Kecerdasan individu tidak hanya dilihat dari kecerdasan intelektualnya saja akan tetapi juga dari kecerdasan emosinya dan kecerdasan spiritualnya. Setelah kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosi maka ditemukan kecerdasan yang ketiga yaitu kecerdasan spiritual yang diyakini sebagai kecerdasan yang mampu memfungsikan kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosi secara efektif dan kecerdasan spiritual merupakan kecerdasan tertinggi (Zohar dan Marshall, dalam Sukidi 2004).
Zohar dan Marshal (2007) mendefinisikan kecerdasan spiritual sebagai kecerdasan untuk menghadapi dan memecahkan persoalan makna dan nilai, yaitu kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup manusia dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya, kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dibanding dengan yang lain.
Sedangkan menurut Maslow (Tony Buzan, 2003) kecerdasan spiritual adalah aktualisasi diri (tahap spiritual) yakni ketika individu dapat mencurahkan kreativitasnya dengan santai, senang, toleran dan merasa terpanggil untuk membantu orang lain mencapai tingkat kebijaksanaan dan kepuasan seperti yang telah dialaminya. Maslow menekankan bahwa kecerdasan spiritual menjadikan manusia yang benar- benar utuh secara intelektual, emosi dan spiritual sehingga bisa dikatakan kecerdasan spiritual adalah kecerdasan jiwa yang dapat membantu manusia menyembuhkan dan membangun diri manusia secara utuh. Hal ini harus diraih dalam suatu lingkungan yang sarat dengan cinta dan kepedulian.
Ary Ginanjar Agustian (2001) mengatakan bahwa:
“Kecerdasan spiritual ialah suatu kemampuan untuk memberi makna ibadah terhadap setiap perilaku dan kegiatan, melalui langkah-langkah dan pemikiran yang bersifat fitrah, menuju manusia yang seutuhnya (hanif) dan memiliki pola pemikiran tauhidi (integralistik) serta berprinsip “hanya karena Tuhan”.
Ary Ginanjar Agustian menekankan bahwa kecerdasan spiritual adalah perilaku atau kegiatan yang kita lakukan merupakan ibadah kepada Tuhan. Dengan demikian, kecerdasan spiritual menurut Ary Ginanjar Agustian, haruslah disandarkan kepada Tuhan dalam segala aktivitas kehidupan untuk mendapatkan suasana ibadah dalam aktivitas manusia.
Inilah yang membedakan pengertian Ary Ginanjar Agustian dengan Danah dan Ian yakni adanya unsur ibadah dan penyandaran hanya kepada Tuhan dalam kehidupan manusia.
Dari beberapa pengertian di atas, penulis mengambil kesimpulan bahwa kecerdasan spiritual adalah kecerdasan yang membangun manusia secara utuh untuk menghadapi dan memecahkan persoalan makna hidup untuk menilai bahwa tindakan yang dilakukan atau jalan hidup individu lebih bermakna dibandingkan dengan yang lain.
Agus Nggermanto (2001), mengungkapkan aspek dari kecerdasan spiritual sebagai berikut:
1. Kesadaran Diri
Kemampuan diri dalam menyadari situasi, konsekwensi dan reaksi yang ditimbulkan oleh diri.
2. Kemampuan untuk melakukan perubahan yang lebih baik
Ini akan menuntut kita memikirkan secara jujur apa yang harus kita tanggung demi perubahan itu dalam bentuk energi dan pengorbanan.
3. Perenungan akan setiap perbuatan
Dengan ini akan membuat diri kita lebih mengenali, menghargai sesuatu dan menjadikan motivasi untuk lebih baik.
4. Kemampuan untuk menghancurkan rintangan
Kemampuan dan motivasi diri yang kuat dalam menyelesaikan semua permasalahan baik dari diri, lingkungan dan Tuhan.
5. Kemampuan untuk menentukan langkah dan pemberian keputusan dengan bijak
Kita perlu menyadari berbagai kemungkinan untuk bergerak maju melalui berbagai kemungkinan sehingga menemukan tuntutan praktis yang dibutuhkan dan putuskan kelaykan setiap tuntutan tersebut.
6. Kualitas dalam hidup dan makna hidup
Menjalani hidup berarti mengubah pikiran dan aktivitas sehari-hari menjadi ibadah terus- menerus, memunculkan kesucian alamiah yang ada dalam situasi yang bermakna.
7. Menghormati pendapat atau pilihan orang lain
Kemampuan dalam memberikan kesempatan orang lain berpendapat, menerima perndapat orang lain dengan lapang dada, dan melaksanakan apa yang telah disepakati walaupun itu pendapat orang lain.
Dari penjelasan di atas, dalam penelitian ini penulis mengambil aspek- aspek kecerdasan spiritual yang meliputi kemampuan bersikap fleksibel, tingkat kesadaran diri yang tinggi, kemampuan untuk menghadapi dan memanfaatkan penderitaan, kemampuan untuk menghadapi dan melampaui rasa sakit, kualitas hidup yang diilhami oleh visi dan nilai- nilai, keengganan untuk menyebabkan kerugian yang tidak perlu, berpikir secara holistik, kecenderungan untuk bertanya mengapa dan bagaimana jika untuk mencari jawaban-jawaban yang mendasar, serta menjadi pribadi mandiri.