Apa yang dimaksud dengan Kartel?

Kartel

Kartel adalah wadah resmi yang merupakan wujud dari perjanjian dua atau lebih penjual/pembeli untuk melakukan sesuatu untuk kepentingan bersama. Bentuk dari wadah tersebut bisa berupa asosiasi, pemasaran bersama atau bentuk- bentuk lainnya. Kepentingan bersama yang dimaksud adalah mendapatkan keuntungan yang lebih tinggi daripada jika mereka tidak melakukan hal tersebut bersama-sama.

Jalan yang dapat dilakukan oleh sebuah kartel antara lain ; melakukan penentuan harga bersama, menentukan jumlah produksi, menentukan pembagian wilayah, atau kombinasi dari ketiga hal tersebut.

Apa yang dimaksud dengan Kartel ?

Kartel atau hambatan horizontal adalah suatu perjanjian tertulis ataupun tidak tertulis antara beberapa pelaku usaha untuk mengendalikan produksi, atau pemasaran barang atau jasa sehingga diperoleh harga tinggi. Kartel pada gilirannya berupaya untuk memaksimalkan keuntungan pelaku usaha.

Kartel merupakan suatu hambatan persaingan yang paling merugikan masyarakat, sehingga dalam undang-undang anti monopoli di beberapa Negara, kartel dilarang sama sekali. Hal ini karena kartel dapat mengubah struktur pasar menjadi bersifat monopolistik.

Dalam keadaan perekonomian yang sedang baik, kartel akan mudah terbentuk, sedangkan kartel akan mudah terjadi perpecahan apabila keadaan perekonomian sedang mengalami “resesi” atau dengan perkataan lain, kartel akan timbul masalah apabila terjadi kelebihan produksi secara nasional. Selain itu, kartel juga akan mudah terbentuk apabila barang yang diperdagangkan adalah barang missal yang sifatnya homogen sehingga sangat mudah disubstitusikan dengan barang sejenis dengan struktur pasar tetap dipertahankan.

Jenis kartel yang paling umum terjadi di kalangan penjual adalah penetapan harga, perjanjian pembagian wilayah pasar atau pelanggan, dan perjanjian pembatasan output. Sedangkan yang paling sering terjadi di kalangan pembeli adalah perjanjian penetapan harga, perjanjian alokasi wilayah dan bid ringing.

Kartel yang berkaitan langsung dengan sejumlah harga tertentu disebut juga dengan perjanjian penetapan harga (price fixing). Penetapan harga disebut sebagai naked restraint (terang-terangan), jika perjanjian tersebut tidak terjadi pada suatu perusahaan joint venture yang dilakukan oleh pihak-pihak dalam kegiatan usaha patungan tersebut.

Naked restraint dalam kartel hanya terjadi, jika terdapat pembatasan kebebasan atas tindakan ekonomi terhadap pihak dalam perjanjian. Hambatan ini tidak memiliki fungsi bisnis atau ekonomi, kecuali untuk menetapkan pembatasan kebebasan (diskresi) para pihak di pasar.19 Satu-satunya fungsi hambatan tersebut adalah menciptakan, mengalokasikan, mengeksploitasi atau memelihara ekonomi atau kekuatan pasar.

Hambatan masuk (pasar) adalah beberapa faktor yang membuat “biaya” melakukan kegiatan bisnis serupa bagi pelaku usaha baru (new entrant) menjadi lebih tinggi dibandingkan biaya yang dibebankan terhadap perusahaan yang telah eksis sebelumnya. Hambatan masuk yang tinggi merupakan esensial bagi kartel yang efektif, karena ketika pasar kartel memperoleh profit yang tinggi, hal ini akan menjadi daya tarik bagi pelaku usaha baru (new entrant) untuk masuk pasar yang sama. Jika dalam suatu pasar kartel yang menetapkan harga tinggi “kebanjiran” perusahaan-perusahaan baru yang masuk pasar, maka kartel tersebut tidak dapat beroperasi dengan baik.

Dalam Black’s Law Dictionary Kartel diartikan

“A combination of producer of any product joined together to control its production sale, and price, so as to obtain a monopoly and restrict competition in any particular industry or commodity."

Richard Posner mendefinisikan Kartel sebagai

“A contract among competition seller to fix the price of product they sell (or what is the same thing, to limit their out put) is likely any other contract in the same parties would not sign it unless they expected it to make them all better off”.

Berkaitan dengan Kartel, secara khusus UU Antimonopoli mengatur pada Pasal 11, yang dinyatakan bahwa:

“Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian, dengan pelaku usaha pesaingnya, yang bermaksud untuk mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan atau pemasaran suatu barang dan atau jasa, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat”

Melalui pernyataan dari Pasal 11 tersebut, dapat disimpulkan bahwa agar kartel dapat dilarang haruslah memenuhi unsur-unsur sebagai berikut :

  1. Adanya perjanjian;
  2. Perjanjian tersebut dibuat dengan pelaku usaha lain;
  3. Tujuannya untuk mempengaruhi harga
  4. Tindakan mempengaruhi harga dilakukan dengan mengatur produksi dan atau pemasaran suatu barang dan atau jasa Produk tersebut;
  5. Tindakan tersebut dapat mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat.

Di beberapa Negara, pengertian kartel meliputi perjanjian antara pesaing untuk membagi pasar, mengalokasikan pelanggan, dan menetapkan harga. Kartel diakui sebagai kolaborasi bisnis yang paling merugikan harga, dengan cara mengontrol pasar untuk keuntungan mereka. Kebanyakan Negara memandang kartel sebagai pelanggaran persaingan yang paling serius, bahkan di beberapa Negara perjanjian kartel dituntut sebagai tindakan kriminal.

Terdapat banyak bentuk kartel yang memungkinkan usaha yang bersaing membatasi persaingan melalui kontrak diantaranya, yaitu :

  1. Kartel Harga Pokok (prijskartel)
    Di dalam kartel harga pokok, anggota-anggotanya menciptakan peraturan diantara mereka untuk perhitungan kalkulasi harga pokok dan besarnya laba. Pada kartel jenis ini ditetapkan harga- harga penjualan bagi para anggota kartel. Benih dari persaingan kerapkali juga datang dari perhitungan laba yang akan diperoleh suatu badan usaha. Dengan menyeragamkan tingginya laba, maka persaingan diantara mereka dapat dihindarkan.

  2. Kartel Harga
    Dalam kartel ini ditetapkan harga minimum untuk penjualan barang-barang yang mereka produksi atau perdagangkan. Setiap anggota tidak diperkenankan untuk menjual barang-barangnya dengan harga yang bebas, dan lebih rendah daripada harga yang telah ditetapkan itu. Pada dasarnya anggota-anggota itu diperbolehkan menjual di atas penetapan harga akan tetapi atas tanggungjawab sendiri.

  3. Kartel Kontingentering
    Di dalam jenis kartel ini, masing-masing anggota kartel diberikan jatah dalam banyaknya produksi yang diperbolehkan. Biasanya perusahaan yang memproduksi lebih sedikit daripada jatah yang sisanya menurut ketentuan, akan diberi premi hadiah. Akan tetapi sebaliknya akan didenda. Maksud dari peraturan ini adalah untuk mengadakan restriksi yang ketat terhadap banyaknya persediaan sehingga harga barang-barang yang mereka jual dapat dinaikkan. Ambisi kartel kontingentering biasanya untuk mempermainkan jumlah persediaan barang dan dengan cara harus berada dalam kekuasaannya.

  4. Kartel Kuota
    Kartel kuota adalah pembagian volume pasar diantara para pesaing usaha. Disini ditetapkan volumen produksi dari atau penjualan tertentu atau ditentukan batas maksimal untuk volume produksi dan/atau penjualan yang diperbolehkan, dan kuota tersebut biasanya dijamin oleh peraturan pemasokan atau pembayaran pengimbangan dalam hal volume produksi atau pemasaran yang telah ditetapkan dilewati. Kartel kuota bertujuan untuk menaikkan tingkat harga.

  5. Kartel Standar atau Kartel Tipe
    Kartel standar dan kartel tipe adalah perjanjian yang dibuat antara pelaku usaha mengenai standar, tipe, jenis atau ukuran tertentu yang harus ditaati. Perjanjian tersebut mengakibatkan pembatasan produksi karena pelaku usaha dihalangi untuk menggunakan standar atau tipe lain. Perjanjian tersebut dengan cara yang khas tidak hanya menghambat persaingan kualitas, melainkan secara tidak langsung mempengaruhi persaingan harga diantara para anggota kartel.

  6. Kartel kondisi
    Kartel kondisi adalah perjanjian yang dibuat oleh pelaku usaha mengenai standarisasi ketentuan perjanjian, yang berkaitan langsung atau tidak langsung dengan harga, tetapi berkaitan dengan unsur lain dalam perjanjian bersangkutan. Perjanjian tersebut bertujuan untuk menghambat penjualan, oleh karena anggota kartel tidak dimungkinkan untuk membuat perjanjian lain dengan mitra kontrak individu. Setiap kondisi kurang lebih mempengaruhi harga, hal mana dapat terjadi melalui mekanisme pasar atau dengan memperhatikan pembagian resiko dari segi kalkulasi (tanggung jawab dan jaminan) serta melalui kondisi tambahan yang harus dipenuhi (pengemasan, pengiriman, pelayanan).

  7. Kartel Syarat
    Jenis kartel ini memerlukan penetapan-penentapan di dalam syarat-syarat penjualan misalnya, kartel juga menetapkan standar kwalitas barang yang dihasilkan atau dijual, menetapkan syarat- syarat pengiriman. Apakah ditetapkan loco gudang, FOB, C&F, Cif, embalase atau pembungkusan dari syarat-syarat pengiriman lainnya, yang dikehendaki yaitu keseragaman di antara para anggota yang tergabung dibawah kartel. Keseragaman itu perlu di dalam kebijaksanaan harga, sehingga tidak akan terjadi persaingan diantara mereka.

  8. Kartel Laba atau Pool
    Di dalam kartel ini anggota kartel biasanya menentukan peraturan yang berhubungan dengan laba yang mereka peroleh. Misalnya bahwa laba kotor harus disentralisasikan pada suatu kas umum kartel, kemudian laba bersih kartel, dibagi-bagikan diantara mereka dengan perbandingan tertentu pula.

  9. Kartel Rayon
    Kartel rayon atau kadang-kadang juga disebut kartel wilayah pemasaran untuk mereka. Penetapan wilayah ini kemudian diikuti oleh penetapan harga untuk masing-masing daerah. Dalam kartel rayon ditentukan pula suatu peraturan, bahwa setiap anggota tidak diperkenankan menjual barang-barangnya didaerah lain. Dengan ini, dapat dicegah persaingan diantara anggota yang mungkin harga-harga barangnya berlainan.

  10. Sindikat Penjualan atau Kantor Sentral Penjualan
    Di dalam kartel penjualan ditentukan bahwa penjualan hasil produksi dari anggota harus melewati sebuah badan tunggal ialah kantor penjualan pusat. Persaingan di antara mereka pada akhirnya akan dapat dihindarkan.

Pengertian Kartel


Sebelum mengetahui pengertian dari kartel, perlu diketahui terlebih dahulu bahwa, dalam pasar oligopolistik hanya ada beberapa perusahaan. Untuk mengurangi persaingan dan menaikkan laba, Mereka bisa mencoba untuk berkolusi atau membuat kesepakatan harga dan tingkat output. Kolusi adalah kesepakatan perusahaan-perusahaan untuk membagi pasar atau menetapkan harga pasar agar dapat memaksimalkan laba ekonomi.

Menurut Arsyad, kartel merupakan suatu organisasi resmi dari para penjual yang secara bersama menentukan harga, kuantitas, dan diferensiasi produk secara bersama-sama untuk memaksimumkan keuntungan industri tersebut. Sedangkan dalam UU Anti Monopoli No.5 tahun 1999, dijelaskan perjanjian yang bersifat kartel sebagai berikut:

Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian, dengan pelaku usaha saingannya, yang bermaksud mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan atau pemasaran suatu barang dan atau jasa, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

Dalam Undang-undang obyek perjanjian yang dilarang untuk dibuat antara pelaku usaha dengan pelaku usaha lain adalah sebagai berikut:

  • Secara bersama-sama melakukan penguasaan produksi dan atau pemasaran barang dan jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat (pasal 4 ayat 1). Parameter oleh Undang-undang untuk menentukan apakah pelaku usaha patut diduga atau dianggap secara bersama-sama melakukan penguasaan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa apabila atau 2 atau 3 pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 75 % pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.

  • Menetapkan harga tertentu atas suatu barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada pasar bersangkutan yang sama (pasal 5 ayat 1), dengan pengecualian :

    • Perjanjian yang dibuat dalam suatu usaha patungan atau
    • Perjanjian yang didasarkan Undang-undang yang berlaku (pasal 5 ayat (2).
  • Perjanjian yang mengakibatkan pembeli yang satu harus membayar dengan harga yang berbeda dari harga yang harus dibayar oleh pembeli lain untuk barang dan atau jasa yang sama (pasal 6);

  • Menetapkan harga di bawah pasar, yang dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat (pasal 7);

  • Perjanjian yang membuat persyaratan bahwa penerima barang dan atau jasa tidak akan menjual atau memasok kembali barang dan atau jasa yang telah diterimanya tersebut, dengan harga yang lebih rendah dari pada harga yang telah diperjanjikan sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat (pasal 8);

  • Perjanjian yang bertujuan untuk membagi wilayah pemasaran atau alokasi pasar terhadap suatu barang dan atau jasa tertentu, sehingga dapat mengakibatkan terjadinya, yakni praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat (pasal 9). Perjanjian ini dapat bersifat vertikal dan horizontal. Perjanjian ini dilarang karena pelaku usaha meniadakan atau mengurangi persaingan dengan cara membagi wilayah pasar atau alokasi pasar. Wilayah pemasaran dapat berarti wilayah Republik Indonesia atau bagian wilayah Negara Republik Indonesia misalnya kabupaten, provinsi, atau wilayah regional lainnya. Membagi wilayah pemasaran atau alokasi pasar berarti membagi wilayah untuk memperoleh atau memasok barang, jasa, atau barang dan jasa, menetapkan siapa saja dapat memperoleh atau memasok barang, jasa atau barang dan jasa.

  • Perjanjian yang dapat mengahalangi pelaku usaha lain untuk melakukan usaha yang sama, baik untuk tujuan pasar dalam negeri maupun pasar luar negeri (pasal 10);

  • perjanjian untuk menolak mejual setiap barang dan atau jasa dari pelaku usaha lain, yang mengakibatkan :

    • Kerugian atau dapat diduga menerbitkan kerugian bagi pelaku usaha lain; atau
    • Pembatasan bagi pelaku usaha lain dalam menjual atau membeli setiap barang dan atau jasa dari pasar bersangkutan (pasal 10 ayat 2);
  • Perjanjian yang bermaksud mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan atau pemasaran suatu barang dan atau jasa, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat (pasal 11);

  • Perjanjian untuk melakukan kerja sama dengan membentuk gabungan perusahaan atau perseroan yang lebih besar, dengan tetap menjaga dan mempertahankan kelangsungan hidup masing-masing perusahaan atau perseroan anggotanya, yang bertujuan untuk mengontrol produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa, sehingga dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan tidak sehat (pasal 12);

  • Perjanjian yang bertujuan untuk secara bersama-sama menguasai pembelian atau penerimaan pasokan barang dan atau jasa tertentu, agar dapat mengendalikan harga atas barang dan atau jasa tertentu tersebut dalam pasar yang bersangkutan, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat (pasal 13 ayat 1). Pelaku usaha patut diduga atau dianggap secara bersama-sama mengusai pembelian dan atau penerimaan pasokan apa bila 2 atau 3 pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 75 % pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.

  • Perjanjian yang bertujuan untuk menguasai sejumlah produk yang termasuk dalam rangkaian produksi barang atau jasa tertentu, yang mana setiap rangkaian produksi merupakan hasil pengolahan atau proses lanjutan, baik dalam satu rangkaiana langsung maupun tidak langsung, yang dapat mengakibatkan terjadinaya persaingan usaha tidak sehat dan atau merugikan masyarakat (pasal 14). Maksud dari menguasai produksi sejumlah produk yang termasuk dalam rangkaian produksi atau yang lazim disebut dengan integrasi vertikal adalah penguasaan serangkaian proses produksi atas barang tertentu mulai dari hulu sampai hilir atau proses yang berlanjut atas suatu layanan jasa tertentu oleh pelaku usaha tertentu. Praktek integrasi vertikal meskipun dapat menghasilkan barang atau jasa dengan harga murah, tetapi dapat menimbulkan persaingan usaha tidak sehat yang merusak sendi-sendi perekonomian masyarakat. Praktek seperti ini dilarang sepanjang menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan atau merugikan masyarakat.

  • Perjanjian yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa hanya akan memasok atau tidak memasok kembali barang dan atau jasa tersebut kepada pihak tertentu dan atau pada suatu tempat tertentu (pasal 15 ayat 1). Pengertian memasok di sini termasuk menyediakan pasokan, baik barang maupun jasa, dalam kegiatan jual beli, sewa menyewa, sewa beli, dan sewa guna usaha (leasing).

  • Perjanjian yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa tertentu harus bersedia untuk membeli barang dan atau jasa lain dari pelaku usaha pemasok (pasal 15 ayat (2);

  • Perjanjian mengenai pemberian harga atau potongan harga tertentu atas barang dan atau jasa, yang memuat persyaratan bahwa pelaku usaha yang menerima barang dan atau jasa dari pelaku usaha pemasok:

    • Harus bersedia membeli barang dan atau jasa lain dari pelaku usaha pemasok; atau
    • Tidak akan membeli barang dan atau jasa yang sama atau sejenis dari pelaku usaha lain yang menjadi pesaing dari pelaku usaha pemasok (pasal 15 ayat 3).
  • Perjanjian dengan pihak lain di luar negeri yang memuat ketentuan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat (pasal 16). Salah satu yang diatur oleh Undang-undang Anti Monopoli diantaranya adalah dilarangnya perjanjian-perjanjian tertentu yang dianggap dapat menimbulkan monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. Mengenai apa yang dimaksud dengan kata “perjanjian“, tidak berbeda dengan pengertian perjanjan pada umumnya, yakni sebagaimana dimaksud dalam KUH Perdata pasal 13134:

Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Dengan demikian sangat sulit untuk dibuktikan.perjanjian lisanpun secara hukum sudah dapat dapat dianggap sebagai suatu perjanjian yang sah dan sempurna.

Hal tersebut dipertegas lagi dalam pasal 1 ayat 7 dari Undang-undang Anti Monopoli yang menyebutkan bahwa:

Maksud dari perjanjian adalah suatu perbuatan dari satu atau lebih pelaku usaha untuk mengikatkan diri terhadap satu atau lebih pelaku usaha lain dengan nama apapun, baik tertulis maupun tidak tertulis.

Dalam kamus Oxford, kartel atau cartel didefinisikan, “Cartel is a group of separate business firms wich work together to increase profits by not competing with each other”. Artinya, kartel adalah sebuah kelompok (grup) dari berbagai badan hukum usaha yang berlainan yang bekerja sama untuk menaikkan keuntungan masing-masing tanpa melalui persaingan usaha dengan pelaku usaha lainnya. Mereka adalah sekelompok produsen atau pemilik usaha yang membuat kesepakatan untuk melakukan penetapan harga, pengaturan distribusi dan wilayah distribusi, termasuk membatasi suplai.

Dalam buku Black’s Law Dictionary (kamus hukum dasar yang berlaku di Amerika Serikat), praktik kartel (cartel) didefinisikan, “A combination of producer of any product joined together to control its productions its productions, sale and price, so as to obtain a monopoly and restrict competition in any particular industry or commodity”. Artinya, kartel merupakan kombinasi di antara berbagai kalangan produsen yang bergabung bersama-sama untuk mengendalikan produksinya, harga penjualan, setidaknya mewujudkan perilaku monopoli, dan membatasi adanya persaingan di berbagai kelompok industri. Dari definisi tersebut, praktik kartel bisa dilakukan oleh kalangan produsen mana pun atau untuk produk apa pun, mulai dari kebutuhan pokok (primer) hingga barang kebutuhan tersier.

Pengertian kartel dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dituliskan kartel memiliki dua ciri yang menyatu, yaitu:

  • Organisasi perusahaan-perusahaan besar yang memproduksi barang-barang sejenis.

  • Persetujuan sekelompok perusahaan dengan maksud mengendalikan harga komoditi tertentu.

Poin penting dalam definisi tersebut, bahwa kelompok-kelompok di dalam suatu kartel terdiri atas kumpulan perusahaan-perusahaan besar yang menghasilkan barang-barang yang sejenis. Dijelaskan pula, tujuan utamanya berfokus pada pengendalian harga, sehingga harga yang terbentuk adalah bukan harga persaingan. Definisi ini telah menyentuh pada aspek perilaku monopoli.

Samuelson dan Nordhaus (2001) dalam buku “Economics” menuliskan pengertian kartel, “Cartel is an organization of independent firms, producing similar products, that work together to raise prices and restrict outputs”. Artinya, kartel adalah sebuah organisasi yang terbentuk dari sekumpulan perusahaan-perusahaan independen yang memproduksi produk-produk sejenis, serta bekerja sama untuk menaikkan harga dan membatasi output (produksi). Poin penting pada definisi tersebut terletak pada tujuannya, yaitu menaikkan harga dan membatasi output.

Seorang pakar hukum legal dan ekonom, Richard Postner dalam bukunya “Economic Analysis of Law” (2007) menuliskan pengertian kartel, “A contract among competing seller to fix the price of product they sell (or, what is the small thing, to limit their out put) is likely any other contract in the sense that the parties would not sign it unless they expected it to make them all better off”. Artinya, kartel menyatakan suatu kontrak atau kesepakatan persaingan di antara para penjual untuk mengatur harga penjualan yang bisa diartikan sebagai menaikkan harga ataupun membatasi produknya yang setidaknya mirip dengan kontrak pada umumnya di mana anggota-anggotanya tidak menginginkannya, kecuali mereka mengharapkan sesuatu yang lebih baik.

Definisi kartel oleh Postner lebih menekankan pada aspek moralitas di mana praktik kartel sesungguhnya bukan sesuatu yang diinginkan oleh setiap anggotanya, kecuali mereka hendak mengharapkan bisa mendapatkan sesuatu yang lebih dari kesepakatan (kontrak) tersebut.

Praktik kartel atau kartel disebutkan pula dalam Pasal 11, Undang-Undang No 5 Tahun 1999 tentang Monopoli dan Persaingan Usaha yang dituliskan, “Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian, dengan pelaku usaha saingannya, yang bermaksud mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan atau pemasaran suatu barang dan atau jasa, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat”. Praktik kartel di Indonesia adalah suatu bentuk perbuatan atau tindakan yang melanggar hukum, karena akan membentuk suatu perilaku monopoli ataupun bentuk perilaku persaingan usaha yang tidak sehat.

Memahami kartel perlu pula memahami prinsip dasar atau pengertian dasar dari perilaku monopoli. Pengertian monopoli dalam bukan lagi menitikberatkan pada jumlah pelaku usaha atau produsen, melainkan pada perilakunya untuk mengendalikan harga dan distribusi output atau kapasitas output. Jadi bisa saja perilaku monopoli tadi ditemukan pada struktur persaingan yang terdiri atas beberapa perusahaan, biasanya sekitar 2-5 perusahaan besar atau ditemukan pada struktur pasar persaingan oligopoli. Pasar persaingan yang memiliki cukup besar konsumen, tetapi hanya memiliki beberapa produsen akan cukup kuat mengindikasikan adanya praktik monopoli. Munculnya praktik kartel ataupun trust tidak lain adalah untuk mewujudkan kekuatan (perilaku) monopoli.

Syarat Terbentuknya Kartel

Praktik kartel biasanya diwujudkan ke dalam sebuah kongsi dagang tertentu yang memiliki jenis badan hukum tertentu pula. Semacam perserikatan ini pula memiliki aturan atau ketentuan yang disepakati oleh anggota-anggotanya. Untuk bisa terjadi praktik kartel harus memiliki perjanjian atau kolusi di antara pelaku usaha. Ada dua bentuk kolusi yang mengindikasikan terjadinya praktik kartel, yaitu:

  • Kolusi Eksplisit. Para anggota-anggotanya mengkomunikasikan kesepakatan mereka secara yang dapat dibuktikan dengan adanya dokumen perjanjian, data audit bersama, kepengurusan kartel, kebijakan-kebijakan tertulis, data penjualan, dan data lainnya. Bentuk kolusi eksplisit tidak selalu harus diwujudkan dalam asosiasi kecil, komunitas terbatas, paguyuban, dan lain sebagainya. Ini berbeda dengan trust, karena pada trust diwujudkan ke dalam asosiasi atau organisasi yang memiliki badan hukum yang cukup jelas.

  • Kolusi Diam-diam (Implisit). Para pelaku atau anggota-anggotanya tidak berkomunikasi secara langsung atau tidak melakukan pertemuan terbuka (diliput oleh media). Tetapi mereka para anggota kartel melakukan pertemuan secara tertutup, biasanya dilakukan secara rahasia. Mereka ini pun terkadang menggunakan organisasi berupa asosiasi yang fungsinya sebagai kedok atau kamuflase. Dalam asosiasi tercantum mendukung persaingan usaha yang sehat, tetapi dibalik semua itu hanya sebagai pengalihan. Menurut KPPU, jenis kartel dengan kolusi implisit ini lebih sulit untuk dideteksi. Dari semua kasus kartel di dunia, sekitar 30% di antaranya melibatkan asosiasi. Mengenai larangan melakukan perjanjian tertutup diatur dalam Pasal 15, Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Monopoli dan Persaingan Usaha.

Karakteristik Kartel

Perlu digarisbawahi, bahwa tidak semuanya jenis kolusi bisnis selalu berkonotasi negatif terhadap persaingan usaha. Terdapat pula kolusi yang positif, seperti kolusi dalam menggalang dana bantuan untuk anak-anak miskin, bencana alam dan sebagainya, atau bentuk kolusi yang sama sekali tidak berkaitan dengan bisnis dan persaingan. Itu sebabnya, kartel secara umum haruslah memiliki karakteristik sebagai berikut:

  1. Terdapat konspirasi (persekongkolan) di antara pelaku usaha.

  2. Melibatkan peran dari senior perusahaan atau jabatan eksekutif perusahaan.

  3. Biasanya menggunakan asosiasi untuk menutupi persekongkolan tadi.

  4. Melakukan price fixing atau tindakan untuk melakukan penetapan harga, termasuk pula penetapan kuota produksi.

  5. Adanya ancaman atau sanksi bagi anggota-anggotanya yang melanggar kesepakatan atau perjanjian.

  6. Adanya distribusi informasi ke seluruh anggota kartel. Informasi yang dimaksudkan berupa laporan keuangan, laporan penjualan, ataupun laporan produksi.

  7. Adanya mekanisme kompensasi bagi mereka para anggota yang memiliki produksi lebih besar atau melebihi kuota yang telah ditetapkan bersama. Kompensasi tersebut dapat berupa uang, saham, pembagian bunga deviden yang lebih besar, ataupun bentuk kemitraan lain.

Jenis-jenis Kartel

Setelah mengetahui dan memahami bentuk perilaku dan praktik kartel, perlu diketahui pula jenis-jenis kartel. Dalam hal ini, praktik kartel dapat diidentifikasi atau dideteksi berdasarkan jenis-jenisnya sebagai berikut:

  • Kartel Daerah. Cakupan kartel ini biasanya menggunakan indikator regional atau wilayah. Ada beragam bentuk dan polanya. Misalnya, kartel yang membagi wilayah pemasarannya berdasarkan regional tertentu. Perusahaan A menguasai Pulau Jawa, kemudian perusahaan B menguasai wilayah di Kalimantan dan Sulawesi atau mungkin dibagi berdasarkan distrik ataupun provinsi. Perusahaan A boleh memasukkan produknya ke wilayah perusahaan B, tetapi tidak boleh melakukan pemasaran dengan agresif seperti melakukan promo khusus regional.

  • Kartel Produksi. Model kartel yang memiliki bentuk kesepakatan untuk menetapkan kuota produksi bagi anggota-anggotanya.

  • Kartel Harga. Model kartel yang dilakukan dengan melakukan kesepakatan untuk menetapkan harga (price fixing) untuk meniadakan persaingan harga. Modus praktik atau polanya bisa bervariasi. Mereka bisa menetapkan harga terendah, termasuk kesepakatan harga untuk musim penjualan (banting harga). Antara kartel harga dan kartel produksi biasanya tidak saling terpisahkan atau biasanya menjadi satu kesepakatan.

  • Kartel Kondisi. Kesepakatan atau perjanjian bisnis yang mereka lakukan melalui praktik kartel berdasarkan kondisi tertentu dalam perjanjian bisnis. Misalnya, pembuatan sistem administrasi (prosedur) dalam pengambilan kredit kendaraan bermotor, penyusunan mekanisme dalam penjualan tunai, prosedur dalam pemberian diskon (potongan harga), bonus, dan sebagainya.

  • Kartel Pembagian Laba. Model kartel yang dalam perjanjiannya berorientasi untuk melakukan kesepakatan atas pembagian laba. Biasanya, pembagian laba diberikan ke pihak (anggota) sebagai bentuk kompensasi atas kesepakatan yang telah mereka setujui. Tujuannya tidak lain untuk semakin memperkuat loyalitas di antara para anggota pelaku kartel.

Dalam dunia nyata, praktik kartel biasanya tidak hanya terbatas untuk satu jenis kartel seperti yang disebutkan di atas. Tidak jarang pelaku kartel dengan asosiasinya justru menggunakan keseluruhan kesepakatan dalam 5 jenis kartel. Tujuannya tidak lain untuk semakin mempersempit adanya persaingan dan tentunya membatasi peluang masuknya pendatang baru. Jika aturan atau kesepakatan kartel ingin dihormati atau dipatuhi anggota-anggotanya, tentu mereka bukan semata melakukan praktik kartel harga maupun produksi, tetapi akan melakukan pula praktik kartel pembagian laba.

Bentuk-bentuk Kartel

Jenis perjanjian horizontal yang paling dianggap paling merugikan atau bahkan dapat berakibat mematikan persaingan adalah kartel. Terdapat banyak bentuk kartel yang memungkinkan usaha yang bersaing membatasi persaingan melalui kontrak di antaranya yaitu:

  1. Kartel Harga Pokok (prijskartel)

Di dalam kartel harga pokok, anggota-anggota menciptakan peraturan di antara mereka untuk perhitungan kalkulasi harga pokok dan besarnya laba. Pada kartel jenis ini ditetapkan harga penjualan bagi para anggota kartel. Benih dari persaingan kerap kali juga datang dari perhitungan laba yang akan diperoleh suatu badan usaha. Dengan menyeragamkan tingginya laba, maka persaingan di antara mereka dapat dihindarkan.

  1. Kartel Harga

Dalam kartel ini ditetapkan harga minimum untuk penjualan barang-barang yang mereka produksi atau perdagangkan. Setiap anggota tidak diperkenankan untuk menjual barang-barangnya dengan harga yang lebih rendah daripada harga yang telah ditetapkan itu. Pada dasarnya anggota-anggota itu diperbolehkan menjual di atas tanggung jawab sendiri.

  1. Kartel Kontingentering

Di dalam jenis kartel ini, masing-masing anggota kartel diberikan jatah dalam banyaknya produksi yang diperbolehkan. Biasanya perusahaan yang memproduksi lebih sedikit daripada jatah yang sisanya menurut ketentuan, akan diberi premi hadiah, namun jika melakukan yang sebaliknya maka akan di denda. Maksud dari pengaturan ini adalah untuk mengadakan restriksi yang ketat terhadap banyaknya persediaan barang, sehingga harga barang-barang yang mereka jual dapat dinaikkan. Ambisi kartel kontingentering biasanya untuk mempermainkan jumlah persediaan barang dengan cara menahan dan mengatur ketersediaan barang tetap dalam kekuasaannya.

  1. Kartel Kuota

Kartel kuota adalah pembagian volume pasar di antara para pesaing usaha. Di sini ditetapkan volume produksi dan atau penjualan tertentu atau ditentukan batas maksimal untuk volume produksi dan/atau penjualan yang diperbolehkan, dan kuota tersebut biasanya dijamin oleh pengaturan pasokan atau pembayaran pengimbangan dalam hal volume produksi atau pemasaran yang telah ditetapkan dilewati. Kartel kuota bertujuan untuk menaikkan tingkat harga.

  1. Kartel Standar atau Kartel Tipe

Kartel standar dan kartel tipe adalah perjanjian yang dibuat antara pelaku usaha mengenai standar, tipe, jenis atau ukuran tertentu yang harus ditaati. Perjanjian tersebut mengakibatkan pembatasan produksi karena pelaku usaha dihalangi untuk menggunakan standar dan tipe lain. Perjanjian tersebut dengan cara yang khas tidak hanya menghambat persaingan kualitas, melainkan secara tidak langsung mempengaruhi persaingan harga di antara para anggota kartel.

  1. Kartel Kondisi

Kartel kondisi adalah perjanjian yang dibuat oleh pelaku usaha mengenai standarisasi ketentuan perjanjian, yang tidak berkaitan langsung dengan harga, tetapi berkaitan dengan unsur lain dalam perjanjian bersangkutan. Perjanjian tersebut bertujuan untuk menghambat penjualan, oleh karena anggota kartel tidak dimungkinkan untuk membuat perjanjian lain dengan mitra kontrak individu. Setiap kondisi kurang lebih mempengaruhi harga hal mana dapat terjadi melalui mekanisme pasar, atau dengan memperhatikan pembagian risiko dari segi kalkulasi (tanggung jawab dan jaminan) serta melalui kondisi tambahan yang harus dipenuhi (pengemasan, pengiriman, pelayanan).

  1. Kartel Syarat

Dalam kartel ini memerlukan penetapan-penetapan di dalam syarat-syarat penjualan misalnya kartel yang menetapkan standar kualitas barang yang dihasilkan atau dijual, dan/atau menetapkan syarat-syarat pengiriman, apakah ditetapkan loco gudang, Fob, C&F, Cif, embalase atau pembungkusan dan syarat-syarat pengiriman lainnya. Tujuan yang dimaksud oleh para anggota adalah keseragaman di antara anggota kartel. Keseragaman itu perlu di dalam kebijakan harga, sehingga tidak akan terjadi persaingan di antara mereka.

  1. Kartel Laba atau Pool

Di dalam kartel laba dan kartel pool ini, anggota kartel biasanya menemukan peraturan yang berhubungan dengan laba yang mereka peroleh. Misalnya bahwa laba kotor harus disentralisasikan pada suatu kas umum kartel, kemudian laba bersih kartel akan dibagikan di antara mereka dengan perbandingan tertentu pula.

  1. Kartel Rayon

Kartel rayon atau kadang-kadang juga disebut kartel wilayah pemasaran untuk mereka. Penetapan wilayah ini kemudian diikuti oleh penetapan harga untuk masing-masing daerah. Kartel rayon juga menentukan suatu peraturan bahwa setiap anggota tidak diperkenankan menjual barang-barangnya di daerah lain. Dengan ini dapat dicegah persaingan di antara anggota, yang mungkin harga-harga barangnya berlainan.

  1. Kartel Penjualan atau Sindikat Penjualan atau Kantor Sentral Penjualan

Di dalam kartel penjualan ditentukan bahwa penjualan hasil produksi dari anggota harus melewati sebuah badan tunggal ialah kantor penjualan pusat. Melalui pemusatan penjualan seperti ini, maka persaingan di antara mereka akan dapat dihindarkan.