnya, ukuran kepatuhan memenuhi kewajiban perpajakan biasanya diukur dan dibandingkan dengan besar kecilnya penghematan pajak (tax saving), penghindaran pajak (tax avoidance) dan penyelundupan pajak (tax evasion) yang kesemuanya bertujuan untuk meminimalkan beban pajak.
Penghematan pajak (tax saving) adalah usaha memperkecil jumlah utang pajak yang tidak termasuk dalam ruang lingkup pemajakan. Bentuk penghematan pajak yang dapat dilakukan oleh wajib pajak dalam mengelakkan hutang pajaknya antara lain dengan cara menahan diri untuk tidak membeli produk-produk yang ada pajak pertambahan nilainya, mengurangi jam kerja atau bahkan tidak mempekerjakan karyawan sama sekali.
Penghindaran pajak sering dianalogikan dengan upaya perencanaan pajak (tax planning) yang merupakan proses mengorganisasi usaha wajib pajak atau kelompok wajib pajak sedemikian rupa sehingga hutang pajak baik pajak penghasilan maupun pajak-pajak lainnya berada dalam posisi yang paling minimal, sepanjang hal ini dimungkinkan baik oleh ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan maupun secara komersial.
Suatu perencanaan pajak yang tepat akan menghasilkan beban pajak minimal yang merupakan hasil dari perbuatan penghematan pajak dan / atau penghindaran pajak yang dapat diterima oleh fiskus.
Menurut Bernard P. Herber, sebagaimana dikutip Nurmantu pengertian tax evasion dan tax avoidance adalah sebagai berikut :
Tax evasion involves a fraudulent or deceitful effort by a taxpayer to escape his legal tax obligation. This is a direct violation of both the ‘spirit’ or ‘intent’ and the ‘letter’ of tax law. On the other hand, tax avoidance may involve a violation of the spirit of tax law, but it does not violate the letter of the law….
Tax avoidance is lawful, while tax evasion is unlawful.
Dari kutipan diatas, dapat dipahami bahwa tax avoidance adalah upaya wajib pajak dalam memanfaatkan peluang-peluang (loopholes) yang ada dalam undang-undang perpajakan, sehingga dapat membayar pajak lebih rendah. Perbuatan ini secara harfiah tidak melanggar undang-undang perpajakan, namun dari sudut pandang jiwa undang- undang perpajakan, perbuatan tersebut dikategorikan sebagai perbuatan yang melanggar jiwa undang-undang.
Tax evasion merupakan perbuatan yang melanggar undang-undang, baik secara harfiah maupun secara jiwa dan moral undang-undang perpajakan.
-
Bentuk tindakan tax avoidance diantaranya adalah transfer pricing dan akuisisi terhadap anak perusahaan yang mengalami kerugian.
-
Bentuk tax evasion diantaranya adalah : wajib pajak tidak mengisi formulir pajak (non-filling income tax returns), wajib pajak melaporkan pendapat lebih rendah (underreporting of one’s income), wajib pajak melebih-lebihkan pengeluaran (overstating expenses), dan wajib pajak menggunakan deduksi pajak secara tidak benar (improper use of deductions), memalsukan alokasi pendapatan dan pengeluaran di antara sesama wajib pajak (false allocation of income and expenses among related tax payers), dan menggunakan kreditor fiktif (use of fictitious creditors).
Perbedaan tindakan antara tax avoidance dan tax evasion adalah pada karakter legalitasnya. Meskipun kerugian yang ditimbulkan terhadap pemungutan pajak adalah sama, tindakan tax evasion adalah cenderung illegal atau melawan hukum. Hal ini seperti dijelaskan oleh Holmes:
“When the law draws a line, a case is on one side of it or the other, and if on the safe side is none the worse legally that a party has availed himself to the full of what the law permits. When an act is condemned as evasion, waht is meant is that it is on the wrong side of the line…”
Berdasarkan uraian diatas, tax avoidance jelas mempunyai karakter yang bersifat legal dan tidak bermaksud menghindari pajak, misalnya, ketika peraturan perpajakan berubah dan seorang wajib pajak merespon pilihan konsumsi yang lebih menguntungkan dari segi pajak yang harus dibayar.
Cara-cara yang dilakukan oleh wajib pajak untuk menghindar pajak dengan cara legal adalah dengan menemukan celah-celah hukum pada peraturan-peraturan perpajakan, yang memungkinkan jumlah pajak yang harus dibayar lebih kecil daripada yang seharusnya seperti pilihan untuk menggunakan metode pencatatan persediaan dan metode penyusutan aktiva tetap.
Menurut Stiglitz, untuk menghindari pajak, wajib pajak dapat menempuh tiga cara :
- menunda pembayaran,
- arbitrasi pajak (tax arbitration) individu-individu yang berbeda paket pajak (tax brackets) atau individu yang sama dengan tarif marjinal yang berbeda pada waktu yang berbeda, dan
- arbitrasi pajak melalui aliran pemasukan yang mendapat perlakuan pajak yang berbeda.
Adapun, arbitrasi pajak dilakukan jika secara ekonomis wajib pajak memperoleh tax savings dari pilihan kegiatan yang dilakukan.
Meskipun pada hakikatnya penghindaran pajak adalah perbuatan yang sifatnya mengurangi hutang pajak dan bukan mengurangi kesanggupan / kewajiban wajib pajak dalam melunasi pajak-pajaknya sebagaimana pengertian penyelundupan pajak, akan tetapi seringkali hal tersebut menimbulkan beda persepsi atau bahkan sengketa antara wajib pajak dan fiskus.
Oliver Oldman sebagaimana yang ditulis kembali oleh Zain42 menegaskan bahwa pengertian penyelundupan pajak tidak saja terbatas pada kecurangan dan penggelapan dalam segala bentuknya, tetapi juga meliputi kelalaian memenuhi kewajiban perpajakan yang disebabkan oleh :
-
Ketidaktahuan (ignorance), yaitu wajib pajak tidak sadar atau tidak tahu akan adanya ketentuan peraturan perundang-undangan tersebut,
-
Kesalahan (error), yaitu wajib pajak paham dan mengerti mengenai ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, tetapi salah dalam menghitung datanya,
-
Kesalahpahaman (misunderstanding), yaitu wajib pajak salah menafsirkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan,
-
Kealpaan (negligence), yaitu wajib pajak alpa untuk menyimpan buku beserta bukti-buktinya secara lengkap.
Dengan demikian penyelundupan pajak dapat pula didefinisikan sebagai suatu tindakan atau sejumlah tindakan yang merupakan pelanggaran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan seperti43 :
- tidak dapat memenuhi pengisian SPT (Surat Pemberitahuan Tahunan) tepat pada waktunya
- tidak dapat memenuhi pembayaran pajak tepat pada waktunya
- tidak dapat memenuhi pelaporan penghasilan dan pengurangannya secara lengkap dan benar
- tidak dapat memenuhi kewajiban memelihara pembukuan
- tidak dapat memenuhi kewajiban menyetorkan pajak penghasilan karyawan yang dipotong dan pajak-pajak lainnya yang telah dipungut
- tidak dapat memenuhi kewajiban membayar taksiran utang pajak
- tidak dapat memenuhi permintaan fiskus akan informasi pihak ketiga
- pembayaran dengan cek kosong
- melakukan penyuapan terhadap aparat pajak
Ringkasan
- Yoingco, Angel Q. 1997. “Taxation in the Asia Pacific Region: A Salute to the Years of Regional Cooperation in Tax Administration and Research”. Dalam Study Group in Asian Tax Administration & Research. Manila.
- Zain, Mohammad. 2007 , Manajemen Perpajakan, Salemba Empat Jakarta.
- Oliver Wendell Holmes dalam J. Slemrod and Yitzakhi Shlomo. 2000. “Tax Avoidance, Evasion, and
Administration”, Working Paper (Nation Bureau of Economic Research, 2000,
- Stiglitz, Joseph E. 1985. “The General Theory of Tax Avoidance”, National Tax Journal, Vol.38.