Apa yang dimaksud dengan Jaminan?

jaminan

Menurut ketentuan Pasal 2 Ayat (1) Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 23/69 /KEP/DIR tanggal 28 Februari 1991 tentang Jaminan Pembiayaan Kredit, bahwa yang dimaksud dengan jaminan adalah suatu keyakinan bank atas kesanggupan debitur untuk melunasi kredit sesuai dengan yang diperjanjikan.

Apa yang dimaksud dengan jaminan?

Istilah jaminan merupakan terjemahan bahasa belanda yaitu zekerheid atau cautie . zekerheid atau cautie mencakup secara umum cara-cara kreditur menjamin dipenuhinya tagihannya di samping pertanggungjawaban umum debitur terhadap barang-barang. Jaminan atau yang lebih dikenal sebagai agunan adalah harta benda milik debitur atau pihak ketiga yang diikat sebagai alat pembayar jika terjadi wanprestasi terhadap pihak ketiga. Jaminan dalam pembiayaan memilki dua fungsi yaitu Pertama, untuk pembayaran hutang seandainya terjadi waprestasi atas pihak ketiga yaitu dengan jalan menguangkan atau menjual jaminan tersebut. Kedua, sebagai akibat dari fungsi pertama, atau sebagai indikator penentuan jumlah pembiayaaan yang akan diberikan kepada pihak debitur. Pemberian jumlah pembiayaan tidak boleh melebihi nilai harta yang dijaminkan.

Hasanudin Rahman menyebutkan bahwa collateral adalah tanggungan yang diberikan oleh debitur atau pihak ketiga kepada kreditur karena pihak kreditur mempunyai kepentingan bahwa debitur harus memenuhi kewajibannya dalam suatu perikatan.

Collateral dan Agunan pada dasarnya merupakan dua istilah yang dapat saling dipertukarkan. Jaminan secara sederhana dimaknai sebagai tanggungan atas pinjaman yang diterima. Jaminan dalam nomenklatur hukum perdata di Indonesia ditemukan dalam Pasal 1131 KHUPer dan Penjelasan Pasal 8 UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan. Hanya saja, kedua peraturan tersebut tidak mendefinisikan secara jelas apa yang dimaksud dengan jaminan, kedua aturan ini menyatakan jaminan berkaitan erat dengam masalah utang piutang. Sehingga, Jaminan dapat didefinisikan sebagai suatu perjanjian antara kreditur dengan debitur, dimana debitur memperjanjikan sejumlah hartanya untuk kepentingan pelunasan utang menurut ketentuan peraturan yang berlaku, apabila dalam waktu yang telah ditentukan terjadi kemacetan pembayaran utang debitur.

Collateral dibutuhkan sebagai salah satu syarat untuk pengajuan kredit kepada pihak bank, tetapi perlu ditekankan bahwa bank bukan lembaga gadai. Ada perbedaan prinsip yang sangat mencolok antara bank dan lebaga gadai, lembaga gadai hanya menganalisis satu-satunya dari objek sebagai objek penilian, sedangkan bank melihat jaminan hanya salah satu bagian objek penilaian bukan segalagalanya. Dari sudut bank, mengeksekusi jaminan adalah pilihan terakhir (sebagai second way out ) apabila debitur tidak dapat melunasi pinjamannya dalam jangka waktu tertentu.

Collateral atau jaminan adalah barang yang diserahkan mudharib sebagai agunan terhadap pembiayaan yang diterimanya. Menurut ketentuan Pasal 2 Ayat (1) Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 23/69 /KEP/DIR tanggal 28 Februari 1991 tentang Jaminan Pembiayaan Kredit, bahwa yang dimaksud dengan jaminan adalah suatu keyakinan bank atas kesanggupan debitur untuk melunasi kredit sesuai dengan yang diperjanjikan.

Jaminan pembiayaan adalah hak dan kekuasaan atas barang jaminan yang diserahkan oleh debitur kepada lembaga keuangan guna menjamin pelunasan hutangnya apabila pembiayaan yang diterimanya tidak dapat dilunasi sesuai waktu yang diperjanjikan dalam perjanjian pembiayaan ataus addendum- nya. Jaminan dapat dibedakan sebagai berikut:

  1. Jaminan perorangan adalah suatu perjanijian penanggungan utang dimana pihak ketiga mengikat diri untuk memenuhi kewajiban debitur dalam hal debitur tidak dapat memenuhi kewajibannya kepada lebaga keungan.

  2. Jaminan perusahaan adalah suatu perjanjian penanggungan utang yang diberikan oleh perusahaan lain untuk memenuhi kewajiban debitur dalam hal debitur tidak dapat memenuhi kewajibannya kepada lembaga keuangan.

  3. Jaminan kebendaan adalah penyerahan hak oleh nasabah atau pihak ketiga atas barang-barang miliknya kepada lembaga keuangan guna dijadikan agunan atas pembiayaan yang diperoleh debitur.

Pada prinsipnya harta jaminan hutang tidak dapat dimanfaatkan oleh pemegang jaminan, karena barang atau sesuatu jaminan hanya berfungsi sebagai alat untuk meyakinkan pemberi oinjaman bahwa peminjam akan membayar hutangnya.

Pemeliharaan dan penjagaan barang collateral pada prinsipnya merupakan kewajiban peminjam atau yang berhutang. Para fuqaha berpendapat bahwa pada prinsipnya tidak perlu dan tidak boleh mensyaratkan agunan sebagai jaminan, sebagaimana dalam akad syirkah lainnya. Jelas hal ini konteksnya risiko bisnis ( business risk ). Maksud dan tujuan pengikatan/penguasaan jaminan adalah :

  1. Memberikan hak dan kekuasaan kepada bank untuk mendapatkan pelunasan dengan barang-barang agunan tersebut bilamana nasabah bercedera janji, yaitu tidak bisa membayar kembali utangnya pada waktu yang telah ditetapkan dalam perjanjian.

  2. Menjamin agar nasabah berperan dan atau turut serta dalam transaksi yang dibiayai sehingga dengan demikian kemungkinan nasabah untuk meninggalkan usahanya/proyek dengan merugikan diri sendiri atau perusahaannya dapat dicegah, atau minimum kemungkinan untuk berbuat demikian diperkecil.

  3. Memberi dorongan kepada debitur untuk memenuhi perjanjian pembiayaan, khususnya mengenai pembayaran kembali (pelunasan) sesuai dengan syarat-syarat yang telah disetujui, agar debitur tidak kehilangan kekayaan yang telah dijaminkan kepada lembaga keuanga.

Pengelompokan Jaminan


Jaminan dapat dikelompokan dalam dua golongan yaitu:

1. Jaminan utama

Jaminan utama adalah barang barang bergerak maupun tidak bergerak yang dibiayai dengan oembiayaan atau merupakan objek pembiayaan. Sebagai contoh tanah berikut bangunan dalam rangka pembiayaan investasi, seperti bangunan pabrik, hotel, perkantoran, dan toko.

2. Jaminan tambahan

Jaminan tambahan adalah barang, surat berharga, Mobil, Mesin dan tanah kosong, atau garansi yang tidak berkaitan langsung dengan objek yang dibiayai, yang ditambahkan sebagai agunan apabila dalam penilaian pembiayaan/analisis pembiayaan, bank belum memperoleh keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi utangnya sesuai dengan yang diperjanjikan. Bank tidak wajib meminta agunan berupa barang yang tiak berkaitan langsung dengan objek yang dibiayai, yang lazim dikenal dengan agunan tambahan

Fungsi jaminan


  1. Menjamin agar debitur berperan serta dalam transaksi untuk mebiayai usahanya sehingga kemungkinan untuk meninggalkan usaha atau proyeknya dengan merugikan diri sendiri atau perusahaannya dapat diceagah atau sekurang-kurangnyakemungkinan untuk berbuat demikian dapat diperkecil.

  2. Meberikan dorongan kepada debitur untuk memenuhi janjinya, khususnya mengenai pembayaran kembali sesuai dengan syarat-syarat yang telah disetujui agar debitur dan pihak ketiga yang ikut menjamin tidak kehilangan kekayaan yang telah dijaminkan kepada bank.

  3. Memberikan jaminan kepastian hukum kepada pihak lembaga keuangan bahwa kreditnya akan tetap kembali dengan cara mengeksekusi jaminan kredit. Memberikan hak dan kekuasaan kepada lembaga keuangan untuk mendapatkan pelunasan dari agunan apabila debitur melakukan cidera janji, yaitu untuk pengembalian dana yang telah dikeluarkan oleh debitur pada waktu yang telah ditentukan

Jaminan adalah suatu perikatan antara kreditur dengan debitur, dimana debitur memperjanjikan sejumlah hartanya untuk pelunasan utang menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku apabila dalam waktu yang ditentukan terjadi kemacetan pembayaran utang si debitur.

Jaminan adalah aset pihak peminjaman yang dijanjikan kepada pemberi pinjaman jika peminjam tidak dapat mengembalikan pinjaman tersebut. Jaminan merupakan salah satu unsur dalam analisis pembiayaan.

Kegunaan Jaminan

  1. Memberikan hak dan kekuasaan kepada bank untuk mendapat pelunasan dari agunan apabila debitur melakukan janji, yaitu untuk membayar kembali utangnya pada waktu yang telah ditetapkan dalam perjanjian.

  2. Menjamin agar debitur berperan serta dalam transaksi untuk membiayai usahanya, sehingga kemungkinan untuk meninggalkan usaha atau proyeknya dengan merugikan diri sendiri atau perusahaannya dapat dicegah atau sekurangkurangnya untuk berbuat demikian dapat diperkecil.

  3. Memberikan dorongan kepada debitur untuk memenuhi janjinya khususnya mengenai pembayaran kembali sesuai dengan syarat-syarat yang telah disetujuhi agar debitur dan atau pihak ketiga yang ikut menjamin tidak kehilangan kekayaan yang telah dijaminkan kepada bank.

Jenis-Jenis Jaminan

1. Jaminan berdasarkan bentuknya dibedakan menjadi 2, yaitu :

  1. Jaminan kebendaan
    Jaminan berupa harta kekayaan, baik benda maupun hak kebendaan,yang diberikan dengan cara pemisah bagian dari harta kekayaan baik dari debitur kepada pihak kreditur,apabila debitur yang bersangkutan cedera janji.

  2. Jaminan penanggungan
    Jaminan berupa pernyataan kesanggupan yang diberikan oleh perorangan atau badan hukum yang merupakan pihak ketiga yang menjamin pemenuhan kewajiban-kewajiban debitur kepada pihak kreditur, apabila pihak debitur yang bersangkutan cedera janji Jaminan penanggungan terdiri dari jaminan perorangan/pribadi dan badan hukum.

2. Jaminan berdasarkan nilainya, ada dua aspek yang diperlukan dalam melakukan penilaian terhadap jaminan yang diberikan, yaitu:

  1. Nilai ekonomis Syarat-syarat yang harus dipenuhi agar jaminan memenuhi nilai ekonomis adalah:
  • Dapat diperjualbelikan secara umum, luas dan bebas.
  • Lebih besar dari nilai plafon kredit yang diberikan.
  • Mudah dipasarkan atau dijual tanpa harus mengeluarkan biaya pemasaran.
  • Nilai jaminan stabil dan memiliki kemungkinan mengalami kenaikan nilai dikemudian hari.
  • Lokasi jaminan strategis dan kondisi jaminan dalam keadaan baik.
  • Fisik jaminan jaminan tidak mudah rusak, lusuh, ketinggalan jaman.
  • Memiliki manfaat ekonomis dalam jangka waktu relatif lama.
  1. Nilai yuridis Syarat-syarat yang harus dipenuhi agar jaminan memenuhi nilai yuridis adalah:
  • Jaminan merupakan milik debitur yang bersangkutan.
  • Ada dalam kekuasaan debitur.
  • Tidak dalam persengketaan dengan pihak lain.
  • Memiliki bukti-bukti kepemilikan/sertifikat atas nama debitur bersangkutan dan masih berlaku.
  • Bukti-bukti kepemilikan bisa diikat sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.
  • Tidak sedang dijaminkan ke pihak lain.