Apa yang dimaksud dengan jual beli dalam pandangan hukum?

Jual beli adalah persetujuan saling mengikat antara penjual, yakni pihak yang menyerahkan barang, dan pembeli sebagai pihak yang membayar harga barang yang dijual.

Apa yang dimaksud dengan jual beli dalam pandangan hukum ?

Menurut Pasal 1457 KUHPerdata, jual beli adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan. Sedangkan menurut Abdulkadir Muhammad, perjanjian jual beli adalah perjanjian dengan mana penjual memindahkan atau setuju memindahkan hak milik atas barang kepada pembeli sebagai imbalan sejumlah uang yang disebut harga.

Unsur dalam Jual Beli

Terdapat 2 unsur penting dalam jual beli, yaitu:

1. Barang/benda yang diperjualbelikan

Bahwa yang harus diserahkan dalam persetujuan jual beli adalah barang berwujud benda/zaak. Barang adalah segala sesuatu yang dapat dijadikan objek harta benda atau harta kekayaan.

Menurut ketentuan Pasal 1332 KUHPerdata, hanya barang-barang yang biasa diperniagakan saja yang boleh dijadikan objek persetujuan.

KUHPerdata mengenal tiga macam barang dalam Pasal 503-Pasal 505 KUHPerdata yaitu:

  • Ada barang yang bertubuh dan ada barang yang tak bertubuh.
  • Ada barang yang bergerak dan ada barang yang tak bergerak.
  • Ada barang yang bergerak yang dapat dihabiskan, dan ada yang tidak dapat dihabiskan; yang dapat dihabiskan adalah barang-barang yang habis karena dipakai.

Penyerahan barang-barang tersebut diatur dalam KUHPerdata sebagaimana berikut:

  • Untuk barang bergerak cukup dengan penyerahan kekuasaan atas barang itu (Pasal 612 KUHPerdata)

  • Untuk barang tidak bergerak penyerahan dilakukan dengan pengumuman akta yang bersangkutan yaitu dengan perbuatan yang di namakan balik nama di muka pegawai kadaster yang juga dinamakan pegawai balik nama (Pasal 616 dan Pasal 620 KUHPerdata).

  • Untuk barang tidak bertubuh dilakukan dengan membuat akta otentik atau di bawah tangan yang melimpahkan hak-hak atas barang-barang itu kepada orang lain (Pasal 613 KUHPerdata).

2. Harga

Harga berarti suatu jumlah yang harus dibayarkan dalam bentuk uang. Pembayaran harga dalam bentuk uang lah yang dikategorikan jual beli. Harga ditetapkan oleh para pihak.2 Pembayaran harga yang telah disepakati merupakan kewajiban utama dari pihak pembeli dalam suatu perjanjian jual beli.

Pembayaran tersebut dapat dilakukan dengan memakai metode pembayaran sebagai berikut:

  • Jual Beli Tunai Seketika
    Metode jual beli dimana pembayaran tunai seketika ini merupakan bentuk yang sangat klasik, tetapi sangat lazim dilakukan dalam melakukan jual beli. Dalam hal ini harga rumah diserahkan semuanya, sekaligus pada saat diserahkannya rumah sebagai objek jual beli kepada pembeli.

  • Jual Beli dengan Cicilan/Kredit
    Metode jual beli dimana pembayaran dengan cicilan ini dimaksudkan bahwa pembayaran yang dilakukan dalam beberapa termin, sementara penyerahan rumah kepada pembeli dilakukan sekaligus di muka, meski pun pada saat itu pembayaran belum semuanya dilunasi. Dalam hal ini, menurut hukum, jual beli dan peralihan hak sudah sempurna terjadi, sementara cicilan yang belum dibayar menjadi hutang piutang.

  • Jual Beli dengan Pemesanan/Indent
    Merupakan metode jual beli perumahan dimana dalam melakukan transaksi jual beli setelah indent atau pemesanan (pengikatan pendahuluan) dilakukan, maka kedua belah pihak akan membuat suatu perjanjian pengikatan jual beli yang berisi mengenai hak-hak dan kewajiban keduanya yang dituangkan dalam akta pengikatan jual beli.

3. Kewajiban Penjual

Bagi penjual ada kewajiban utama, yaitu:

  1. Menyerahkan hak milik atas barang yang diperjualbelikan.
    Kewajiban menyerahkan hak milik meliputi segala perbuatan yang menurut hukum diperlukan untuk mengalihkan hak milik atas barang yang diperjual belikan itu dari si penjual kepada si pembeli.

  2. Menanggung kenikmatan tenteram atas barang tersebut dan menanggung terhadap cacat-cacat tersembunyi.

Konsekuensi dari jaminan oleh penjual diberikan kepada pembeli bahwa barang yang dijual itu adalah sungguh-sungguh miliknya sendiri yang bebas dari sesuatu beban atau tuntutan dari suatu pihak. Dan mengenai cacat tersembunyi maka penjual menanggung cacat-cacat yang tersembunyi itu pada barang yang dijualnya meskipun penjual tidak mengetahui ada cacat yang tersembunyi dalam objek jual beli kecuali telah diperjanjikan sebelumnya bahwa penjual tidak diwajibkan menanggung suatu apapun. Tersembunyi berarti bahwa cacat itu tidak mudah dilihat oleh pembeli yang normal.

4. Kewajiban Pembeli

Menurut Abdulkadir Muhammad, kewajiban pokok pembeli itu ada dua yaitu menerima barang-barang dan membayar harganya sesuai dengan perjanjian diaman jumlah pembayaran biasanya ditetapkan dalam perjanjian. Sedangkan menurut Subekti, kewajiban utama si pembeli adalah membayar harga pembelian pada waktu dan di tempat sebagaimana ditetapkan menurut perjanjian.

Harga tersebut haruslah sejumlah uang meskipun hak ini tidak ditetapkan dalam undang- undang.

Referensi :

  • Abdulkadir Muhammad, Hukum Perjanjian, Bandung: PT Alumni, 2010.
  • Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Bandung: PT Alumni, 1986.

Jual beli atau perdagangan dalam istilah fiqh disebut dengan al-bai῾ dalam bahasa Arab terkadang digunakan untuk pengertian lawannya, yaitu kata asy-syira‟ (beli). Dengan demikian, kata al-bai῾ berarti jual beli. yang menurut etimologi berarti menjual atau mengganti atau menukar sesuatu dengan sesuatu.

Sedangkan menurut terminologi jual beli ialah suatu perjanjian tukar menukar benda atau barang yang mempunyai nilai secara ridha di antara kedua belah pihak, yang satu menerima benda-benda dan pihak lain menerimanya sesuai dengan perjanjian atau ketentuan yang telah dibenarkan syara‟ dan disepakati.

Sebagian ulama memberi pengertian : tukar-menukar harta meskipun masih ada dalam tanggungan atau kemanfaatan yang mubah dengan sesuatu yang semisal dengan keduanya, untuk memberikan secara tetap. Kedua pengertian tersebut mempunyai kesamaan dan mengandung hal-hal antara lain :

  1. Jual beli dilakukan oleh dua orang (dua sisi) yang saling melakukan tukar-menukar.
  2. Tukar-menukar tersebut atas suatu barang atau sesuatu yang dihukumi seperti barang, yakni kemanfaatan dari kedua belah pihak.
  3. Sesuatu yang tidak berupa barang atau harta atau yang dihukumi seperti tidak sah untuk diperjualbelikan.
  4. Tukar-menukar tersebut hukumnya tetap berlaku, yakni kedua belah pihak memiliki sesuatu yang diserahkan kepadanya dengan adanya ketetapan jual beli dengan pemilikan yang abadi.

Secara asalnya, jual beli itu merupakan hal yang hukumnya mubah atau dibolehkan. Sebagaimana ungkapan Al-Imam Asy-Syafi’i rahimahullah : dasarnya hukum jual-beli itu seluruhnya adalah mubah, yaitu apabila dengan keridhaan dari kedua-belah pihak. Kecuali apabila jual-beli itu dilarang oleh Rasulullah SAW. Atau yang maknanya termasuk yang dilarang Beliau SAW.

Landasan Hukum Jual beli

Landasan Syara‟: Jual beli di syariatkan berdasarkan Al-Qur‟an, Sunnah, dan Ijma‟. Yaitu:

  1. ” Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual-beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba (Q.S Al Baqoroh: 275)”.

  2. “ dan janganlah kamu berikan hartamu itu kepada orang yang bodoh dan harta itu dijadikan Allah untukmu sebagai pokok penghidupan”. (An-Nisa:5).

  3. Berdasarkan Hadits Nabi yang berasal dari Rufa‟ah bin Rafi‟ menurut riwayat al- Bazar yang disahkan oleh al-Hakim: Sesungguhnya Nabi Muhammad SAW, pernah ditanya tentang usaha apa yang paling baik; nabi berkata: “Usaha seseorang dengan tangannya dan jual beli yang mabrur”.

  4. Berdasarkan Ijma‟ Ulama telah sepakat bahwa jual-beli diperbolehkan dengan alasan bahwa manusia tidak akan mampu mencukupi kebutuhan dirinya, tanpa bantuan orang lain. Namun demikian, bantuan atau harta milik orang lain yang dibutuhkannya itu, harus diganti dengan barang lainnya yang sesuai.

Rukun dan syarat jual beli

  1. Adanya „aqid (عاقد (yaitu penjual dan pembeli.
  2. Adanya ma‟qud „alaih (عليه معقىد (yaitu adanya harta (uang) dan barang yang dijual
  3. Adanya sighat (صيغة (yaitu adanya ijab dan qobul. Ijab adalah penyerahan penjual kepada pembeli sedangkan qobul adalah penerimaan dari pihak pembeli.

Transaksi jual-beli baru dinyatakan terjadi apabila terpenuhi tiga syarat jual-beli, yaitu:

  1. Adanya dua pihak yang melakukan transaksi jual-beli
  2. Adanya sesuatu atau barang yang dipindahtangankan dari penjual kepada pembeli
  3. Adanya kalimat yang menyatakan terjadinya transaksi jual-beli (sighat ijab qabul).

Macam-macam jual beli

Jual Beli ada tiga macam yaitu:

  1. Menjual barang yang bisa dilihat: Hukumnya boleh/sah jika barang yang dijual suci, bermanfaat dan memenuhi rukun jual beli. Jual beli benda yang kelihatan wujudnya ialah pada waktu melakukan akad jual beli benda atau barang yang diperjualbelikan tersebut ada ditempat akad. Hal ini lazim dilakukan masyarakat banyak dan boleh dilakukan, seperti membeli beras dipasar.

  2. Menjual barang yang disifati (memesan barang): Hukumnya boleh/sah jika barang yang dijual sesuai dengan sifatnya. menurut kebiasaan para pedagang, jual beli pesanan adalah untuk jual beli tidak tunai (kontan), jual beli pesanan pada awalnya berarti meminjamkan barang atau sesuatu yang seimbang dengan harga tertentu, maksudnya ialah perjanjian yang penyerahan barang-barangnya ditangguhkan hingga masa tertentu, sebagai imbalan harga yang telah ditetapkan ketika akad.

  3. Menjual barang yang tidak kelihatan yaitu jual beli yang tidak ada serta tidak dapat dilihat ialah jual beli yang dilarang oleh agama Islam karena, barangnya tidak tentu atau masih gelap sehingga dikhawatirkan barang tersebut diperoleh dari curian atau barang titipan yang akibatnya dapat menimbulkan kerugian salah satu pihak. Hukumnya tidak boleh/tidak sah. Boleh/sah menjual sesuatu yang suci dan bermanfaat dan tidak diperbolehkan/tidak sah menjual sesuatu yang najis dan tidak bermanfaat.