Apa yang dimaksud dengan Kejahatan Penerbangan Dan Kejahatan Terhadap Sarana/Prasarana Penerbangan itu?

BAB XXIX A KEJAHATAN PENERBANGAN DAN KEJAHATAN TERHADAP SARANA/PRASARANA PENERBANGAN


Pasal 479 a

(1) Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum menghancurkan, membuat tidak dapat dipakai atau merusak bangunan untuk pengamanan lalu-lintas udara atau menggagalkan usaha untuk pengamanan bangunan tersebut, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya enam tahun.

(2) Dengan pidana penjara selama-lamanya sembilan tahun jika karena perbuatan itu timbul bahaya bagi keamanan lalu lintas udara.

(3) Dengan pidana penjara selama-lamanya lima belas tahun jika karena perbuatan itu mengakibatkan matinya orang.

Pasal 479 b

(1) Barang siapa karena kealpaannya menyebabkan hancurnya, tidak dapat dipakainya atau rusaknya bangunan untuk pengamanan lalu lintas udara, atau gagalnya usaha untuk pengamanan bangunan tersebut, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya tiga tahun.

(2) Dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun, jika karena perbuatan itu timbul bahaya bagi keamanan lalu lintas udara.

(3) Dengan pidana penjara selama-lamanya tujuh tahun, jika karena perbuatan itu mengakibatkan matinya orang.

Pasal 479 c

(1) Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum menghancurkan, merusak, mengambil atau memindahkan tanda atau alat untuk pengamanan penerbangan, atau menggagalkan bekerjanya tanda atau alat tersebut, atau memasang tanda atau alat yang keliru, dipidana dengan pidana penjara selamalamanya enam tahun.

(2) Dengan pidana penjara selama-lamanya sembilan tahun, jika karena perbuatan itu timbul bahaya bagi keamanan penerbangan.

(3) Dengan pidana penjara selama-lamanya dua belas tahun, jika karena perbuatan itu timbul bahaya bagi keamanan penerbangan dan mengakibatkan celakanya pesawat udara.

(4) Dengan pidana penjara selama-lamanya lima belas tahun, jika karena perbuatan itu timbul bahaya keamanan penerbangan dan mengakibatkan matinya orang.

Pasal 479 d

Barang siapa karena kealpaan menyebabkan tanda atau alat, untuk pengamanan penerbangan hancur, rusak, terambil atau pindah atau menyebabkan tidak dapat bekerja atau menyebabkan terpasangnya tanda atau alat untuk pengamanan penerbangan yang keliru, dipidana:

  1. dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun, jika karena perbuatan itu menyebabkan penerbangan tidak aman;

  2. dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun, jika karena perbuatan itu mengakibatkan celakanya pesawat udara;

  3. dengan pidana penjara selama-lamanya tujuh tahun, jika karena perbuatan itu mengakibatkan matinya orang.

Pasal 479 e

Barang siapa dengar sengaja dan melawan hukum, menghancurkan atau membuat tidak dapat dipakainya pesawat udara yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dipidana dengan pidana penjara selamalamanya sembilan tahun.

Pasal 479 f

Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum mencelakakan, menghancurkan, membuat tidak dapat dipakai atau merusak pesawat udara, dipidana :

  1. dengan pidana penjara selama-lamanya lima belas tahun, jika karena perbuatan itu timbul bahaya bagi nyawa orang lain;

  2. dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara untuk selama-lamanya dua puluh tahun, jika karena perbuatan itu mengakibatkan matinya orang.

Pasal 479 g

Barang siapa karena kealpaannya menyebabkan pesawat udara celaka, hancur, tidak dapat dipakai atau rusak, dipidana:

  1. dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun, jika karena perbuatan itu timbul bahaya bagi nyawa orang lain;

  2. dengan pidana penjara selama-lamanya tujuh tahun, jika karena perbuatan itu mengakibatkan matinya orang.

Pasal 479 h

(1) Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hukum, atas kerugian penanggung asuransi menimbulkan kebakaran atau ledakan, kecelakaan, kehancuran, kerusakan atau membuat tidak dapat dipakainya pesawat udara, yang dipertanggungkan terhadap bahaya tersebut di atas atau yang dipertanggungkan muatannya maupun upah yang akan diterima untuk pengangkutan muatannya, ataupun untuk kepentingan muatan tersebut telah diterima uang tanggungan, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya sembilan tahun.

(2) Apabila yang dimaksud pada ayat (1) pasal ini adalah pesawat udara dalam penerbangan, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima belas tahun.

(3) Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hukum atas kerugian penanggung asuransi, menyebabkan penumpang pesawat udara yang dipertanggungkan terhadap bahaya, mendapat kecelakaan, dipidana:

  1. dengan pidana penjara selama-lamanya sepuluh tahun, jika karena perbuatan itu menyebabkan luka berat;

  2. dengan pidana penjara selama-lamanya lima belas tahun, jika karena perbuatan itu mengakibatkan matinya orang.

Pasal 479 i

Barang siapa di dalam pesawat udara dengan perbuatan yang melawan hukum merampas atau mempertahankan perampasan atau menguasai pesawat udara dalam penerbangan, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya dua belas tahun.

Pasal 479 j

Barang siapa dalam pesawat udara dengan kekerasan atau ancaman kekerasan atau ancaman dalam bentuk lainnya, merampas atau mempertahankan perampasan atau menguasai pengendalian pesawat udara dalam penerbangan, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima belas tahun.

Pasal 479 k

(1) Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara selama-lamanya dua puluh tahun, apabila perbuatan dimaksud pasal 479 huruf i dan pasal 479 j itu:

  1. dilakukan oleh dua orang atau lebih bersama-sama;

  2. sebagai kelanjutan permufakatan jahat;

  3. dilakukan dengan direncanakan lebih dahulu;

  4. mengakibatkan kerusakan pada pesawat udara tersebut, sehingga dapat membahayakan penerbangannya;

  5. mengakibatkan luka berat seseorang;

  6. dilakukan dengan maksud untuk merampas kemerdekaan atau meneruskan merampas kemerdekaan seseorang.

(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya seseorang atau hancurnya pesawat udara itu, dipidana dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara selama-lamanya dua puluh tahun.

Pasal 479 l

Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum melakukan perbuatan kekerasan terhadap seseorang di dalam pesawat udara dalam penerbangan, jika perbuatan itu dapat membahayakan keselamatan pesawat udara tersebut, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima belas tahun.

Pasal 479 m

Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum merusak pesawat udara dalam dinas atau menyebabkan kerusakan atas pesawat udara tersebut yang menyebabkan tidak dapat terbang atau membahayakan keamanan penerbangan, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima belas tahun.

Pasal 479 n

Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum menempatkan atau menyebabkan ditempatkannya di dalam pesawat udara dalam dinas, dengan cara apa pun, alat atau bahan yang dapat menghancurkan pesawat udara atau menyebabkan kerusakan pesawat udara tersebut yang membuatnya tidak dapat terbang atau menyebabkan kerusakan pesawat udara tersebut yang dapat membahayakan keamanan dalam penerbangan, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima belas tahun.

Pasal 479 o

(1) Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara selama-lamanya dua puluh tahun apabila perbuatan dimaksud pasal 479 huruf 1, pasal 479 huruf m, dan pasal 479 huruf n itu:

  1. dilakukan oleh dua orang atau lebih bersama-sama;

  2. sebagai kelanjutan dari permufakatan jahat;

  3. dilakukan dengan direncanakan lebih dahulu;

  4. mengakibatkan luka berat bagi seseorang.

(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya seseorang atau hancurnya pesawat udara itu, dipidana dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara selama-lamanya dua puluh tahun.

Pasal 479 p

Barang siapa memberikan keterangan yang diketahuinya adalah palsu dan karena perbuatan itu membahayakan keamanan pesawat udara dalam penerbangan, dipidana dengan pidana penjara selamalamanya lima belas tahun.

Pasal 479 q

Barang siapa di dalam pesawat udara, melakukan perbuatan yang dapat membahayakan keamanan dalam pesawat udara dalam penerbangan, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun.

Pasal 479 r

Barang siapa di dalam pesawat udara melakukan perbuatan-perbuatan yang dapat mengganggu ketertiban dan tata-tertib di dalam pesawat udara dalam penerbangan, dipidana penjara selama lamanya satu tahun.

Apa yang dimaksud dengan Kejahatan Penerbangan Dan Kejahatan Terhadap Sarana/Prasarana Penerbangan itu?

Pemerintah Republik Indonesia selaku anggota Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (International Civil Aviation Organization / ICAO), dengan mendasarkan pada Undang - Undang Nomor 2 Tahun 1976 tentang Pengesahan Konvensi Tokyo 1963, Konvensi The Hague 1970 dan Konvensi Montreal 1971 menyusun serta menetapkan Undang - Undang Nomor 4 Tahun 1976 tentang Perubahan dan Penambahan Beberapa Pasal dalam Kitab Undang - Undang Hukum Pidana Bertalian dengan Perluasan Berlakunya Ketentuan Perundang - undangan Pidana, Kejahatan Penerbangan dan Kejahatan Terhadap Sarana atau Prasarana Penerbangan yang berlaku pada tanggal 26 April 1976 serta menambahkan sebuah bab baru setelah Bab XXIX dalam KUHP dengan Bab XXX yang dengan terperinci mengatur hal - hal yang berkaitan dengan kejahatan penerbangan dan kejahatan terhadap sarana atau prasarana penerbangan.

Dengan adanya penambahan dalam KUHP tersebut menimbulkan suatu istilah baru dalam pengertian suatu delik pidana, yaitu tindak pidana penerbangan, dimana “setiap perbuatan yang memenuhi rumusan Pasal yang termuat dalam Bab XXX atau Pasal 479 huruf a sampai dengan Pasal 479 huruf r KUHP tersebut dinyatakan sebagai bentuk dari "tindak pidana penerbangan”.

Bentuk - bentuk perbuatan yang dapat diketegorikan sebagai tindak pidana di dalam pesawat udara selama penerbangan yakni melakukan perbuatan asusila, melanggar ketertiban dan ketentraman dalam penerbangan, mengambil atau merusak peralatan pesawat udara dan mengoperasikan peralatan elektronika yang mengganggu navigasi penerbangan yang dapat membahayakan keamanan dan keselamatan penerbangan, Perbuatan - perbuatan tersebut dapat dikenakan sanksi pidana.

Pasal 54 Undang - Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, menyatakan: Setiap orang di dalam pesawat udara selama penerbangan dilarang melakukan:

  1. Perbuatan yang dapat membahayakan keamanan dan keselamatan penerbangan : Banyak hal yang menjadi penyebab kecelakaan pesawat terbang, baik karena gangguan teknis, kesalahan prosedur, human error, cuaca buruk, atau lainnya. Akibat permasalahan ini, maka pesawat mengalami kesulitan take off atau landing karena terganggunya sistem turbulensi atau navigasi penerbangan.

  2. Pelanggaran tata tertib dalam penerbangan : Salah satu hal yang bisa menyebabkan gangguan tersebut dan juga hal yang paling dilarang adalah menggunakan handphone (ponsel). Setiap kali kita hendak terbang dengan pesawat, pramugari pasti meminta para penumpang agar mematikan HP-nya selama penerbangan berlangsung. Imbauan yang sudah menjadi protap (prosedur tetap) sebelum penerbangan itu sudah sering kita dengar. Tak kurang dari itu, sejumlah lefleat atau brosur mengenai aturan penerbangan diletakkan di dekat kursi penumpang, namun ironisnya ternyata masih banyak penumpang yang tidak mematuhinya

  3. Pengambilan atau pengrusakan peralatan pesawat udara yang dapat membahayakan keselamatan : Beberapa alat navigasi atau alat komunikasi untuk pesawat terbang ini menggunakan teknologi RF technology (RF= Radio Frequency) jadi bisa terkena “interference” atau gangguan dari telepon genggam. Walaupun sebenarnya sudah ada pengaturan dan standard untuk pemakaian RF frequency band berdasarkan FAA standard, namun masalahnya biasanya radiasi radio dari telepon genggam itu bukan cuma berupa sinyal GSM. Akan tetapi ada juga”electromagnetic signal” jadi biasanya anomali atau penyimpangan yg ada di “navigation equipment” atau alat navigasi juga dipengaruhi dari EMI=electromagnetic interference dari “mobile phones”. (FAA kependekan dari Federal Aviation Administration sebuah organisasi pemerintah Amerika yang menangani masalah penerbangan disana, kalo di Indonesia mungkin seperti KNKT.

  4. Perbuatan asusila : Asusila adalah perbuatan atau tingkah laku yang menyimpang dari norma-norma atau kaidah kesopanan yang saat ini cenderung banyak terjadi kalangan masyarakat, teruatama remaja. Islam dengan Al Quran dan sunnah telah memasang bingkai bagi kehidupan manusia agar menjadi kehidupan yang indah dan bersih dari keruskaan moral. Menurut pandangan Islam, tinggi dan rendahnya spiritualitas (rohani) pada sebuah masyarakat berkaitan erat dengan segala prilakunya, bukan saja tata prilaku yang besifat ibadah mahdah (khusus) seperti shalat dan berpuasa, namun juga yang bersifat prilaku ibadah ghairu mahdah (umum) seperti hal-hal yang berkaitan dengan sosial kemasyarakatan.

  5. Perbuatan yang mengganggu ketenteraman; atau Yaitu terdiri dari seseorang yang melakukan keributan atau berbicara dengan suara sangat keras, mengganggu pramugari dan penumpang atau petugas penerbangan lainnya yang berada di dalam pesawat udara.

  6. Pengoperasian peralatan elektronika yang mengganggu navigasi penerbangan. Pasal 55 menyatakan: “Selama terbang, kapten penerbang pesawat udara yang bersangkutan mempunyai wewenang mengambil tindakan untuk menjamin keselamatan, ketertiban, dan keamanan penerbangan”.

    Pasal 56 ayat: 1) Dalam penerbangan dilarang menempatkan penumpang yang tidak mampu melakukan tindakan darurat pada pintu dan jendela darurat pesawat udara. 2) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan sanksi administratif berupa: a. Peringatan; b. pembekuan sertifikat; dan/atau c. pencabutan sertifikat.

Pasal 57 menyatakan: “Ketentuan lebih lanjut mengenai keselamatan dan keamanan dalam pesawat udara, kewenangan kapten penerbang selama penerbangan, dan pemberian sanksi administratif diatur dengan Peraturan Menteri”. Berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor SKEP/4030 /II/95. Semua calon penumpang pesawat udara, penumpang khusus, awak pesawat udara, calon jamaah haji, dokumen penumpang pesawat udara, bagasi tercatat (check baggage), bagasi kabin (cabin baggage), cargo maupun pos harus dilakukan pemeriksaan oleh petugas keamanan (security personnel) untuk menjamin keamanan dan keselamatan penerbangan.

Di samping itu, petugas keamanan (security personnel) juga harus mengawasi jalur dari check-in counter ke ruang tunggu dan sisi udara (air side), jalur menuju pesawat udara dan sebaliknya berikut.

Setiap calon penumpang pesawat udara, harus diperiksa oleh petugas keamanan (security personnel) Bandar udara baik pemeriksaan secara fisik dan/atau menggunakan alat bantu pemeriksaan. Pemeriksaan tersebut dapat menggunakan alat bantu yang diselingi dengan pemeriksaan secara fisik dengan cara diacak. Setiap calon penumpang pesawat udara yang dicurigai harus diperika secara fisik lebih intensif. Petugas keamanan Bandar udara berhak melarang terbang calon penumpang yang menolak dan yang tidak mau diperiksa secara fisik maupun dengan menggunakan alat bantu.

Apabila petugas kemanan (security personnel) bandar udara memberitahukan kepada perusahaan penerbangan bahwa calon penumpang tidak mau diperiksa, perusahaan penerbangan sebagai pengangkut harus menolak keberangkatan calon penumpang yang tidak mau diperiksa oleh petugas keamanan penerbangan. Perusahaan penerbangan sebagai pengangkut wajib memberitahu alasan penolakan keberangkatan kepada calon penumpang yang bersangkutan.

Perusahaan penerbangan sebagai pengangkut wajib menyediakan blanko identitas yang memuat nama, alamat pemiliki untuk diisi dan dipasang oleh penumpang pada bagasi kabinnya. Perusahaan penerbangan sebagi pengangkut harus menempatkan petugas keamanan (security personnel) dan bekerja sama dengan petugas keamanan (security personnel) Bandar udara untuk melaksanakan pemeriksaan penumpang. Perusahaan penerbangan yang mengangkut calon penumpang harus menempatkan petugas yang berwenang di ruang tunggu untuk melakukan pemeriksaan pas naik (boarding pass) calon penumpang yang akan naik ke pesawat udara sesuai dengan tujuan masing - masing.

Calon penumpang pesawat udara anak - anak di bawah umur 8 tahun harus disertai dengan pengantar atau orang yang bertanggung jawab baik awak pesawat udara atau orang yang bertanggung jawab baik calon penumpang wanita hamil tua 8 bulan harus disertai dengan surat keterangan dokter. Orang sakit yang tidak dapat berjalan sendiri harus disertai dengan surat keterangan dokter dan disertai dengan pengantar, sedangkan pengangkutan jenazah harus disertai dengan surat keterangan dari instansi kesehatan.

Pengangkutan orang gila, orang tahanan atau deportee harus dikawal oleh petugas yang berwenang. Perusahaan penerbangan yang mengangkut harus menolak calon penumpang anak - anak yang tidak disertai pengantar dengan surat keterangan dokter, orang sakit yang tidak dapat berjalan sendiri tidak disertai dengan surat keterangan dokter dan pengantar, jenazah yang tidak disertai dengan surat keterangan dari instansi yang berwenang, orang gila yang tidak dikawal, tahanan maupun deportee yang tidak dikawal oleh petugas yang berwenang. Demikian pula perusahaan penerbangan yang akan mengangkut juga dapat menolak calon penumpang yang mabuk, buron atau dicurigai berdasarkan informasi petugas yang berwenang.

Kecelakaan pesawat udara secara umum selalu dihubungkan dengan tiga faktor penyebab, yaitu faktor kesalahan manusia (human error), faktor pesawat terbang (machine), dan faktor lain seperti cuaca, dll.

Menurut statistik, faktor kesalahan manusia mempunyai adil paling besar, disusul faktor pesawat terbang dan yang terakhir faktor cuaca. Ketiga faktor penyebab tersebut biasanya tidak berdiri sendiri, melainkan bisa merupakan gabungan dari dua atau tiga faktor sekaligus. Kesalahan manusia yang dapat menyebabkan timbulnya kecelakaan telah diminimalisir dengan dilakukannya pemeriksaan rutin dan berkala bagi para personel penerbangan, khususnya bagi para personel yang berkaitan langsung dengan aktivitas rutin penerbangan.

Pemeriksaan secara berkala tersebut merupakan suatu kewajiban bagi setiap personel penerbangan yang telah memiliki sertifikat kecakapan ataupun lisensi sesuai dengan bidangnya masing - masing, hal tersebut lebih dipertegas dalam Pasal 223 ayat (1) Undang - Undang Nomor 1 Tahun 2009. Tujuan dari pemeriksaan secara berkala atas personel penerbangan tersebut adalah agar dapat diketahui secara pasti terkait hal - hal yang dapat mempengaruhi kinerja dari setiap personel sehingga dapat dihindari hal - hal yang dapat membahayakan keselamatan dan keamanan suatu misi penerbangan.

Dilakukannya pemeriksaan secara berkala dan rutin terhadap personel penerbangan menjadi suatu tolak ukur ataupun standarisasi bahwa suatu penerbangan bukanlah bidang yang biasa - biasa saja, melainkan dibutuhkan suatu keseriusan dan ketelitian dalam segala aspek yang berkaitan, sehingga apabila dilakukan suatu pelanggaran atas ketentuan yang telah ditetapkan secara khusus tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa pelanggaran tersebut dapat berakibat pada timbulnya kecelakaan yang fatal.

Hukum pidana sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan terdapat dalam Bab XXX KUHP, seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, telah memberikan Pengaturan secara khusus hal- hal yang terkait dengan penerbangan. Terkait dengan kecelakaan sebuah pesawat udara, dalam ketentuan aturan pidana yang terdapat dalam Kitab Undang - Undang Hukum Pidana (KUHP), telah diatur dengan tegas bahwa suatu perbuatan, baik dengan unsur sengaja, melawan hukum, ataupun karena kealpaan yang dapat menyebabkan suatu pesawat udara celaka (incident), hancur serta tidak dapat dipakai atau rusak (accident), merupakan sebuah peristiwa pidana.

Patut untuk dibuktikan bahwa kecelakaan yang terjadi merupakan kecelakaan yang disebabkan oleh faktor manusia (human factor) sehingga dapat dimintakan pertanggungjawaban secara aspek pidana kepada pelaku tindak pidana tersebut. Agar dapat dibuktikannya, maka dibutuhkan suatu penyelidikan secara komprehensif yang dilakukan oleh Kepolisian selaku penyelidik atas suatu peristiwa yang memiliki indikasi pidana serta menyesuaikan dengan ketentuan yang berlaku dalam ketentuan pidana, baik dalam KUHP maupun dalam KUHAP.