Apa yang anda ketahui tentang tanaman jahe?

Jahe

Jahe merupakan tumbuhan berbunga yang rimpang, jahe atau jahe banyak digunakan sebagai bumbu dan obat tradisional. Ini adalah tanaman tahunan herba yang tumbuh pseudostems tahunan setinggi sekitar satu meter dengan bilah daun sempit.

Jahe merupakan kerabat empon–empon yang paling banyak dibudidyakan dan dimanfaatkan orang. Kegunaan dan khasiatnya yang amat beragam membuat jahe selalu dibutuhkan oleh masyarakat banyak.

Kingdom: Plantae;
Divisio: Spermatophyta;
Klas: Monocotyledoneae;
Ordo: Zingiberales;
Family: Zingiberaceae;
Genus: Zingiber;
Spesies: Zingiber officinale (Paimin et al ., 2002).

Tanaman jahe merupakan herba yang tumbuh tegak dengan tinggi mencapai 0,4–1 m. Tanaman ini dapat berumur tahunan (Muhlisah, 2005).

Ada sekitar 47 genera dan 1.400 jenis tanaman yang termasukdalam dalam suku Zingiberaceae, yang tersebar di seluruh daerah tropis dansub tropis. Penyebaran Zingiber terbesar di belahan timur bumi, khususnyaIndo Malaya yang merupakan tempat asal sebagian besar genus Zingiber (Lawrence 1951: Purseglove 1972).

Di Asia Tenggara ditemukan sekitar 80-90 jenis Zingiber yang diperkirakan berasal dari India, Malaya dan Papua.Namun hingga saat ini, daerah asal tanaman jahe belum diketahui. Jahekemungkinan berasal dari China dan India (Vermeulen 1999) namun keragaman genetik yang luas ditemukan di Myanmar (Jatoi et al . 2008) dan India, yang diduga merupakan pusat keragaman jahe (Ravindran et al . 2005).

Jahe segar dan jahe kering banyak digunakan sebagai bumbu masak atau pemberi aroma pada makanan dan sebagainya. Penggunaan jahe sebagai obat tradisional telah lama dilakukan orang. Jahe segar dapat digunakan langsung sebagai obat seperti mengatasi influenza, menambah nafsu makan, mengobati luka lecet dan lain sebagainya. Tanaman jahe dapat diperbanyak dengan beberapa cara. Cara yang paling banyak dilakukan adalah cara vegetatif dengan menggunakan rimpangnya. Sedangkan cara vegetatif lain adalah dengan menggunakan rumpunnya. Cara perbanyakan ini kurang banyak dilakukan pembudidaya jahe. Alasannya, dengan menggunakan rimpang lebih banyak tanaman yang diperoleh karena rimpang lebih kecil daripada tunas. Cara lain adalah dengan kultur jaringan ( tissue culture ). Cara ini adalah proses perbanyakan tanaman dengan menggunakan jaringan dari salah satu bagian tanaman. Cara kultur jaringan mampu memberikan hasil yang cepat, banyak dan hasilnya sama persis dengan tanaman induknya. Hanya saja diperlukan pengetahuan, keterampilan, serta peralatan laboratorium yang tidak murah (Paimin et al ., 2002).

Syarat Tumbuh Tanaman Jahe


Jahe dapat tumbuh subur di ketinggian 0–1.500 m dpl, kecuali jenis jahe gajah di ketinggian 500–950 m dpl. Curah hujan yang dibutuhkan agar jahe dapat berproduksi dengan optimal yaitu 2.500–3.000 mm per tahun, kelembaban 80% dan tanah lembab dengan pH 5,5–7,0 dan unsur hara yang tinggi dan tanah tidak boleh tergenang (Agoes, 2010). Sedangkan menurut Kardinan et al . (2010) tanaman jahe membutuhkan tipe iklim A, B, dan C (Schmid dan Ferguson). Tanah yang dikehendaki adalah lempung berpasir dengan aerasi dan drainase baik serta kandungan bahan organik yang tinggi (C/N ratio 12–13).

Morfologi Tanaman Jahe


image

Menurut Paimin et al . (2002) tanaman jahe terdiri dari atas bagian akar, batang, daun dan bunga. Akar merupakan bagian terpenting dari tanaman jahe. Pada bagian ini tumbuh tunas–tunas baru yang kelak akan menjadi tanaman. Akar tunggal (rimpang) itu tertanam kuat di dalam tanah dan semakin besar dengan pertambahan usia serta membentuk rhizome–rhizome baru. Selain penting secara botani, akar jahe merupakan bagian terpenting secara ekonomis. Akar rimpang jahe juga memiliki banyak kegunaan seperti sebagai bumbu masak, obat–obatan sampai menjadi minyak jahe. Rimpang jahe memiiki aroma khas, bila dipotong berwarna putih, kuning, atau jingga. Sementara bagian luarnya kuning kotor, atau bila telah tua menjadi coklat keabu-abuan. Akan tetapi bagian dalam rimpang jahe biasanya memiliki dua warna yaitu bagian tengah (hati) berwarna agak gelap dan bagian tepi berwarna agak terang.

Batang tanaman merupakan batang semu yang tumbuh tegak lurus. Batang terdiri dari seludang–seludang daun tanaman dan pelepah–pelepah daun yang menutupi batang. Bagian luar batang agak licin dan sedikit mengkilap berwarna hiaju tua. Biasanya batang dihiasi titik–titik berwarna putih. Batang ini biasanya basah dan banyak mengandung air, sehingga tergolong tanaman herba. Daun jahe berbentuk lonjong dan lancip menyerupai daun rumputrumputan besar. Daun itu sebelah–menyebelah berselingan dengan tulang daun sejajar sebagaimana tanaman monokotil lainnya. Pada bagian atas, daun lebar dengan ujung agak lancip, bertangkai pendek, berwarna hijau tua agak mengkilap. Sementara bagian bawah berwarna hijau muda dan berambut halus. Panjang daun sekitar 5–25 cm dengan lebar 0,8–2,5 cm. Tangkainya berambut atau gundul dengan panjang 5–25 cm dan lebar 1–3 cm. Ujung daun agak tumpul dengan panjang lidah 0,3–0,6 cm, bila daun mati maka pangkal tangkai akan tetap hidup dalam tanah, lalu bertunas dan menjadi akar rimpang baru.

Bunga jahe berupa bulir yang berbentuk kincir, tidak berambut, dengan panjang 5–7 cm dan bergaris tengah 2–2,5 cm. Bulir itu menempel pada tangkai bulir yang keluar dari akar rimpang dengan panjang 15–25 cm. Tangkai bulir dikelilingi daun pelindung yang berbentuk bulat lonjong, berujung runcing dengan tepi berwarna merah, ungu, atau hijau kekuningan. Bunga terletak pada ketiak daun pelindung dengan beberapa bentuk, yakni panjang, bulat telur, lonjong, runcing atau tumpul. Pada bunga jahe, benang sari yang dapat dibuahi hanya satu sedangkan benang sari lain telah berubah bentuk menjadi daun. Staminoid–staminoidnya membentuk mahkota beruang tiga dengan bibir berbentuk bulat telur berwarna hitam belang.

Budidaya Jahe


Menurut Kardinan et al . (2003) jahe dapat diperbanyak dengan rimpang. Benih yang baik adalah yang telah mempunyai 2–3 mata tunas dan berasal dari rimpang sehat hasil panen tua (9–10) bulan. Bobot benih untuk jahe putih kecil dan jahe merah sekitar 20–40 g/rimpang, sedangkan untuk jahe putih besar sekitar 40–60 g/rimpang. Benih sebaiknya ditunaskan terlebih dahulu di persemaian yang terdiri dari rak–rak bambu atau hamparan selebar 10–20 cm, kemudian ditutup jerami dan disimpan di tempat yang lembab. Jahe merupakan tanaman monokotil berakar serabut yang tumbuhnya tidak begitu dalam. Hal ini sesuai dengan penelitian yang menyebutkan bahwa pengolahan tanah yang terlalu dalam tidak memberikan pengaruh yang nyata dibanding dengan pengolahan berkedalaman secukupnya. Tanaman hanya akan menyerap unsur hara pada kedalaman tertentu sesuai dengan sistem perakarannya (Paimin et al ., 2002).

Menurut Muhlisah (2003), jahe dapat diperbanyak dengan memisahkan anakan atau dengan menanam rimpangnya. Rimpang yang digunakan adala rimpang yang sudah cukup tua dan memiliki paling sdikit 2–3 mata tunas. Setiap 9 rimpang dapat ditanam langsung, namun jika mata tunasnya banyak, rimpang dapat dipotong–potong menjadi beberapa bagian. Setiap potong memiliki paling sedikit 2 mata tunas. Jahe yang berukuran kecil seperti jahe merah dan jahe kecil ditanam dengan jarak yang lebih rapat yakni 25 x 40 cm. Sementara jahe besar, seperti jahe gajah ditanam dengan jarak 30 x 60 cm. Pemupukan dilakukan dengan menggunakan pupuk kandang sebanyak 20– 30 ton per hektar, diberikan pada saat pengolahan lahan. Pada saat tanam diberikan pupuk organik lainnya berupa guano kelelawar sebanyak 500 g/rumpun dan diberikan lagi pada saat tanaman berumur 30 dan 60 hari dengan dosis yang sama (Kardinan et al ., 2003).

Pemupukan menggunakan pupuk urea, KCl, dan TSP. Pemupukan urea dilakukan sebanyak dua kali yaitu pemberian pertama pada saat tanam sebanyak 1/3 dosis anjuran dan satu bulan setelah tanam sebanyak 2/3 dosis anjuran. Pemeliharaan Tanaman yang sudah tumbuh perlu dirawat agar mampu berproduksi dengan baik. Penyiangan dilakukan pada saat tanaman berumur 2–4 minggu. Pembumbunan dilakukan sebanyak 2-3 kali. Panen Menurut Syukur (2006), panen jahe muda dilakukan pada umur 3–4 bulan setelah tanam. Pada umur tersebut rimpang tidak terlalu pedas dan kandungan seratnya rendah, sehingga mudah dipatahkan. Produksi jahe muda biasanya dimanfaatkan untuk asinan dan manisan jahe. Sedangkan jahe tua dipanen pada saat berumur 9–12 bulan setelah tanam.

Kandungan Tanaman Jahe


Rimpang jahe mengandung 2 komponen utama yaitu (1) komponen volatile dan (2) komponen non-volatile.

  • Komponen volatile terdiri darioleoresin (4,0-7,5%), yang bertanggung jawab terhadap aroma jahe (minyak atsiri) dengan komponen terbanyak adalah zingiberen danzingiberol. Minyak atsiri atau dikenal juga sebagai minyak eteris (aethericoil), minyak esensial, minyak terbang, serta minyak aromatik adalah kelompok besar minyak nabati yang berwujud cairan kental pada suhuruang namun mudah menguap sehingga memberikan aroma yang khas. Minyak atsiri jahe berwarna bening sampai kuning tua (Hernani dan Mulyono1997), dan memiliki nilai ekonomi tinggi karena banyak digunakan dalam industri parfum, kosmetik, essence, farmasi dan flavoring agent.

  • Komponen non-volatile pada jahe bertanggung jawab terhadap rasa pedas, salah satudiantaranya adalah gingerol. Gingerol memiliki rumus kimia 1-[4-hidroksi-3-methoksifenil]-5-hidrokasi-alkan-3-ol dengan rantai samping yang bervariasi. Gingerol merupakan senyawa identitas untuk tanaman jahe dan berfungsisebagai senyawa yang berkhasiat obat. Gingerol yang terkandung di dalam jahe memiliki efek sebagai antiinflamasi, antipire gastroprotective, cardiotonic dan antihepatoksik (Jolad et al . 2004), antioksidan, antikanker, antiinflamasi, antiangiogenesis dan anti-artherosclerotic (Shukla dan Singh, 2007).

Selain komponen volatile dan non-volatile, pada jahe juga terkandung sejumlah nutrisi, seperti vitamin,mineral, protein, karbohidrat dan lemak yang bermanfaat untuk kesehatan.

Referensi
  • Agoes, A. 2010. Tanaman Obat Indonesia. Salemba Medika. Jakarta. 126 hal.

  • Hernani, dan E. Mulyono. 1997. Pengolahan dan Penganekaragaman Hasil.Di dalam : Sitepu D, Sudiarto, N. Bermawie, Supriadi, Soetopo D.,Rosita S.M.D., Hernani, Rivai A.M., editors. Monograf no 3 : Jahe.Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Badan Litbang Deptan.hlm 122-128

  • Jatoi, S.A., Kikuchi, A., Mimura, M., Yi, S.S., Watanabe, K.N., 2008.Relationships of Zingiber species and genetic variability assessment inginger (Zingiber officinale) accessions from ex-situ genebank, on-farmand rural markets. Breed. Sci. 58, 261–270.

  • Jolad, S.D., R.C. Lantz, A.M. Solyom, G.J. Chen, R.B. Bates, dan B.N.Timmermann. 2004. Fresh organically grown ginger (Zingiberofficinale) : composition and effect on LPS-induced PGE2 production. Phytocemistry 65:1937-1954.

  • Kardinan, A. dan A. Rukhayat. 2003. Budidaya Tanaman Obat Secara Organik. PT AgroMedia Pustaka. Jakarta. 92 hal.

  • Lawrence, G.H.M. 1951. Taxonomy of Vascular Plants. New York: John Wileyand Sons

  • Muhlisah, F. 2001. Temu-temuan dan Empon-emponan. Kanisius. Yogyakarta. 234 hal.

  • Paimin, F.B. dan Murhananto. 2002. Budidaya, Pengolahan dan Perdagangan Jahe. Penebar Swadaya. Jakarta. 116 hal.

  • Purseglove, J.W. 1972. Tropical Crops Monocotyledones. London: Longman.

  • Ravindran, P.N., K.N. Babu, dan K.N. Shiva. 2005. Botany and CropImprovement of ginger. Di dalam : Ravindran PN, Babu KN, editor.Ginger : The Genus Zingiber. Florida : CRC Press.

  • Shukla, Y., dan M. Singh. 2007. Cancer preventive properties of ginger : Abrief review. Food and Chemical Toxicology 45:683-690.

  • Syukur, C. 2006. Agar Jahe Berproduksi Tinggi. Penebar Swadaya. Jakarta. 64 hal.

  • Vermeulen, N. 1999. Encyclopaedia of Herbs.

1 Like