Apa yang dimaksud dengan Intimidasi dunia maya atau Cyberbullying?

Intimidasi dunia maya (cyberbullying) adalah segala bentuk kekerasan yang dialami anak atau remaja dan dilakukan teman seusia mereka melalui dunia maya atau internet.

Apa yang dimaksud dengan Intimidasi dunia maya atau Cyberbullying ?

Cyberbullying adalah penggunaan teknologi untuk mengintimidasi, membuat korban, atau menganggu sekelompok orang. Bhat (2008),

Cyberbullying sebagai perilaku agresi termasuk didalamnya penyerangan yang berulang, mempermalukan orang lain atau mengucilkan orang lain demi kepentingan seseorang yang lebih berkuasa. Heirman (2015)

Cyberbullying adalah proses mengirim teks atau gambar yang dimaksudkan untuk menyakiti atau mempermalukan orang lain. Valentino (2013)

Cyberbullying juga didefinisikan sebagai perlakuan kasar yang dilakukan seseorang atau kelompok orang, menggunakan bantuan alat elektronik yang dilakukan berulang dan terus menerus pada seorang target yang membela diri (Smith, Mahdavi, Carvalho, Russel, & Tipett, 2008).

Jenis-jenis Cyberbullying


Ada beberapa jenis cyberbullying menurut Willard (2007), dalam jurnal nya yang berjudul “Educator’s guide to cyberbullying and cyberthreats”. yaitu, sebagai berikut :

  1. Flaming, yaitu mengirimkan pesan berupa kata-kata penuh amarah dan frontal.
  2. Harassment, yaitu mengirimkan pesan berupa gangguan ke e-mail, atau jejaring sosial secara terus menerus.
  3. Denigration, yaitu proses untuk merusak nama baik orang lain dengan cara mengumbar keburukan seseorang di media sosial.
  4. Impersonation, yaitu berpura-pura menjadi orang lain dan mengirimkan pesan-pesan atau status yang tidak baik ke orang lain.
  5. Outing, yaitu menyebarkan data-data, foto dan rahasia orang lain di internet.
  6. Trickery , yaitu membujuk seseorang dengan menipu orang tersbut agar mendapatkan informasi atau foto pribadi orang tersebut.
  7. Exclusion, yaitu secara sengaja mengeluarkan seseorang dari grup online.
  8. Cybejrstalking, yaitu mengganggu seseorang secara terus menerus sehingga menyebabkan ketakutan pada orang tersebut.

Williard (2005) mendefinisikan perilaku cyberbullying sebagai perilaku menyakiti dengan mengirim atau mengunggah teks/gambar berbahaya atau kejam menggunakan internet atau perangkat komunikasi digital lainnya. Smith (2008) mendefinisikan perilaku cyberbullying sebagai perilaku agresif dan disengaja yang dilakukan sekelompok orang atau perorangan, yang menggunakan media elektronik sebagai penghubungnya, yang dilakukan secara berulang-ulang dan tanpa batas waktu terhadap seorang korban yang tidak bisa membela dirinya sendiri.Menurut Kowalski (2008), perilaku cyberbullying mengacu pada perilaku bullying yang terjadi instant messaging, email, chat room, website, video game, atau melalui gambar atau pesan yang dikirim melalui telepon seluler. Perilaku cyberbullying adalah setiap perilaku agresif rekan-sasaran melalui teknologi komunikasi elektronik (Mehari, 2014).

Perilaku cyberbullying adalah perilaku berulang yang tidak diinginkan, menyakitkan, melecehkan, dan / atau interaksi mengancam melalui media komunikasi elektronik (Rafferty & Vander Ven, 2014). Perilaku cyberbullying adalah setiap perilaku yang dilakukan melalui media elektronik atau digital oleh individu atau kelompok, yang berulang kali mengirimi pesan bermusuhan atau agresif, dimaksudkan untuk menimbulkan bahaya atau ketidaknyamanan pada orang lain (Tokunaga,2010).

Aspek-aspek Perilaku Cyberbullying


Wiiliard (2005) menyatakan bahwa perilaku cyberbullying memiliki tujuh (7) aspek yang terdiri dari:

  1. Flaming
    Flaming yaitu mengirimkan pesan teks yang isinya merupakan kata-kata yang penuh amarah dan frontal. Istilah “flame”ini pun merujuk pada kata-kata di pesan yang berapi-api,

  2. Harassment
    Harassment yaitu pesan-pesan yang berisi gangguan pada email, sms, maupun pesan teks di jejaring sosial dilakukan secara terus-menerus,

  3. Cyberstalking
    Cyberstalking yaitu mengganggu dan mencemarkan nama baik seseorang secara intens sehingga membuat ketakutan besar pada orang tersebut,

  4. Denigration
    Denigration yaitu proses mengumbar keburukan seseorang di internet dengan maksud merusak reputasi dan nama baik orang tersebut,

  5. Impersonation
    Impersonation yaitu berpura-pura menjadi orang lain dan mengirimkan pesan-pesan atau status yang tidak baik,

  6. Outing & Trickery
    Outing memiliki arti yaitu menyebarkan rahasia orang lain, atau foto-foto pribadi orang lain, sedangkan Trickery (tipu daya): membujuk seseorang dengan tipu daya agar mendapatkan rahasia atau foto pribadi orang tersebut,

  7. Exclusion
    Exclusion yaitu secara sengaja dan kejam mengeluarkan seseorang dari grup online.

Baru-baru ini, Chisholm (2014) menyebutkan sebelas (11) aspek yang berbeda dari perilaku cyberbullying yaitu:

  1. Catfishing yaitu menipu orang ke dalam hubungan dengan menciptakan identitas palsu dan jaringan sosial.

  2. Cheating yaitu membentuk geng, dan memblokir orang untuk masuk dalam grup.

  3. Spreading insults yaitu penyebaran penghinaan yang memalukan atau mengancam berupa pesan atau gambar untuk sebuah komunitas online.

  4. Flaming yaitu mengadopsi gaya interaksional argumentatif.

  5. Impersonate yaitu meniru orang lain.

  6. Slamming yaitu terlibat dalam pelecehan meskipun mereka tidak memulai perdebatan.

  7. Ratting yaitu mengendalikan perangkat target tanpa sepengetahuan mereka untuk mengakses file, melakukan mata-mata, atau mengontrol perangkat.

  8. Relational aggression yaitu menyebarkan desas-desus, tidak termasuk target, menghapus target dari daftar pertemanan, atau posting ancaman.

  9. Sexting yaitu mendistribusikan gambar bernada seksual.

  10. Shock trolling yaitu membuat tulisan ofensif secara online dengan maksud memprovokasi kemarahan, frustrasi, atau respon penghinaan.

  11. Stalking online (mengintai melalui akun media sosial) atau threatening violance (mengancam dengan kekerasan).

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Cyberbullying


Berikut adalah beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku cyberbullying pada remaja berdasarkan penelitian-penelitian yang sudah dilakukan antara lain yaitu:

  1. Perspective-taking (Ang & Goh, 2010).
    Ang & Goh, 2010 pada penelitiannya menyatakan bahwa rendahnya perspective-taking mempengaruhi tingginya perilaku cyberbullying pada remaja perempuan maupun laki-laki. Crick (1995) juga menemukan bahwa anak-anak yang melakukan cyberbullying tidak dapat mengambil perspektif orang lain atau memiliki perspective-taking rendah, dan ini memberikan kontribusi untuk peningkatan perilaku cyberbullying.

  2. Bullying Tradisional (Riebel, 2009)
    Penelitian yang dilakukan oleh Riebel (2009) menunjukan bahwa ada hubungan antara bullying dalam kehidupan nyata dan dalam cyberspace. Hanya 3,96% anak dari keseluruhan sampel yang melaporkan bahwa mereka melakukan tindakan cyberbullying. Dari 77 pelaku cyberbullying ada sebanyak 63 sampel (81,81%) yang melaporkan bahwa mereka juga menjadi bullies dalam kehidupan nyata. Di Indonesia, penelitian serupa dilakukan oleh Ingke (2010). Hasil penelitian menunjukkan dari keseluruhan responden pernah terlibat dalam tindakan bully tradisional baik menjadi korban ataupun pelaku, sedangkan responden yang terlibat dalam tindakan cyberbullying sebanyak 82,55% berasal dari remaja berusia 12-15 tahun. Peristiwa bullying yang dialami di dunia nyata memiliki pengaruh besar pada kecenderungan individu untuk menjadi cyberbullies (pelaku cyberbullying).

  3. Karakteristik Kepribadian (Kowalski, 2008)
    Menurut Camodeca & Goossens (Kowalski, 2008) remaja yang memiliki kepribadian yang dominan, cenderung temperamental, impulsif, mudah frustasi akan sulit mengikuti peraturan. Remaja tersebut menganggap dirinya paling kuat diantara teman-temannya sehingga mereka berani melakukan tindakan-tindakan agresif dan mudah terprovokasi serta senang melakukan kekerasan.

  4. Strain (Hinduja & Patchin, 2010).
    Remaja yang mengalami strain memiliki kecenderungan untuk mem-bully atau men-cyberbully orang lain daripada remaja yang tidak mengalami strain (Hinduja & Patchin, 2010). Strain adalah suatu keadaan ketegangan psikis yang ditimbulkan dari hubungan negatif dengan orang lain yang memberikan afek negatif (terutama rasa marah dan frustasi) yang mengarah pada kenakalan (Agnew, 1992). Teori strain menitikberatkan pada hubungan yang negatif dengan orang lain, hubungan dimana seseorang tidak diperlakukan sebagaimana dirinya ingin diperlakukan. Cyberbullying dapat terjadi karena ingin mengurangi ketegangan, membalaskan dendam, atau meringankan emosi negatif terutama ketika pelaku bully ing tidak memiliki kemampuan dan sumber-sumber untuk mengatasi peristiwa penuh stress karena dukungan sosial dan control dirinya rendah. (Agnew, 1992).

  5. Peran Orangtua (Marden, 2010).
    Peranan orangtua dalam mengawasi aktivitas anak dalam berinteraksi di internet merupakan faktor yang cukup berpengaruh pada kecenderungan anak untuk terlibat dalam cyberbullying. Seperti kurangnya kehangatan dan keterlibatan orangtua, pola asuh orangtua yang terlalu permisif, kurangnya pengawasan, pendisiplinan fisik yang kasar, dan atau model perilaku bully ing yang dicontohkan (umumnya secara tidak sadar) oleh orang tua (Marden, 2010).

Bullying dapat didefinisikan sebagai sebuah kegiatan atau perilaku agresif yang sengaja dilakukan oleh sekelompok orang atau seorang secara berulang-ulang dan dari waktu ke waktu terhadap seorang korban yang tidak dapat mempertahankan dirinya dengan mudah atau sebuah penyalahgunaan kekuasaan/kekuatan secara sistematik (Gerald, 2012). Kriteria pengulangan, niat dan ketidakseimbangan kekuatan sistematik menjadikan bullying bentuk agresi yang sangat tidak diharapkan. Ini dapat terjadi di banyak konteks termasuk di tempat kerja, tetapi yang paling banyak diteliti adalah di remaja (Gerald, 2012).

Cyberbullying


Cyberbullying merupakan istilah yang ditambahkan ke dalam kamus OED pada tahun 2010. Istilah ini merujuk kepada penggunaan teknologi informasi untuk menggertak orang dengan mengirim atau posting teks yang bersifat mengintimidasi atau mengancam. OED menunjukkan penggunaan pertama dari istilah ini pertama kali di Canberra pada tahun 1998, tetapi istilah ini sudah ada sebelumnya di Artikel New Yorks Time 1995 di mana banyak sarjana dan penulis Besley seorang Kanada yang meluncurkan website cyberbullying tahun 2013 dengan istilah coining (Bauman dkk, 2013)

Pengertian cyberbullying adalah teknologi internet untuk menyakiti orang lain dengan cara sengaja dan diulang-ulang.” (Prabawati, 2015). Cyberbullying adalah bentuk intimidasi yang pelaku lakukan untuk melecehkan korbannya melalui perangkat teknologi. Pelaku ingin melihat seseorang terluka, ada banyak cara yang mereka lakukan untuk menyerang korban dengan pesan kejam dan gambar yang mengganggu dan disebarkan untuk mempermalukan korban bagi orang lain yang melihatnya (Brequet, 2010)

Bullying telah berkembang menjadi masalah yang saat ini dikenal sebagai cyberbullying. Tidak seperti bullying, cyberbullying memungkinkan pelaku untuk menutupi identitasnya melalui komputer. Anonimitas ini membuat lebih mudah bagi pelaku untuk menyerang korban tanpa harus melihat respons fisik korban. Pengaruh perangkat teknologi terhadap pemuda hari ini sering menyebabkan mereka untuk mengatakan dan melakukan hal-hal kejam dibandingkan dengan apa yang didapati dalam tatap muka pelaku bullying (Donegan, 2012).

Karena sifat dari komunikasi mediasi komputer, cyberbullying cocok untuk agresi relasional. Sekarang, baik pria maupun wanita dapat melampaui batas-batas gender tradisional. Akibatnya, anak-anak lebih banyak terlibat dalam relasional agresi. Bahkan pria dan wanita mampu menggunakan strategi yang terkait, baik maskulinitas maupun feminitas. Ada penelitian yang menunjukkan bahwa perempuan lebih terlibat dalam cyberbullying dibandingkan dengan laki-laki. Adapula sebaliknya, laki-laki lebih terlibat dalam cyberbullying karena budaya maskulinitas, yang dalam teori “Male Phonemenon” percaya bahwa anak laki-laki lebih nakal daripada anak perempuan. Alasannya karena kenakalan adalah memang sifat laki-laki atau karena budaya maskulinitas menyatakan bahwa wajar kalau laki-laki nakal (Sarwono, 2013).

Namun, hal itu tidak sepenuhnya benar karena baik anak laki-laki dan perempuan sama-sama berpartisipasi dalam cyberbullying, meskipun berbeda alasan. Mereka juga menggunakan metode yang berbeda. Anak perempuan cenderung lebih menggunakan pendekatan pasif, seperti menyebarkan rumor dan gosip kerusakan reputasi dan hubungan. Anak laki-laki cenderung menggunakan ancaman langsung dan cyber sebagai sarana balas dendam. Selain itu, pandangan lain mengatakan bahwa dalam menjalankan aksinya wanita lebih sering menjadi sasaran cyberbullying sedangkan laki-laki cenderung menjadi pelaku utama dalam kekerasan berkomunikasi di dunia maya. Fakta lain mengungkapkan bahwa dalam iklim demokratisasi di segala bidang kehidupan pada era modern sekarang ini, orang cenderung mempersamakan hak-hak anak laki-laki dengan anak perempuan. Sehubungan dengan hal tersebut pada masa sekarang jumlah kejahatan yang dilakukan oleh anak perempuan tampak meningkat secara drastis (Kartono, 2013)

Bullying merupakan suatu tindakan agresif yang mengganggu kenyamanan dan menyakiti
orang lain dengan adanya perbedaan kekuatan maupun psikis dari korban dan pelaku yang dilakukan secara berulang. (Kowalski & Limber, 2013). Berdasarkan medianya bullying dibedakan menjadi dua, yakni traditional bullying dan cyber bullying. Traditional bullying terjadi dengan kontak secara langsung antara korban dan pelaku. Sedangkan, cyber bullying terjadi melalui perantaraan media sosial dan korban dilecehkan atau dianiaya melalui media sosial (Mordecki et. al., 2014).

Cyber bullying terjadi dikarenakan maraknya penggunaan teknologi digital. Menurut Fisher (2013), penyalahgunaan teknologi mobile dan jaringan media sosial menjadi permasalahan hampir di seluruh dunia. Cyber bullying bukan merupakan hal yang sering terdengar beberapa tahun yang lalu. Teknologi mobile memungkinkan manusia berkomunikasi kapan pun dan di mana pun. Teknologi mobile memungkinkan untuk mengirimkan foto dan video kepada teman atau keluarga dengan sangat mudah (cukup mengklik sebuah tombol). Revolusi ini mengubah hidup manusia secara luar biasa. Hal major yang paling terasa pada anak-anak dan remaja yang memiliki telepon seluler dan komputer pribadi adalah tersedianya akses informasi yang tidak terbatas dan memungkinan mereka untuk bertukar informasi lintas dunia. Orang dewasa mungkin sudah memiliki pandangan untuk tidak mempercayai dan menggunakan teknologi sepenuhnya namun pada remaja, mereka belum memiliki pandangan yang seimbang dan bijaksana terhadap teknologi yang ada.

Teknologi membutuhkan tanggung jawab agar tidak merugikan orang lain baik secara langsung maupun tidak langsung. Namun pada kenyataanya, penyalahgunaan teknologi meningkat sehingga menyebabkan banyak insiden seperti aksi dan tindakan mengancam, melecehkan, mempermalukan serta menghina. Insinden-insiden ini disebut sebagai cyber bullying. Penyalahgunaan teknologi mobile telah menarik perhatian orang tua, psikolog sosial, dan lembaga-lembaga seperti sekolah dan universitas. Berikut ini merupakan proses mitigasi yang menolong remaja-remaja untuk berpindah dari cyber bullying menuju cyber coping.

Alasan utama pelaku cyber bullying menggunakan media sosial adalah adanya fitur yang dapat
menyembunyikan bahkan memalsukan identitas pelaku. Jika seseorang melakukan cyber bullying, maka pelaku telah melanggar standar yang ada. Standar-standar yang dilanggar adalah nilai-nilai moral, kode etik bidang jurnalis, periklanan dan public relation, dan dunia hiburan. Beberapa bentuk pencegahan yang dapat dilakukan pada kasus cyber bullying adalah:

  1. Sebelum menyebarkan informasi, sebaiknya dilakukan pengecekan dan verifikasi terlebih dahulu.
  2. Tata bahasa dalam menggunakan media perlu diperhatikan oleh pengguna.
  3. Proses edukasi serta penerapan disiplin diri terhadap pengguna.
  4. Bimbingan orang tua, sekolah, universitas, serta lingkungan masyarakat terhadap pengguna remaja.
  5. Media sosial melakukan kampanye anti cyber bullying secara berkala.
  6. Korban harus bersikap aktif dan melaporkan kepada pihak media sosial jika cyber bullying terjadi.

Bullying adalah perilaku agresif yang intensif dan terjadi dengan kekuatan yang tidak seimbang antara kedua orang berkonflik (Nansel et al., 2001; Olweus, 1993a, dalam Kowalski, Limber & Agatston, 2008). Beberapa dampaknya adalah depresi, kecemasan tinggi, kegagalan akademis, menghindari akademis sampai yang terburuk bunuh diri dan biasanya terjadi di sekolah atau lingkungan (Kowalski, Limber & Agatston, 2008).

Beberapa ahli menyebut jenis bullying baru seiring dengan perkembangan teknologi yaitu cyberbullying. Cyber bullying melibatkan penggunaan pesan digital yang dikirim melalui perangkat teknologi komunikasi (Patchin & Hinduja, 2006; Willard, 2006). Pachin & Hinduja (2010) mengatakan bahwa cyberbullying adalah bentuk unik dari perilaku bullying yang menjadi sorotan beberapa tahun belakangan ini.

Cyberbullying juga dinilai sebagai salah satu fenomena yang patut mendapat perhatian karena dampak negatif yang dirasakan dapat sama dengan bullying bahkan bisa lebih hebat (Kowalski, Limber & Agatston, 2008; Faryadi, 2011; Willard, 2006). Dampak cyberbullying dinilai bisa lebih serius karena korban sulit menghindar dari pelaku, mereka dapat merasakan cyberbullying kapan dan dimana pun dan terkadang para pelaku menggunakan anonimitas saat melakukan cyberbullying sehingga sulit dilacak dan dihentikan (Willard, 2006).

Kowalski, Limber dan Agaston (2008) mengartikan cyberbullying adalah perilaku bullying yang melibatkan penggunaan e-mail, pesan instan, pesan digital bergambar, dan gambar digital tang dikirim melalui telepon selular, halaman website , blog, ruang obrolan ( chat rooms ) atau grup diskusi dan informasi yang menggunakan teknologi komunikasi. Merujuk langsung dari pengertian Olweus dari definisi bullying , Smith dkk mendefinisikan cyberbullying adalah perilaku agresif, intensif dan berulang yang dilakukan individu maupun berkelompok menggunakan komunikasi elektronik dan korbannya tidak dapat melakukan perlawanan secara mudah dan seimbang (dalam Dooley, Pyzalski dan Croos 2009).

Willard (2006) membagi bentuk-bentuk tersebut menjadi tujuh bentuk, yaitu:

  • Flaming
    Ketika seseorang mengirimkan pesan yang berisi kemarahan, kasar dan vulgar kepada seseorang secara privat maupun dalam grup online.
  • Gangguan (harassment).
    Didefinisikan sebagai kata-kata, aksi atau perilaku yang menyebalkan, memperingatkan atau menyebabkan tekanan ( distress ) secara emosional pada diri seseorang yang menjadi dikenai perilaku tersebut.
  • Cyberstalking
    Dijelaskan sebagai gangguan yang membahayakan dan mengintimdasi seseorang dengan intensitas yang tinggi (Willard, 2006). Kowalski, Limber, Agaston (2008) menjelaskan penguntitan ( cyberstalking ) adalah penggunaan komunikasi elektronik untuk mengejar atau mengikuti seseorang melalui komunikasi yang mengganggu dan mengancam.
  • Memfitnah (denigration )
    Merupakan tindakan mengirim pesan yang berbahaya, tidak benar dan kejam tentang seseorang ke orang lain (Willard, 2006). Pelaku menyebarkan informasi yang mencela/menghina dan tidak benar tentang orang lain (Kowalski, Limber, Agaston, 2008).
  • Penyamaran (masquerade )
    Berpura-pura menjadi orang lain dan mengirimkan atau mengepos hal-hal yang dapat membuat orang tersebut dinilai jelek atau membuat orang tersebut berpotensi dalam bahaya (Willard, 2006).
  • Outing dan trickery
    Didefinisikan sebagai tindakan mengirim, mengepos dan menyebarkan informasi yang mengandung hal yang sensitif, pribadi, memalukan atau pesan yang tidak pernah diniatkan korban untuk dibagi ke publik.
  • Tindakan pengeluaran (exclution )
    Dilakukan dalam grup online, ketika seseorang dikucilkan, dikeluarkan atau terasingkan dari sebuah grup online (Willard, 2006).
  • Happy slapping (Kowalski, Limber dan Agaston)
    Pelaku merekam atau memfoto tindakan kekerasan terhadap korban dan mengunduh dan menyebarkannya ke internet agar dapat dilihat banyak orang.

Cyberbullying

Kejadian dimana seorang anak ataupun remaja diejek, dihina, diintimidasi atau bahkan dipermalukan oleh anak-anak atau remaja lainnya melalui media internet, teknologi digital atau telepon seluler. Cyberbullying dianggap valid jika pelaku dan korban berusia dibawah 18 tahun dan secara hukum belum dianggap dewasa. Bila salah satu pihak yang terlibat (ataupun keduanya) sudah berusia diatas 18 tahun, maka kasus yang terjadi akan dikategorikan sebagai cybercrime atau cyberstalking (sering juga disebut cyber harassment ).

Bentuk dan metode tindakan cyberbullying amat beragam. Bisa berupa pesan ancaman melalui e-mail , mengunggah foto yang mempermalukan korban, membuat situs web untuk menyebar fitnah dan mengolok-olok korban hingga mengakses akun jejaring sosial orang lain untuk mengancam korban dan membuat masalah. Motivasi pelakunya juga beragam.Ada yang melakukannya karena marah dan ingin balas dendam, frustrasi, ingin mencari perhatian bahkan ada pula yang menjadikannya sekedar hiburan pengisi waktu luang. Tidak jarang, motivasinya kadang-kadang hanya ingin bercanda.

Cyberbullying yang berkepanjangan bisa mematikan rasa percaya diri anak, membuat anak menjadi murung, khawatir, selalu merasa bersalah atau gagal karena tidak mampu mengatasi sendiri gangguan yang menimpanya. Bahkan ada pula korban cyberbullying yang berpikir untuk mengakhiri hidupnya karena tak tahan lagi diganggu. Korban cyberbullying akan mengalami stres yang bisa memicunya melakukan tindakan-tindakan rawan masalah seperti mencontek, membolos, lari dari rumah, dan bahkan minum minuman keras atau menggunakan narkoba.

Anak-anak atau remaja pelaku cyberbullying biasanya memilih untuk menganggu anak lain yang dianggap lebih lemah, tak suka melawan dan tak bisa membela diri. Pelakunya sendiri biasanya adalah anak-anak yang ingin berkuasa atau senang mendominasi. Anak-anak ini biasanya merasa lebih hebat, berstatus sosial lebih tinggi dan lebih populer di kalangan teman-teman sebayanya. Sedangkan korbannya biasanya anak-anak atau remaja yang sering diejek dan dipermalukan karena penampilan mereka, warna kulit, keluarga mereka, atau cara mereka bertingkah laku di sekolah. Namun bisa juga si korban cyberbullying justru adalah anak yang populer, pintar, dan menonjol di sekolah sehingga membuat iri teman sebayanya yang menjadi pelaku.

Cyberbullying pada umumnya dilakukan melalui media situs jejaring sosial seperti Facebook dan Twitter. Ada kalanya dilakukan juga melalui SMS maupun pesan percakapan di layanan Instant Messaging seperti Yahoo Messenger atau MSN Messenger . Anak-anak yang penguasaan komputer serta internetnya lebih canggih melakukan cyberbullying dengan cara lain. Mereka membuat situs atau blog untuk menjelek-jelekkan korban atau membuat masalah dengan orang lain dengan berpura-pura menjadi korban. Ada pula pelaku yang mencuri password akun e-mail atau situs jejaring sosial korban dan mengirim pesan-pesan mengancam atau tak senonoh menggunakan akun milik korban.

Cyberbullying lebih mudah dilakukan daripada kekerasan konvensional karena si pelaku tidak perlu berhadapan muka dengan orang lain yang menjadi targetnya. Mereka bisa mengatakan hal-hal yang buruk dan dengan mudah mengintimidasi korbannya karena mereka berada di belakang layar komputer atau menatap layar telelpon seluler tanpa harus melihat akibat yang ditimbulkan pada diri korban. Peristiwa cyberbullying juga tidak mudah diidentifikasikan orang lain, seperti orang tua atau guru karena tidak jarang anak-anak remaja ini juga mempunyai kode-kode berupa singkatan kata atau emoticon internet yang tidak dapat dimengerti selain oleh mereka sendiri.

Referensi

http://repository.unpas.ac.id/26588/4/BAB%202.pdf