Apa yang dimaksud dengan Kanker Nasofaring ?

Kanker Nasofaring adalah jenis kanker yang tumbuh di rongga belakang hidung dan belakang langit-langit rongga mulut. Penyebab kanker nasofaring belum diketahui dengan pasti. Kanker nasofaring juga dikaitkan dengan adanya virus epstein bar.

Kanker nasofaring banyak dijumpai pada orang-orang ras mongoloid, yaitu penduduk Cina bagian selatan, Hong Kong, Thailand, Malaysia dan Indonesia juga di daerah India. Ras kulit putih jarang ditemui terkena kanker jenis ini. Selain itu kanker nasofaring juga merupakan jenis kanker yang diturunkan secara genetik.

Apa yang dimaksud dengan Kanker Nasofaring ?

Kanker adalah suatu penyakit pertumbuhan sel karena di dalam organ tubuh timbul dan berkembang biak sel-sel baru yang tumbuh abnormal, cepat, dan tidak terkendali dengan bentuk, sifat dan gerakan yang berbeda dari sel asalnya, serta merusak bentuk dan fungsi organ asalnya (Dalimartha, 2004).

Kanker sering dikenal sebagai tumor, tetapi tidak semua tumor disebut kanker. Tumor merupakan satu sel liar yang berada dibagian tubuh dan terus membesar di lokasi yang tetap atau tidak menyebar ke bagian tubuh lain. Mengakibatkan terbentuknya benjolan di bagian tubuh tertentu dan jika tidak diobati dengan tepat sel tumor berubah menjadi kanker. Berbeda dengan sel tumor yang tidak menyebar kebagian tubuh lain, sel kanker akan terus membelah diri dengan cepat dan tidak terkontrol menyebabkan sel kanker sangat mudah menyebar ke beberapa bagian tubuh melalui pembuluh darah dan pembuluh getah bening (Aprianti, 2012).

Kanker nasofaring adalah tumor ganas yang timbul di daerah nasofaring area di atas tenggorok dan dibelakang hidung (POI, 2010).

Dapat ditemukan berbagai jenis tumor ganas di nasofaring, antara lain :

  1. Jenis karsinoma epidermoid
    Tumor yang berasal dari sel yang melapisi organ-organ internal biasanya timbul dari jaringan epitel kulit atau epidermis kulit dan kebanyakan berasal dari kelenjar sebasea atau kelenjar yang mengeluarkan minyak dari dalam kulit.

  2. Jenis adenokarsinoma
    Tumor yang berasal dari bagian dalam kulit seperti endodermis, eksodermis dan mesodermis.

  3. Jenis karsinoma adenoid kistik
    Benjolan kecil yang berkembang dibawah kulit pada batang leher wajah tumbuh lambat dan sering menyakitkan yang mudah digerakan, serta berbagai jenis sarkoma dan limfoma maligna (Soepardi et al, 1993).

Anatomi Nasofaring

Anatomi letak nasofaring dapat dilihat pada Gambar berikut ini,


Gambar Anatomi Nasofaring

Nasofaring merupakan suatu ruangan yang dilapisi mukosa dan disebelah lateral dibatasi oleh lamina medialis processus pterygoidei, di superior oleh os sphenoideum, di anterior oleh choanae dan vomer tengah, di posterior oleh clivus dan di inferior oleh palatum molle. Tuba eustachii bermuara ke arah posterolateral dan dikelilingi oleh suatu struktur kartilago. Dibelakang tuba eustachii adalah lekuk-lekuk mukosa yang disebut sebagai fossae rosenmulleri. Adenoid (tonsilla pharyngealis) menggantung dari fassae tersebut dan dinding posterosuperior kubah nasofaring (Khoa dan Gady, 2012).

Nasofaring merupakan rongga dengan dinding kaku yang berada pada atas, belakang dan lateral. Bagian depan berhubungan dengan rongga hidung melalui koana sehingga sumbatan hidung merupakan gangguan yang sering timbul. Penyebaran tumor ke lateral akan menyumbat muara tuba Estachius dan akan mengganggu pendengaran serta menimbulkan cairan di telinga tengah. Metastasis jauh dapat terjadi di daerah kepala serta dapat menimbulkan ganggu pada saraf otak (Ballenger, 2010).

Etiologi

Etiologi karsinoma nasofaring sudah hampir dapat dipastikan bahwa faktor pencetus terbesarnya ialah suatu jenis virus yang disebut virus Epstein-Barr (Soepardi et al, 1993). Karena pada semua pasien nasofaring didapatkan titer anti-virus Epstein-Barr (EB) yang cukup tinggi. Titer ini lebih tinggi dari titer orang sehat, pasien tumor ganas leher dan kepala lainnya dan tumor organ tubuh lainnya, bahkan pada kelainan nasofaring yang lain sekalipun (Soepardi et al, 2012).

Selain dari itu terdapat juga faktor predisposisi yang mempengaruhi pertumbuhan tumor ganas ini, seperti :

  1. Faktor ras.
    Banyak ditemukan pada ras Mongoloid, terutama di daerah Cina bagian selatan berdasarkan hasil pengamatan cara memasak tradisional sering dilakukan dalam ruang tertutup dan dengan menggunakan kayu bakar (Soepardi et al, 1993).

  2. Faktor genetik.
    Tumor ini atau tumor pada organ lainnya ditemukan pada beberapa generasi dari suatu keluarga (Soepardi et al, 1993).

  3. Faktor sosial ekonomi.
    Faktor yang mempengaruhi ialah keadaan gizi, polusi dan lain-lain (Soepardi et al, 1993).

  4. Faktor kebudayaan.
    Kebiasaan hidup dari pasien, cara memasak makanan serta pemakaian berbagai macam bumbu masak mempengaruhi tumbuhnya tumor ini dan kebiasaan makan makanan terlalu panas. Terdapat hubungan antara kadar nikel dalam air minum dan makanan dengan mortalitas karsinoma nasofaring (Soepardi et al, 2012). Beberapa penelitian juga menyebutkan hubungan antara kanker nasofaring dengan kebiasaan memakan ikan asin secara terus menerus dimulai dari masa kanak-kanak. Konsumsi ikan asin meningkatkan risiko 1,7 sampai 7,5 kali lebih tinggi dibanding yang tidak mengkonsumsi ikan asin (Ondrey dan Wright, 2003 cit Ariwibowo, 2013). Ikan asin dan makanan yang diawetkan menggunakan larutan garam akan mengubah senyawa yang terkandung dalam ikan yakni senyawa nitrat menjadi senyawa nitrosamin. Tubuh mengkonsumsi makanan tinggi garam dapat menurunkan kadar keasaman lambung, sehingga dapat memicu perubahan nitrat pada ikan asin atau makanan yang mengandung tinggi garam menjadi nitrit dan nitrosamin yang bersifat karsinogenik pemicu kanker (Barasi, 2007). Rendahnya kadar vitamin C sewaktu muda dan kekurangan vitamin A dapat merubah nitrat menjadi nitrit dan senyawa nitrosamin menjadi zat karsinogen pemicu kanker (Ballenger, 2010).

  5. Letak geografis.
    Terdapat banyak di Asia Selatan, Afrika Utara, Eskimo karena penduduknya sering mengonsumsi makanan yang diawetkan (daging dan ikan) terutama pada musim dingin menyebabkan tingginya kejadian kanker nasofaring (Soepardi et al, 2012).

  6. Jenis kelamin
    Tumor ini lebih sering ditemukan pada laki-laki dari pada perempuan disebabkan kemungkinan ada hubungannya dengan faktor kebiasaan hidup laki-laki seperti merokok, bekerja pada industri kimia cenderung lebih sering menghirup uap kimia dan lain-lain (Soepardi et al, 2012).

  7. Faktor lingkungan
    Faktor yang berpengaruh adalah iritasi oleh bahan kimia, asap sejenis kayu tertentu yang dihasilkan dari memasak menggunakan kayu bakar, terutama apabila pembakaran kayu tersebut tidak sempurna dapat menyebarkan partikel-partikel besar (5-10 mikrometer) yang dalam segi kesehatan dapat tersangkut di hidung dan nasofaring, kemudian tertelan. Jika pembersihan tidak sempurna karena ada penyakit hidung, maka partikel ini akan menetap lebih lama di daerah nasofaring dan dapat merangsang tumbuhnya tumor (Ballenger, 2010).

  8. Radang kronis daerah nasofaring
    Dianggap dengan adanya peradangan, mukosa nasofaring menjadi lebih rentan terhadap karsinogen lingkungan (Iskandar et al, 1989).

Klasifikasi

Menentukan stadium dipakai sistem TMN (sistem tumor- kelenjar-metastasis) menurut American Joint Committee on Cancer (AJCC) / UICC (Union Internationale Contre Cancer) (2010), Edisi 7, untuk Kanker Nasofaring dapat dilihat pada Tabel berikut ini.

Tabel Klasifikasi stadium TNM (sistem tumor-kelnjar-metastasis) American Joint Committee on Cancer (AJCC) 2010, Edisi 7 untuk Kanker Nasofaring dalam Perhimpunan Onkologi Indonesia (POI) 2010
image

Berdasarkan TNM (sitem tumor-kelenjar-metastasis) tersebut, stadium penyakit dapat dikelompokkan berdasarkan American Joint Committee on Cancer (AJCC) 2010 dapat dilihat pada Tabel beriku ini.

Tabel Stadium Karsinoma Nasofaring
image

Keterangan :

  1. Sadium 0 = Tumor terbatas di nasofaring, tidak ada pembesaran, tidak ada metastasis jauh.

  2. Stadium II = Tumor terbatas di nasofaring, metastasis kelenjar getah bening unilateral, dengan ukuran terbesar kurang atau sama dengan 6 cm, diatas fossa supraklavikula, tidak ada metastasis jauh. Terjadi perluasan tumor ke rongga hidung tanpa perluasan ke parafaring, metastasis kelenjar getah bening unilateral. Disertai perluasan ke parafaring, tidak ada pembesaran dan metastasis kelenjar getah bening unilateral, dengan ukuran terbesar kurang atau sama dengan 6 cm, diatas fossa supraklavikula, tidak ada metastasis jauh.

  3. Stadium III = Tumor terbatas di nasofaring, metastasis kelenjar getah bening bilateral, dengan ukuran terbesar kurang atau sama dengan 6 cm, diatas fossa supraklavikula, dan tidak ada metastasis jauh.

  4. Stadium IVA = Tumor dengan perluasan intrakranial dan / atau terdapat keterlibatan saraf kranial, fossa infratemporal, hipofaring, orbita atau ruang mastikator. Tidak ada pembesaran dan metastasis kelenjar getah bening unilateral serta metastasis kelenjar getah bening bilateral, dengan ukuran terbesar kurang atau sama dengan 6 cm, diatas fossa supraklavikula. Tidak ada metastasis jauh.

  5. Stadium IVB = Tumor primer, tidak tampak tumor, tumor terbatas di nasofaring, tumor meluas ke jaringan lunak, perluasan tumor ke orofaring dan / atau rongga hidung tanpa perluasan ke parafaring, disertai perluasan ke parafaring, tumor menginvasi struktur tulang dan / atau sinus paranasal, tumor dengan perluasan intrakranial dan / atau terdapat keterlibatan saraf kranial, fossa infratemporal, hipofaring, orbita atau ruang mastikator. Metastasis kelenjar getah bening bilateral dengan ukuran lebih besar dari 6 cm, atau terletak di dalam fossa supraklavikula. Tidak ada pembesaran.

  6. Stadium IVC = Tumor primer, tidak tampak tumor, tumor terbatas di nasofaring, tumor meluas ke jaringan lunak, perluasan tumor ke rongga hidung tanpa perluasan ke parafaring. Bisa jadi disertai perluasan ke parafaring, tumor menginvasi struktur tulang dan atau sinus paranasal, tumor dengan perluasan intrakranial dan atau terdapat keterlibatan saraf kranial, fossa infratemporal, hipofaring, orbita atau ruang mastikator. Selain itu dapat juga pembesaran kelenjar getah bening regional, pembesaran kelenjar getah bening tidak dapat dinilai, tidak ada pembesaran, metastasi kelenjar getah bening unilateral, dengan ukuran terbesar kurang atau sama dengan 6 cm, diatas fossa supraklavikula, metastasis kelenjar getah bening bilateral, dengan ukuran terbesar kurang atau sama dengan 6 cm, diatas fossa supraklavikula, Metastasis kelenjar getah bening bilateral dengan ukuran lebih besar dari 6 cm, atau terletak di dalam fossa supraklavikula, ukuran lebih dari 6 cm, di dalam supraklavikula, dan terdapat metastasis jauh. (Soepardi et al, 2012).

Gejala dan Tanda

Gejala dan tanda kanker nasofaring dapat dibagi dalam 4 kelompok yaitu :

  1. Gejala nasofaring dapat berupa epistaksis ringan atau sumbatan hidung dan pilek (Soepardi et al, 2012). Gejala sumbatan hidung yang didahului oleh epitaksis yang berulang. Pada keadaan lanjut tumor masuk ke dalam rongga hidung dan sinus paranasal (Soepardi et al, 1993).

  2. Gangguan pada telinga merupakan gejala dini yang timbul karena tempat asal tumor. Gangguan dapat berupa tinitus, rasa penuh di telinga, berdengung sampai rasa nyeri di telinga (Soepardi et al, 2012).

  3. Gangguan penglihatan sehingga penglihatan menjadi diplopia (penglihatan ganda) (Soepardi et al, 2012). Gejala dimata terjadi karena tumor berinfiltrasi ke rongga tengkorak, dan yang pertama terkena ialah saraf otak ke 3, 4 dan 6, yaitu yang mempersarafi otot-otot mata, sehingga menimbulkan gejala diplopia. Gejala yang lebih lanjut ialah gejala neurologik, karena infiltrasi tumor ke intrakranial melalui foramen laserum, dapat mengenai saraf otak ke 3, sehingga mengenai saraf otak ke 9, 10, 11 dan 12, dan bila keadaan ini terjadi prognosisnya buruk (Soepardi et al, 1993).

  4. Metastasis ke kelenjar leher dalam bentuk benjolan di leher. (Soepardi et al, 2012).

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan metode pengobatan pada penderita kanker nasofaring dapat dilihat pada Tabel dibawah ini.

Tabel Penatalaksanaan Metode Pengobatan Pada Kanker Nasofaring
image

Pemilihan Terapi Kanker

Memilih obat kanker tidaklah mudah, banyak faktor yang perlu diperhatikan yakni jenis kanker, kemosensitivitas atau resisten, populasi sel kanker, persentasi sel kanker yang terbunuh, siklus pertumbuhan kanker, imunitas tubuh dan efek samping terapi yang diberikan (Sukardja, 2000).

Terapi medik yang dapat digunakan untuk mengobati karsinoma nasofaring ialah :

  1. Radioterapi
    Terapi radiasi adalah mengobati penyakit dengan menggunakan gelombang atau partikel energi radiasi tinggi yang dapat menembus jaringan untuk menghancurkan sel kanker (Kelvin dan Tyson, 2011). Radio terapi masih memegang peranan terpenting dalam pengobatan karsinoma nasofaring (Soejipto cit Iskandar et al, 1989). Radioterapi merupakan pengobatan utama, sedangkan pengobatan tambahan yang diberikan dapat berupa diseksi leher, pemberian tetra siklin, faktor transfer, interferon, kemoterapi, seroterapi, vaksin dan anti virus (Soepardi et al, 2012).

    Dosis yang diberikan 200 rad / hari sampai mencapai 6000-6600 rad untuk tumor primer, untuk kelenjar leher yang membesar diberikan 6000 rad. Jika tidak ada pembesaran diberikan juga radiasi elektif sebesar 4000 rad (Soejipto cit Iskandar et al, 1989).

    Kesulitan-kesulitan yang dihubungkan dengan pemberian terapi radiasi dapat dibagi menjadi komplikasi dini dan lanjut. Kompilikasi dini dan lanjut tersebut dapat berupa mukositis dengan disertai rasa tidak enak pada faring, hilangnya nafsu makan (anoreksia), nausea (mual) dan membran mukosa yang kering (Adams, 1994).

  2. Kemoterapi
    Kemoterapi merupakan pengobatan kanker dengan obat- obatan. Kemoterapi dapat menjalar melalui tubuh dan dapat membunuh sel kanker dimanapun di dalam tubuh. Kemoterapi juga dapat merusak sel normal dan sehat, terutama sel sehat dalam lapisan mulut dan sistem gastrointestinal, sumsung tulang serta kantung rambut (Kelvin dan Tyson, 2011).

  3. Terapi kombinasi
    Merupakan terapi kombinasi dari beberapa terapi. Seperti kombinasi antara kemo-radioterapi dengan motomycin C dan 5- fluorouracil memberikan hasil yang cukup memuaskan dan memperlihatkan hasil yang memberi harapan kesembuhan total pasien karsinoma nasofaring (Soetjipto cit Iskandar et al, 1989).

  4. Operasi
    Tindakan operasi berupa diseksi leher radikal, dilakukan jika masih ada sisa kelenjar pasca radiasi atau adanya kekambuhan kelenjar, dengan syarat bahwa tumor primer sudah dinyatakan bersih (Soetjipto cit Iskandar et al, 1989).

    Operasi tumor induk sisa (residu) atau kambuh (residif) diindikasikan, tetapi sering timbul komplikasi yang berat akibat operasi (Soeperdi et al, 2012).

Penatalaksanaan Diet Pada Pasien Kanker Nasofaring

1. Jenis Diet

Diet yang diberikan bagi penderita kanker adalah Diet Tinggi Kalori Tinggi Protein (TKTP) (Almatsier, 2004). Pada pasien kanker nasofaring selama pengobatan, seringkali kehilangan nafsu makan, mual, muntah, diare, pembengkakan pada mulut, kesulitan menelan dan lain sebagainya yang menyebabkan pasien perlu asupan makanan tinggi kalori dan tinggi protein untuk meningkatkan kekebalan tubuh penderita dan mengurangi efek yang lebih parah dari pengobatan kanker (Moore, 2002).

2. Tujuan Diet

Tujuan diet penyakit kanker adalah untuk mencapai dan mempertahankan status gizi optimal dengan cara :

  1. Memberikan makanan yang seimbang sesuai dengan keadaan penyakit serta daya terima pasien.

  2. Mencegah atau menghambat penurunan berat badan secara berlebihan.

  3. Mengurangi rasa mual, muntah dan diare.

  4. Mengupayakan perubahan sikap dan perilaku sehat terhadap makanan oleh pasien dan keluarganya.

3. Syarat Diet

Syarat-syarat diet penyakit kanker adalah sebagai berikut :

  1. Energi tinggi, yaitu 36 Kcal/kg BB untuk laki-laki dan 32 Kcal/kg BB untuk perempuan. Apabila pasien dalam keadaan gizi kurang, maka kebutuhan energi menjadi 40 Kcal/kg BB untuk laki-laki dan 36 Kcal/kg BB untuk perempuan.

  2. Protein tinggi yaitu 1-1,5 g/kg BB.

  3. Lemak sedang, yaitu 15-20% dari kebutuhan energi total.

  4. Karbohidrat cukup, yaitu sisa dari kebutuhan energi total.

  5. Vitamin dan mineral cukup, terutama vitamin A, B kompleks, C dan E. Bila perlu ditambah dalam bentuk suplemen.

  6. Rendah iodium bila sedang menjalani medikasi radioaktif internal.

  7. Bila imunitas menurun (leukosit < 10 ul) atau pasien akan menjalani kemoterapi agresif, pasien harus mendapat makanan yang steril.

  8. Porsi makan diberikan dalam porsi kecil dan sering. (Almatsier, 2004).