Apa yang dimaksud dengan kemitraan?

Kemitraan

Kemitraan adalah kerjasama usaha antara usaha kecil dan usaha menengah atau usaha besar disertai pembinaan dan pengembangan oleh usaha menengah atau usaha besar dengan memperhatikan prinsip saling memerlukan, saling memerlukan, saling memperkuat dan saling menguntungkan.

Kemitraan pada esensinya adalah dikenal dengan istilah gotong royong atau kerjasama dari berbagai pihak, baik secara individual maupun kelompok.

Menurut Notoatmodjo (2003), kemitraan adalah suatu kerja sama formal antara individu-individu, kelompok-kelompok atau organisasi-organisasi untuk mencapai suatu tugas atau tujuan tertentu.

Ada berbagai pengertian kemitraan secara umum (Promkes Depkes RI) meliputi:

  • Kemitraan mengandung pengertian adanya interaksi dan interelasi minimal antara dua pihak atau lebih dimana masing-masing pihak merupakan ”mitra” atau ”partner”.

  • Kemitraan adalah proses pencarian/perwujudan bentuk-bentuk kebersamaan yang saling menguntungkan dan saling mendidik secara sukarela untuk mencapai kepentingan bersama.

  • Kemitraan adalah upaya melibatkan berbagai komponen baik sektor, kelompok masyarakat, lembaga pemerintah atau non-pemerintah untuk bekerja sama mencapai tujuan bersama berdasarkan atas kesepakatan, prinsip, dan peran masing-masing.

  • Kemitraan adalah suatu kesepakatan dimana seseorang, kelompok atau organisasi untuk bekerjasama mencapai tujuan, mengambil dan melaksanakan serta membagi tugas, menanggung bersama baik yang berupa resiko maupun keuntungan, meninjau ulang hubungan masing- masing secara teratur dan memperbaiki kembali kesepakatan bila diperlukan. (Ditjen P2L & PM, 2004)

Prinsip Kemitraan


Terdapat 3 prinsip kunci yang perlu dipahami dalam membangun suatu kemitraan oleh masing-masing naggota kemitraan yaitu:
• Prinsip Kesetaraan (Equity)

Individu, organisasi atau institusi yang telah bersedia menjalin kemitraan harus merasa sama atau sejajar kedudukannya dengan yang lain dalam mencapai tujuan yang disepakati.

  • Prinsip Keterbukaan
    Keterbukaan terhadap kekurangan atau kelemahan masing-masing anggota serta berbagai sumber daya yang dimiliki. Semua itu harus diketahui oleh anggota lain. Keterbukaan ada sejak awal dijalinnya kemitraan sampai berakhirnya kegiatan. Dengan saling keterbukaan ini akan menimbulkan saling melengkapi dan saling membantu diantara golongan (mitra).

  • Prinsip Azas manfaat bersama (mutual benefit)
    Individu, organisasi atau institusi yang telah menjalin kemitraan memperoleh manfaat dari kemitraan yang terjalin sesuai dengan kontribusi masing-masing. Kegiatan atau pekerjaan akan menjadi efisien dan efektif bila dilakukan bersama. (Ditjen P2L & PM, 2004)

Tujuan Kemitraan


Tujuan kemitraan adalah untuk meningkatkan kemitraan, kesinambungan usaha, meningkatkan kualitas sumber daya kelompok mitra, peningkatan skala
usaha serta menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan kelompok usaha mandiri (Sumardjo, 2004)

Menurut (Martodireso dan Widada, 2001) kemitraan usaha bertujuan untuk meningkatkan pendapatan, kesinambungan usaha, kuantitas produksi, kualitas produksi, meningkatkan kualitas kelompok mitra, peningkatan usaha dalam rangka menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan usaha kelompok mitra mandiri.

Secara rinci (Hakim dalam Eka, 2014) mengatakan tujuan dari kemitraan
yaitu:

  • Tujuan dari aspek ekonomi
    Dalam kondisi yang ideal, tujuan utama yang ingin dicapai dalam melakukan kemitraan yaitu :

    • Meningkatkan perolehan nilai tambah bagi pelaku kemitraan
    • Meningkatkan pemerataan dan pemberdayaan masyarakat dan uasaha kecil
    • Meningkatkan pertumbuhan ekonomi pedesaan, wilayah dan nasional
    • Memperluas kesempatan kerja
    • Meningkatkan ketahanan ekonomi nasioanal
  • Tujuan dari aspek sosial dan budaya
    Sebagai wujud tanggung jawab sosial dari pengusaha besar dapat diwujudkan melalui pemberian pembinaan dan pembimbingan kepada pengusaha kecil dapat tumbuh dan berkembang sebagai komponen ekonomi yang tangguh dan mandiri. Selain itu berkembangnya kemitraan diharapkan dapat menciptakan pemerataan pendapatan dan mencegah kesenjangan sosial.

    Dari segi pendekatan kultural, tujuan kemitraan adalah agar mitra usaha dapat menerima dan mengadaptasikan nilai-nilai baru dalam berusaha seperti perluasan wawasan, prakarsa dan kreativitas, berani mengambil resiko, etos kerja, kemampuan aspek-aspek manajerial, bekerja atas dasar perencanaan dan berwawasan ke depan.

  • Tujuan dari aspek teknologi
    Usaha kecil mempunyai skala usaha yang kecil baik dari sisi modal, penggunaan tenaga kerja dan orientasi pasar. Selain itu, usaha juga bersifat pribadi atau perorangan sehingga kemampuan untuk mengadopsi teknologi dan menerapkan teknologi baru cenderung rendah. Dengan demikian, diharapkan dengan adanya kemitraan, pengusaha besar dapat membina dan membimbing petani untuk mengembangkan kemampuan teknologi produksi sehingga dapat meningkatkan produktivitas dan efisiensi usaha.

  • Tujuan dari aspek manajemen
    Pengusaha kecil selain memiliki tingkat teknologi yang rendah juga memiliki pemahaman manajemen usaha yang rendah. Dengan kemitraan usaha diharapkan pengusaha besar dapat membina pengusaha kecil untuk membenahi manajemen, meningkatkan kualitas sumberdaya manusia dan memantapkan organisasi usaha.

Langkah-langkah Kemitraan


Kemitraan memberikan nilai tambah kekuatan kepada masing-masing sektor untuk melaksanakan visi dan misinya. Namun kemitraan juga merupakan suatu pendekatan yang memerlukan persyaratan, untuk itu diperlukan langkah- langkah tahapan sebagai berikut:

  1. Pengenalan masalah

  2. Seleksi masalah

  3. Melakukan identifikasi calon mitra dan pelaku potensial melalui surat- menyurat, telepon, kirim brosur, rencana kegiatan, visi, misi, AD/ART.

  4. Melakukan identifikasi peran mitra/jaringan kerjasama antar sesama mitra dalam upaya mencapai tujuan, melalui: diskusi, forum pertemuan, kunjungan kedua belah pihak, dll

  5. Menumbuhkan kesepakatan yang menyangkut bentuk kemitraan, tujuan dan tanggung jawab, penetapan rumusan kegiatan memadukan sumberdaya yang tersedia di masing-masing mitra kerja, dll. Kalau ini sudah ditetapkan, maka setiap pihak terbuka kesempatan untuk melaksanakan berbagai kegiatan yang lebih bervariasi sepanjang masih dalam lingkup kesepakatan.

  6. Menyusun rencana kerja: pembuatan POA penyusunan rencana kerja dan jadwal kegiatan, pengaturan peran, tugas dan tanggung jawab

  7. Melaksanakan kegiatan terpadu: menerapkan kegiatan sesuai yang telah disepakati bersama melalui kegiatan, bantuan teknis, laporan berkala, dll.

  8. Pemantauan dan evaluasi

Indikator Keberhasilan Kemitraan


Untuk dapat mengetahui keberhasilan pengembangan kemitraan diperlukan adanya indikator yang dapat diukur. Dalam penentuan indikator sebaiknya dipahami prinsip-prinsip indikator yaitu: spesifik, dapat diukur, dapat dicapai, realistis dan tepat waktu. Sedangkan pengembangan indikator melalui pendekatan manajemen program yaitu:

1. Indikator Input

Tolak ukur keberhasilan input dapat diukur dari tiga indikator, yaitu:

  • Terbentuknya tim wadah atau sekretariat yang ditandai dengan adanya kesepakatan bersama dalam kemitraan.

  • Adanya sumber dana/biaya yang memang diperuntukkan bagi pengembangan kemitraan.

  • Adanya dokumen perencanaan yang telah disepakati oleh institusi terkait.

Hasil evaluasi terhadap input dinilai berhasil apabila ketiga tolok ukur tersebut terbukti ada.

2. Indikator Proses

Tolok ukur keberhasilan proses dapat diukur dari indikator sebagai frekuensi dan kualiatas pertemuan tim atau secretariat sesuai kebutuhan. Hasil evaluasi terhadap proses nilai berhasil, apabila tolok ukur tersebut terbukti adanya yang dilengkapi dengan agenda pertemuan, daftar hadir dan notulen hasil pertemuan.

3. Indikator Output

Tolok ukur keberhasilan output dapat diukur dari indikator sebagai berikut:

  • Jumlah kegiatan yang dikerjakan oleh institusi terkait sesuai dengan kesepakatan peran masing-masing institusi.

  • Hasil evaluasi terhadap output dinilai berhasil, apabila tolok ukur tersebut diatas terbukti ada.

4. Indikator Outcome

Tolok ukur keberhasilan outcome adalah apakah luaran yang dihasilkan dari kemitraan telah sesuai dengan apa yang direncanakan sebelumnya.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, arti kata mitra adalah teman, kawan kerja, rekan. Sementara kemitraan artinya perihal hubungan atau jalinan kerjasama sebagai mitra. Hafsah menjelaskan pengertian kemitraan adalah suatu strategi bisnis yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih keuntungan bersama dengan prinsip
saling membutuhkan dan saling membesarkan. Karena merupakan strategi bisnis maka keberhasilan kemitraan sangat ditentukan oleh adanya kepatuhan diantara yang bermitra dalma menjalanan etika bisnis. Hal demikian sesuai dengan pendapat Ian Linton yang mengatakan bahwa Kemitraan adalah sebuah cara melakukan bisnis di mana pemasok dan pelanggan berniaga satu sama lain untuk mencapai tujuan bisnis bersama.

Secara ekonomi, kemitraan didefinisikan sebagai:

  1. Esensi kemitraan terletak pada kontribusi bersama, baik berupa tenaga (labour) maupun benda (property) atau keduanya untuk tujuan kegiatan ekonomi. Pengendalian kegiatan dilakukan bersama dimana pembagian keuntungan dan kerugian distribusi diantara dua pihak yang bermitra. (Burns, 1996 dalam Badan Agribisnis Departemen Pertanian, 1998);

  2. “Partnership atau Alliance” adalah suatu asosiasi yang terdiri dari dua orang atau usaha yang sama-sama memiliki sebuah perusahaan dengan tujuan untuk mencari laba. (Winardi, 1971 dalam Agribisnis Departemen Pertanian, 1998);

  3. Kemitraan adalah suatu persekutuan dari dua orang atau lebih sebagai pemilik bersama yang menjalankan suatu bisnis mencari keuntungan. (Spencer, 1977 dalam Badan Agribisnis Departemen Pertanian, 1998);

  4. Suatu kemitraan adalah suatu perusahaan dengan sejumlah pemilik uang menikmati bersama keuntungan-keuntungan dari perusahaan dan masing-masing menanggung liabilitas yang tidak terbatas atas hutang-hutang perusahaan. (McEachern, 1988 dalam Badan Agribisnis Departemen Pertanian, 1998).

Sementara itu, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah Pasal 1 ayat 13 mengatakan bahwa yang dimaksud dengan kemitraan adalah kerjasama dalam keterkaitan usaha, baik langsung maupun tidak langsung, atas dasar prinsip saling memerlukan, mempercayai, memperkuat, dan menguntungkan yang melibatkan pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dengan Usaha Besar.

kemitraan merupakan jalinan kerjasama usaha yang merupakan strategi bisnis yang dilakukan antara dua pihak atau lebih dengan prinsip saling membutuhkan, saling memperbesar dan saling menguntungkan. Hubungan kerjasama tersebut tersirat adanya satu pembinaan dan pengembangan, hal ini dapat terlihat karena pada dasarnya masing-masing pihak pasti mempunyai kelemahan dan kelebihan, justru dengan kelemahan dan kelebihan masing-masing pihak akan saling melengkapi dalam arti pihak yang satu akan mengisi dengan cara melakukan pembinaan terhadap kelemahan yang lain dan sebaliknya.

Prinsip-Prinsip Kemitraan

Kemitraan memiliki prinsip-prinsip dalam pelaksanaannya. Wibisono merumuskan tiga prinsip penting dalam kemitraan, yaitu:

  1. Kesetaraan atau keseimbangan (equity).
    Pendekatannya bukan top down atau bottom up, bukan juga berdasarkan kekuasaan semata, namun hubungan yang saling menghormati, saling menghargai dan saling percaya. Untuk menghindari antagonisme perlu dibangun rasa saling percaya. Kesetaraan meliputi adanya penghargaan, kewajiban, dan ikatan.

  2. Transparansi.
    Transparansi diperlukan untuk menghindari rasa saling curiga antar mitra kerja. Meliputi transparansi pengelolaan informasi dan transparansi pengelolaan keuangan.

  3. Saling menguntungkan.
    Suatu kemitraan harus membawa manfaat bagi semua pihak yang terlibat.

Tujuan Kemitraan

Pada dasarnya maksud dan tujuan dari kemitraan adalah “win-win solution partnership”. Kesadaran dan saling menguntungkan disini tidak berarti para partisipan dalam kemitraan tersebut harus memiliki kemampuan dan kekuatan yang sama, tetapi yang lebih dipentingkan adalah adanya posisi tawar yang setara berdasarkan peran masing-masing. Berdasarkan pendekatan cultural, kemitraan bertujuan agar mitra usaha dapat mengadopsi nilai-nilai baru dalam berusaha seperti perluasan wawasan, prakarsa, kreativitas, berani mengambil resiko, etos kerja, kemampun aspekaspek manajerial, bekerja atas dasar perencanaan, dan berwawasan kedepan.

Dalam kondisi yang ideal, tujuan yang ingin dicapai dalam pelaksanaan kemitraan secara lebih konkrit adalah:

  1. Meningkatkan pendapatan usaha kecil dan masyarakat;
  2. Meningkatkan nilai tambah bagi pelaku kemitraan;
  3. Meningkatkan dan pemberdayaan masyarakat dan usaha kecil;
  4. Meningkatkan pertumbuahan ekonomi pedesaan,wilayah dan nasional;
  5. Memperluas lapangan kerja;
  6. Meningkatkan ketahanan ekonomi nasional.

Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah pasal 11 tercantum bahwa tujuan program kemitraan yaitu:

  1. Mewujudkan kemitraan antar Usaha Mikro, Kecil dan Menengah;
  2. Mewujudkan kemitraan antar Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Usaha Besar;
  3. Mendorong terjadinya hubungan yang saling menguntungkan dalam pelaksanaan transaksi usaha antar Usaha Mikro, Kecil dan Menengah;
  4. Mendorong terjadinya hubungan yang saling menguntungkan dalam pelaksanaan transaksi usaha antar Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Usaha Besar;
  5. Mengembangkan kerjasama untuk meningkatkan posisi tawar Usaha Mikro, Kecil dan Menengah;
  6. Mendorong terbentuknya struktur pasar yang menjamin tumbuhnya persaingan usaha yang sehat dan melindungi konsumen; dan

Menurut Dr. Muhammad Jafar Hafsah, kemitraan adalah suatu strategi bisnis yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih keuntungan bersama dengan prinsip saling membutuhkan dan saling membesarkan.

Menurut Ian Linton Kemitraan adalah sebuah cara melakukan bisnis di mana pemasok dan pelanggan berniaga satu sama lain untuk mencapai tujuan bisnis bersama. Walaupun definisi di atas merunut pada konsep usaha, namun sejatinya pola kemitraan dapat dilakukan dalam berbagai bidang, termasuk bidang pendidikan. Kita dapat melihat bahwa konsep kemitraan bertujuan mewujudkan kemampuan dan peranan semua elemen secara optimal dalam mewujudkan program. Dalam hal ini, semua unsur diharapkan mampu menghadapi berbagai hambatan dan kendala, baik yang bersifat eksternal maupun internal, dalam berbagai bidang.

Menurut Undang-Undang No. 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil Pasal 8 ayat 1 yang berbunyi “Kemitraan adalah kerjasama usaha antara usaha kecil dengan usaha menengah atau dengan usaha besar disertai pembinaan dan pengembangan usaha oleh usaha menengah atau usaha besar dengan memperhatikan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat, dan saling menguntungkan ”. Ada beberapa jenis pola kerjasama atau kemitraan yaitu :

  1. Pola inti plasma

    Adalah merupakan hubungan kemitraan antara Usaha Kecil Menengah dan Usaha Besar sebagai inti membina dan mengembangkan Usaha Kecil Menegah yang menjadi plasmanya dalam menyediakan lahan, penyediaan sarana produksi, pemberian bimbingan teknis manajemen usaha dan produksi, perolehan, penguasaan dan peningkatan teknologi yang diperlukan bagi peningkatan efisiensi dan produktivitas usaha. Dalam hal ini, Usaha Besar mempunyai tanggung jawab sosial (corporate social responsibility) untuk membina dan mengembangkan UKM sebagai mitra usaha untuk jangka panjang.
    Perusahaan Mitra membina Kelompok Mitra dalam hal:

    • Penyediaan dan penyiapan lahan

    • Pemberian saprodi.

    • Pemberian bimbingan teknis manajemen usaha dan produksi.

    • Perolehan, penguasaan dan peningkatan teknologi.

    • Pembiayaan.

    • Bantuan lain seperti efesiensi dan produktifitas usaha.

  2. Subkontrak

    Menurut penjelasan Pasal 27 huruf (b) Undang-Undang Nomor. 9 Tahun 1995 bahwa pola subkontrak adalah hubungan kemitraan antara Usaha Kecil dengan Usaha Menengah atau Usaha Besar, yang di dalamnya Usaha Kecil memproduksi komponen yang diperlukan oleh Usaha Menengah atau Usaha Besar sebagai bagian dari produksinya. Atau bisa juga dikatakan, subkontrak sebagai suatu sistem yang menggambarkan hubungan antara Usaha Besar dan Usaha Kecil Menegah, di mana Usaha Besar sebagai perusahaan induk (parent firma) meminta kepada UKM selaku subkontraktor untuk mengerjakan seluruh atau sebagian pekerjaan (komponen) dengan tanggung jawab penuh pada perusahaan induk. Selain itu, dalam pola ini Usaha Besar memberikan bantuan berupa kesempatan perolehan bahan baku, bimbingan dan kemampuan teknis produksi, penguasaan teknologi, dan pembiayaan.

  3. Pola dagang umum

    Menurut penjelasan Pasal 27 huruf © Undang-Undang Nomor. 9 Tahun 1995, Pola Dagang Umum adalah “hubungan kemitraan antara Usaha Kecil dengan Usaha Menengah atau Usaha Besar, yang di dalamnya Usaha Menengah atau Usaha Besar memasarkan hasil produksi Usaha Kecil atau Usaha Kecil memasok kebutuhan yang diperlukan oleh Usaha Menengah atau Usaha Besar mitranya”. Dengan demikian maka dalam pola dagang umum, usaha menengah atau usaha besar memasarkan produk atau menerima pasokan dari usaha kecil mitra usahanya untuk memenuhi kebutuhan yang diperlukan oleh usaha menengah atau usaha besar mitranya. Bisa juga dikatakan bahwa pola dagang umum mengandung pengertian hubungan kemitraan antara kelompok mitra dengan perusahaan mitra, dimana perusahaan mitra memasarkan hasil produksi kelompok mitra

  4. Waralaba

    Pola Waralaba adalah hubungan kemitraan yang di dalamnya pemberi waralaba memberikan hak penggunaan lisensi, merek dagang dan saluran distribusi perusahaannya kepada penerima waralaba dengan disertai bantuan bimbingan manajemen. Berdasarkan pada ketentuan seperti di atas, dalam pola waralaba pemberi waralaba memberikan hak untuk menggunakan kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri usaha kepada penerima waralaba. Dengan demikian, maka dengan pola waralaba ini usaha menengah dan atau usaha besar yang bertindak sebagai pemberi waralaba menyediakan penjaminan atau menjadi penjamin kredit yang diajukan oleh usaha kecil sebagai penerima waralaba kepada pihak ketiga.

  5. Keagenan

    Adalah hubungan kemitraan antar kelompok mitra dengan perusahaan mitra dimana kelompok diberi hak khusus untuk memasarkan barang dan jasa usaha pengusaha mitra. Keagenan merupakan hubungan kemitraan antara UKM dan UB, yang di dalamnya UKM diberi hak khusus untuk memasarkan barang dan jasa UB sebagai mitranya. Pola keagenan merupakan hubungan kemitraan, di mana pihak prinsipal memproduksi atau memiliki sesuatu, sedangkan pihak lain (agen) bertindak sebagai pihak yang menjalankan bisnis tersebut dan menghubungkan produk yang bersangkutan langsung dengan pihak ketiga.

Kemitraan dilihat dari perspektif etimologis diadaptasi dari kata partnership, dan berasal dari akar kata partner. Partner dapat diterjemahkan “pasangan, jodoh, sekutu, atau kampanyon”. Makna partnership yang diterjemahkan menjadi persekutuan atau perkongsian. Bertolak dari sini, maka kemitraan dapat dimaknai sebagai bentuk persekutuan antara dua pihak atau lebih yang membentuk suatu ikatan kerjasama atas dasar kesepakatan dan rasa saling membutuhkan dalam rangka meningkatkan kapasitas dan kapabilitas di suatu bidang usaha tertentu, atau tujuan tertentu, sehingga dapat memperoleh hasil yang baik.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, arti kata mitra adalah teman, kawan kerja, rekan. Sementara kemitraan artinya perihal hubungan atau jalinan kerjasama sebagai mitra. Hafsah menjelaskan pengertian kemitraan adalah suatu strategi bisnis yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih keuntungan bersama dengan prinsip saling membutuhkan dan saling membesarkan.

Karena merupakan strategi bisnis maka keberhasilan kemitraan sangat ditentukan oleh adanya kepatuhan diantara yang bermitra dalam menjalanan etika bisnis. Hal demikian sesuai dengan pendapat Ian Linton yang mengatakan bahwa Kemitraan adalah sebuah cara melakukan bisnis di mana pemasok dan pelanggan berniaga satu sama lain untuk mencapai tujuan bisnis bersama.

Kemitraan pada esensinya adalah dikenal dengan istilah gotong royong atau kerjasama dari berbagai pihak, baik secara individual maupun kelompok. Menurut Notoatmodjo (2003), kemitraan adalah suatu kerja sama formal antara individu-individu, kelompok-kelompok atau organisasi-organisasi untuk mencapai suatu tugas atau tujuan tertentu.

Ada berbagai pengertian kemitraan secara umum (Promkes Depkes RI) meliputi:

  1. Kemitraan mengandung pengertian adanya interaksi dan interelasi minimal antara dua pihak atau lebih dimana masing-masing pihak merupakan ”mitra” atau ”partner”.

  2. Kemitraan adalah proses pencarian/perwujudan bentuk-bentuk kebersamaan yang saling menguntungkan dan saling mendidik secara sukarela untuk mencapai kepentingan bersama.

  3. Kemitraan adalah upaya melibatkan berbagai komponen baik sektor, kelompok masyarakat, lembaga pemerintah atau non-pemerintah untuk bekerja sama mencapai tujuan bersama berdasarkan atas kesepakatan, prinsip, dan peran masing-masing.

  4. Kemitraan adalah suatu kesepakatan dimana seseorang, kelompok atau organisasi untuk bekerjasama mencapai tujuan, mengambil dan melaksanakan serta membagi tugas, menanggung bersama baik yang berupa resiko maupun keuntungan, meninjau ulang hubungan masing-masing secara teratur dan memperbaiki kembali kesepakatan bila diperlukan (Ditjen P2L & PM, 2004).

Prinsip Kemitraan


Terdapat 3 prinsip kunci yang perlu dipahami dalam membangun suatu kemitraan oleh masing-masing naggota kemitraan yaitu:

  1. Prinsip Kesetaraan (Equity)
    Individu, organisasi atau institusi yang telah bersedia menjalin kemitraan harus merasa sama atau sejajar kedudukannya dengan yang lain dalam mencapai tujuan yang disepakati.

  2. Prinsip Keterbukaan
    Keterbukaan terhadap kekurangan atau kelemahan masing-masing anggota serta berbagai sumber daya yang dimiliki. Semua itu harus diketahui oleh anggota lain. Keterbukaan ada sejak awal dijalinnya kemitraan sampai berakhirnya kegiatan. Dengan saling keterbukaan ini akan menimbulkan saling melengkapi dan saling membantu diantara golongan (mitra).

  3. Prinsip Azas manfaat bersama (mutual benefit)
    Individu, organisasi atau institusi yang telah menjalin kemitraan memperoleh manfaat dari kemitraan yang terjalin sesuai dengan kontribusi masing-masing. Kegiatan atau pekerjaan akan menjadi efisien dan efektif bila dilakukan bersama.

Model-model Kemitraan dan Jenis Kemitraan


Secara umum, model kemitraan dalam sektor kesehatan dikelompokkan menjadi dua (Notoadmodjo, 2003) yaitu:

  1. Model I
    Model kemitraan yang paling sederhana adalah dalam bentuk jaring kerja (networking) atau building linkages. Kemitraan ini berbentuk jaringan kerja saja. Masing-masing mitra memiliki program tersendiri mulai dari perencanaannya, pelaksanaannya hingga evalusi. Jaringan tersebut terbentuk karena adanya persamaan pelayanan atau sasaran pelayanan atau karakteristik lainnya.

  2. Model II
    Kemitraan model II ini lebih baik dan solid dibandingkan model I. Hal ini karena setiap mitra memiliki tanggung jawab yang lebih besar terhadap program bersama. Visi, misi, dan kegiatan-kegiatan dalam mencapai tujuan kemitraan direncanakan, dilaksanakan, dan dievaluasi bersama.

Menurut Beryl Levinger dan Jean Mulroy (2004), ada empat jenis atau tipe kemitraan yaitu:

  1. Potential Partnership
    Pada jenis kemitraan ini pelaku kemitraan saling peduli satu sama lain tetapi belum bekerja bersama secara lebih dekat.

  2. Nascent Partnership
    Kemitraan ini pelaku kemitraan adalah partner tetapi efisiensi kemitraan tidak maksimal.

  3. Complementary Partnership
    Pada kemitraan ini, partner/mitra mendapat keuntungan dan pertambahan pengaruh melalui perhatian yang besar pada ruang lingkup aktivitas yang tetap dan relatif terbatas seperti program delivery dan resource mobilization.

  4. Synergistic Partnership
    Kemitraan jenis ini memberikan mitra keuntungan dan pengaruh dengan masalah pengembangan sistemik melalui penambahan ruang lingkup aktivitas baru seperti advokasi dan penelitian.

Bentuk-bentuk/tipe kemitraan menurut Pusat Promosi Kesehatan Departemen Kesehatan RI yaitu terdiri dari aliansi, koalisi, jejaring, konsorsium, kooperasi dan sponsorship. Bentuk-bentuk kemitraan tersebut dapat tertuang dalam:

  1. SK bersama
  2. MOU
  3. Pokja
  4. Forum Komunikasi
  5. Kontrak Kerja/perjanjian kerja

Konflik dalam Kemitraan


Beberapa literatur menyebutkan makna konflik sebagai suatu perbedaan pendapat di antara dua atau lebih anggota atau kelompok dan organisasi, yang muncul dari kenyataan bahwa mereka harus membagi sumber daya yang langka atau aktivitas kerja dan mereka mempunyai status, tujuan, nilai, atau pandangan yang berbeda, dimana masing-masing pihak berupaya untuk memenangkan kepentingan atau pandangannya.

Sedangkan menurut Brown (1998), konflik merupakan bentuk interaksi perbedaan kepentingan, persepsi, dan pilihan. Wujudnya bisa berupa ketidaksetujuan kecil sampai ke perkelahian (Purnama, 2000). Konflik dalam organisasi biasanya terbentuk dari rangkaian konflikkonflik sebelumnya. Konflik kecil yang muncul dan diabaikan oleh manajemen merupakan potensi munculnya konflik yang lebih besar dan melibatkan kelompok-kelompok dalam organisasi.

Umstot (1984) menyatakan bahwa proses konflik sebagai sebuah siklus yang melibatkan elemen-elemen :

  1. elemen isu ,
  2. perilaku sebagai respon dari isu-isu yang muncul,
  3. akibat-akibat, dan
  4. peristiwa-peristiwa pemicu.

Faktor-faktor yang bisa mendorong konflik adalah:

  1. perubahan lingkungan eksternal,
  2. perubahan ukuran perusahaan sebagai akibat tuntutan persaingan,
  3. perkembangan teknologi,
  4. pencapaian tujuan organisasi, dan
  5. struktur organisasi.

Menurut Myer dalam Purnama (2000), terdapat tiga bentuk konflik dalam organisasi, yaitu :

  1. Konflik pribadi, merupakan konflik yang terjadi dalam diri setiap individu karena pertentangan antara apa yang menjadi harapan dan keinginannya dengan apa yang dia hadapi atau dia perolah,
  2. Konflik antar pribadi, merupakan konflik yang terjadi antara individu yang satu dengan individu yang lain, dan
  3. Konflik organisasi, merupakan konflik perilaku antara kelompok-kelompok dalam organisasi dimana anggota kelompok menunjukkan “keakuan kelompoknya” dan membandingkan dengan kelompok lain, dan mereka menganggap bahwa kelompok lain menghalangi pencapaian tujuan atau harapan-harapannya.

Tujuan Kemitraan


Pada dasarnya maksud dan tujuan dari kemitraan adalah “win-win solution partnership”. Kesadaran dan saling menguntungkan disini tidak berarti para partisipan dalam kemitraan tersebut harus memiliki kemampuan dan kekuatan yang sama, tetapi yang lebih dipentingkan adalah adanya posisi tawar yang setara berdasarkan peran masing-masing.

Berdasarkan pendekatan kultural, kemitraan bertujuan agar mitra usaha dapat mengadopsi nilai-nilai baru dalam berusaha seperti perluasan wawasan, prakarsa, kreativitas, berani mengambil resiko, etos kerja, kemampun aspek-aspek manajerial, bekerja atas dasar perencanaan, dan berwawasan kedepan.

Dalam kondisi yang ideal, tujuan yang ingin dicapai dalam pelaksanaan kemitraan secara lebih konkrit adalah:

  1. Meningkatkan pendapatan usaha kecil dan masyarakat;
  2. Meningkatkan nilai tambah bagi pelaku kemitraan;
  3. Meningkatkan dan pemberdayaan masyarakat dan usaha kecil;
  4. Meningkatkan pertumbuahan ekonomi pedesaan,wilayah dan nasional;
  5. Memperluas lapangan kerja;
  6. Meningkatkan ketahanan ekonomi nasional.

Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah pasal 11 tercantum bahwa tujuan program kemitraan yaitu:

  1. Mewujudkan kemitraan antar Usaha Mikro, Kecil dan Menengah;
  2. Mewujudkan kemitraan antar Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Usaha Besar;
  3. Mendorong terjadinya hubungan yang saling menguntungkan dalam pelaksanaan transaksi usaha antar Usaha Mikro, Kecil dan Menengah;
  4. Mendorong terjadinya hubungan yang saling menguntungkan dalam pelaksanaan transaksi usaha antar Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Usaha Besar;
  5. Mengembangkan kerjasama untuk meningkatkan posisi tawar Usaha Mikro, Kecil dan Menengah;
  6. Mendorong terbentuknya struktur pasar yang menjamin tumbuhnya persaingan usaha yang sehat dan melindungi konsumen; dan
  7. Mencegah terjadinya penguasaan pasar dan pemusatan pasar oleh orang perorangan atau kelompok tertentu yang merugikan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah.

Pola – Pola Kemitraan


Dalam proses implementasinya, kemitraan yang dijalankan tidak selamanya ideal karena dalam pelaksanaannya kemitraan yang dilakukan didasarkan pada kepentingan pihak yang bermitra. Menurut Wibisono, Kemitraan yang dilakukan antara perusahaan dengan pemerintah maupun komunitas/ masyarakat dapat mengarah pada tiga pola, diantaranya:

  1. Pola kemitraan kontra produktif
    Pola ini akan terjadi jika perusahaan masih berpijak pada pola konvensional yang hanya mengutamakan kepentingan shareholders yaitu mengejar profit sebesar-besarnya. Fokus perhatian perusahaan memang lebih bertumpu pada bagaimana perusahaan bisa meraup keuntungan secara maksimal, sementara hubungan dengan pemerintah dan komunitas atau masyarakat hanya sekedar pemanis belaka.
    Perusahaan berjalan dengan targetnya sendiri, pemerintah juga tidak ambil peduli, sedangkan masyarakat tidak memiliki akses apapun kepada perusahaan. Hubungan ini hanya menguntungkan beberapa oknum saja, misalnya oknum aparat pemerintah atau preman ditengah masyarakat. Biasanya, biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan hanyalah digunakan untuk memelihara orang-orang tertentu saja. Hal ini dipahami, bahwa bagi perusahaan yang penting adalah keamanan dalam jangka pendek.

  2. Pola Kemitraan Semiproduktif
    Dalam skenario ini pemerintah dan komunitas atau masyarakat dianggap sebagai obyek dan masalah diluar perusahaan. Perusahaan tidak tahu program-program pemerintah, pemerintah juga tidak memberikan iklim yang kondusif kepada dunia usaha dan masyarakat bersifat pasif. Pola kemitraan ini masih mengacu pada kepentingan jangka pendek dan belum atau tidak menimbulkan sense of belonging di pihak masyarakat dan low benefit dipihak pemerintah.

    Kerjasama lebih mengedepankan aspek karitatif atau public relation, dimana pemerintah dan komunitas atau masyarakat masih lebih dianggap sebagai objek. Dengan kata lain, kemitraan masih belum strategis dan masih mengedepankan kepentingan sendiri (self interest) perusahaan, bukan kepentingan bersama (commont interest) antara perusahaan dengan mitranya.

  3. Pola Kemitraan Produktif
    Pola kemitraan ini menempatkan mitra sebagai subyek dan dalam paradigma commont interest. Prinsip simbiosis mutualisme sangat kental pada pola ini. Perusahaan mempunyai kepedulian sosial dan lingkungan yang tinggi, pemerintah memberikan iklim yang kondusif bagi dunia usaha dan masyarakat memberikan dukungan positif kepada perusahaan. Bahkan bisa jadi mitra dilibatkan pada pola hubungan resourced based patnership, dimana mitra diberi kesempatan menjadi bagian dari shareholders. Sebagai contoh, mitra memperoleh saham melalui stock ownership program.

Referensi

http://digilib.unila.ac.id/3703/16/BAB%20II.pdf

Menurut Dr. Muhammad Jafar Hafsah Kemitraan adalah suatu strategi bisnis yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih keuntungan bersama dengan prinsip saling membutuhkan dan saling membesarkan. Karena merupakan strategi bisnis maka keberhasilan kemitraan sangat ditentukan oleh adanya kepatuhan diantara yang bermitra dalam menjalankan etika bisnis.

Dalam Ketentuan Umum Peraturan Pemerintah Nomor. 44 Tahun 1997 terutama dalam Pasal 1 menyatakan bahwa Kemitraan adalah kerjasama usaha antara Usaha Kecil dengan Usaha Menengah dan atau dengan Usaha Besar disertai pembinaan dan pengembangan oleh Usaha Menengah dan atau Usaha Besar dengan memperhatikan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat dan saling menguntungkan.

Jenis-jenis Kemitraan

Ada empat pokok jenis Kemitraan:

  1. Kemitraan Biasa, yaitu orang yang dipercaya secara pribadi atas semua hutang dan obligasi suatu perusahaan dan ia ikut ambil bagian dalam pengelolaan usaha tersebut. Oleh karena itu ia disebut mitra yang aktif;

  2. Mitra Pasif, yang memberikan modalnya, memperoleh bagian keuntungan dan secara perseorangan dipercaya atas hutang dan obligasi perusahaan, tetapi tidak ambil bagian dalam managemen;

  3. Mitra Terbatas, orang yang wewenangnya dibatasi oleh besarnya modal yang ia tanamkan, dan yang tidak dapat ambil bagian dalam managemen perusahaan. Berdasarkan hukum ia berada dalam deretan yang lemah sedangkan mitra pasif juga demikian oleh karena kehendaknya sendiri

  4. Mitra yang mendatangkan Keuntungan, orang yang diijinkan untuk masuk ke dalam suatu perusahaan. Ia tidak diberi wewenang sebagai kreditor perusahaan bagi sesuatu yang telah dilakukan sebelum ia bergabung menjadi mitra. Namun demikian, mungkin ia dengan perjanjian khusus dapat diberi wewenang.

Hubungan Antar Mitra dalam Kemitraan

Posisi mitra pada umumnya, dapat dilihat dengan dua cara ; (a) Harta Kemitraan, dan (b) Hak-hak Pokok Mitra.

1. Harta Kemitraan

Harta kemitraan adalah harta yang dimiliki oleh perusahaan, yaitu modal awal kemitraan atau hasil usaha, baik melalui perdagangan maupun dengan cara lain sebagai milik perusahaan atau untuk mencapai tujuan atau hal-hal yang menyangkut bisnis kemitraan.

2. Hak-hak pokok Mitra

Seorang mitra memiliki hak-hak pokok sebagai berikut yang diberikan oleh co-mitra:

  • Diberikan kepercayaan sepenuhnya secara fair dan baik dari co- mitranya dalam segala bentuk kemitraan.

  • Berhak untuk ikut ambil bagian dalam manajemen bisnis kemitraan.

  • Dapat mencegah masuknya mitra baru atas persetujuan co- mitranya.

  • Sifat dari bisnis kemitraan tidak dapat diubah tanpa persetujuan mutlak dari seluruh kemitraan, dan apabila menyetujui setiap mitra dapat menggunakan, menelliti dan mencontoh sebagian yang ada.

  • Mitra tidak dapat dipecat begitu saja dengan mayoritas co-mitra kecuali atas kesepakatan diantara para mitra.

  • Berhak untuk memperoleh upah atau bagian dari perusahaan yang dianggap sebagai gaji atau wewenang pribadi yang diberikan kepadanya.

  • Semua mitra berhak untuk andil yang sama dalam permodalan dan perolehan keuntungan bisnis dan juga sama-sama memikul beban jika mengalami kerugian.

  • Dapat memberikan secara mutlak atau melalui perwakilan asset dan keuntungan yang menjadi bagiannya di dalam kemitraan, dan orang yang diberi tersebut berhak untuk menerima, baik itu seluruhnya atau sebagian dari keuntungan tersebut.