Dalam kamus Oxford, kartel atau cartel didefinisikan, “Cartel is a group of separate business firms wich work together to increase profits by not competing with each other”. Artinya, kartel adalah sebuah kelompok (grup) dari berbagai badan hukum usaha yang berlainan yang bekerja sama untuk menaikkan keuntungan masing-masing tanpa melalui persaingan usaha dengan pelaku usaha lainnya. Mereka adalah sekelompok produsen atau pemilik usaha yang membuat kesepakatan untuk melakukan penetapan harga, pengaturan distribusi dan wilayah distribusi, termasuk membatasi suplai.
Dalam buku Black’s Law Dictionary (kamus hukum dasar yang berlaku di Amerika Serikat), praktik kartel (cartel) didefinisikan, “A combination of producer of any product joined together to control its productions its productions, sale and price, so as to obtain a monopoly and restrict competition in any particular industry or commodity”. Artinya, kartel merupakan kombinasi di antara berbagai kalangan produsen yang bergabung bersama-sama untuk mengendalikan produksinya, harga penjualan, setidaknya mewujudkan perilaku monopoli, dan membatasi adanya persaingan di berbagai kelompok industri. Dari definisi tersebut, praktik kartel bisa dilakukan oleh kalangan produsen mana pun atau untuk produk apa pun, mulai dari kebutuhan pokok (primer) hingga barang kebutuhan tersier.
Pengertian kartel dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dituliskan kartel memiliki dua ciri yang menyatu, yaitu:
Poin penting dalam definisi tersebut, bahwa kelompok-kelompok di dalam suatu kartel terdiri atas kumpulan perusahaan-perusahaan besar yang menghasilkan barang-barang yang sejenis. Dijelaskan pula, tujuan utamanya berfokus pada pengendalian harga, sehingga harga yang terbentuk adalah bukan harga persaingan. Definisi ini telah menyentuh pada aspek perilaku monopoli.
Samuelson dan Nordhaus (2001) dalam buku “Economics” menuliskan pengertian kartel, “Cartel is an organization of independent firms, producing similar products, that work together to raise prices and restrict outputs”. Artinya, kartel adalah sebuah organisasi yang terbentuk dari sekumpulan perusahaan-perusahaan independen yang memproduksi produk-produk sejenis, serta bekerja sama untuk menaikkan harga dan membatasi output (produksi). Poin penting pada definisi tersebut terletak pada tujuannya, yaitu menaikkan harga dan membatasi output.
Seorang pakar hukum legal dan ekonom, Richard Postner dalam bukunya “Economic Analysis of Law” (2007) menuliskan pengertian kartel, “A contract among competing seller to fix the price of product they sell (or, what is the small thing, to limit their out put) is likely any other contract in the sense that the parties would not sign it unless they expected it to make them all better off”. Artinya, kartel menyatakan suatu kontrak atau kesepakatan persaingan di antara para penjual untuk mengatur harga penjualan yang bisa diartikan sebagai menaikkan harga ataupun membatasi produknya yang setidaknya mirip dengan kontrak pada umumnya di mana anggota-anggotanya tidak menginginkannya, kecuali mereka mengharapkan sesuatu yang lebih baik.
Definisi kartel oleh Postner lebih menekankan pada aspek moralitas di mana praktik kartel sesungguhnya bukan sesuatu yang diinginkan oleh setiap anggotanya, kecuali mereka hendak mengharapkan bisa mendapatkan sesuatu yang lebih dari kesepakatan (kontrak) tersebut.
Praktik kartel atau kartel disebutkan pula dalam Pasal 11, Undang-Undang No 5 Tahun 1999 tentang Monopoli dan Persaingan Usaha yang dituliskan, “Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian, dengan pelaku usaha saingannya, yang bermaksud mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan atau pemasaran suatu barang dan atau jasa, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat”. Praktik kartel di Indonesia adalah suatu bentuk perbuatan atau tindakan yang melanggar hukum, karena akan membentuk suatu perilaku monopoli ataupun bentuk perilaku persaingan usaha yang tidak sehat.
Memahami kartel perlu pula memahami prinsip dasar atau pengertian dasar dari perilaku monopoli. Pengertian monopoli dalam bukan lagi menitikberatkan pada jumlah pelaku usaha atau produsen, melainkan pada perilakunya untuk mengendalikan harga dan distribusi output atau kapasitas output. Jadi bisa saja perilaku monopoli tadi ditemukan pada struktur persaingan yang terdiri atas beberapa perusahaan, biasanya sekitar 2-5 perusahaan besar atau ditemukan pada struktur pasar persaingan oligopoli. Pasar persaingan yang memiliki cukup besar konsumen, tetapi hanya memiliki beberapa produsen akan cukup kuat mengindikasikan adanya praktik monopoli. Munculnya praktik kartel ataupun trust tidak lain adalah untuk mewujudkan kekuatan (perilaku) monopoli.
Syarat Terbentuknya Kartel
Praktik kartel biasanya diwujudkan ke dalam sebuah kongsi dagang tertentu yang memiliki jenis badan hukum tertentu pula. Semacam perserikatan ini pula memiliki aturan atau ketentuan yang disepakati oleh anggota-anggotanya. Untuk bisa terjadi praktik kartel harus memiliki perjanjian atau kolusi di antara pelaku usaha. Ada dua bentuk kolusi yang mengindikasikan terjadinya praktik kartel, yaitu:
-
Kolusi Eksplisit. Para anggota-anggotanya mengkomunikasikan kesepakatan mereka secara yang dapat dibuktikan dengan adanya dokumen perjanjian, data audit bersama, kepengurusan kartel, kebijakan-kebijakan tertulis, data penjualan, dan data lainnya. Bentuk kolusi eksplisit tidak selalu harus diwujudkan dalam asosiasi kecil, komunitas terbatas, paguyuban, dan lain sebagainya. Ini berbeda dengan trust, karena pada trust diwujudkan ke dalam asosiasi atau organisasi yang memiliki badan hukum yang cukup jelas.
-
Kolusi Diam-diam (Implisit). Para pelaku atau anggota-anggotanya tidak berkomunikasi secara langsung atau tidak melakukan pertemuan terbuka (diliput oleh media). Tetapi mereka para anggota kartel melakukan pertemuan secara tertutup, biasanya dilakukan secara rahasia. Mereka ini pun terkadang menggunakan organisasi berupa asosiasi yang fungsinya sebagai kedok atau kamuflase. Dalam asosiasi tercantum mendukung persaingan usaha yang sehat, tetapi dibalik semua itu hanya sebagai pengalihan. Menurut KPPU, jenis kartel dengan kolusi implisit ini lebih sulit untuk dideteksi. Dari semua kasus kartel di dunia, sekitar 30% di antaranya melibatkan asosiasi. Mengenai larangan melakukan perjanjian tertutup diatur dalam Pasal 15, Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Monopoli dan Persaingan Usaha.
Karakteristik Kartel
Perlu digarisbawahi, bahwa tidak semuanya jenis kolusi bisnis selalu berkonotasi negatif terhadap persaingan usaha. Terdapat pula kolusi yang positif, seperti kolusi dalam menggalang dana bantuan untuk anak-anak miskin, bencana alam dan sebagainya, atau bentuk kolusi yang sama sekali tidak berkaitan dengan bisnis dan persaingan. Itu sebabnya, kartel secara umum haruslah memiliki karakteristik sebagai berikut:
-
Terdapat konspirasi (persekongkolan) di antara pelaku usaha.
-
Melibatkan peran dari senior perusahaan atau jabatan eksekutif perusahaan.
-
Biasanya menggunakan asosiasi untuk menutupi persekongkolan tadi.
-
Melakukan price fixing atau tindakan untuk melakukan penetapan harga, termasuk pula penetapan kuota produksi.
-
Adanya ancaman atau sanksi bagi anggota-anggotanya yang melanggar kesepakatan atau perjanjian.
-
Adanya distribusi informasi ke seluruh anggota kartel. Informasi yang dimaksudkan berupa laporan keuangan, laporan penjualan, ataupun laporan produksi.
-
Adanya mekanisme kompensasi bagi mereka para anggota yang memiliki produksi lebih besar atau melebihi kuota yang telah ditetapkan bersama. Kompensasi tersebut dapat berupa uang, saham, pembagian bunga deviden yang lebih besar, ataupun bentuk kemitraan lain.
Jenis-jenis Kartel
Setelah mengetahui dan memahami bentuk perilaku dan praktik kartel, perlu diketahui pula jenis-jenis kartel. Dalam hal ini, praktik kartel dapat diidentifikasi atau dideteksi berdasarkan jenis-jenisnya sebagai berikut:
-
Kartel Daerah. Cakupan kartel ini biasanya menggunakan indikator regional atau wilayah. Ada beragam bentuk dan polanya. Misalnya, kartel yang membagi wilayah pemasarannya berdasarkan regional tertentu. Perusahaan A menguasai Pulau Jawa, kemudian perusahaan B menguasai wilayah di Kalimantan dan Sulawesi atau mungkin dibagi berdasarkan distrik ataupun provinsi. Perusahaan A boleh memasukkan produknya ke wilayah perusahaan B, tetapi tidak boleh melakukan pemasaran dengan agresif seperti melakukan promo khusus regional.
-
Kartel Produksi. Model kartel yang memiliki bentuk kesepakatan untuk menetapkan kuota produksi bagi anggota-anggotanya.
-
Kartel Harga. Model kartel yang dilakukan dengan melakukan kesepakatan untuk menetapkan harga (price fixing) untuk meniadakan persaingan harga. Modus praktik atau polanya bisa bervariasi. Mereka bisa menetapkan harga terendah, termasuk kesepakatan harga untuk musim penjualan (banting harga). Antara kartel harga dan kartel produksi biasanya tidak saling terpisahkan atau biasanya menjadi satu kesepakatan.
-
Kartel Kondisi. Kesepakatan atau perjanjian bisnis yang mereka lakukan melalui praktik kartel berdasarkan kondisi tertentu dalam perjanjian bisnis. Misalnya, pembuatan sistem administrasi (prosedur) dalam pengambilan kredit kendaraan bermotor, penyusunan mekanisme dalam penjualan tunai, prosedur dalam pemberian diskon (potongan harga), bonus, dan sebagainya.
-
Kartel Pembagian Laba. Model kartel yang dalam perjanjiannya berorientasi untuk melakukan kesepakatan atas pembagian laba. Biasanya, pembagian laba diberikan ke pihak (anggota) sebagai bentuk kompensasi atas kesepakatan yang telah mereka setujui. Tujuannya tidak lain untuk semakin memperkuat loyalitas di antara para anggota pelaku kartel.
Dalam dunia nyata, praktik kartel biasanya tidak hanya terbatas untuk satu jenis kartel seperti yang disebutkan di atas. Tidak jarang pelaku kartel dengan asosiasinya justru menggunakan keseluruhan kesepakatan dalam 5 jenis kartel. Tujuannya tidak lain untuk semakin mempersempit adanya persaingan dan tentunya membatasi peluang masuknya pendatang baru. Jika aturan atau kesepakatan kartel ingin dihormati atau dipatuhi anggota-anggotanya, tentu mereka bukan semata melakukan praktik kartel harga maupun produksi, tetapi akan melakukan pula praktik kartel pembagian laba.
Bentuk-bentuk Kartel
Jenis perjanjian horizontal yang paling dianggap paling merugikan atau bahkan dapat berakibat mematikan persaingan adalah kartel. Terdapat banyak bentuk kartel yang memungkinkan usaha yang bersaing membatasi persaingan melalui kontrak di antaranya yaitu:
- Kartel Harga Pokok (prijskartel)
Di dalam kartel harga pokok, anggota-anggota menciptakan peraturan di antara mereka untuk perhitungan kalkulasi harga pokok dan besarnya laba. Pada kartel jenis ini ditetapkan harga penjualan bagi para anggota kartel. Benih dari persaingan kerap kali juga datang dari perhitungan laba yang akan diperoleh suatu badan usaha. Dengan menyeragamkan tingginya laba, maka persaingan di antara mereka dapat dihindarkan.
- Kartel Harga
Dalam kartel ini ditetapkan harga minimum untuk penjualan barang-barang yang mereka produksi atau perdagangkan. Setiap anggota tidak diperkenankan untuk menjual barang-barangnya dengan harga yang lebih rendah daripada harga yang telah ditetapkan itu. Pada dasarnya anggota-anggota itu diperbolehkan menjual di atas tanggung jawab sendiri.
- Kartel Kontingentering
Di dalam jenis kartel ini, masing-masing anggota kartel diberikan jatah dalam banyaknya produksi yang diperbolehkan. Biasanya perusahaan yang memproduksi lebih sedikit daripada jatah yang sisanya menurut ketentuan, akan diberi premi hadiah, namun jika melakukan yang sebaliknya maka akan di denda. Maksud dari pengaturan ini adalah untuk mengadakan restriksi yang ketat terhadap banyaknya persediaan barang, sehingga harga barang-barang yang mereka jual dapat dinaikkan. Ambisi kartel kontingentering biasanya untuk mempermainkan jumlah persediaan barang dengan cara menahan dan mengatur ketersediaan barang tetap dalam kekuasaannya.
- Kartel Kuota
Kartel kuota adalah pembagian volume pasar di antara para pesaing usaha. Di sini ditetapkan volume produksi dan atau penjualan tertentu atau ditentukan batas maksimal untuk volume produksi dan/atau penjualan yang diperbolehkan, dan kuota tersebut biasanya dijamin oleh pengaturan pasokan atau pembayaran pengimbangan dalam hal volume produksi atau pemasaran yang telah ditetapkan dilewati. Kartel kuota bertujuan untuk menaikkan tingkat harga.
- Kartel Standar atau Kartel Tipe
Kartel standar dan kartel tipe adalah perjanjian yang dibuat antara pelaku usaha mengenai standar, tipe, jenis atau ukuran tertentu yang harus ditaati. Perjanjian tersebut mengakibatkan pembatasan produksi karena pelaku usaha dihalangi untuk menggunakan standar dan tipe lain. Perjanjian tersebut dengan cara yang khas tidak hanya menghambat persaingan kualitas, melainkan secara tidak langsung mempengaruhi persaingan harga di antara para anggota kartel.
- Kartel Kondisi
Kartel kondisi adalah perjanjian yang dibuat oleh pelaku usaha mengenai standarisasi ketentuan perjanjian, yang tidak berkaitan langsung dengan harga, tetapi berkaitan dengan unsur lain dalam perjanjian bersangkutan. Perjanjian tersebut bertujuan untuk menghambat penjualan, oleh karena anggota kartel tidak dimungkinkan untuk membuat perjanjian lain dengan mitra kontrak individu. Setiap kondisi kurang lebih mempengaruhi harga hal mana dapat terjadi melalui mekanisme pasar, atau dengan memperhatikan pembagian risiko dari segi kalkulasi (tanggung jawab dan jaminan) serta melalui kondisi tambahan yang harus dipenuhi (pengemasan, pengiriman, pelayanan).
- Kartel Syarat
Dalam kartel ini memerlukan penetapan-penetapan di dalam syarat-syarat penjualan misalnya kartel yang menetapkan standar kualitas barang yang dihasilkan atau dijual, dan/atau menetapkan syarat-syarat pengiriman, apakah ditetapkan loco gudang, Fob, C&F, Cif, embalase atau pembungkusan dan syarat-syarat pengiriman lainnya. Tujuan yang dimaksud oleh para anggota adalah keseragaman di antara anggota kartel. Keseragaman itu perlu di dalam kebijakan harga, sehingga tidak akan terjadi persaingan di antara mereka.
- Kartel Laba atau Pool
Di dalam kartel laba dan kartel pool ini, anggota kartel biasanya menemukan peraturan yang berhubungan dengan laba yang mereka peroleh. Misalnya bahwa laba kotor harus disentralisasikan pada suatu kas umum kartel, kemudian laba bersih kartel akan dibagikan di antara mereka dengan perbandingan tertentu pula.
- Kartel Rayon
Kartel rayon atau kadang-kadang juga disebut kartel wilayah pemasaran untuk mereka. Penetapan wilayah ini kemudian diikuti oleh penetapan harga untuk masing-masing daerah. Kartel rayon juga menentukan suatu peraturan bahwa setiap anggota tidak diperkenankan menjual barang-barangnya di daerah lain. Dengan ini dapat dicegah persaingan di antara anggota, yang mungkin harga-harga barangnya berlainan.
- Kartel Penjualan atau Sindikat Penjualan atau Kantor Sentral Penjualan
Di dalam kartel penjualan ditentukan bahwa penjualan hasil produksi dari anggota harus melewati sebuah badan tunggal ialah kantor penjualan pusat. Melalui pemusatan penjualan seperti ini, maka persaingan di antara mereka akan dapat dihindarkan.