Apa yang dimaksud dengan Kemandirian belajar?

Kemandirian belajar

Kemandirian belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa untuk melakukan kegiatan belajar aktif, yang didorong oleh motif untuk menguasai suatu kompetensi, dan dibangun dengan bekal pengetahuan atau kompetensi yang telah dimiliki

Apa yang dimaksud dengan Kemandirian belajar ?

Pengertian Kemandirian Belajar


Kemandirian belajar sama artinya dengan self-directed learning (SDL). Kemandirian muncul dan berfungsi ketika peserta didik menemukan diri pada posisi yang menuntut suatu tingkat kepercayaan diri. Menurut Steinberg dalam Desmita (2009) kemandirian berbeda dengan tidak tergantung pada orang lain, karena tidak tergantung merupakan bagian untuk memperoleh kemandirian. Istilah “kemandirian” berasal dari kata dasar “diri” yang mendapat awalan “ke” dan akhiran “an”, kemudian membentuk satu kata keadaan atau kata benda. Karena kemandirian berasal dari kata dasar “diri”, maka pembahasan kemandirian tidak lepas dari pembahasan tentang perkembangan diri itu sendiri, yang dalam konsep Carl Rogers disebut dengan istilah self , karena diri itu merupakan inti dari kemandirian. Konsep yang sering digunakan atau berdekatan dengan kemandirian adalah autonomy (Desmita, 2009: 185).

Menurut Chaplin (2002, dalam Desmita, 2009), otonomi adalah kebebasan individu manusia untuk memiliki, untuk menjadi kesatuan yang bisa memerintah, menguasai dan menentukan dirinya sendiri. Sedangkan Seifert dan Hoffnung (1994, dalam Desmita, 2009: 185) mendefinisikan otonomi atau kemandirian sebagai “ the ability to groven and regulate one’s own thoughts, feelings, and actions freely and responsibly while overcoming feelings of shame and doubt”.

Dengan demikian dapat dipahami bahwa kemandirian atau otonomi adalah kemampuan untuk mengendalikan dan mengatur pikiran, perasaan, dan tindakan sendiri secara bebas serta berusaha sendiri untuk mengatasi perasaanperasaan malu dan keragu-raguan. Kemandirian biasanya ditandai dengan kemampuan menentukan nasib sendiri, kreatif dan inisiatif, mengatur tingkah laku, bertanggung jawab, mampu mengatasi masalah tanpa ada pengaruh dari orang lain. Kemandirian merupakan suatu sikap otonomi di mana peserta didik secara relatif bebas dari pengaruh penilaian, pendapat dan keyakinan orang lain. Dengan otonomi tersebut, peserta didik diharapkan akan lebih bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri.

Kemandirian belajar atau self-directed learning (SDL) merupakan proses dimana seorang siswa mengambil inisiatif, dengan atau tanpa bantuan dari orang lain, dalam mendiagnosis kebutuhan belajar mereka, menetapkan tujuan belajar mereka, mengidentifikasi sumber dalam belajar, memilih dan menerapkan strategi belajar, serta mengevaluasi hasil belajar (Knowles, 1975, dalam Scott, 2006). Menurut Brooks & Brooks (Song, 2007, dalam Ariflati, 2013), kemandirian dapat membebaskan siswa dalam menggambarkan gagasan, kepercayaan diri dan bakat mereka. Selain itu, proses kemandirian belajar membebaskan siswa menggunakan gaya belajar mereka sendiri, maju dalam kecepatan mereka sendiri, menggali kepercayaan diri, dan mengembangkan bakat mereka dengan menggunakan kecerdasan majemuk yang mereka sukai (Johnson, 2009, dalam Ariflati, 2013).

Sedangkan menurut Merriam dan Caffarela (Song, 2007, dalam Ariflati, 2013), kemandirian belajar merupakan proses pembelajaran dimana siswa membuat inisiatif sendiri dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pengalaman pembelajarannya yang diambil dari berbagai sumber literatur. Di dalam kemandirian belajar, siswa belajar tentang ide, membuat rencana dan mengambil keputusan.

Siswa memikirkan ide untuk dapat mengambil keputusan yang baik dan memikirkan keputusan agar mendapatkan hasil yang diharapkan. Senada dengan hal itu, Grieve (2003, dalam Ariflati) menyatakan bahwa kemandirian belajar adalah atribut personal, kesiapan psikologis seseorang dalam mengontrol sehingga bertanggung jawab dalam proses belajarnya. Hiemstra (2006) mengungkapkan self-directed learning merupakan kemampuan yang tidak banyak berkaitan dengan cara belajar yang digunakan, tetapi lebih berkaitan dengan bagaimana pembelajaran tersebut dilakukan. Siswa yang mandiri adalah siswa yang mempunyai pengetahuan tentang strategi pembelajaran yang efektif dan bagaimana serta kapan menggunakannya (Bandura, 1991; Dembo & Eaton, 2000; Schunk & Zimmerman, 1997; Winne, 1997, dalam Slavin, 2009). Misalnya, mereka tahu bagaimana dan kapan membaca dengan sekilas dan bagaimana serta kapan membaca untuk memperoleh pemahaman yang mendalam; dan mereka tahu bagaimana menulis untuk meyakinkan dan bagaimana menulis untuk menginformasikan (Zimmerman & Kitsantas, 1999, dalam Slavin, 2009).

Lebih jauh, siswa yang mandiri termotivasi oleh pembelajaran itu sendiri, bukan hanya oleh nilai atau persetujuan orang lain (Boekaerts, 1995; Corno, 1992; Schunk, 1995, dalam Slavin, 2009), dan mereka mampu bertahan pada tugas jangka panjang hingga tugas tersebut terselesaikan. Apabila siswa mempunyai strategi pembelajaran yang efektif maupun motivasi serta kegigihan menerapkan strategi ini hingga suatu tugas terselesaikan sehingga memuaskan mereka, kemungkinan mereka akan menjadi pelajar yang efektif (Williams, 1995; Zimmerman, 1995, dalam Slavin, 2009) dan memiliki motivasi sepanjang hidup untuk belajar (Corno & Kanfer, 1993, dalam Slavin, 2009).

Sedangkan Mudjiman (2011) menyatakan siswa yang memiliki kemandirian dalam belajar melakukan kegiatan belajar aktif, yang didorong oleh motif untuk menguasai suatu kompetensi, yang dibangun dengan bekal pengetahuan atau kompetensi yang telah dimiliki. Penetapan kompetensi sebagai tujuan belajar, dan cara pencapaiannya, baik penetapan waktu belajar, tempat belajar, irama belajar, tempo belajar, cara belajar, maupun evaluasi hasil belajar dilakukan oleh siswa sendiri.

Kemandirian belajar juga dapat diartikan sebagai suatu sikap dari siswa sebagai peserta didik yang memiliki karakteristik berinisiatif belajar; mendiagnosis kebutuhan belajar; menetapkan tujuan belajar; memonitor, mengatur dan mengontrol kinerja atau belajar; memandang kesulitan sebagai tantangan; mencari dan memanfaatkan sumber belajar yang relevan; memilih dan menetapkan strategi belajar; mengevaluasi proses belajar dan hasil belajar; serta self-concept (konsep diri) (Sugandi, 2013: 144). Siswa yang berada pada level sekolah tinggi diasumsikan memiliki kemandirian belajar yang lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang berada pada level sekolah sedang. Siswa yang berada pada level sekolah tinggi mampu mengatur waktu dan mengontrol diri dalam berpikir, merencanakan strategi, kemudian melaksanakannya, serta mengevaluasi atau mengadakan refleksi.

Kemandirian belajar mengarah kepada pembelajaran yang dihasilkan dari siswa yang merencanakan sendiri kegiatan belajarnya secara sistematis dan berorientasi pada tujuan yang akan dicapainya dari kegiatan belajar tersebut. Siswa yang memiliki kemandirian belajar melibatkan kegiatan sebagai pencapaian tujuan yang dpilih, dimodifikasi, dan dipertahankan oleh siswa itu sendiri (Zimmerman, 1994, 1998, dalam Reynolds dan Miller 2003). Siswa dengan kemandirian dalam belajar juga lebih suka mengutarakan gagasan daripada menjadi penerima materi pelajaran yang pasif, siswa secara aktif berkontribusi pada tujuan pembelajaran mereka dan latihan-latihan dalam pencapaian tujuan mereka tersebut (Reynolds dan Miller, 2003).

Menurut Haris Mudjiman (2011), kemandirian belajar juga dapat diartikan sebagai berikut:

  1. Kegiatan belajar mandiri merupakan kegiatan belajar yang memiliki ciri keaktifan siswa, persistensi, keterarahan, dan kreativitas untuk mencapai tujuan.

  2. Motif untuk menguasai sesuatu kompetensi adalah kekuatan pendorong kegiatan belajar secara intensif, persisten, terarah dan kreatif.

  3. Kompetensi adalah pengetahuan atau keterampilan yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah.

  4. Dengan pengetahuan yang telah dimiliki, siswa mengolah informasi yang diperoleh dari sumber belajar, sehingga menjadi pengetahuan ataupun keterampilan baru yang dibutuhkannya.

  5. Tujuan belajar hingga evaluasi hasil belajar, ditetapkan sendiri oleh siswa, sehingga ia sepenuhnya menjadi pengendali kegiatan belajarnya.

Dari batasan tersebut itu dapat diperoleh gambaran, bahwa seseorang yang sedang menjalankan kegiatan belajar mandiri lebih ditandai, dan ditentukan oleh motif yang mendorongnya belajar. Bukan oleh kenampakan fisik kegiatan belajarnya. Siswa tersebut secara fisik bisa sedang belajar sendirian, belajar kelompok dengan teman-temannya, atau bahkan sedang dalam situasi belajar klasikal dalam kelas tradisional. Akan tetapi bila motif yang mendorong kegiatan belajarnya adalah motif untuk menguasai suatu kompetensi yang diinginkannya, maka ia sedang menjalankan belajar mandiri.

Kemandirian belajar sangat penting dimiliki oleh individu dalam proses pembelajaran. Seseorang yang memiliki kemandirian belajar, akan cenderung lebih memiliki prestasi yang baik. Ketika siswa memiliki kemandirian dalam belajar, mereka menetapkan tujuan akademik yang lebih tinggi untuk diri mereka sendiri, belajar lebih efektif dan berprestasi di kelas (Bronson, 2000; Butler dan Winne, 1995; Winne, 1995a; Zimmerman dan Bandura, 1994; Zimmerman dan Risemberg, 1997 dalam Ormrod 2004). Hal ini diperkuat dengan hasil studi dari Darr dan Fisher (2004, dalam Sugandi, 2013) yang melaporkan bahwa kemampuan belajar mandiri berkorelasi tinggi dengan keberhasilan siswa. Program yang mengajarkan strategi pembelajaran mandiri kepada siswa telah ditemukan meningkatkan pencapaian mereka (Fuchs et al., 2003; Mason, 2004, dalam Slavin, 2009).

Para peneliti telah menemukan bahwa remaja yang berprestasi tinggi adalah seorang siswa yang mampu melakukan kemandirian dalam belajar (Boekaerts, 2006; Schunk & Zimmerman, 2003; Zimmerman & Schunk, 2004, dalam Santrock, 2007). Karena remaja yang berprestasi tinggi dapat memonitor dirinya sendiri ( self-monitor ) terhadap proses belajarnya dan secara sistematis mengevaluasi kemajuan yang dicapai ketika berusaha mencapai tujuan dibandingkan dengan remaja yang berprestasi rendah (Santrock, 2007).

Eccles & Wigfield (2000, dalam Santrock, 2007) menyatakan bahwa usia remaja merupakan usia kritis dalam hal prestasi, khususnya usia 15-18 tahun yaitu usia ketika memasuki Sekolah Menengah Atas. Remaja mulai memikirkan tentang prestasi yang dihasilkannya, dan prestasi ini terkait dengan bidang akademis mereka. Remaja bahkan sudah mampu membuat perkiraan kesuksesan dan kegagalan mereka ketika mereka memasuki usia dewasa. Remaja pada usia ini juga menganggap bahwa keberhasilan dan kegagalan yang mereka alami saat ini adalah sebagai prediktor bagi keberhasilan dan kegagalan di masa depan ketika dewasa nanti. Untuk mencapai prestasi akademik yang baik, remaja dituntut untuk memiliki sikap mandiri dalam belajar. Ketika siswa menginjak usia remaja, mereka harus mencapai kemandirian belajar, sehingga mereka dapat secara sistematis mengadaptasi strategi pada perubahan kondisi diri dan lingkungan (Bandura, 1986, dalam Reynolds dan Miller, 2003).

Dari berbagai pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pengertian kemandirian belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa untuk melakukan kegiatan belajar aktif, yang didorong oleh motif untuk menguasai suatu kompetensi, dan dibangun dengan bekal pengetahuan atau kompetensi yang telah dimiliki. Siswa memiliki strategi pembelajaran yang efektif, karena mereka telah mendiagnosis kebutuhan belajar mereka sendiri, mereka juga menetapkan tujuan belajar, memonitor, mengatur dan mengontrol kinerja belajar, berinisiatif mencari sumber belajar yang relevan, serta aktif dalam kegiatan belajar seperti mengutarakan gagasan.

Dalam kamus besar Bahasa Indonesia mandiri adalah ”berdiri sendiri”. Kemandirian belajar adalah belajar mandiri, tidak menggantungkan diri kepada orang lain, siswa dituntut untuk memiliki keaktifan dan inisiatif sendiri dalam belajar, bersikap, berbangsa maupun bernegara (Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati, 1990).

Menurut Stephen Brookfield (2000) mengemukakan bahwa kemandirian belajar merupakan kesadaran diri, digerakkan oleh diri sendiri, kemampuan belajar untuk mencapai tujuannya. Desi Susilawati, (2009) mendiskripsikan kemandirian belajar sebagai berikut:

  1. Siswa berusaha untuk meningkatkan tanggung jawab dalam mengambil berbagai keputusan.

  2. Kemandirian dipandang sebagai suatu sifat yang sudah ada pada setiap orang dan situasi pembelajaran.

  3. Kemandirian bukan berarti memisahkan diri dari orang lain.

  4. Pembelajaran mandiri dapat mentransfer hasil belajarnya yang berupa pengetahuan dan keterampilan dalam berbagai situasi.

  5. Siswa yang belajar mandiri dapat melibatkan berbagai sumber daya dan aktivitas seperti membaca sendiri, belajar kelompok, latihan dan kegiatan korespondensi.

  6. Peran efektif guru dalam belajar mandiri masih dimungkinkan seperti berdialog dengan siswa, mencari sumber, mengevaluasi hasil dan mengembangkan berfikir kritis.

  7. Beberapa institusi pendidikan menemukan cara untuk mengembangkan belajar mandiri melalui program pembelajaran terbuka.

Kemandirian belajar adalah kondisi aktifitas belajar yang mandiri tidak tergantung pada orang lain, memiliki kemauan serta bertanggung jawab sendiri dalam menyelesaikan masalah belajarnya.

Kemandirian belajar akan terwujud apabila siswa aktif mengontrol sendiri segala sesuatu yang dikerjakan, mengevaluasi dan selanjutnya merencanakan sesuatu yang lebih dalam pembelajaran yang dilalui dan siswa juga mau aktif dalam proses pembelajaran.

Ciri-ciri Kemandirian Belajar


Anak yang mempunyai kemandirian belajar dapat dilihat dari kegiatan belajarnya, dia tidak perlu disuruh bila belajar dan kegiatan belajar dilaksanakan atas inisiatif dirinya sendiri. Untuk mengetahui apakah siswa itu mempunyai kemandirian belajar maka perlu diketahui ciri-ciri kemandirian belajar.

Anton Sukarno (1989) menyebutkan ciri-ciri kemandirian belajar sebagai berikut:

  1. Siswa merencanakan dan memilih kegiatan belajar sendiri
  2. Siswa berinisiatif dan memacu diri untuk belajar secara terus menerus
  3. Siswa dituntut bertanggung jawab dalam belajar
  4. Siswa belajar secara kritis, logis, dan penuh keterbukaan
  5. Siswa belajar dengan penuh percaya diri

Menurut Sardiman sebagaimana dikutip oleh Ida Farida Achmad (2008) menyebutkan bahwa ciri-ciri kemandirian belajar yaitu meliputi:

  1. Adanya kecenderungan untuk berpendapat, berperilaku dan bertindak atas kehendaknya sendiri
  2. Memiliki keinginan yang kuat untuk mencapai tujuan
  3. Membuat perencanaan dan berusaha dengan ulet dan tekun untuk mewujudkan harapan
  4. Mampu untuk berfikir dan bertindak secara kreatif, penuh inisiatif dan tidak sekedar meniru
  5. Memiliki kecenderungan untuk mencapai kemajuan, yaitu untuk meningkatkan prestasi belajar
  6. Mampu menemukan sendiri tentang sesuatu yang harus dilakukan tanpa mengharapkan bimbingan dan tanpa pengarahan orang lain.

Faktor yang mempengaruhi Kemandirian Belajar


Menurut Muhammad Nur Syam (1999), ada dua faktor yang mempengaruhi, kemandirian belajar yaitu sebagai berikut:

  • Pertama, faktor internal dengan indikator tumbuhnya kemandirian belajar yang terpancar dalam fenomena antara lain:

    • Sikap bertanggung jawab untuk melaksanakan apa yang dipercayakan dan ditugaskan
    • Kesadaran hak dan kewajiban siswa disiplin moral yaitu budi pekerti yang menjadi tingkah laku
    • Kedewasaan diri mulai konsep diri, motivasi sampai berkembangnya pikiran, karsa, cipta dan karya (secara berangsur)
    • Kesadaran mengembangkan kesehatan dan kekuatan jasmani, rohani dengan makanan yang sehat, kebersihan dan olahraga
    • Disiplin diri dengan mematuhi tata tertib yang berlaku, sadar hak dan kewajiban, keselamatan lalu lintas, menghormati orang lain, dan melaksanakan kewajiban
  • Kedua, faktor eksternal sebagai pendorong kedewasaan dan kemandirian belajar meliputi: potensi jasmani rohani yaitu tubuh yang sehat dan kuat, lingkungan hidup, dan sumber daya alam, sosial ekonomi, keamanan dan ketertiban yang mandiri, kondisi dan suasana keharmonisan dalam dinamika positif atau negatif sebagai peluang dan tantangan meliputi tatanan budaya dan sebagainya secara komulatif.

Menurut Umar Tirta Rahardja dan La Sulo (2000) kemandirian dalam belajar diartikan sebagai aktivitas belajar yang berlangsungnya lebih didorong oleh kemauan sendiri, pilihan sendiri, dan tanggung jawab sendiri dari pembelajar. Kemandirian disini, berarti lebih ditekankan pada individu yang belajar dan kewajibannya dalam belajar dilakukan secara sendiri dan sepenuhnya dikontrol sendiri. Pengertian belajar mandiri menurut Hamzah B.Uno (2011) yaitu metode belajar dengan kecepatan sendiri, tanggung jawab sendiri, dan belajar yang berhasil. Jadi, berhasil tidaknya dalam belajar semuanya ditentukan oleh pribadi tersebut.

Menurut Haris Mujiman (2011) belajar mandiri merupakan kegiatan belajar aktif, yang didorong oleh motif untuk menguasai sesuatu kompetensi, dan dibangun dengan bekal pengetahuan atau kompetensi yag telah dimiliki. Dalam penetepan kompetensi sebagai tujuan belajar dan cara pencapaiannya baik penetapan waktu belajar, tempat belajar, irama belajar, tempo belajar, cara belajar, sumber belajar, maupun evaluasi hasil belajar dilakukan sendiri.

Ciri-ciri Kemandirian Belajar

Pada hakikatnya, kemandirian belajar lebih menekankan pada cara individu untuk belajar tanpa tergantung orang lain, tanggung jawab dan mampu mengontrol dirinya sendiri. Belajar mandiri menurut Haris Mudjiman (2011) juga disebut sebagai belajarnya orang dewasa, karena cara belajarnya secara mandiri. Adapun ciri-ciri kemandirian belajar menurut Laird (dalam Haris Mujiman, 2011) diantaranya terdiri dari kegiatan belajar mengarahkan diri sendiri atau tidak tergantung pada orang lain, mampu menjawab pertanyaan saat pembelajaran bukan karena bantuan guru atau lainnya, lebih suka aktif daripada pasif, memiliki kesadaran apa yang harus dilakukan, evaluasi belajar dilaksanakan bersama-sama, belajar dengan mengaplikasikan (action), pembelajaran yang berkolaborasi artinya memanfaatkan pengalaman dan bertukar pengalaman, pembelajaran yang berbasis masalah, dan selalu mengharapkan manfaat yang dapat diaplikasikan dalam kehidupan.

Selain itu, belajar pendidikan orang dewasa juga disebutkan oleh Endang Poerwanti dan Nur Widodo (2005) dimana inti ciri-cirinya hampir sama dengan apa yang dikatakan oleh Haris Mujiman. Adapun ciri- ciri tersebut yaitu, bahwa belajar merupakan kumpulan dari orang yang aktif berkegiatan, terdapatnya rasa saling menghormati dan mengahargai adanya perbedaan, percaya diri, suasana belajar yang kondusif dan adanya keterbukaan, memperbolehkan berbuat kesalahan, serta adanya evaluasi bersama dan sendiri.

Menurut Martinis Yamin dan Bansu I. Ansari (2009) menyebutkan bahwa, belajar mandiri dalam proses pembelajarannya, perlu memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan semangat berkompetensi sehat untuk memperoleh penghargaan, bekerjasama, dan solidaritas. Belajar mandiri juga bisa diartikan belajar yang tidak bergantung pada orang lain, percaya diri dan tanggung jawab. Selain dari pada itu, disebutkan juga bahwa dalam belajar mandiri perlu adanya tugas-tugas yang memungkinkan siswa bekerja secara mandiri. Belajar mandiri dapat diperoleh melalui sumber-sumber, tempat, sarana, dan lingkungan lainnya.

Tokoh lain seperti Mohammad Ali dan Mohammad Asrori (2005) membagi kemandirian dalam perkembangannya menjadi 4 tingkatan, yaitu tingkat sadar diri, tingkat saksama, individualitas, dan mandiri. Adapun yang menjadi ciri pada tingkat mandiri menurut Mohammad Ali dan Mohammad Asrori (2005) yaitu memiliki pandangan hidup, bersikap objektif dan realistis, mengintegrasikan nilai-nilai yang bertentangan, mampu menyelesaikan konflik, memiliki kesadaran untuk menghargai dan mengakui saling ketergantungan pada orang lain, serta memiliki keyakinan dan keceriaan untuk mengungkapkan perasaannya.