Apa yang dimaksud dengan Jus Ad Bellum?

Jus (atau ius) ad bellum adalah sebutan yang diberikan pada cabang hukum yang menentukan alasan-alasan yang sah bagi sebuah negara untuk berperang dan memfokuskan pada kriteria tertentu yang membuat sebuah perang itu dibenarkan.

Sumber hukum modern utama dari jus ad bellum berasal dari Piagam PBB, yang dalam Pasal 2 mendeklarasikan:

“Semua anggota dalam hubungan internasionalnya akan menahan diri dari ancaman atau penggunaan kekuatan yang bertentangan dengan integritas wilayah maupun kemandirian politik negara manapun, atau dengan cara apapun bersikap tidak konsisten dengan tujuan PBB”;

dan dalam Pasal 51:

"Tidak ada apapun dalam Piagam ini yang akan merusak hak yang melekat pada pembelaan diri orang perorangan maupun kolektif jika sebuah serangan bersenjata muncul melawan sebuah Anggota PBB.”

Jus ad bellum berarti “hak untuk menggunakan kekerasan” atau “hak untuk melakukan perang”.

Jus ad Bellum adalah hukum yang berkaitan dengan pengelolaan konflik, hukum yang berkaitan dengan bagaimana Negara melakukan sengketa bersenjata, berdasarkan keadaan-keadaan bagaimana penggunaan kekuatan militer dibenarkan menurut hukum dan moral.

Istilah ini adalah istilah hukum dan filosofis yang memaparkan segi-segi hukum perang yang dimaksudkan untuk mencegah sengketa bersenjata, dan bila pencegahan ini gagal, untuk mempertegas kapan perang boleh dilakukan.

Terkait dengan dalam keadaan bagaimana dan kapan perang boleh dilakukan, dikembangkan konsep “just war”.

Cicerolah yang pertama kali mencetuskan konsep ini. Ia menyatakan bahwa perang sama sekali tidak boleh dilakukan oleh suatu Negara “kecuali untuk mempertahankan kehormatan atau keselamatan”.

Selanjutnya, ia menetapkan beberapa syarat yang harus dipenuhi untuk membenarkan perang: perang harus diumukan oleh pemerintah yang sah (proper authority), musuh harus diberitahu tetang pengumuman perang tersebut, dan musuh harus diberi peluang merundingkan penyelesaian damai sebelum dimulainya permusuhan.

Konsep just war dikembangkan lebih jauh oleh para pakar Kriten masa-masa awal. St. Agustine dan St. Thomas Aquinas berusaha menyelaraskan ajaran gereja dengan pragmatism politik dengan mengganti kreteria hukum Romawi untuk membenarkan perang dengan sudut pandang moral atau agama.

St. Agustine mengembangkan konsepnya mengenai just war dengan mengakui definisi just war Cicero untuk membela kehormatan atau hak milik dan juga menerima tiga prinsip just war Romawi, yaitu: alasan yang sah (legitimate cause), diumumkan oleh pemerintah yang sah, dan tujuan akhir perang adalah perdamaian (that peace is the final objective), dengan menambahkan satu tujuan fundamental, bahwa perang adalah sarana yang digunakan Tuhan menghukum manusia atau membebaskannya dari dosa-dosanya.

Atas dasar dalil ini, Agustin mennyatakan bahwa perang diperintahkan oleh Tuhan, dan dengan sendirinya, benar (just). Dengan demikian, menurut pandangan ini perang adalah kehendak Tuhan. Selaras dengan ini setiap pemimpin Negara yang memiliki landasan yang baik yang mengumumkan perang, jika ini dilakukan untuk mendukung kehendak Tuhan.