Apa yang dimaksud dengan Karsinoma Sel Skuamosa Rongga Mulut?

Karsinoma Sel Skuamosa Rongga Mulut

Karsinoma Sel Skuamosa Rongga Mulut merupakan kanker yang paling banyak menyerang rongga mulut. Sebanyak 91% dari seluruh kanker rongga mulut adalah KSSRM. Karsinoma Sel Skuamosa Rongga Mulut

Karsinoma Sel Skuamosa Rongga Mulut (KSSRM) merupakan bagian dari kanker di daerah kepala dan leher dengan distribusi geografis yang luas dan secara signifikan menyebabkan morbiditas – mortalitas.

Berbagai literatur memperlihatkan variasi klasifikasi yang dipakai untuk menggambarkan kanker mulut sehingga menyulitkan untuk menginterpretasikan data epidemiologinya. Biasanya kanker mulut didefinisikan sebagai kanker yang berasal dari seluruh mukosa rongga mulut, tonsil, faring dan laring tetapi tidak termasuk kanker yang berasal dari bibir.

Kanker mulut termasuk di dalam sepuluh kanker yang paling sering terjadi di seluruh dunia, dimana pada 2003 kanker mulut menempati peringkat ke-delapan. Prevalensi kanker mulut cenderung tinggi pada pria dan pada negara berkembang. Insidensi kanker mulut di Asia per 100.000 populasi mempunyai rentang antara 0,7 di China dan 12,6 di India.

Etiologi


Insidensi KSSRM yang tinggi dan bervariasi di lokasi dan kelompok etnik yang berbeda(10) berhubungan langsung dengan kebiasaan yang merupakan faktor resiko kanker mulut seperti penggunaan tembakau, menyirih dan konsumsi alkohol.

Tembakau mengandung karsinogen yang potensial meliputi nitrosamines (nicotine), polycyclic aromatic hydrocarbons, nitrodicthanolamine, nitrosoproline, dan polonium. Nicotine merupakan obat yang kuat dan membuat kecanduan. Asap tembakau mengandung karbonmonoksida, thiocyanate, hydrogen cyianide, nicotine dan metabolit dari kandungan ini.

Sebanyak 80% pasien kanker mulut adalah perokok.

Prevalensi konsumsi tembakau telah menurun di negara maju, namun pada negara dengan pendapatan rendah atau sedang pengkonsumsi tembakau semakin meningkat, khususnya di antara remaja dan wanita. Lebih dari 250 juta penduduk Asia Tenggara menggunakan smokeless tobacco; 95% berada di India dan Bangladesh (13%), sementara di Indonesia distribusi pengguna oral tobacco sebesar 0,8% dari 212 juta penduduk (WHO). Di India, jumlah diagnosa kanker yang berhubungan dengan penggunaan tembakau diperkirakan 250.000 kasus per 700.000 hingga 900.000 dari kanker yang terdiagnosa (2001).

Semua bentuk alkohol dapat menyebabkan kanker mulut, termasuk alkohol yang terkandung di dalam mouthwash. Alkohol dapat berperan secara independen dan bereaksi sinergis dengan tembakau dalam karsinogenesis dengan cara memberikan efek dehidrasi pada mukosa sehingga meningkatkan permeabilitas mukosa yang terpajan bahan karsinogen yang terkandung di dalam alkohol dan rokok. Telah diperkirakan bahwa perokok yang menggunakan mouthwash lebih sering terjadi.

Faktor lain yang juga berperan dalam terjadinya KSSRM meliputi kebiasaan menyirih, pajanan sinar UV, faktor nutrisi, faktor genetic, infeksi Human Papilloma Virus, Herpes Simplex Virus dan Candida.

Patogenesis


Karsinoma sel skuamosa rongga mulut terjadi akibat adanya proses perubahan sel yang bertahap dari normal menjadi lesi displastik hingga akhirnya menjadi karsinoma sel skuamosa. Lesi premalignansi atau prekanker didefinisikan oleh WHO sebagai jaringan yang berubah secara morfologis. Lesi yang termasuk dalam klasifikasi ini adalah leukoplakia dan eritroplakia, sedangkan lichen planus lebih diklasifikasikan sebagai suatu kondisi dengan potensi menjadi malignan.

Secara histopatologis, lesi premalignan dapat memperlihatkan adanya displasia dengan kategori dengan ringan, sedang dan berat. Berdasarkan kriteria histomorfologis displasia ringan memiliki sel displastik yang terbatas pada lapisan basal epitelium; sementara perubahan pada displasia sedang dan berat meliputi perubahan morfologi seluler dan peningkatan ketebalan lapisan epitel sebanyak 2/3 sampai 3/4 ketebalan lapisan epitel.

Carcinoma in-situ adalah lesi di mana sel abnormal meliputi seluruh epitel tanpa menginvasi membran dasar. Suatu KSSRM didiagnosis ketika terdapat kerusakan membran dasar dan invasi sel epitel displastik menuju jaringan ikat. Keberadaan dan keparahan displasia diperkirakan berhubungan dengan peningkatan resiko ke arah keganasan.

Karsinoma sel skuamosa rongga mulut dapat berkembang di tempat yang sebelumnya terdapat leukoplakia dan eritroplakia atau dapat berkembang secara de novo. Secara klinis, lesi ini tampak seperti lesi prakanker pada tahap awal karsinogenesis. Ketika telah menginvasi submukosa, KSSRM tampak sebagai ulserasi kronis yang ireguler dengan tepian yang meninggi dan terdapat indurasi.

Karsinoma sel skuamosa rongga mulut
Gambar Karsinoma sel skuamosa rongga mulut

Seperti kanker di tempat lain, KSSRM dikelompokkan secara klinis sebagai dasar pembuatan rencana perawatan. Sistem pengelompokkan yang digunakan merupakan klasifikasi tumor- nodemetastasis (TNM). Dimana T menunjukkan ukuran tumor, N menggambarkan ada atau tidaknya lesi yang bermetastasis ke nodus limfa dan M menunjukkan ada atau tidaknya metastasis yang jauh ke beberapa organ atau lokasi, lokasi yang paling sering terkena yaitu paru-paru.

Aspek Molekuler pada Karsinogenesis KSSRM

Karsinogenesis merupakan proses genetik yang memicu perubahan morfologi dan tingkah laku seluler. Analisis perubahan di tingkat molekuler dapat menjadi alat diagnosis utama dan pemandu untuk melakukan perawatan karena perubahan morfologis terjadi setelah adanya perubahan genetik.

Kanker mulut dan lesi prakanker berkembang sebagai akibat dari siklus sel yang tidak terkontrol yang dikarenakan multiple mutations. Proto-oncogene, tumor suppressor gene (TSG), dan molekul gatekeeper (cyclins dan CDK) merupakan kelompok gen DNA perbaikan yang dapat bermutasi pada karsinoma sel skuamosa.(11) Dalam menonaktifkan tumor suppressor gene dibutuhkan loss of heterozygosity (LOH) atau two-hit-hypothesis (knudson’s hypothesis) yang menyatakan bahwa dalam inaktivasi tumor suppressor gene, kedua alel harus bermutasi.

LOH telah dilaporkan terjadi pada kromosom 3p, 4q, 9p, 11q dan 17p.

Pada lesi dengan perubahan histologis ringan seperti hiperplasia dan diplasia ringan, delesi satu dari dua alel pada kromosom 3p dan 9p21 adalah kejadian yang paling sering terjadi. Bahkan, peristiwa tersebut juga terlihat pada epitel normal. Hal tersebut dikarenakan pada regio kromosom 3p14 dan 9p21 terdapat tumor suppressor gene, adanya delesi tentu akan mempengaruhi terjadinya transformasi menuju keganasan. Hal ini diperkuat oleh penelitian yang menyatakan bahwa pada leukoplakia rongga mulut dengan delesi pada 3p14 dan 9p21, risiko bertransformasi menuju keganasan menjadi lebih tinggi.

Perbanyakan gen dan overeksresi protein ditemukan pada karsinoma sel skuamosa kepala dan leher, contohnya adalah Cyclin D yang sering diamplifikasi dan overekspresi pada tahap awal tumorigenesis. Tumor suppressor gene p53 adalah gen yang paling sering termutasi pada pada KSSRM dengan frekuensi mencapai 50% kasus. Fungsi protein p53 adalah mengaktivasi transkripsi, perbaikan DNA, apoptosis, senescence, dan penghambatan siklus sel pada G1 dan G2. Perubahan genetik lain pada KSSRM juga telah diidentifikasi pada kromosom 4, 8 dan 11.

Proses siklus sel yang terjadi pada lesi kanker menjadi tidak terkontrol. Peningkatan dalam siklus sel biasanya merupakan akibat dari banyaknya mutasi yang terjadi pada berbagai gen yang meregulasi pembelahan sel. Banyak dari kelainan molekuler ini, terutama delesi DNA dan amplifikasi gen, adalah akibat dari ketidakstabilan genomik. Memahami mekanisme ketidakstabilan genomik akan menciptakan strategi preventif atau terapetik dalam mencegah atau mengurangi ketidakstabilan tersebut.