Apa yang dimaksud dengan Karamelisasi?

karamelisasi

Teknik karamelisasi dikenal sebagai teknik mencoklatkan suatu bahan makanan dan membuatnya menjadi manis. Apakah mencoklatkan suatu bahan makanan tertentu bisa disebut sebagai karamelisasi?

Beberapa jenis makanan diolah dengan teknik khusus yang bernama karamelisasi. Kamu yang sering dan senang memasak pasti sudah sangat familiar dengan teknik karamelisasi ini. Sebenarnya, karamelisasi adalah sebutan bagi proses mencoklatkan suatu bahan makanan yang mengandung gula. Jika kamu memanaskan gula sampai suhu yang sangat tinggi, gula itu akan berubah menjadi cairan bening. Jika dipanaskan terus, lama kelamaan gula tersebut menjadi berwarna kuning, kemudian kecokelatan, hingga dengan cepat berubah warna menjadi benar-benar cokelat. Proses inilah yang dinamai karamelisasi. Dan hasilnya yang memiliki aroma dan rasa yang khas itu sering dikenal sebagai karamel.

Saat dipanaskan, molekul-molekul gula lama kelamaan akan membentuk suatu molekul yang lebih besar lagi. Dalam bahasa kimia, molekul besar hasil bentukan dari molekul-molekul gula yang lebih kecil itu disebut polimer. Polimer itulah yang memberikan warna kecokelatan dan rasa yang khas (meskipun agak pahit) saat gula terus dipanaskan.

Ya, memang bisa, tetapi reaksinya berbeda dari bahan makanan yang hanya mengandung gula saja. Pada bahan makanan yang mengandung gula dan protein (misalnya bawang merah, roti, atau daging), saat dipanaskan lama-lama sebagian molekul gula akan bereaksi dengan molekul nitrogen yang terdapat pada protein (atau biasa disebut gugus amino). Reaksi inilah dan juga reaksi dengan bahan kimia lainnya yang sampai saat ini belum teridentifikasi, yang menyebabkan bahan makanan yang mengandung gula dan protein juga dapat dicokelatkan. Pencokelatan bahan makanan yang mengandung gula dan protein disebut reaksi Mallard.

Sumber:
sains.me

Reaksi karamelisasi adalah reaksi yang terjadi karena pemanasan gula pada temperatur diatas titik cairnya yang akan menghasilkan perubahan warna menjadi warna gelap sampai coklat (Tranggono dan Sutardi, 1989). Menurut Eskin, et al., (1971), karamelisasi merupakan suatu proses pencoklatan non enzimatis yang meliputi degradasi gula-gula tanpa adanya asam-asam amino atau protein. Bila gula dipanaskan diatas titik leburnya, warnanya berubah menjadi coklat disertai perubahan cita rasa.

Secara umum, mekanisme proses terjadinya karamelisasi adalah apabila sebuah larutan sukrosa dilakukan penguapan, maka konsentrasi dan titik didih larutan tersebut akan meningkat. Apabila keadaan tersebut terus berlangsung, seluruh air akan menguap. Selanjutnya, apabila keadaan tersebut telah tercapai dan pemanasan tetap dilanjutkan, maka akan terbentuk cairan sukrosa yang lebur (titik lebur sukrosa adalah 160°C).

Winarno (1999) menyebutkan bahwa pada proses karamelisasi mula-mula sukrosa pecah menjadi glukosa dan fruktosan (fruktosa yang kekurangan satu molekul air). Suhu yang tinggi mempu mengeluarkan satu molekul air dari setiap molekul gula sehingga terjadi glukosan yang kemudian dilanjutkan dengan dehidrasi polimerisasi dan beberapa jenis asam yang timbul di dalamnya. Proses pencoklatan bahan makanan selama pemanasan (penglahan) berkolerasi langsung dengan senyawa 5-hydroxymethyl-2-furfural (HMF).

(Mancilla dan Lopez, 2002). 5-hydroxymethyl-2-furfural dapat berbentuk baik pada reaksi karamelisasi maupun maillard, senyawa tersebut cenderung mengalami peningkatan selama proses pemasakan. Pada bahan makanan sumber pati, reaksi karamelisasi lebih dominan menentukan terbentuknya pigmen coklat daripada reaksi maillard, karena bahan makanan berpati relatif sedikit mengandung asam amino maupun protein (Marsono, 2006). Mekanisme karamelisasi merupakan mekanisme kompleks yang mampu menghasilkan ratusan produk kimia. Proses karamelisasi mencakup reaksi kesetimbangan anomerik dan bentuk cincin, inversi sukrosa menjadi fruktosa dan glukosa, reaksi kondensasi, ikatan intramolekul, isomerisasi aldosa menjadi ketosa, reaksi dehidrasi, reaksi fragmentasi, serta pembentukan polimer tak jenuh. Reaksi yang terjadi pada karamelisasi merupakan pemecahan molekul sukrosa menjadi sebuah molekul glukosa dan sebuah fruktosan (fruktosa yang kekurangan satu molekul air). Suhu yang tinggi mampu mengeluarkan sebuah molekul air dari setiap molekul gula sehingga terbentuk glukosan, suatu molekul yang analog dengan fruktosan. Proses pemecahan dan dehidrasi diikuti dengan polimerisasi, dan beberapa jenis asam timbul dalam campuran tersebut (Peter S, 2008).

Mekanisme karamelisasi dapat pula ditinjau dari segi warna, rasa dan aroma. Apabila gula dipanaskan hingga suhu yang sangat tinggi, gula tersebut akan berubah menjadi cairan bening. Apabila dipanaskan lebih lanjut, gula tersebut akan berubah warna menjadi kekuningan, kemudian kecokelatan, dan dalam waktu singkat dapat berubah warna menjadi benar-benar cokelat. Dari segi aroma dan rasa, akan timbul aroma dan rasa yang khas, dan dikenal sebagai karamel. Pemanasan secara langsung pada suhu 170oC sampai 200oC terhadap karbohidrat khusunya gula, menghasilkan suatu kompleks yang berasal dari proses karamelisasi. Ikatan ganda yang terkonjugasi menyerap cahaya dan menghasilkan warna. Produk karamelisasi biasanya digunakan dalam pembuatan makanan, kembang gula, dan sejenisnya, serta untuk menghasilkan warna pada minuman cola (Wistler dan Daniel, 1985, di dalam Fennema, 1985).
Karamelisasi disebabkan oleh reaksi gula pereduksi dengan gugus amina primer atau pemakaian suhu tinggi pada sukrosa. Pencoklatan ini sengaja dibuat untuk menimbulkan bau dan cita rasa yang dikehendaki. Berikut ini merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi karamelisasi yaitu :

  1. Suhu Jenis Gula
    Suhu Karamelisasi, Fruktosa 110°C, 230°F Galaktosa 160°C, 320°F Glukosa 160°C, 320°F Maltosa 180°C, 356°F Sukrosa 160°C, 320°F Suhu karamelisasi setiap jenis gula berbeda, sesuai dengan titik lebur dari masing-masing gula tersebut.

  2. Waktu
    Semakin lama waktu pemanasan, maka semakin pekat warna cokelat yang dihasilkan.

  3. Tingkat Keasaman Lingkungan (pH)
    Reaksi karamelisasi peka terhadap tingkat keasaman lingkungan. Dengan mengontrol tingkat keasaman (pH), laju reaksi (atau suhu di mana reaksi mudah terjadi) dapat berubah. Tingkat karamelisasi terendah pada umumnya pada tingkat keasaman netral (pH sekitar 7), dan dapat mengalami percepatan ketika tingkatan keasaman tinggi (terutama pH di bawah 3), serta pada suasana basa (terutama pH di atas 9).

Menurut Hodge dan Ozman (1976) pada produk yang diberi penambahan gula bila dilakukan pemanasan yang lebih lama terjadi proses karamelisasi yaitu reaksi pencoklatan non enzimatik. Karamel yang terbentuk selama pemanasan memberi warna coklat pada produk pangan. Terdapat beberapa produk pangan yang mengalami reaksi karamelisasi seperti karamel susu. Karamel susu atau hoppies merupakan salah satu jenis permen yang mengaplikasikan reaksi karamelisasi. Pembuatan karamel merupakan suatu pengolahan alternatif untuk memanfaatkan susu yang bermutu rendah atau telah tidak dapat dimanfaatkan untuk pembuatan berbagai jenis produk olahan susu lainnya (Andika, 2015).

1 Like