Apa yang dimaksud dengan keintiman dalam cinta?

image

Keintiman atau intimacy, dalam teori segitiga cinta, adalah perasaan emosional yang berhubungan dengan kehangatan, kedekatan, dan berbagi dalam hubungan.

Apa yang dimaksud dengan keintiman dalam cinta secara lebih detail ?

image

Menurut Erikson (dalam Valentini, & Nisfiannoor, 2006) intimacy sebagai kemampuan untuk berkomunikasi dan juga berperan penting dalam menjalin dan meningkatkan keintiman dalam menjalin hubungan yang romatis. Hal ini didukung oleh pernyataan Strong dan Devault (1989) yang mengemukakan bahwa intimacy dan komunikasi saling berkaitan dan pasangan yang mengalami kesulitan dalam komunikasi dikatakan tidak memiliki intimacy didalam hubungan mereka.

Menurut Sternberg (2006) intimacy adalah elemen emosional dalam suatu hubungan yang melibatkan pengungkapan diri (self-disclosure), yang akan menghasilkan suatu keterkaitan, kehangatan, dan kepercayaan. Sternberg (2006) juga menyatakan bahwa intimacy adalah kedekatan yang dirasakan oleh dua orang dan kekuatan yang mengikat mereka berdua untuk tetap bersama.

Menurut Roscoe, Kennedy, dan Pope (2006) intimacy adalah perkembangan sikap keterbukaan, saling berbagi, kepercayaan, menghargai satu sama lain, afeksi dan kesetiaan, sehingga sebuah hubungan dapat dicirikan sebagai sebuah hubungan yang dekat, berlangsung lama, dan melibatkan cinta dan komitmen.

Level Love Intimacy (Keintiman Cinta)

Menurut Van den Broucke (1995) telah teridentifikasi adanya tiga tingkat marital intimacy dan lima struktural didalamnya yaitu:

  1. The Dyadic : Keintiman pernikahan mengacu pada tingkat afektif (Affective), kognitif (Cognitive) dan perilaku (Behavioral) interpendence antara pasangan. Dibenarkan bahwa pasangan yang intim satu sama lain dapat mengapresiasi dan memberikan aspek kognitif dalam hubungan mereka untuk dapat saling melakukan interaksi yang baik dan stabil (Hatfield, 1982). Hal ini tercermin dalam perasaan kedekatan pada pasangan, rasa emosional ataupun cinta, validasi ide-ide dan nilai-nilai individu serta konsensus (Consensus) implisit ataupun eksplisit mengenai aturan-aturan yan membimbing untuk saling berinteraksi.

  2. The Individual : Keintiman mengacu pada kemampuan yang dipertimbangkan oleh beberapa aspek yaitu, kemampuan untuk menjadi diri sendiri dalam suatu hubungan (Authenticity), memiliki aspek keterbukaan (Openess) atau kesiapan untuk berbagi ide dan perasaan dengan pasangan.

  3. The Social Group/ Network Level : Menurut Rosenblatt (1977) dalam Rusbult Buunk (1993), keintiman cinta memerlukan aspek indentitas dyadic, dalam berinteraksi dengan pihak lain, seperti keluarga atau relasi, pasangan yang intim dapat mengidentifikasikan hubungan mereka sebagai satu bagian.

    Hal ini diungkapkan ketika mereka menggunakan istilah “kami” untuk memperlihatkan keyakinan hubungan mereka dan biasanya memerlukan aspek eksklusivitas (Exclusiveness) dimana secara simbolis dapat diterima oleh jaringan sosial melalui keterlibatan dalam acara upacara pernikahan yang menandakan mereka akan memiliki hubungan perspektif jangka panjang, dalam arti sebuah niat untuk saling mengakui antara pasangan untuk saling menjaga hubungan mereka yang secara konseptual akan terkait dengan komitmen (Commitment).

Dimensi Love Intimacy (Keintiman Cinta)

Terkait dengan hal diatas, Van den Broucke (1995) membagi ketiga tingkat marital intimacy tersebut menjadi lima dimensi marital intimacy, yaitu:

  1. Intimacy Problems
    Dimensi utama dari kelima dimensi ini mengacu pada masalah-masalah yang ada pada rasa takut secara emosional ketika berada dekat dengan orang lain. Ketakutan dalam hal keintiman ini juga didefinisikan sebagai kapasitas yang menghambat individu, karena kecemasannya untuk bertukar pikiran dan perasaan- perasaan penting yang dirasakan oleh individu dengan orang lain tetapi sulit mengungkapkannya, tidak terbuka, selalu memiliki kecemasan untuk sesuatu hal yang menyangkut keintiman.

  2. Consensus
    Dimensi kedua mengacu dalam aspek The Dyadic. Dapat dijelaskan bahwa Consensus meranah kepada aspek kognitif (Cognitive). Kognitif mencakup kegiatan mental (otak). Segala upaya yang menyangkut aktivitas otak adalah termasuk dalam ranah kognitif. Tujuan aspek kognitif pada pasangan berorientasi pada kemampuan berfikir, mengingat, memahami, menilai, memberikan penghargaan, mengevaluasi, sampai pada kemampuan memecahkan masalah yang menuntut individu untuk mengubungkan dan menggabungkan ide, gagasan, metode atau prosedur yang dipelajari untuk memecahkan masalah tersebut.

  3. Openess
    Dimensi ketiga mengacu dalam aspek The Individual yang menjelaskan bahwa keintiman mengacu pada kemampuan yang dipertimbangkan oleh beberapa aspek yaitu, kemampuan untuk menjadi diri sendiri dalam suatu hubungan (Authenticity) serta memiliki aspek keterbukaan atau kesiapan untuk berbagi ide dan perasaan dengan pasangan dalam segala situasi dan kondisi. Ada kemauan untuk saling bekerjasama dalam mengemukakan pendapat secara jujur, terbuka dan positif.

  4. Affection
    Dalam dimensi keempat dapat dijelaskan bahwa Affection merupakan bagian dari The Dyadic, dimana Keintiman pernikahan mengacu pada tingkat afektif (Affective). Ranah afektif mencakup watak perilaku seperti perasaan, minat, sikap, emosi, dan nilai. Dibenarkan bahwa pasangan yang intim satu sama lain dapat mengapresiasi dan memberikan aspek kognitif dalam hubungan mereka untuk dapat saling melakukan interaksi yang baik dan stabil (Hatfield, 1982).

  5. Commitment
    Dimensi terakhir ini lebih mengacu kepada The Social Group/ Network Level, dalam berinteraksi dengan pihak lain, seperti keluarga atau relasi, pasangan yang intim dapat mengidentifikasikan hubungan mereka sebagai satu bagian. Hal ini diungkapkan ketika mereka menggunakan istilah “kami” untuk memperlihatkan keyakinan hubungan mereka dan biasanya memerlukan aspek eksklusivitas (Exclusiveness) dimana secara simbolis dapat diterima oleh jaringan sosial melalui keterlibatan dalam acara upacara pernikahan yang menandakan mereka akan memiliki hubungan perspektif jangka panjang, dapat diartikan sebagai sebuah niat untuk saling mengakui antara pasangan serta mengupayakan untuk selalu menjaga hubungan mereka secara terkonsep (konseptual) yang terkait dengan sebuah kesepakatan atau komitmen (Commitment).