Apa yang dimaksud dengan kekerasan seksual atau sexual abuse?

Kekerasan Seksual

Apa pengertian dari Kekerasan Seksual ?

Pengertian Kekerasan Seksual


Kekerasan dalam arti Kamus Bahasa Indonesia adalah suatu perihal yang bersifat, berciri keras, perbuatan seseorang yang menyebabkan cedera atau matinya orang lain atau menyebabkan kerusakan fisik atau barang orang lain, atau ada paksaan. Dari penjelasan di atas, pelecehan merupakan wujud perbuatan yang lebih bersifat fisik yang mengakibatkan luka, cacat, sakit atau penderitaan orang lain. Salah satu unsur yang perlu diperhatikan adalah berupa paksaan atau ketidakrelaan atau tidak adanya persetujuan pihak lain yang dilukai (Usman dan Nachrowi, 2004).

Defenisi seksualitas yang dihasilkan dari Konferensi APNET (Asia Pasific Network For Social Health) di Cebu, Filipina 1996 mengatakan seksualitas adalah sekpresi seksual seseorang yang secara sosial dianggap dapat diterima serta mengandung aspek-aspek kepribadian yang luas dan mendalam. Seksualitas merupakan gabungan dari perasaan dan perilaku seseorang yang tidak hanya didasarkan pada ciri seks secara biologis, tetapi juga merupakan suatu aspek kehidupan manusia yang tidak dapat dipisahkan dari aspek kehidupan yang lain (Semaoen, 2000).

Menurut Depkes RI pengertian seksualitas adalah suatu kekuatan dan dorongan hidup yang ada diantara laki-laki dan perempuan, dimana kedua makhluk ini merupakan suatu sistem yang memungkinkan terjadinya keturunan yang sambung menyambung sehingga eksistensi manusia tidak punah (Abineno, 1999).

Di dalam pengertian tersebut diatas terdapat 2 aspek dari seksualitas, yaitu:

1. Seksualitas Dalam Arti Sempit

Dalam arti sempit seks berarti kelamin. Yang termasuk dalam kelamin adalah sebagai berikut :

  • Alat kelamin itu sendiri.

  • Kelenjar dan hormon-hormon dalam tubuh yang mempengaruhi bekerjanya alat-alat kelamin.

  • Anggota-anggota tubuh dari ciri-ciri badaniah lainnya yang membedakan laki-laki dan wanita ( misalnya perbedaan suaru, pertumbuhan kumis dan payudara dari sebagainya ).

  • Hubungan kelamin (senggama atau percumbuan).

  • Proses pembuahan, kehamilan dan kelahiran (termasuk pencegahan kehamilan atau yang lebih dikenal dengan istilah KB).

2. Seksualitas dalam Arti Luas.

Yaitu segala hal yang terjadi sebagai akibat dari adanya perbedaan jenis kelamin, antara lain :

  • Perbedaan tingkah laku : lembut, kasar, genit dan lain-lain.

  • Perbedaan atribut : pakaian, nama dan lian-lain.

  • Perbedaan peran dan lain-lain.

Kekerasan seksual adalah segala macam bentuk perilaku yang berkonotasi atau mengarah kepada hal-hal seksual yang dilakukan secara sepihak dan tidak diharapkan oleh orang yang menjadi sasaran sehingga menimbulkan reaksi negatif seperti malu, marah, benci, tersinggung, dan sebagainya pada diri individu yang menjadi korban pelecehan tersebut. Rentang kekerasan seksual ini sangat luas, yakni meliputi: main mata, siulan nakal, komentar berkonotasi seks atau gender, humor porno, cubitan, colekan, tepukan atau sentuhan di bagian tubuh tertentu, gerakan tertentu atau isyarat yang bersifat seksual, ajakan berkencan dengan iming-iming atau ancaman, ajakan melakukan hubungan seksual hingga perkosaan. kekerasan seksual bisa terjadi di mana saja dan kapan saja. Meskipun pada umumnya para korban kekerasan seksual adalah kaum wanita, namun hal ini tidak berarti bahwa kaum pria kebal (tidak pernah mengalami) terhadap kekerasan seksual (Irfan, 2001).

Kekerasan seksual bisa terjadi di mana saja dan kapan saja, seperti di bus, pabrik, supermarket, bioskop, kantor, hotel, trotoar, baik siang maupun malam. kekerasan seksual di tempat kerja seringkali disertai dengan janji imbalan pekerjaan atau kenaikan jabatan. Bahkan bisa disertai ancaman, baik secara terang-terangan ataupun tidak. Kalau janji atau ajakan tidak diterima bisa kehilangan pekerjaan, tidak dipromosikan, atau dimutasi. Kekerasan seksual bisa juga terjadi tanpa ada janji atau ancaman, namun dapat membuat tempat kerja menjadi tidak tenang, ada permusuhan, penuh tekanan (Anonim, 2008).

Kekerasan seksual termasuk kedalam tindak kekerasan terhadap anak, khususnya pada remaja putri. Kekerasan seksual dan pelecehan seksual mempunyai sedikit perbedaan. Kekerasan seksual ataupun pelecehan seksual tidak menutup kemungkinan bahwa siapa saja bisa menjadi korbanya. Bentuk dari pelecehan seksual sendiri bermacam-macam, mulai dari sekedar menyiuli, pandangan yang seolah-olah menyelidiki tiap lekukan tubuh, meraba-raba bagian sensitif, memperlihatkan gambar porno dan sebagainya sampai pada bentuk tindak kekerasan seksual dengan pemaksaan berupa pemerkosaan. Kekerasan seksual bisa diartikan pemberian perhatian seksual, baik secara lisan, tulisan maupun fisik dengan pemaksaan.

Kekerasan seksual mencakup kegiatan melakukan tindakan yang mengarah ke ajakan/desakan seksual seperti menyentuh, mencium, meraba, dan atau melakukan tindakantindakan lain yang tidak dikehendaki korban. Lebih dari itu kekerasan seksual adalah sebuah peristiwa kekerasan seksual yang dilakukan laki-laki terhadap perempuan karena dilatarbelakangi oleh nilai sosial budaya di masyarakat yang sedikit banyak bias gender.

Namun tidak dipungkiri bahwa, korban kekerasan seksual tidak hanya perempuan ataupun remaja putri Melainkan juga anak laki-laki. Ini banyak dikarenakan faktor perilaku menyinpang dari si pelaku. Seperti terjadinya pedofilia. Yaitu, perasaan berahi orang dewasa kepada anak laki-laki.

Dari beberapa definisi di atas maka yang dimaksud dengan kekerasan seksual adalah segala bentuk pemaksaan yang mengarah pada seksualitas seseorang baik dilakukan secara verbal maupun non-verbal yang mengakibatkan kerugian fisik dan psikis terhadap korban. Dan banyak dipengaruhi oleh bias gender dan budaya.

Definisi kekerasan seksual dapat dipengaruhi oleh nilai-nilai budaya, sosial, hak asasi, peran gender, inisiatif legal dan kriminal sehingga dapat berubah seiring berjalannya waktu. Definisi akan kekerasan seksual dapat membantu usaha global dalam mengidentifikasi dan mengeliminasinya, namun perlu disadari bahwa definisi-definisi akan kekerasan seksual lahir dari lensa-lensa kultural, sosio-politik dan geografis.

Kekerasan seksual didefinisikan sebagai tindakan seksual, usaha untuk memperoleh seks, komentar atau pendekatan seksual seperti apapun atau menjualbelikan seseorang sebagai objek seksual secara paksa, hal-hal tersebut dapat dilakukan oleh siapapun tidak mempedulikan hubungannya dengan korban, dan ia dapat terjadi di rumah maupun tempat kerja (WHO, 2002).

Kekerasan seksual erat kaitannya dengan pemaksaan dan pemaksaan dapat mencakup berbagai bentuk tindakan. Selain paksaan secara fisik, ia dapat mencakup intimidasi psikologis, pemerasan atau ancaman seperti ancaman melukai, dipecat ataupun penolakan penerimaan kerja. Kekerasan seksual juga dapat terjadi saat korban tak dapat menolak atau menerima tindakan seksual, misalnya ketika mabuk, dalam pengaruh obat, tidur atau terganggu secara mental (WHO, 2002).

Kekerasan seksual mencakup pemerkosaan, yang didefinisikan sebagai penetrasi terhadap vulva atau anus dengan menggunakan penis, bagian tubuh lain atau objek yang dilakukan secara paksa. Kekerasan seksual dapat juga melingkupi jenis-jenis penyerangan lain yang berkaitan dengan organ seksual, seperti kontak paksa antara mulut dan penis, vulva atau anus (WHO, 2002).

Prevalensi kekerasan seksual


Rumyan et al. (2002) menemukan bahwa 20% dari perempuan melaporkan bahwa pernah mengalami kekerasan seksual di masa kanak-kanak. Pada usia dewasa, diperkirakan hampir satu dari empat perempuan mengalami kekerasan seksual oleh pasangan intim seumur hidupnya (Jewkes et al., 2002).

Data-data juga menunjukkan bahwa pria jauh lebih mungkin untuk tidak melaporkan kekerasan seksual padanya daripada perempuan, diakibatkan rasa malu, takut tidak dipercayai atau takut direndahkan (Jewkes et al., 2002).

Adapun, pria yang sudah pernah maupun yang sedang dipenjara seringkali melaporkan mengalami perkosaan oleh sesama narapidana, petugas penjara dan polisi di berbagai negara (Jewkes et al., 2002).

Jenis-jenis kekerasan seksual


Berbagai macam tindakan seksual dapat terjadi dalam beragam sitasi dan kondisi. Kekerasan seksual dapat berupa pemerkosaan dalam hubungan pernikahan atau pacaran, pemerkosaan oleh orang asing dan pemerkosaan sistematis saat konflik bersenjata. Kekerasan seksual juga dapat berupa pendekatan seksual yang tak diinginkan atau pelecehan seksual, termasuk meminta hubungan intim sebagai balasan atas jasa tertentu.

Kekerasan seksual juga mencakup tindakan pelecehan seksual, misalnya terhadap orang dengan cacat mental atau fisik maupun pelecehan seksual terhadap anak. Pemaksaan pernikahan yang mencakup pernikahan anak di bawah umur juga digolongkan sebagai kekerasan seksual (WHO, 2002).

Beberapa jenis kekerasan seksual memiliki dampak-dampak lain yang nyata terhadap kesehatan fisik maupun kesehatan mental seorang perempuan, misalnya pelarangan akan penggunaan kontrasepsi atau alat lain untuk melindungi diri dari penyakit-penyakit menular seksual, tindakan aborsi paksa, tindakan kekerasan terhadap integritas seksual perempuan, termasuk mutilasi alat genital perempuan dan kewajiban pemeriksaan keperawanan serta prostitusi paksa dan penjualbelian manusia untuk eksploitasi seksual (WHO, 2002).

Hubungan seks yang dipaksakan dapat memberikan kepuasan bagi pelakunya, namun tujuan utama dari hal tersebut adalah untuk menunjukkan kekuasaan dan dominasi terhadap korban. Seringkali, para pria yang memaksa istrinya untuk berhubungan merasa bahwa hal tersebut adalah sah karena ia telah menikah. Pemerkosaan terhadap perempuan dan pria juga seringkali digunakan sebagai senjata dalam peperangan, sebagai bentuk dari ekspresi kemenangan dan bertujuan untuk merendahkan para perempuan atau tentara yang tertangkap (WHO, 2002).

Faktor risiko kekerasan seksual


Secara umum, faktor-faktor yang berkaitan dengan risiko seseorang mengalami kekerasan seksual terbagi menjadi dua yaitu faktor-faktor yang meningkatkan kerentanan perempuan dan faktorfaktor yang meningkatkan kemungkinan seseorang melakukan tindakan kekerasan seksual. Penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor tersebut memiliki efek aditif, maka semakin banyak faktor yang ada, semakin besar kemungkinan terjadinya kekerasan seksual.

Menurut WHO (2002) terdapat faktor-faktor yang lebih penting pada tahap kehidupan tertentu, yaitu:

  1. Faktor-faktor yang meningkatkan kerentanan perempuan
    Salah satu bentuk kekerasan seksual yang paling umum di dunia adalah dilakukan oleh pasangan intim, yang berarti salah satu faktor risiko utama bagi seorang perempuan untuk mengalami kekerasan seksual adalah menikah atau hidup bersama dengan seorang pasangan, terutama bila perempuan tersebut memiliki status pendidikan dan ekonomi yang tinggi.

    Faktor-faktor lain yang meningkatkan risiko seorang perempuan mengalami kekerasan seksual yaitu bila ia seorang dengan usia muda, mengkonsumsi alkohol dan obat-obatan, memiliki banyak pasangan seksual, berkecimpung dalam pekerjaan seks komersial, dan memiliki status sosioekonomi yang rendah.

  2. Faktor-faktor yang meningkatkan risiko pria melakukan kekerasan seksual
    Data mengenai pria yang cenderung melakukan kekerasan seksual cenderung terbatas dan bias terhadap para pelaku pemerkosaan, kecuali di Amerika di mana penelitian juga dilakukan pada mahasiswa pria.

    Meskipun demikian, kekerasan seksual ditemukan terjadi di seluruh negara, dalam segala kelas sosioekonomi dan berbagai kelompok usia. Data menunjukkan bahwa kebanyakan dari mereka melakukan kekerasan seksual pada perempuan yang telah dikenal.

Konsekuensi dari kekerasan seksual


  1. Kehamilan dan komplikasi ginekologis
    Kehamilan dapat terjadi dari pemerkosaan, sebuah studi mengenai remaja di Ethiopia menunjukkan bahwa 17% dari mereka yang pernah diperkosa telah hamil, sepeti juga penelitian di Meksiko yang menunjukkan 15-18% mengalami kehamilan. Studi longitudinal di Amerika Serikat menemukan bahwa dari 4000 perempuan yang diikuti selama 3 tahun, rasio kehamilan dari pemerkosaan adalah 5% dari pemerkosaan di antara korban berusia 12-45 tahun (WHO, 2002).

  2. Penyakit-penyakit menular seksual
    HIV dan penyakit menular seksual lainnya merupakan konsekuensi yang jelas dari pemerkosaan. Penelitian pada perempuan di rumah-rumah menunjukkan bahwa perempuan yang mengalami kekerasan seksual dari pasangan intim secara signifikan lebih mungkin untuk memiliki penyakit menular seksual. Pada perempuan yang diperjualbelikan untuk pekerjaan seks, tingkat penyakit menular seksual cukup tinggi (WHO, 2002).

  3. Kesehatan mental
    Kekerasan seksual telah diasosiasikan dengan beberapa permasalahan mental pada remaja dan dewasa. Pada suatu penelitian berdasar populasi, prevalensi gejala dan tanda yang mengarahkan pada gangguan psikiatrik adalah 33% pada perempuan dengan riwayat kekerasan seksual saat dewasa, 15% pada perempuan dengan riwayat kekerasan seksual oleh pasangan intim dan 6% pada perempuan yang tidak mengalami (WHO, 2002).

    Sebuah penelitian pada remaja di Prancis juga menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara riwayat pemerkosaan dengan gangguan tidur, gejala-gejala depresi, keluhan somatik, konsumsi rokok dan gangguan perilaku saat ini. Pada kondisi-kondisi di mana tidak dilakukannya konseling trauma, efek psikologis yang negatif dapat menetap sampai setahun setelah kejadian berlalu, sementara trauma fisik yang diderita cenderung membaik selama periode tersebut.

    Meskipun dilakukan konseling, masih dapat ditemukan 50% dari perempuan tersebut mengalami gejala-gejala gangguan stres. Adapun, perempuan yang mengalami kekerasan seksual pada waktu kecil maupun dewasa memiliki risiko lebih untuk melakukan tindakan bunuh diri (WHO, 2002).

  4. Pengasingan sosial
    Pada berbagai lingkungan sosial, dipercayai pria tak bisa mengendalikan nafsu seksualnya dan perempuan bertanggungjawab untuk menarik hasrat seksual pada pria. Pada beberapa masyarakat, disetujui bahwa perempuan yang diperkosa sebaiknya menikahi pelaku, sehingga menjaga integritas dari perempuan dan keluarganya dengan mengesahkan hubungan tersebut. Selain dari pernikahan, keluarga cenderung menekan korban untuk tidak melaporkan atau menuntut pelaku.

    Pria biasanya diperbolehkan untuk menolak seorang perempuan sebagai istri jika ia sudah diperkosa. Di beberapa negara, mengembalikan kehormatan seorang perempuan yang mengalami kekerasan seksual dapat berarti sang perempuan harus diasingkan, atau dalam kasus yang ekstrim, perempuan tersebut akan dibunuh (WHO, 2002).

Berdasarkan Kamus Hukum , “sex dalam bahasa Inggris diartikan dengan jenis kelamin” (Yan Pramadya Puspa, 1989: 770). Jenis kelamin di sini lebih dipahami sebagai persoalan hubungan (persetubuhan) antara laki-laki dengan perempuan.

Marzuki Umar Sa’abah mengingatkan, “membahas masalah seksualitas manusia ternyata tidak sederhana yang dibayangkan, atau tidak seperti yang dipahami masyarakat kebanyakan. Pembahasan seksualitas telah dikebiri pada masalah nafsu dan keturunan. Seoalah hanya ada dua kategori dari seksualitas manusia, yaitu : a) seksualitas yang bermoral, sebagai seksualitas yang sehat dan baik, b) seksualitas imoral, sebagai seksualitas yang sakit dan jahat (Marzuki Umar Sa’bah, 1997).

Istilah kekerasan seksual adalah perbuatan yang dapat dikategorikan hubungan dan tingkah laku seksual yang tidak wajar, sehingga menimbulkan kerugian dan akibat yang serius bagi para korban. Kekerasan seksual membawa dampak pada fisik dan psikis yang permanen dan berjangka panjang. Salah satu praktik seks yang dinilai menyimpang adalah bentuk kekerasan seksual (sexual violence). Artinya praktik hubungan seksual yang dilakukan dengan cara-cara kekerasan, di luar ikatan perkawinan yang sah dan bertentangan dengan ajaran Islam.

Kekerasan seksual ditonjolkan untuk membuktikan pelakunya memiliki kekuatan fisik yang lebih, atau kekuatan fisiknya dijadikan alat untuk memperlancar usaha-usaha jahatnya. Kekerasan seksual itu merupakan istilah yang menunjuk pada perilaku seksual deviatif atau hubungan seksual yang menyimpang, merugikan pihak korban dan merusak kedamaian di tengah masyarakat. Adanya kekerasan seksual yang terjadi, maka penderitaan bagi korbannya telah menjadi akibat serius yang membutuhkan perhatian.

Yang dimaksud dengan “kekerasan” adalah kekuatan fisik atau perbuatan fisik yang menyebabkan orang lain secara fisik tidak berdaya tidak mampu melakukan perlawanan atau pembelaan. Wujud dari kekerasan dalam tindak pidana antara lain bisa berupa perbuatan mendekap, mengikat, membius, menindih, memegang, melukai dan lain sebagainya perbuatan fisik yang secara objektif dan fisik menyebabkan orang yang terkena tidak berdaya.

Bentuk-Bentuk Kekerasan Seksual

Menurut Kristi Poerwandari adapun bentuk-bentuk kekerasan seksual yaitu mencakup lima dimensi :

  • Fisik : Memukul, menampar mencekik, menendang, melempar barang ketubuh korban, menginjak, melukai dengan tangan kosong atau alat/senjata, membunuh.
  • Psikologis : Berteriak-teriak, menyumpah, mengancam, merendahkan, mengatur, melecehkan, menguntit dan memata-matai, tindakan-tindakan lain yang menimbulkan rasa takut (termasuk yang diarahkan kepada orang-orang dekat korban, misalnya keluarga, anak, suami, teman dekat dll).
  • Seksual : Melakukan tindakan yang mengarah ke ajakan/ desakan seksual seperti menyentuh, meraba, mencium, dan/atau melakukan tindakan-tindakan lain yang tidak dikehendaki korban, memaksa korban menonton produk pornografi, gurauan-gurauan seksual yang tidak dikehendaki korban, ucapan-ucapan yang merendahkan.
  • Finansial : Mengambil uang korban, menahan atau tidak memberikan pemenuhan kebutuhan finansial korban, mengendalikan dan mengawasi pengeluaran uang sampai sekecil-kecilnya, semuanya dengan maksud untuk dapat mengendalikan tindakan korban.
  • Spiritual : Merendahkan keyakinan dan kepercayaan korban, memaksa korban untuk meyakini hal-hal yang tidak diyakininya, memaksa korban mempraktikkan ritual dan keyakinan tertentu.

Menurut Komnas Perempuan dari hasil pemantauannya terdapat 15 jenis kekerasan seksual, yaitu:

  • Perkosaan
  • Intimidasi seksual termasuk ancaman atau percobaan perkosaan
  • Pelecehan seksual
  • Eksploitasi seksual
  • Perdagangan perempuan untuk tujuan seksual
  • Prostitusi paksa
  • Perbudakan seksual
  • Pemaksaan perkawinan, termasuk cerai gantung
  • Pemaksaan kehamilan
  • Pemaksaan aborsi
  • Pemaksaan kontrasepsi dan sterilisasi
  • Penyiksaan seksual
  • Penghukuman tidak manusiawi dan bernuansa seksual
  • Praktik tradisi bernuansa seksual yang membahayakan atau mendiskriminasi perempuan
  • Kontrol seksual, termasuk lewat aturan diskriminatif beralasan moralitas dan agama.