Apa yang dimaksud dengan Kejang Demam atau Febrile convulsions ?

Kejang demam atau Febrile convulsions adalah kejang yang terjadi pada saat seorang bayi atau anak mengalami demam tanpa infeksi sistem saraf pusat (1,2)

Apa yang dimaksud dengan Kejang Demam atau Febrile convulsions ?

Kejang Demam (KD) adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal > 38o C) akibat dari suatu proses ekstra kranial. Kejang berhubungan dengan demam, tetapi tidak disebabkan infeksi intrakranial atau penyebab lain seperti trauma kepala, gangguan kesimbangan elektrolit, hipoksia atau hipoglikemia.

Hasil Anamnesis (Subjective)

Keluhan

Keluhan utama adalah kejang. Anamnesis dimulai dari riwayat perjalanan penyakit sampai terjadinya kejang. Perlu deskripsi kejang seperti tipe kejang, lama, frekuensi dan kesadaran pasca kejang. kemudian mencari kemungkinan adanya faktor pencetus atau penyebab kejang. Umumnya kejang demam terjadi pada anak dan berlangsung pada permulaan demam akut.Sebagian besar berupa serangan kejang klonik umum atau tonik klonik, singkat dan tidak ada tanda-tanda neurologi post iktal. Penting untuk ditanyakan riwayat kejang sebelumnya, kondisi medis yang berhubungan, obat-obatan, trauma, gejala infeksi, keluhan neurologis, nyeri atau cedera akibat kejang.Riwayat kejang demam dalam keluarga juga perlu ditanyakan.

Faktor Risiko

  1. Demam
    a. Demam yang berperan pada KD, akibat:

    • Infeksi saluran pernafasan
    • Infeksi saluran pencernaan
    • Infeksi THT
    • Infeksi saluran kencing
    • Roseola infantum/infeksi virus akut lain.
    • Paska imunisasi

    b. Derajat demam:

    • 75% dari anak dengan demam ≥ 390C
    • 25% dari anak dengan demam > 400C
  2. Usia
    a. Umumnya terjadi pada usia 6 bulan–6tahun
    b. Puncak tertinggi pada usia 17–23 bulan
    c. Kejang demam sebelum usia 5–6 bulan mungkin disebabkan oleh infeksi SSP
    d. Kejang demam diatas umur 6 tahun, perlu dipertimbangkan febrile seizure plus (FS+).

  3. Gen
    a. Risiko meningkat 2–3x bila saudara sekandung mengalami kejang demam
    b. Risiko meningkat 5% bila orang tua mengalami kejang demam

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik dimulai dengan tanda-tanda vital dan kesadaran. Pada kejang demam tidak ditemukan penurunan kesadaran. Pemeriksaan umum ditujukan untuk mencari tanda-tanda infeksi penyebab demam. Pemeriksaan neurologi meliputi kepala, ubun-ubun besar, tanda rangsang meningeal, pupil, saraf kranial, motrik, tonus otot, refleks fisiologis dan patologis.

Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang lebih ditujukan untuk mencari penyebab demam. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan :

  1. Pemeriksaan hematologi rutin dan urin rutin
  2. Pemeriksaan lain atas indikasi : glukosa, elektrolit, pungsi lumbal.

Algoritma Kejang Demam
Gambar Algoritma Kejang Demam

Penegakan Diagnostik (Assessment)

Diagnosis Klinis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Klasifikasi kejang demam terbagi menjadi 2, yaitu:

  1. Kejang demam sederhana
    a. Kejang umum tonik, klonik atau tonik-klonik.
    b. Durasi< 15 menit
    c. Kejang tidak berulang dalam 24 jam.

  2. Kejang demam kompleks
    a. Kejang fokal atau fokal menjadi umum.
    b. Durasi> 15 menit
    c. Kejang berulang dalam 24 jam.

Diagnosis Banding

  1. Meningitis
  2. Epilepsi
  3. Gangguan metabolik, seperti: gangguan elektrolit.

Komplikasi dan prognosis

Kejang demam suatu kondis yang jinak/benign, tidak menyebabkan kematian. Sebagian besar akan menghilang pada usia 5-6 tahun. Faktor risiko epilepsi di kemudian hari tergantung dari: (1) kejang demam kompleks, (2) riwayat epilepsi dalam keluarga, (3) terdapat defisit neurologis.

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)

Penatalaksanaan

  1. Keluarga pasien diberikan informasi selengkapnya mengenai kejang demam dan prognosisnya.

  2. Farmakoterapi ditujukan untuk tatalaksana kejang akut dan tatalaksana profilaksis untuk mencegah kejang berulang.

  3. Pemberian farmakoterapi untuk mengatasi kejang akut adalah dengan:

    • Diazepam per rektal (0,5mg/kgBB) atau BB < 10 kg diazepam rektal 5 mg , BB > 10 kg diazepam rektal 10 mg, atau lorazepam (0,1 mg/kg) harus segera diberikan jika akses intravena tidak dapat diperoleh dengan mudah. Jika akses intravena telah diperoleh diazepam lebih baik diberikan intravena dibandingkan rektal. Dosis pemberian IV 0,3-0,5 mg/kgBB/kali dengan maksimum pemberian 20 mg. Jika kejang belum berhenti diazepam rektal/IV dapat diberikan 2 kali dengan interval 5 menit. Lorazepam intravena, setara efektivitasnya dengan diazepam intravena dengan efek samping yang lebih minimal (termasuk depresi pernapasan) dalam pengobatan kejang akut.

    • Jika dengan 2 kali pemberian diazepam rektal/intravena masih terdapat kejang dapat diberikan fenitoin IV dengan dosis inisial 20 mg/kgBB, diencerkan dalam NaCl 0,9% dengan pengenceran 10 mg fenitoin dalam 1 ml NaCl 0,9%, dengan kecepatan pemberian 1mg/kgBB/menit, maksimum 50 mg/menit, dosis inisial maksimum adalah 1000 mg. Jika dengan fenitoin masih terdapat kejang, dapat diberikan fenobarbital IV dengan dosis inisial 20 mg/kgBB, tanpa pengenceran dengan kecepatan pemberian 20 mg/menit. Jika kejang berhenti dengan fenitoin maka lanjutkan dengan pemberian rumatan 12 jam kemudian dengan dosis 5-7 mg/kgBB/hari dalam 2 dosis. Jika kejang berhenti dengan fenobarbital, maka lanjutkan dengan pemberian rumatan 12 jam kemudian denagn dosis 4-6 mg/kgBB/hari dalam 2 dosis.

  4. Pemberian farmakoterapi untuk profilaksis untuk mencegah berulangnya kejang di kemudian hari.

    • Profilaksis intermiten dengan diazepam oral/rektal, dosis 0,3 mg/kgBB/kali tiap 8 jam, hanya diberikan selama episode demam, terutama dalam waktu 24 jam setelah timbulnya demam.

    • Profilaksis kontinyu dengan fenobarbital dosis 4-6 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis atau asam valproat dengan dosis 15-40 mg/kgBB/hari dibagi 2-3 dosis. Profilaksis hanya diberikan pada kasus-kasus tertentu seperti kejang demam dengan status epileptikus, terdapat defisit neurologis yang nyata seperti cerebral palsy. Profilaksis diberikan selama 1 tahun.

Tabel Farmakoterapi untuk mengatasi kejang
image

Indikasi EEG

Tidak terdapat indikasi pemeriksaan EEG pada kejang demam , kecuali jika ditemukan keragu-raguan apakah ada demam sebelum kejang.

Indikasi pencitraan (CT-scan/MRI kepala)

Pemeriksaan pencitraan hanya dilakukan jika terdapat kejang demam yang bersifat fokal atau ditemukan defisit neurologi pada pemeriksaan fisik.

Konseling dan Edukasi

Konseling dan edukasi dilakukan untuk membantu pihak keluarga mengatasi pengalaman menegangkan akibat kejang demam dengan memberikan informasi mengenai:

  1. Prognosis dari kejang demam.
  2. Tidak ada peningkatan risiko keterlambatan sekolah atau kesulitan intelektual akibat kejang demam.
  3. Kejang demam kurang dari 30 menit tidak mengakibatkan kerusakan otak.
  4. Risiko kekambuhan penyakit yang sama di masa depan.
  5. Rendahnya risiko terkena epilepsi dan tidak adanya manfaat menggunakan terapi obat antiepilepsi dalam mengubah risiko itu.

Kriteria Rujukan

  1. Apabila kejang tidak membaik setelah diberikan obat antikonvulsan sampai lini ketiga (fenobarbital).
  2. Jika diperlukan pemeriksaan penunjang seperti EEG dan pencitraan (lihat indikasi EEG dan pencitraan).

Peralatan

Tabung oksigen dan kelengkapannya, infus set, diazepam rektal/intravena, lorazepam, fenitoin IV, fenobarbital IV, NaCl 0,9%.

Pertolongan Pertama pada Kejang Demam
Gambar Pertolongan Pertama pada Kejang Demam

Referensi
  1. Esau, R. et al. 2006. British Columbia’s Children’s Hospital Pediatric Drug Dosage Guidelines. 5th edition.Vancouver. Department of Pharmacy Children’s and Women’s Health Centre of British Columbia. (Esau, 2006)
  2. Guidelines and protocol febrile seizures. September, 2010.
  3. Lau, E. et al. 2007. Drug Handbook and Formulary 2007-2008. Toronto. The Department of Pharmacy, The Hospital for Sick Children. (Lau, 2008)
  4. McEvoy, GK. et al. 2009. AHFS Drug Information 2009. Bethesda. American Society of Health-System Pharmacists, Inc. (McEvoy, 2009)
  5. Konsensus kejang demam. UKK Neurologi IDAI. 2006 (UKK Neurologi IDAI, 2006)

Sumber : Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan primer