Apa yang dimaksud dengan kalimat Fi Sabilillah ?

Fi Sabilillah

Fi Sabilillah adalah orang berjuang di jalan Allah dalam pengertian luas sesuai dengan yang ditetapkan oleh para ulama fikih. Intinya adalah melindungi dan memelihara agama serta meninggikan kalimat tauhid, seperti berperang, berdakwah, berusaha menerapkan hukum Islam, menolak fitnah-fitnah yang ditimbulkan oleh musuh-musuh Islam, membendung arus pemikiran-pemikiran yang bertentangan dengan Islam.

Apa yang dimaksud dengan kalimat Fi Sabilillah ?

Secara etimologi kata fi sabilillah berasal dari bahasa Arab. Terdiri dari tiga kata yang dirangkai menjadi satu ungkapan, yakni lafaz fi dalam istilah bahasa Arab merupakan huruf jar, artinya “di dalam” sedangkan lafaz sabilillah terdiri dari dua kata Sabil dan Allah, dalam bahasa Arab sering disebut dengan istilah mudhaf dan mudhaf ilaih. Sabil makna aslinya adalah “at-Thariq” yang artinya “jalan,” dalam kamus “al-Munjid” Sabilillah itu isim mufrad (kata tunggal), jama’nya ada beberapa bentuk, yang mempunyai arti jihad, menuntut ilmu, haji, dan apa saja yang diperintahkan Allah yang ada unsur kebaikannya.

Secara terminologi, kata sabilillah adalah kalimat yang bersifat umum, mencakup segala amal yang menyampaikan seseorang pada ridho Allah Swt. dengan melaksanakan segala perbuatan wajib, sunat dan bermacam kebajikan lainnya, jadi yang dimaksud fi sabilillah adalah orang yang berjuang di jalan Allah.

Ibnu Atsir adalah seorang ahli fiqh dan tafsir, sebagaimana dikutip dalam Ensiklopedi Islam memberi pengertian fi sabilillah itu kepada dua bagian, yaitu:

  • Bila kata ini disebut secara mutlak atau sempit, maka biasanya digunakan untuk arti jihad (berperang melawan orang kafir), karena seringnya digunakan untuk itu seolah-olah fi sabilillah itu hanya untuk pengertian jihad.

  • Pengertian lebih luas fi sabilillah digunakan untuk arti semua amal ikhlas yang digunakan untuk mendekatkan diri pada Allah, yang meliputi segala perbuatan saleh, baik bersifat pribadi maupun bersifat kemasyarakatan.

Ayat-ayat Mengenai kata Fi Sabilillah Dalam al-Qur’an

Dalam al-Qur’an ayat-ayat tentang fi sabilillah yang ditemukan dalam kitab Mu’jam al-Mufahras li al-Fadz al-Qur’an, ada 45 kata, dari 42 ayat dan terdapat dalam 13 surat 8. Ayat-ayat tersebut yakni sebagai berikut :

1. Surat al-Baqarah ayat 154

Ayat ini menjelaskan bahwa orang yang gugur di jalan Allah (mati) sebenarnya mereka itu hidup namun di alam lain, mereka mendapat nikmat dari Allah, tetapi kita tidak menyadarinya.

2. Surat al-Baqarah ayat 190

Ayat ini menerangkan perintah untuk berperang di jalan Allah terhadap orang-orang yang memerangi kamu tapi jangan melampaui batas, karena Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.

3. Surat al-Baqarah ayat 195

Ayat ini menjelaskan tentang perintah untuk membelanjakan harta benda di jalan Allah dan melarang untuk menjatuhkan diri ke dalam kebinasaan, dan Allah menyuruh berbuat baik, karena Allah menyukai hal tersebut.

4. Surat al-Baqarah ayat 218

Ayat ini menerangkan tentang orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat dari Allah Swt. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

5. Surat al-Baqarah ayat 244

Ayat ini menjelaskan bahwa kita sekalian diperintahkan untuk berperang di jalan Allah, karena sesungguhnya Allah itu Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui

6. Surat al-Baqarah ayat 246

Ayat ini menceritakan tentang pemuka-pemuka Bani Israil sesudah Nabi Musa, ketika mereka berkata kepada Nabi mereka, mereka menginginkan seseorang yang diangkat menjadi raja untuk memimpin mereka berperang di jalan Allah, namun tatkala perang itu telah diwajibkan kepada mereka, merekapun berpaling, kecuali beberapa orang saja, dan Allah Maha Mengetahui orang-orang yang zalim.

7. Surat al-Baqarah ayat 261

Ayat ini menerangakan tentang perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah. adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha mengetahui.

8. Surat al-Baqarah ayat 262

Ayat ini memberitakan bahwa orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah, kemudian mereka tidak mengiringi apa yang dinafkahkannya itu dengan menyebut-nyebut pemberiannya dan tidak menyakiti perasaan si penerima, maka mereka memperoleh pahala disisi Allah. Mereka tidak khawatir dan tidak pula bersedih hati.

9. Surat al-Baqarah ayat 273

Dalam ayat ini Allah Swt. menyuruh untuk berinfaq kepada orang-orang fakir yang terikat (oleh jihad) di jalan Allah; mereka tidak dapat (berusaha) di bumi; mereka memelihara diri dari minta-minta kepada orang-orang secara mendesak. Maka nafkahkanlah di jalan Allah apa saja yang baik, karena sesungguhnya Allah Maha Mengetahui.

10. Dalam Surat al-Imran ayat 13

Ayat ini menyuruh kita untuk melihat kisah dua golongan yang bertemu di di medan perang (Perang Badar) yakni golongan yang berperang di jalan Allah dan golongan kafir yang jumlahnya lebih banyak, atas kehendak Allah SWT kaum Muslim dapat memenangkan peperangan tersebut. Dalam peristiwa itu terkandung pelajaran bagi orang-orang yang hatinya bersih.

11. Surat al-Imran ayat 146

Ayat ini menerangkan bahwa telah banyak di antara para Nabi terdahulu melakukan peperangan bersama orang-orang yang bertaqwa, mereka tidak sedikit pun merasa lemah tatkala sebagian dari mereka terluka dan gugur, mereka berperang di jalan Allah dan mereka tidak pernah lemah serta tidak pernah menghindar apalagi melarikan diri. Allah meyukai orang-orang yang bersabar.

12. Surat al-Imran ayat 157

Ayat ini menjelaskan bahwa orang yang gugur di jalan Allah dan meninggal tatkala sedang melakukan tugas yang erat kaitannya di jalan Allah. Sesungguhnya rahmat dan ampunan Allah bagi orang yang gugur tersebut lebih baik baginya dari pada harta rampasan orang-orang kafir.

13. Surat al-Imran ayat 167

Ayat ini menjelaskan kemahatahuan Allah terhadap orang-orang munafik, mereka di ajak untuk berperang di jalan Allah dan apabila tidak termotivasi, maka berperanglah untuk membela diri, keluarga, dan harta. namun mereka menghindar dengan alasan yang mereka buat-buat, mereka lebih dekat dengan kekafiran. Allah mengetahui apa yang mereka sembunyikan.

14. Surat al-Imran ayat 169

Ayat ini menjelaskan bahwa jangan sekali-kali mempercayai orang-orang munafik yang mengatakan bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati, karena sesungguhnya mereka itu hidup namun di alam lain, mereka mendapat nikmat dari Allah Swt.

15. Surat an-Nisa ayat 74

Ayat ini menyarankan orang-orang mukmin untuk mengutamakan kehidupan akhirat atas kehidupan dunia, yakni berperang di jalan Allah, apabila gugur atau memperoleh kemenangan maka kelak Allah SWT. akan memberikan pahala yang besar.

16. Surat an-Nisa ayat 75

Ayat ini menceritakan tentang orang-orang yang tidak mau berperang di jalan Allah untuk menolong orang-orang yang lemah, yaitu saudara- saudara seagama yang direndahkan dan disisksa oleh penduduk Mekkah, mereka memohon perlindungan kepada Rabb-Nya dan berdo’a agar melenyapkan kesusahan dan mengeluarkan mereka dari Mekkah.

17. Surat an-Nisa ayat 76

Ayat ini menjelaskan tentang orang-orang beriman yang berperang di jalan Allah untuk meninggikan kalimat yang haq, sedangkan orang-orang yang kafir berperang di jalan syaitan karena mengikuti bisikan dan tipu daya syaitan. Dari itu diperintahkan untuk memerangi kawan-kawan syaitan itu karena sesungguhnya tipu daya syaitan itu lemah.

18. Surat an-Nisa ayat 84

Ayat ini menerangkan bahwa diperintahkan untuk berperang di jalan Allah. Dalam ayat ini terdapat isyarat, bahwa Nabi SAW. diwajibkan memerangi orang-rang kafir meskipun hanya sendiri, hal ini berkaitan dengan ketidakmauan sebagian besar orang Madinah untuk ikut berperang bersama Nabi Saw. Allah telah menjanjikan kemenangan.

19. Surat an-Nisa ayat 89

Ayat ini memaparkan keinginan orang kafir supaya kamu menjadi kafir sebagaimana mereka, dari itu janganlah kamu menjadikan penolong sebelum mereka hijrah kepada jalan Allah. Apabila mereka berpaling maka tawan dan bunuhlah mereka di mana saja kamu jumpai, jangan sekali-kali menjadikan mereka pelindung dan penolong.

20. Surat an-Nisa ayat 94

Ayat ini menjelaskan tentang orang-orang yang beriman apabila pergi berperang di jalan Allah, maka harus teliti bertindak sesuai dengan fakta yang jelas, jangan hanya berdasarkan dugaan saja. Maka dari itu telitilah karena Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.

21. Surat an-Nisa ayat 95

Ayat ini menjelaskan perbedaan antara orang mukmin orang yang berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwanya maka Allah melebihkan satu derajat dibandingkan orang yang tidak berjihad tanpa ada uzur. Allah menjanjikan orang yang berjihad dengan pahala yang besar dan baik.

22. Surat an-Nisa ayat 100

Ayat ini menerangkan bahwa orang-oarang yang berhijrah di jalan Allah Swt. maka ia akan mendapati bumi ini jalan hijrah yang luas yang menenteramkan dan kelapangan rezeki yang luas. Selanjutnya Allah menjanjikan untuk orang yang mati di tengah perjalanan sebelum sampai ke negeri hijrah, ia akan menerima pahala yang agung, yang telah dijamin oleh Allah Swt. Allah Maha Pengampun lagi maha penyayang.

23. Surat al-Maidah ayat 54

Ayat ini menjelaskan bahwa barangsiapa yang murtad maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah cintai dan mereka mencintai- Nya, yang lemah lembut terhadap orang mukmin, bersikap keras terhadap orang kafir, yang berjihad di jalan Allah, dan tidak takut di cela, Allah mengkaruniakan bagi orang yang dikehendaki-Nya.

24. Surat al-al-Anfal ayat 60

Ayat ini Allah memerintahkan kepada kaum mukmin untuk mengadakan persiapan perang sesuai dengan kesanggupan agar dapat menggetarkan musuh, apapun yang dinafkahkan pada jalan Allah niscahya akan dibalas dan kamu tidak akan dirugikan.

25. Surat al-al-Anfal ayat 72

Ayat ini menerangkan bahwa kaum Muhajirin dan Anshar yang berjihad dengan harta dan jiwanya pada jalan Allah mereka itu satu sama lain saling-melindungi. Akan tetapi orang-orang yang beriman, tetapi belum berhijrah, maka tidak ada kewajiban melindungi mereka sebelum mereka berhijrah. Tetapi jika mereka meminta pertolongan dalam (urusan pembelaan) agama, maka wajib memberikan pertolongan kecuali terhadap kaum yang telah ada perjanjian antara kamu. dan Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan.

26. Surat al-al-Anfal ayat 74

Ayat ini menjelaskan bahwa kaum Muhajirin dan kaum Anshar itu adalah orang-orang yang benar-benar beriman, mereka akan mendapat ampunan dan rezeki yang mulia dari Allah Saw.

27. Surat at-Taubah ayat 19

Ayat ini menjelaskan bahwa tidak patut menyamakan keutamaan orang- orang yang memberi minum kepada orang-orang menunaikan ibada haji dan mengurus Mesjid Haram dengan orang yang beriman pada Allah dan hari akhir serta berjihad di jalan Allah. Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang zalim.

28. Surat at-Taubah ayat 20

Ayat ini menerangkan bahwa orang-orang yang beriman dan yang berjihad di jalan Allah dengan harta dan diri mereka maka derajatnya lebih tinggi di sisi Allah dan itulah orang-orang yang mendapat kemenangan

29. Surat at-Taubah ayat 38

Ayat ini menjelaskan bahwa terbukanya kedok kaum munafik dan orang yang lemah imannya, mereka tidak mahu berangkat berperang pada jalan Allah". Mereka merasa berat untuk meninggalkan hasil buminya. Padahal kenikmatan hidup di dunia ini hanya sedikit dibandingkan dengan kehidupan di akhirat.

30. Surat at-Taubah ayat 41

Ayat ini menjelaskan perintah untuk berangkat perang baik dalam keadaan merasa ringan maupun berat, dan berjihadlah dengan harta dan dirimu di jalan Allah. Maka hal itu lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.

31. Surat at-Taubah ayat 60

Ayat ini menjelaskan bahwa pembagian zakat itu, hanyalah untuk delapan asnaf saja, yakni orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.

32. Surat at-Taubah ayat 81

Ayat ini menceritakan bahwa orang-orang munafik merasa gembira tidak ikut perang dan mereka tidak suka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah, mereka berkata pada saudara mereka; “Janganlah kamu berangkat (pergi berperang) dalam panas terik ini”. Katakanlah; “Api neraka Jahannam itu lebih sangat panas” jika mereka mengetahui.

33. Surat at-Taubah ayat 111

Ayat ini memaparkan perumpamaan pahala yang akan diterima oleh kaum mumin atas pengorbanan jiwa dan harta pada jalan Allah dengan perumpamaan jual beli dengan Allah, yang membunuh dan yang terbunuh akan mendapat keuntungan dan kemenangan yang besar, yang telah dijanjikan Allah.

34. Surat at-Taubah ayat 120

Ayat ini menjelaskan bahwa tidak patut bagi penduduk Madinah dan orang-orang Badui untuk tidak menyertai Rsulullah dalam suatu perang di jalan Allah serta orang yang mementingkan dirinya dari pada Rasulullah. Barang siapa yang melakukan kebaikan maka Allah tidak akan menyia- nyiakan pahala orang yang berbuat baik.

35. Surat al-Hajj ayat 58

Ayat ini menjelaskan bahwa orang-orang yang berhijrah di jalan Allah, kemudian mereka dibunuh atau mati maka Allah akan memberikan mereka rezeki yang baik (syurga) karena sesungguhnya Allah adalah sebaik-baik pemberi rezeki.

36. Surat an-Nur ayat 22

Ayat ini menjelaskan larangan untuk orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan, bersumpah untuk tidak akan memberi (bantuan) kepada kaum kerabat(nya), orang-orang yang miskin dan orang-orang yang berhijrah pada jalan Allah.

37. Surat Muhammad ayat 4

Ayat ini berkenaan dengan waktu berperang, apabila bertemu orang-orang kafir di medan perang maka pancunglah dan apabila telah mengalahkan mereka maka tawanlah, kemudian boleh melepaskannya atau menerima tebusan. Allah hendak menguji sebagian hambanya, karena apabila Allah menghendaki niscaya Allah akan membinasakan mereka, dan Allah tidak akan meyia-nyiakan amal bagi oarang yang gugur di jalan Allah.

38. Surat Muhammad ayat 38

Ayat ini menjelaskan tentang orang-orang yang diajak untuk menafkahkan (hartamu) pada jalan Allah. Namun, apabila di antara ada yang kikir, maka sebenarnya dia hanyalah kikir terhadap dirinya sendiri.

39. Surat al-Hujarat ayat 15

Ayat ini menerangakan bahwa sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang percaya (beriman) kepada Allah dan Rasul- Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah. Mereka Itulah orang-orang yang benar.

40. Surat al-Hadid ayat 10

Ayat ini menjelaskan bahwa kenapa kamu tidak menafkahkan hartamu pada jalan Allah, padahal Allah mempunyai langit dan bumi. Derajat orang yang menafkahkan (hartanya) dan berperang sebelum penaklukan (Mekah) lebih tinggi daripada orang-orang yang menafkahkan (hartanya) dan berperang sesudah itu. Allah menjanjikan kepada masing-masing mereka (balasan) yang lebih baik. dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.

41. Surat al-Shaff ayat 11

Ayat ini menjelaskan bahwa orang yang beriman kepada Allah dan Rasul- Nya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Maka itulah yang lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.

42. Surat al-Muzzammil ayat 20

Ayat ini menjelaskan bahwa Allah telah menetapkan batasan-batasan waktu untuk melakukan sholat, memberi keringanan kepada orang-orang yang sakit, orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah dan orang yang berperang di jalan Allah.

Referensi :

  • Lausil Maluf, Kamus al-Munjid al-Lughah, Bairut: Darul Masyrik, 2007.
  • Amir Nuddin, Ijtihad ‘Umar bin al-Khatab,( Jakarta: CV Rajawali, 1991).

Berikut beberapa pendapat Ulama yang terkemuka terkait dengan makna fi sabilillah:

Muhammad Abdul Qadir Abu Faris memaknai fi sabilillah, yaitu untuk kepentingan umum, artinya untuk tegaknya agama dan negara, bukan untuk kepentingan pribadi. Dalam hal ini contohnya membangun rumah sakit, panti-panti asuhan anak yatim, atau jompo, madrasah, pesantren, perpustakaan umum, dan membantu organisasi-organisasi yang positif untuk kepentingan-kepentingan kemanusiaan, mendirikan yayasan sosial untuk kepentingan masyarakat dan membela negara, membangun jembatan-jembatan, membuka jalan-jalan, dan pelayanannya, menjaga keamanan jalan-jalan yang dilalui untuk berhaji, melengkapi air dan jalan jalan yang baik. Begitu pula untuk kepentingan jihad, seperti membeli senjata dengan bermacam bentuknya, baik udara, laut, maupun darat.

Membangun pabrik senjata, bandara-bandara perang, pabrik-pabrik kapal perang, pangkalan-pangkalan tentara sebagai tempat mendeteksi musuh- musuh serta untuk membeli segala kebutuhan perlengkapan kekuatan dan pemotretan serta lain-lainnya. Semua kebutuhan tersebut di atas diberikan dari harta zakat dengan syarat tidak mengambil bagian dari golongan lain yang telah disebutkan dalam ayat shadaqah . Seperti orang-orang fakir, miskin, amil, muallaf, budak, orang-orang yang berutang, dan Ibn sabil .

Syekh Yusuf al-Qardhawi di dalam Hukum zakat- nya berpendapat tidak ada perluasan arti sabilillah untuk segala perbuatan yang menimbulkan kemaslahatan dan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Begitu pula tidak mempersempit pengertian itu hanya untuk jihad dalam arti bala tentara saja. Beliau melihat bahwa jihad itu lebih umum pengertiannya dari pada qital (berperang), peperangan itu hanya bagian dari bentuk jihad yang diberi dana zakat dari kelompok fi sabilillah.

Imam Kasani dalam al-Bada’i menafsirkan sabilillah dengan semua amal perbuatan yang menunjukkan takrrub dan ketaatan kepada Allah, sebagaimana ditunjukkan oleh makna asal lafaz ini, semua orang yang berbuat dalam rangka ketaatan kepada Allah, dan semua jalan kebaikan, apabila ia membutuhkannya.

Sayyid Sabiq mengemukakan bahwa fi sabilillah, ialah jalan yang menyampaikan kepada keridhaan Allah, baik berupa ilmu, maupun amal. Dan jumhur ulama berpendapat bahwa yang dimaksud sabilillah itu diberikan kepada tentara sukarelawan yang tidak mendapat gaji dari pemerintah, meskipun mereka kaya atau miskin.

Imam al-Ghazali memberikan keterangan tentang asnaf fi sabilillah yang berhak menerima zakat, menurut Beliau bahwa orang-orang yang tidak terdaftar namanya dalam buku orang-orang yang diberi gaji, maka mereka berhak menerima bagian, meskipun mereka orang-orang kaya, sebagai bantuan bagi mereka dalam perang itu.

Ibnu Qudamah berkata dalam al-Mughni , pendapat yang lebih tepat yakni fi sabilillah bersifat mutlak yakni maknanya hanya jihad. Karena menurut beliau, lagipula setiap ayat al-Qur’an yang menerangkan fi sabilillah, maksudnya sebagian besar adalah jihad, kecuali hanya beberapa ayat saja.

Dr. Wahba al-Zuhayly, menurut Beliau yang termasuk dalam kelompok fi sabilillah ini ialah para pejuang yang berperang di jalan Allah yang tidak digaji oleh markas komando mereka karena yang mereka lakukan hanyalah berperang dan beliau menerangkan bahwa tidak boleh melakukan ibadah haji dengan zakat hartanya.

Imam Fakhruddin al-Rozi dan al-Qasimi mengutip pendapat al-Qafal, berdasarkan penukilannya dari sebagian fuqaha , di dalam tafsirnya beliau menegaskan: "Ketahuilah bahwa lahirnya lafal fi sabilillah tidak mengharuskan hanya diberikan kepada orang-orang yang berperang, harta zakat itu boleh diberikan untuk semua bentuk kebajikan, seperti mengkafani mayit, membangun gedung, dan meramaikan masjid. Karena firman Allah SWT, fi sabilillah adalah umum mencakup semuanya.

Sayyid Qutub ketika mengungkapkan penafsiran fi sabilillah, lebih cendrung sederhana saja, menurutnya : "Yang demikian ini merupakan bab yang luas, yang meliputi semua bentuk kemaslahatan bagi orang banyak.

Mahmud Syaltut menafsirkan sabilillah dengan kemaslahatan umum yang bukan milik perorangan, yang tidak hanya dimanfaatkan oleh seseorang, pemilikannya hanya untuk Allah dan kemanfaatannya hanya untuk makhluk Allah, yang paling utama untuk mempersiapkan perang dalam rangka menolak umat yang jahat, memelihara kemuliaan, ia meliputi segala persiapan yang dibutuhkan untuk kemanusiaan, mencakup pembuatan rumah sakit, pembuatan jalan dan mencakup pula untuk mempersiapkan da’i-da’i yang handal untuk menegakkan syari’at Islam.

Referensi :

  • Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, Jilid 3, (Bandung : PT al-Ma’arif, 1990)
  • Imam al-Ghazali, Terjemahan Ihiya Ulumiddin , jilid II, (Bandung : Asy Syifa, 1990)
  • Wahba al-Zuhayli, Zakat Kajian Berbagai Mazhab , (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2000)
  • Sayyid Qutub, Fi Zilal al-Qur’an, Jilid 3, (Beirut : Dar al-Syuruf, 1979).